Anda di halaman 1dari 72

BAGAIMANA

MENCIPTA LAGU
Oleh: Pdt. J.A.U. Doloksaribu
1. Motive
Sebelum menciptakan Lagu kita harus
mengetahui motive yaitu : Unsur lagu
yang terdiri dari sejumlah
 Idea
 Mood ( Suasana hati dan jiwa) Sukacita?
Sedih? Murung, berduka? Tenang?
Berontak dll
 Nada diantara awal dan akhir motif
disebut motif jembatan bila beberapa
motif bertautan menjadi kesatuan
terjadilah motif panjang yang memenuhi
pertannyaan dan jawaban
2. Composition Material
- Pitch = ( Nada)
- Tonal Material – Tinggi rendahnya Nada
- Scale ( nilai nada)
- Rhythm = Irama yang memberi semangat
Pitch + Rhytm menjadi lagu
- Timbre ( quality ) Jenis suara kualitas suara
Sopran c1 – a2

Suara laki-laki beda dari suara wanita alto f1 –d2

Suara suling beda dari gitar Tenor c – a1

Suara anak beda dari suara orang dewasa


Bas f – d1

- Harmony dibeberapa budaya di Afrika Timur Tengah tidak


ada harmony
Nada Heptatonik (Diatonik)
1- 2 - 3- 4 - 5 -6 -7
Do re mi fa sol la si
Nada Pentatonik
1 -2 - 3 -5 -6
Do re mi sol la

Pentatonik anhemitonis
1 - 5 - 2 -6 -3
Do sol re la mi
Ada rentetan empat kwin yang sambung
menyambung
Pentatonik type selisir
1 – 3 – 4 – 5- 7
Do mi fa sol si (dari bawah ke atas)

Pentatonik type sunaren


3- 1 - 7 -6 4
Mi do si la fa (dari atas ke bawah)

Pentachord
Pentachord menurut Walter Wiora
1- 2 -3 - 4 - 5
Do re mi fa sol (nada ini bukan
termasuk pentatonik
3. Development
 - Sebelumnya = motive contoh
Ende 392:

5 . 6 5 1 7 . 6 6 . 5 0

4 . 3 4 5 6 . 5 5 . 3 0
 3.1 – dilanjutkan dengan Repetition
ulangan. Acapkali digunakan tetapi
jangan terlalu banyak supaya enak
(tidak bosan). Karena itu harus ada
Variation spt.

4 . 3 4 5 6 . 7 1 . . 0
3.2. Sequence – rentetan ( lanjutan)
(ulangan pada tingkat lagu) ada
variasi
Satu ide tapi nada berbeda
m m1
5 . 5 6 5 3 1 . 1 2 1 6.
frekuensi naik
Ini adalah varian lain
 Mis:

5 . 5 5 5 4 . 4 4 4 3 . 3 4

3 2 . . 0 frekuensi Turun

5 . 6 5 3 . . 5 . 6 5 3
 Pembesaran interval ( augmentation of the
ambitus)

3 5 4 . 5 7 . 7 0 4 5 3

. 5 1 . 1 0 3 5 4 . 5 2 . 2
Dalam Buku Ende 392 ulangan ini juga ada

5 . 6 5 1 7 . 6 6 . 5 0

4 . 3 4 5 6 . 5 5 . 3 0
 .3 Imitation = Peniruan ( hampir
serupa)
1 2 3 2 1 - 2 3 4 3 2 -3 4

5 4 3 - 4 5 6 5 4
3.4 Variation - varian selingan
Variasi ini dilihat dari unsur kadens ada
perubahan yang terus menerus antara Tónica,
1, 3, 5 Dominan 5, 7, 2 dan subdominan 4 6 1
Perubahan ini menjadikan musik hidup nyanyian
No. 392
Dari T ke D ( kadens setengah dan dari D ke
T ( kadens biasanya atau otentik)
Langkah dari T ke S disebut kadens
subdominan
3 . 3 4 3 2 1 1 . 6

Langkah dari S ke T disebut kadens Plagal

5 . 6 5 1 7 6 6 . 5

Rangkaian kadens Plagal dan kadens biasa disebut kadens


lengkap

1 . 1 4 6 . 6 6 6 . 6 5 . 3 . 3 3
T S T
5 . 5 4 . 2 . 2 2 5 . 4 3. 1
 D T
 Catatan: langkah D ke S ditengah
lagu selalu kurang enak
Contoh 5 4 3 2 1 2
D S T D T D
beda dengan

5 4 3 2 1 2
T D T D T D
3.5. Kontrast
supaya lagu benar-benar enak, tidak
membosankan harus ada contrast
kontras di antara 2 kalimat lagu perlu dicari
secara telita, karena ia menentukan pola
pembawaan. Kontaras ini berwujud sebagai :
 Kontras dinamika

 kontras irama

 kontras tonalitas: mayor-minor atau sebaliknya

 kontras harmoni: melalui modulasi ( ke Dominan)

 kontras arah lagu dan sebaliknya

(lihat bentuk lagu)


 Mis. Ende No. 392

. . . .
2 . 2 2 2 3 . 2 1 . 5 0
. . .
6 . 6 6 6 7 1 2. . 2
3.6. Klimaks
Setiap lagu harus ada klimaksnya
biasanya dengan
- nada tinggi
- nada panjang
- nada melompat
Jadi harus diperhatikan dimana klimaksnya
Misalnya No. 392
. . . . . . .
3 . 3 4 3 2 1 1 . 6 0
3.7 Receptation ( tambahan) sebagai
penutup
Ingat harus ada satu klimaks dan
satu penutup
. . .
5 . 1 7 1 3 2 1 . . 0
4. Text Lagu
- Yang menentukan suatu lagu itu lagu gereja
adalah bukan gaya, melodi atau arragemennya,
melainkan syairnya. (sebenarnya tidak ada
musik Kristen, yang ada adalah syair Kristen.

- Karena itu syair (text) lagu gereja memiliki


kriteria sbb:
a. Biblical dan Theological
Artinya, tidak bertentangan dengan Doktrin
Gereja tidak menyimpang dari ajaran gereja,
tidak menyimpang dari ajaran Alkitab
b. Relevan; Mengandung makna bagi kehidupan
rohani
c. Indah dan enak didengar, puitis
 Diungkapkan dalam bentuk kata-kata yang
terpilih
 Disusun dalam bentuk yang rapih
 Sederhana dengan bahasa yang baik
 Komunikatip
 Sesuai dengan bahasa yang baku dan masa kini
 Sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang
digunakan
 Sesuai dengan ajaran dan lafal bahasa itu.
4.1. Gaya Bahasa
Yang memiliki daya untuk melukiskan perasaan dalam hati
sanubari pengarang.
Beberapa di antaranya:

a. Suara kata

Suara kata adalah kata-kata tertulis yang diucapkan


pengarang yang trampil dan peka/ halus perasaannya
dapat mempergunakan suara kata sebaik-baiknya
sehingga menimbulkan kesan yang berbeda dalam jiwa
kita K. J 19

Tuhanku Yesus, Raja alam raya, Allah dan Manusia


Kau ku kasihi, Kau Junjunganku, Bahagía ku yang baka.
Indah tamasya, indah sawah ladang, sungguh Elok berseri;
Yang lebih indah Kau, Tuhan Yesus: Engkau menghibur yang
sedih,

Indah t’trang surya, indah sinar bulan, alam bintang yang


megah;
Jauh lebih indah, Yesus, terangMu di sorga dan di dunia.

Indah kesuma, insan lebih indah pada masa mudanya;


Bunga’kan layu, insan berlalu. Yesus kekal selamanya.

Apa yang indah dalam dunia ini nampak dalam diriMu.


Yang mahaindah, Harta sorgawi, hanya engkau, ya Tuhanku!
b. Pilihan Yang Tepat
Dalam bahasa Indonesia/Daerah dikenal kata-kata yang
kadang-kadang dapat divariasikan dengan menggunakan
sinonim, misalnya:
Matahari……………….mentari……………sang
surya…………….surya
Cahaya…………………sinar……………….terang………………..nur

K. J 19
Tuhanku Yesus, Raja alam raya, Allah dan Manusia
Kau ku kasihi, Kau Junjunganku, Bahagía ku yang baka

Ungkapan yang disampaikan kadang-kadang lebih berarti


dan memberi efek mendalam jika dipakai pilihan yang
tepat.
c. Peribahasa
Peribahasa dipakai untuk ungkapan yang mempunyai arti
khusus atau kiasan yang dilahirkan dengan kalimat
pendek.

K. J 447 “ Bunga Injil Berseri”


Dalam rumah yang gembira bunga Injil berseri;
Dalam kasih yang setia ,’ku berbakti tak henti.
Rut, Deborah dan Maria jadi contoh bagiku.
‘Ku berjanji dan sedia, mara dapat kutempuh.

K.J 324 “Kau mutiara Hatiku“


Kau Mutiara hatiku, ya Yesus, Kaulah hartaku,
tetap mau ku miliki. Ya, tinggallah selamanya dalam
hatiku ini.
d. Perumpamaan
Perumpamaan dipakai untuk mengumpamakan
sesuatu, membandingkan sesuatu kenyataan
dengan keadaan lain, misalnya
- Gereja Bagai Bahtera di Laut yang Kelam
- K.J. 418,
Bah’tra yang dipandu Yesus, panji salib
tandanya
Itu baht’ra kes’lamatan bagi orang yang resah.
Meskipun badai menyesah dan ombak
menderu,
Dipandu Tuhan baht’raNya ke pantai yang
teduh.
K.J 405,
Kaulah, ya Tuhan, Surya hidupku;
asal Kau ada yang lain takperlu
siang dan malam Engkau ku kenang;
dihadiratMu jiwaku tenang.

K.J 400
Kudaki jalan mulia; tetap doaku inilah
“ketempat tinggi dan teguh, Tuhan, mantapkan
langkahku!
Ya Tuhan, angkat diriku lebih dekat kepadaMu;
Di tempat tinggi dan teguh, Tuhan, mantapkan
langkahku
e. Kiasan
Kiasan dipakai untuk arti yang bukan sebenarnya, misalnya
“ Surya Hidup” (K.J. 405),
Kaulah, ya Tuhan, Surya hidupku;
asal Kau ada yang lain takperlu
siang dan malam Engkau ku kenang;
dihadiratMu jiwaku tenang

K.J. 396,
Yesus segala-galanya, Mentari hidupku
Sehari-hari Dialah Penopang yang teguh
Bila ’ku susah, berkesah, aku pergi kepadaNya
Sandaranku, Penghiburku, Sobatku
K.J. 409,
Yesus, Kau Nakhodaku di samud’ra hidupku
Badai tofan menggeram dan gelombang menyerang
Kemudikan bidukku, Yesus, Kau Nakhodaku

K.J. 411,
Ya Cahya kasih, jalanku kelam
O bimbinglah Rumahku jauh, gelap pun mencekam
O bimbinglah! Tak usah naampak akhir jalanku
Cukup selangkah saja bagiku
K.J. 415
Gembala baik bersuling nan merdu
membimbing aku pada air tenang
Dan membaringkan aku berteduh dipadang
rumput hijau berkenan.
Ref.. O, Gembalaku itu Tuhanku,
membuat aku tent’ram hening
Mengalir dalam sungai kasihku kuasa
damai cemerlang, ben
Gaya Bahasa
Gaya bahasa dipakai untuk
mengungkapkan berbagai hal, peristiwa,
keadaan, dll. Dengan cara khusus, antara
lain:
a. Inversi
“ Gerangan bayi apakah yang dipangkuan
Maryam“ (MK 71)
Menempatkan bagian kalimat yang biasa
di belakang ke muka.
b. Koreksio
Mula-mula dikemukakan yang salah / tidak
teratur/ kurang baik, kemudian diperbaiki:
“Bukan oleh Raja Roma, bukan oleh
Herodes,
Bukan oleh ahli kitab, bukan oleh Farisi
Manusia diselamatkan, manusia ditebus
Tapi oleh kayak-kanak yang terbaring di
palungan” (K.J. 135)
c. Klimaks
Menyebutkan makna yang makin mengeras/meningkat:
“Kusembah, kupuji, kumuliakan NamaMu” (PBSR 18)

d. Anti Klimaks
Menyebutkan hal atau sifat yang makin lama makin turun
“ Sayur Kubis” ( K.J. 333)

e. Pleonasme
Menggunakan sepatah kata untuk menegaskan yang
sebenarnya tidak perlu. “ Ya Allah Bapa di Sorga
Maha Tinggi” (K.J. 23)
f. Retoris
Pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena jawaban
sudah tersimpul di dalamnya.
“ Siapa tergantung di salib disanaa,
tertimpa siksaan dan bencana,
penuh dengan luka dirundung hukuman?
Apakah yang sudah dituduhkan? (K.J. 173)

g. Antitese
Menggunakan paduan kata yang berlawanan maknanya:
“Di gunung dan dilembah,
di padang dan di hutan
di darat dan angkasa (K.J. 66)
h. Repetisio
Mengulang sepatah kata untuk menguatkan dan memberi
kesan tambahan:
“Bukan para ahli kitab
Bukan pula para nabi,
bukan Raja Yerusalem,
bukan Kaisar dari Roma“ dst ( K.J. 124)

i. Simbolik
Melukiskan sesuatu dengan mepergunakan benda lain
sebagai simbol:
“Kau mutiara hatiku, ya Yesus,
Kaulah hartaku…” ( K.J. 324)
“ Bak embun di pagi t’rang membasmi tetumbuhan,
O segarkan yang gersang: hati kami Kau hibur” ( K.J.
323:2)
j. Anafora
Perulangan kata pada permulaan beberapa
kalimat:
“Yesus, kini kataku…….
Yesus, tadi ‘ku sedih……
Yesus, kini Kau beri……
Yesus, agung kasihMu….” (K.J. 215)
“di larut malam yang gelap,
dilarut malam yang senyap,
di larut malam kemelut,
di larut malam yang ngeri (K.J. 164)
K Epifora
Kebalikan Anafora, mempergunakan perulangan kata pada
akhir kalimat :
“Nobatkan Raja mulia dan puji Yesus, TuhanMu,
Agungkan Dia yang menang dan puji Yesus, TuhanMu,
Mesiasmu terimalah dan puji Yesus, TuhanMu“ ( K.J.
222b)

l. Apostrofa
Gaya menyapa kepada suatu benda yang bukan manusia
“Hai Bintang Betlehem..” ( K.J. 131)
“Hai Dunia, Gembiralah....“ (K.J. 119)
“Hai Langit, Pasanglah telingamu“ ( K.J. 73)
m. Asindeton
Melukis suatu benda atau orang secara berturut-turur
tanpa kata penghubung :
“Hewan di Bumi, unggas di udara,
Ikan di laut serta binatang langka
Patut disayang, dibela, dipelihara
Kar,na demikian maksud Sang Pencipta” ( K.J. 67:3)

n. Paradoks
Gaya bahasa mengandung pertentangan atau
perbandingan yang bertentangan:
“Kau Yesus Raja MahaKarya
“ Kau jadi miskin bagiku” (K.J. 297)
4.2. AKSENTUASI / IRAMA
 Kalau kita mau bicarakan aksen, kita
harus terdahulu melihat irama.
 Apa sebenarnya irama? Sulit memberi
defenisinya. Irama meliputi segi Waktu
dari musik, sebagai lawannya PITCH
(tinggi-rendahnya) musik.
 Irama meliputi: beat (ketukan), aksen,
birama (bar), juga pengelompokan not
menjadi: beat, pengelompokan beat
menjadi birama, pengelompokan birama
menjadi frase atau kalimat.
 Apakah irama yang baik?
 Katakanlah, irama yang baik adalah irama
yang memenuhi semua unsur waktu
tersebut dengan ketelitian dan
pertimbangan.
 Irama yang baik mempunyai efek, yaitu si
pendengar merasa tergerak hatinya. Kalau
ia tidak merasa demikian, irama yang
dihasilkan sang pemain boleh
dipersalahkan.
 Ketelitian dan pertimbangan adalah
kombinasi yang mutlak. Kalau ketukannya
tidak dihiraukan, perasaan irama hilang.
Namun, kalau ketuknya dipatuhi seperti
mesin atau metronom, sama juga, irama
hilang.
 Memang harus ada ketelitian. Tetapi,
harus juga ada kebebasan pertimbangan,
yaitu kebebasan dalam batas peraturan.
Dan selalu harus ada maksud dan tujuan.
Apa yang mau kita capai dengan membuat
musik kita?
 Turun naiknya interval-interval melodinya
dan ketajaman atau desakan akor dalam
musik akan menimbulkan keinginan bagi
sang pemain untuk lari sedikit atau
menyeret sedikit....hal-hal yang tidak
dapat diungkapkan dalam notasi musik.
Kita kenal Agogik (modifikasi kecepatan
gerak seperti rallentando, accelerando,
dan aksen memanjang), dan Rubanto
(menginjinkan fleksibilitas, menghindari
kekakuan mekanis). Untuk inilah kita
mempertimbangkan bagaimana
melaksanakan ketuknya
4.3. PENGELOMPOKAN DALAM
BIRAMA
Kita ulangi: unsur utama dalam irama
adalah:
Ketuk
Aksen
Birama
Pengelompokan nada menjadi ketuk atau
beat
Pengelompokan ketuk menjadi birama
Pengelompokan birama menjadi frase
Pengelompokan frase menajdi kalimat.
 Kayaknya telinga manusia minta adanya unit-unit
waktu dalam musik seolah-olah ada perasaan
metronome yang mendetak di latar belakang,
yang kita sebut Ketuk atau Beat. Detak ini terasa
di semua musik, baik musik Bach, maupun di
musik tradisional daerah manapun.
 Detak tersebut dikelompokkan dalam kelompok
dua atau tiga ketuk. Sebenarnya yang ada ialah
hanya unit dua dan tiga ketuk. Semua birama
lain merupakan kombinasinya: 4 = 2 + 2; 6 = 3
+ 3; 9 = 3 + 3 + 3 5 = 2 + 3 atau 3 + 2; 7 =
2 + 2 + 3, atau 3 + 2 + 2, atau 2 + 3 + 2
 Dan seterusnya.
4.4. AKSEN SEBAGAI FAKTOR
PENENTU
Aksenlah yang menentukan pengelompokan
tersebut di atas. Secara teoritis suatu frase
berbirama empat mempunyai skema
aksentuasi sebagai berikut:

2/4 1 1 1 1 1 1 1 1

Juga kalau birama dan ketuk dibagi pula,


skema aksentuasi sama saja:

2/4 3 3 3 3 3 3 3 3
Dua ketuk tidak dapat diberi tekanan yang sama, harus
ada satu yang kuat dan satu yang lemah. Tetapi kalau
terdapat juga tiga ketuk, dua akan dapat tekanan yang
sama:

¾ 6 6 6 6 6 6

Tidak mutlak suatu pengelompokan harus diteruskan


begitu saja, tanpa perubahan. Kadang-kadang ada
penyimpangan yang malahan terasa enak:

 2/4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
3 3
4.5. AKSEN BAHASA
 Aksen dalam bahasa berbeda untuk tiap bahasa sendiri.
Aksen dalam bahasa inggris berbeda dari aksen dalam
bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris, aksen bias jatuh
pada suku kata kedua dari belakang, dan pada suku kata
ketiga dari belakang, malah juga pada sukukata keempat
dari belakang. Sebaliknya, aksen di bahasa Perancis jatuh
pada kata terakhir dalam kata, kecuali bila suku akhir itu
mengandung e lemah. Dalam hal ini, aksen pindah ke suku
kata kedua dari belakang.

 Dalam bahasa Indonesia, pada umumnya aksen kata jatuh


pada suku kedua dari belakang, kecuali bila suku kata
kedua ini mengandung huruf lemah e. ( le-‘mah,
se-‘nang, ber-‘kat, men-‘dung). Dalam kata bersukukata
empat, aksen jatuh pada suku kata yang kedua dari
belakang, tetapi suku kata yang keempat dapat aksen
lemah. (ke-cu-‘a-li, me-re-‘nung-kan
 Bila dipakai akhiran –kan, -i, -nya, mu, aksen
jatuh pada suku kata kedua dari belakang,
sehingga pindah dari kata dasarnya:

me-‘na-nya.................... me-na-‘nya-kan
‘gan-tung gan-‘tung-kan
‘am-pun am-‘pun-i
Ka-sih-se-‘ti-a ka-sih-se-ti-‘a-Nya
‘na-ma na-‘ma-Mu
 Bila dipakai akhiran -lah, -kah, -tah,
aksen pada kata dasarnya tidak berubah.

‘li-hat ‘li-hat-lah
‘pu-ji ‘pu-ji-lah
‘so-rak ‘so-rak-lah
per-‘ca-ya per-‘ca-ya-lah
de-‘ngar-kan de-‘ngar-kan-lah
ka-sih-‘an-i ka-sih-‘an-i-lah
 Jadi, mengapa kita membuat uraian aksen disini?
Hanya karena satu hal:

Hendaklah irama, aksentuasi sanjak sejalan


dengan irama dan aksentuasi musik
Hendaklah kalimat-kalimat sanjak sejalan
dengan kalimat musik.

Mudah-mudahan kita semua makin lama makin


trampil menempatkan aksen bahasa dalam musik
kita.
 Ritme / Irama
Irama dalam bagian daripada perwujudan musikal.
Dalam bahasa irama adalah pengaturan tekanan naik dan
turun.
Dalam musik, ritme adalah penyatuan panjang pendek
bunyi atau nada.
Irama tidak dapat berdiri sendiri tanpa bunyi / nada.

Irama membantu mewujudkan pernyataan-pernyataan


musikal yang menyangkut panjang-pendek nada. Proses
latihan dapat dipersingkat dan penguasaan irama dan
suasana lagu akan lebih mudah tercipta dan terbaca.
Dalam penulisan not balok dipergunakan berbagai
gambar nada untuk membedakan berbagai
penjang pendek bunyi/ nada.

Di dalam not angka dipergunakan notasi angka


untuk membedakan panjang pendek nada.

Untuk mendukung perwujudan musikal tercipta


pula gambar / simbol musik yang menyatakan
diam / tidak berbunyi.
 TABEL PENULISAN NOT BALOK
DAN NOT ANGKA (Terlampir)
5. Bentuk Lagu ( General Form)
Kalimat musik dapat disusun dengan
memakai bermacam-macam bentuk.
Menurut jumlah kalimat maka dibedakan
- Bentuk lagu satu bagian dengan satu
kalimat saja
- Bentuk lagu dua bagian dengan dua
kalimat yang berlainan
- Bentuk lagu tiga bagian dengan tiga
kalimat yang berlainan
5.1. Bentuk lagu satu bagian
 Contoh 1. Ende No. 562
Pertanyaan

0 3 3 . 3 4 3 2 10 1
Potongan Motif 1

1 . 2 3 4 2 . 0 3
potongan motif 2

Jawaban 3 . 3 4 3 2 1 . 0 3
Potongan Motif 1

2 . 1 1 7 1 .
potongan motif 2
Contoh 2. BE 283
 Pertanyaan 1 3 4 5 5 4 5 3 1 .
Vorzats potongan motif 1
Frase anteceden
. .
1 1 7 5 6 6 5 5
potongan motif 2
.
Jawaban 5 6 7 1 5 5 4 3 .
Nachzats potongan motif 1
Frase consequens

5 5 4 3 2 2 1 .
potongan motif 2
Lagu satu bagian sangat terbatas
jumlahnya. Karena itu hanya ada
dua kemungkinan untuk berfariasi.
Pertama: A ( a a1) pertanyaan
dan jawaban diulang hampir sama
( dengan kode a1)
A ( a x) pertanyaan dan
jawaban berbeda seperti BE 283
5.2. bentuk lagu dua bagian:
Contoh 1. Kalimat A diulang dengan
percis sama ( biasanya dengan syair lain
lalu masuk ke kalimat B ( BE 268
Debatangku do donganku
2. Kalimat A diulang dengan variasi (A1)
baru masuk ke kalimat B BE 228 Jesus
haposanku dan 298 dilambungmi O Jesus
ki
5.2.1.. Kalimat pertama A dan kalimat
kedua B tidak harus sama boleh berbeda
- Perbedaan tersebut dapat berupa
- perbedaan dalam motiv lagu
- perbedaan dalam irama
- perbedaan dalam arah melodi
- perbedaan harmoni termasuk modulasi ke
Dominan minor menjadi mayor
- namun meski berbeda, sering unsur yang
sama dalam kalimat A dan B
5.2.2. Daftar kemungkinan untuk
menyusun kalimat dalam lagu dua
bagian.
Catatan: a = pertanyaan kalimat A
x = jawaban kalimat A
b = pertanyaan kalimat B
y = jawaban kalimat B
5.2.2.1 A ( ax) B (by) dalam susunan ini tidak terdapat
suatu ulangan lagu, sama potongan kalimat berbeda satu
sama lain
Contoh BE 292 Girgir ma hamu

5.2.2.2. A (a x) B (ay) pertanyaan kalimat A diulangi untuk


pertanyaan kalimat B sedang jawaban lain BE 559
Debata na songkal.

5.2.2.3.A ( ax) B (bx) jawaban kalimat A diulangi dalam


jawaban kalimat B. BE 211 Tuhan Jesus Siparmahan

5.2.2.4. A ( a x) B (b a) Pertanyaan kalimat A diulangi


sebagai jawaban kalimat B BE 289 Posma ho rohangku
5.2.2.5. A (a a1) B (by) ulangan hanya pada kalimat A BE 263
Tudos tu galumbang i BE 279 Pasahat ma sudena

5.2.2.6. A ( a a1) B ( b b1) dua kali pertanyaan secara berpariasi


sebagai jawaban BE 241 Sai berengi partonggolan.

5.2.2.7. A (a a1) B ( b a1) Pertanyaan A sebagai jawaban kalimat


A maupun kalimat B variasi sedikit
BE 270 Ngot ai torang do ari
BE 272 Sai toletole
BE 168 Namartungkot sere
BE 230 Ho tongtong ihuthonongku
BE 247 Sai hehe ma hamu

5.2.2.8. A (ax) B (bb) ulangan hanya terdapat pada kalimat B BE


267 O Tuhan sulungkit
5.3. untuk lagu tiga bagian
 Dalam satu lagu terdapat tiga kalimat / periode
yang bertautan yang satu dengan yang lain. Lagu
tiga bagian biasanya lebih panjang dari lagu satu
atau dua bagian. Hanya sedikit lagu memakai 3
kalimat yang berbeda (ABC) malah kebanyakan
lagu tiga bagian ternyata kalimat A diulangi
kembali dengan atau tanpa variasi sesudah
kalimat B.
Contoh Lagu tiga bagian
A B C : BE 307 Mataniari
A B C. BE 335 Loas au asa lao
A B A. BE 523 Aning andigan
5. 3.1.1. A B A: kalimat pertama diulang tanpa perubahan
sesudah kalimat kedua
Contoh: BE 523 Aning andigan ; BE 597 Baritahon di
dalan

5.3.1.2. A B A1 : kalimat pertama diulang dengan variasi


sesudah kalimat kedua
Contoh BE 591 Boru sion

5.3.1.3. A A1 B A1 kalimat pertama diulang dengan variasi


sesudah kalimat pertama maupun kalimat kedua
Contoh BE 624 Haleluya, Haleluya BE 619 Di Golgata BE
608 O Betlehem na metmet
5.3.1.4. A B C: Tanpa diulang kalimat
pertama disambung dengan kalimat
kedua dan ketiga.
Contoh BE 622 mansai nalnal.

5.3.1.5. A A1 B C C: kalimat pertama


dan ketiga diulang dengan / tanpa
variasi
5.3.2 Daftar kemungkinan-kemungkinan untuk
susunan kalimat dengan bentuk tiga bagian:

NB: a= pertanyaan kalimat A


x = jawaban kalimat A
b = pertanyaan kalimat B
y = jawaban kalimat B
c = pertanyaan kalimat C
z = jawaban kalimat C
‘= ulangan dengan variasi
5.3.2.1. Meskipun terdapat tiga kalimat
yang berbeda-beda, namun terdapat
ulangan juga:
A ( aa1) B (bb1) C (cc1): ulangannya
terdapat dalam setiap kalimat
Contoh BE 598 Bege ende ni suruan.

5.3.2.2. A (aa1) B ( by) C (cc1): ulangannya


terdapat dalam kalimat pertama dan
ketiga.
Contoh BE 583 Sangap ma di Debatanta
5.3.2.3. kalimat A diulang sesudah kalimat
B
A (aa1) B (bb1) A (aa1): pertanyaan 3
kali diulang dalam jawaban pula
Contoh BE. 610 Pasangap ma ; BE 606
Nunga sorang Mesias i

 5.3.2.4. A (ax) B (by) A (ax): pertanyaan


dan jawaban berbeda-beda
Contoh: BE 581 Sangab di jahowa
6. Beberapa aspek psikologis
yang perlu dihindari pencipta
lagu.
6.1 Jiplakan (secara tidak sengaja) sebuah
lagu atau bagian lagu ciptaan komponis
lain atau jiplakan lagu dari suatu lagu
yang pernah didengar tanpa sadar.

6.2 Inkonsistensi melodi ( irama dan


interval) 392 Kuberbahagia, 421, Yesus
saja kawanku musafir 13, Allah Bapa
Tuhan
6.3 Fermata dan kecenderungannya , 410
Tenanglah kini hatiku

6.4. Perubahan pola irama 17, 39

6.5. Inkonsistensi pola irama 17, Tuhan


Allah hadir 39

6.6. Nada-nada kadens 387 Nyanyikan


(tebak)
1. 5 5 7 . 6 7 5 1 . .

2. 5 5 7 . 5 6 7 1 . .

3. 5 5 7 . 6 5 7 1 . .

4. 5 5 7 . 7 6 7 1 . .

5. 5 5 7 . 7 6 5 1 . .

6. 5 5 7 . 5 7 5 1 . .

7. 5 5 7 . 5 6 5 1 . .
6.7 Kecenderungan perubahan
harmoni/efek sustain akor

6.8 Lagu “ bunuh diri” 434 Allah adalah


kasih dan sumberkasih

6.9 “Pelit nafas” 221 arah ke sorga


cemerlang

Anda mungkin juga menyukai