Anda di halaman 1dari 68

ISU ETIK DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

1. Pengertian Isu Etik Dan Isu Moral Dalam Pelayanan Kebidanan


2. Dilema Dan Konflik Moral
3. Etika Dan Dilema
4. Isu Moral Aborsi
5. Isu Moral Bayi Tabung
6. Isu Moral Adopsi
7. Isu Moral Sunat Perempuan/FGM (Female Genital Mutilation
8. Isu Moral Episiotomy
9. Isu Moral Seksio Sesarea (SC)
10. Isu Moral Surrogacy (Sewa Rahim)

Oleh: Hj. Darmiati, S.Tr.Keb., S.K.M., M.Kes


1. ISU ETIK DAN ISU MORAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Isu' secara sederhana adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat
diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang, yang
menyangkut banyak hal baik itu ekonomi, moneter, sosial, politik, hukum,
pembangunan nasional, bencana alam, Kesehatan ataupun tentang krisis.

Isu adalah topik yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang


memungkinkan orang untuk mengemukakan pendapat yang bervariasi.

Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai-nilai dan kepercayaan

Isu belum tentu benar, dan membutuhkan pembuktian.


Etik 
Penyimpangan mempunyai konotasi yang negatif yang berhubungan dengan 
hukum. Seorang bidan dikatakan profesional bila ia mempunyai ke khususan.

Sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan bertanggung jawab


menolong persalinan.

Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk mengambil keputusan sendiri yang 
harus mempunyai pengetahuan yang memadai dan harus selalu memperbarui
ilmunya dan mengerti tentang etika yang berhubungan dengan ibu dan bayi
Pelayanan kebidanan adalah aspek yang pokok dalam pelayanan bidan
Indonesia. Keadilan dalam pelayanan ini dimulai dengan :
a. Pemenuhan kebutuhan klien yang sesuai.
b. Keadaan sumber daya kebidanan yang selalu siap untuk melayani.
c. Adanya penelitian untuk mengembangkan atau meningkatkan pelayanan.
d. Adanya keterjangkauan ke tempat pelayanan
1. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan profesi

a. Pengambilan keputusan dan penggunaan etik


b. Etonomi bidan dan kode etik prosfesional
c. Etik dalam penelitian kebidanan
d. Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif

2. Contoh isu etik dalam kehidupan sehari-hari.

a. Persetujuan dalam proses melahirkan.


b. Pemilih atau mengambil keputusan dalam persalinan.
c. Kegagalan dalam pross persalinan
d. Pelaksaan USG dalam kehamilan
e. Konsep normal pelayanan kebidanan.
f. Bidan dan pendidikan seks
3. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan teknlogi.

a. Perawatan intensif pada bayi.

b. Skrinning bayi(menteksi bayi baru lahir kemungkinan klu ada kelainan


pada bayi)

c. Transplantasi organ

d. Teknik reproduksi dan kebidanan


Moral
Pengertian Moral Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam
bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau
adat-istiadat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai
akhlak, budi pekerti, atau susila.

Menurut Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik
dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak).

Menurut Al-Ghazali (1994: 31) mengemukakan pengertian akhlak, sebagai


padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat
dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu
dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan
direncanakan sebelumnya.
Isu Moral
• Merupakan topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari-hari.

• Berhubungan juga dengan kejadian yang luar biasa dalam kehidupan sehari-
hari.

Kasus abortus, euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan, bayi


tabung, sewa rahim, bank sperma, kloning, kondom
Issue moral dalam pelayanan kebidanan

• Moral merupakan pengetahuan atau keyakinan tentang adanya hal yang


baik dan buruk yang mempengaruhi sikap seseorang

• Kesadaran tentang adanya baik buruk berkembang pada diri seseorang


seiring dengan pengaruh lingkungan, pendidikan, sosial budaya, agama,
dll.

• Issue moral dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting


yang berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari
yang ada kaitannya dengan pelayanan kebidanan
Contoh Isu Moral :

• Kasus abortus

• Euthanansia (praktek pencabutan kehidupan manusia)

• Keputusan untuk terminasi kehamilan

• Issu moral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari, seperti menyangkut konflik moral dan perang
2. DILEMA DAN KONFLIK MORAL

Menurut Cambell
Pengertian dilema Moral adalah suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua
alternatif dua pilihan yang kelihatannya sama atau hampir sama dan
membutuhkan pemecahan masalah.

Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin, atau
pertentangan antara nilai-nilai yang di yakini bidan dengan kenyataan yang
ada. Ketika mencari solusi atau pemecahan masalah harus mengingat akan
tanggung jawab
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977),
Konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam
berbagai keadaan akibat dari pada berbangkitnya keadaan ketidak setujuan
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.

Menurut Gibson (1997: 437),


Hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung
dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen
organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak bekerja
sama satu sama lain
Menurut Setiawan, 2004
Konflik adalah suatu proses ketika dua pihak atau lebih berusaha memaksakan
tujuannya dengan cara mengusahakan untuk menggagalkan tujuan yang ingin
dicapai pihak lain

Menurut Johnson 1990


Konflik berada diantara prinsip moral dan tugas yang mana sering
menyebabkan dilema.
Konflik moral adalah suatu proses ketika dua pihak atau lebih berusaha
memaksakan tujuannya dengan cara menggagalkan tujuan yang ingin dicapai
pihak lain.

Konflik moral tidaklah sama dengan dilema. Kenyataannya konflik moral


terjadi karena perbedaan antara prinsip moral antar individu. Konflik moral
mendasari dilema moral.
Contoh konflik moral:
a. Aborsi
b. Bayi tabung
c. Sewa rahim
d. Bank sperma
e. Kloning (proses penggabilan informasi genetik)

Untuk mengatasi konflik moral adalah dg cara: Setiap pihak (nakes dan klien)
harus menyadari hak dan kewajibannya serta mampu menempatkan dirinya
dalam porsi yang tepat.

Upaya yang dapat mempertemukan kebutuhan kedua belah pihak tanpa


merugikan salah satu pihak adalah melalui komunikasi interpersonal atau
konseling (KIP/K) antara nakes dengan kliennya. Yang terwujud dalam
informed choice dan informed concent.
Penyebab munculnya konflik

• Berusaha mencapai tujuan dengan caramemuaskan kebutuhan.


• Mempertahankan nilai-nilai.
• Memaksakan kepentingan.
• Sumber daya yang tidak mencukupi.
• Kurang atau ketiadaan komunikasi antara pihak-pihak berkonflik.
• Kurangnya rasa percaya satu sama lain.
• Saling tidak menghargai kebutuhan.
• Kekuasaan terpusat (tidak terbagi secara merata).
3. ETIKA DAN DILEMA

Menurut Thomson & Thomson (1981) 


Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif
yang memuaskan dengan memuaskan yang sebanding. Untuk membuat
keputusan yang etis bidan harus bisa berpikir secara rasional dan bukan
emosional.

Menurut Purwoastuti dkk, 2015: 106


Dilema moral adalah suatu keadaan di mana dihadapkan pada dua
alternatif pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan
membutuhkan pemecahan masalah.
Dilema etika (benar vs benar) adalah situasi yang terjadi ketika seseorang
harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar
tetapi bertentangan. Sedangkan bujukan moral (benar vs salah) yaitu situasi
yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar dan
salah
4. ISSUE MORAL ABORSI

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah


“abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel
sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses
pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi:

1. Aborsi Spontan / Alamiah :


berlangsung tanpa tindakan. Kebanyakan disebabkan karena kurang
baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.

2. Aborsi Buatan / Sengaja :


pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu
akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun
pelaksana aborsi.
3. Aborsi Terapeutik / Medis :

Pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. 

Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit
darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat
membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini
semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
Alasan Aborsi
Aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil baik yang telah menikah maupun
yang belum menikah dengan berbagai alasan. Akan tetapi alasan yang paling
utama adalah alasan-alasan yang non-medis (termasuk jenis aborsi buatan /
sengaja).

Berikut ini berbagai alasan wanita melakukan aborsi menurut


women.webmd.com (website Kesehatan Amerika untuk Wanita) diantaranya:

1. Gagalnya alat kontrasepsi


Kebanyakan wanita beralasan karena alat kontrasepsi mereka tidak efektif
dalam menunda kehamilan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya wanita
yang tetap hamil walaupun sudah memakai alat kontrasepsi.
2. Alasan keuangan
Keterbatasan finansial keluarga juga menjadi salah satu alasan wanita
untuk melakukan aborsi. Biaya untuk merawat anak memang bisa tidak bisa
dibilang, oleh karena itu akan membesarkan anak akan terasa sangat sulit
bagi orang yang bendapatan terbatas.

3. Janin cacat
Kondisi janin yang tidak sempurna banyak membuat wanita menggugurkan
kandungan mereka. Selain tidak menginginkan anak yang cacat, banyak
dari mereka mengkhawatirkan biaya perawatan anak yang cacat tersebut.

4. Kehamilan karena pemerkosaan


Trauma yang dihasilkan dari insiden pemerkosaan menjadikan wanita tidak
menginginkan janin yang dikandungnya.
5. Membahayakan kesehatan ibu
Banyak wanita terpaksa menggugurkan kandungan mereka dikarenakan
kondisi mereka tidak memungkinkan untuk hamil, seperti wanita hamil di
atas 35 tahun, akan sangat beresiko membahayakan keselamatan wanita
tersebut.
Hukum Aborsi

Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran


janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus
Criminalis” Yang menerima hukuman adalah:

1. Ibu yang melakukan aborsi


2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
2. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
5. ISU MORAL BAYI TABUNG

Menurut Thamrin dalam bukunya “Aspek Hukum Bayi Tabung dan Sewa
Rahim”, menyebutkan bahwa Bayi Tabung adalah, bayi yang dihasilkan bukan
dari persetubuhan, akan tetapi dengan cara mengambil mani/sperma laki-laki
atau ovum perempuan, lalu kemudian dimasukkan kedalam sebuah tabung,
karena rahim yang dimiliki seorang perempuan tidak berfungsi sebagaimana
biasanya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur teknik reproduksi buatan
diatur dalam:

1. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 127


Menyatakan bahwa: “Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat
dilakukan oleh pasangan suami isteri yang sah dengan ketentuan antara
lain, hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang
bersangkutan ditanam dalam rahim isteri darimana ovum berasal.
Selanjutnya ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara
alamiah sebagaimana dimaksud tersebut akan diatur dengan Peraturan
Undang-undang”.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999/ Tentang
Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan tentang,
Ketentuan Umum, Perizinan, Pembinaan, dan Pengawasan, Ketentuan
Peralihan, dan Ketentuan Penutup.

Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit oleh Direktorat Rumah Sakit
Khusus dan Swasta Departemen Kesehatan RI antara lain:

1) Pelayanan Teknologi Buatan hanya dapat dilakukan dengan sel telur


sperma suami isteri yang bersangkutan;
2) Dilarang melakukan surogasi (ibuk pengganti) dalam bentuk apapun;
3) Dilarang melakukan jual beli embrio, ova dan spermatozoa; dan
4) Dilarang melakukan penelitian terhadap atau dengan menggunakan embrio
manusia yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi.
Sepasang suami istri ketika ia mengalami kesulitan untuk memperoleh
kehamilan dalam hidup berumah tangga, kesulitan tersebut dapat dijadikan
persyaratan utama menjalani program bayi tabung. Kesulitan tersebut antara
lain:

(1). Indikasi ada salah satu pihak dari pasangan suami isteri mengalami
ketidak suburan dalam dirinya;

(2). Indikasi dari pihak suami yang atas pernyataan dari ahlinya ia
dinyatakan tidak mampu untuk menghamili pasangannya, namun kondisi
kesuburan spermanya dinyatakan sehat dan layak untuk bertemu dengan
sel telur.
Menurut Sudraji Sumapraja (1990) dalam bukunya “Penuntun Pasutri Program
Melati” menjelaskan tentang bentuk persyaratan pasangan suami isteri yang
hendak mengikuti pembuahan dan pemindahan embrio sebagai berikut:

1) Telah dilakukan pengelolaan infertilitas (kekurang suburan) secara


lengkap;
2) Terdapat alasan yang sangat jelas;
3) Sehat jiwa dan raga dari pasangan suami isteri;
4) Mampu membiayai prosedur yang direncanakan, dan kalau berhasil mampu
membiayai persalinannya dan membesarkan bayinya;
5) Mengerti secara umum seluk-beluk prosedur fertilisasi in vitro dan
pemindahan embrio (FIV-PE);
6) Mampu memberikan ijin kepada dokter yang akan melakukan FIV-PE
(Fertilisasi in Vitro dan pemindahan embrio) atas dasar pengertian
(informed consent); dan
7) Isteri kurang dari usia 38 tahun.
Menurut Thamrin, 2014, Dalam perspektif Hukum Islam telah memberikan
reaksi keras dan alasan yang jelas berdasarkan Hukum Islam atas
penyelenggaraan proses pengadaan “Bayi Tabung” tersebut antara lain yaitu:

1) Bayi tabung dengan sperma-ovum dari pasangan suami isteri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab hal itu termasuk ikhtiar berdasarkan
kaidah agama Islam;
2) Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan
suami-isteri yang sah hukumnya adalah “haram”, karena itu statusnya
sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang
sah atau zina; dan
3) Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan dititipkan pada rahim
wanita lain, hukumnya juga haram, karena akan menimbulkan masalah
rumit dalam ikatannya masalah warisan khususnya antara anak yang
dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung,
kemudian ibu yang melahirkannya, dan sebaliknya
6. ISU MORAL ADOPSI
Istilah adopsi anak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “adoption”,
yang berarti mengangkat anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri
dan mempunyai hak yang sama dengan anak kandung.

Sedangkan istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan


adalah pengangkatan anak. 

UU 35/2014 Pasal 1 angka 9 menyebutkan:


Anak Angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab
atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak tersebut ke dalam
lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan putusan atau
penetapan pengadilan.
UU 35/2014 Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan:

1. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik


bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak


memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua
kandungnya.
Adopsi Anak Ilegal
Selain itu, perlu Anda ketahui adopsi anak yang termasuk dalam kategori
ilegal yaitu:

1. Pengangkatan anak yang dilakukan bukan untuk kepentingan yang terbaik


bagi anak, tetapi untuk kepentingan pribadi seseorang, dan dilakukan tidak
berdasarkan adat kebiasaan setempat dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Pengangkatan anak yang memutuskan hubungan nasab dengan orang tua
kandung anak angkat.
3. Calon orang tua kandung ternyata tidak seagama dengan anak yang
diangkat.
4. Pengangkatan anak oleh warga negara asing yang telah ternyata bahwa
pengangkatan anak bukan merupakan upaya terakhir, karena masih ada
upaya lainnya.
Syarat Adopsi Anak
Adapun untuk dapat mengadopsi anak secara legal, terdapat syarat-syarat
yang harus dipenuhi yaitu:

Syarat Anak Yang Akan Diangkat


1.belum berusia 18 tahun:
2.merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
3.berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
4.memerlukan perlindungan khusus.

Usia anak angkat tersebut:


5.anak belum berusia 6 tahun, merupakan prioritas utama;
6.anak berusia 6 tahun sampai dengan belum berusia 12 tahun,sepanjang ada
alasan mendesak; dan
7.anak berusia 12 tahun sampai dengan belum berusia 18 tahun, sepanjang
anak memerlukan perlindungan khusus.
Syarat Calon Orang Tua Angkat
Terdapat 13 syarat yang harus dipenuhi calon orang tua angkat manakala ingin
melakukan adopsi anak, yaitu:
1. sehat jasmani dan rohani;
2. berumur paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun;
3. beragama sama dengan agama calon anak angkat;
4. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
5. berstatus menikah paling singkat 5 tahun;
6. tidak merupakan pasangan sejenis;
7. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
8. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
9. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
10. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan
terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
11. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
12. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan, sejak izin pengasuhan
diberikan; dan
13. memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.
7. ISU MORAL SUNAT PEREMPUAN/FGM (FEMALE GENITAL
MUTILATION
Berbagai pendapat tentang asal mula dipraktikkannya sunat perempuan,
menurut WHO (2001) bahwa ada beberapa pendapat asal usul sunat
perempuan, antara lain:
1. Female Genital Mutilation atau sunat perempuan tidak dikenal kapan atau
dimana tradisi sunat perempuan dimulai.

2. Beberapa orang percaya FGM dimulai dari zaman dahulu kala.

3. Beberapa orang percaya ini dimulai selama perdagangan Budak ketika


budak hitam yang dimasukkan masyarakat Arab.

4. Beberapa percaya sunat perempuan dimulai dengan kedatangan Islam di


beberapa bagian sub-sahara Afrika.
5. Yang lain percaya bahwa sunat perempuan dimulai pada saat kemerdekaan
di Afrika, terlebih dahulu kunjungan Islam, orang-orang berpengaruh
diantara serdadu-serdadu.

6. Beberapa percaya sunat perempuan berawal dari dilontarkan kemerdekaan


diantara grup etnik di Afrika sebagai upacara kedewasaan.
Tipe-Tipe Sunat Perempuan ada beberapa macam. Menurut WHO (2012) melalui Fact
Sheet No. 241 June 2000, menggolongkan tipe-tipe FGM ( P2GP) dalam 6 tipe yaitu :
1. Tipe I : Menghilangkan bagian permukaan, dengan atau tanpa diikuti
pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari klitoris.
2. Tipe II : Pengangkatan klitoris diikuti dengan pengangkatan sebagian
atau seluruh bagian dari labia minora.
3. Tipe III : Pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ
genetalia luar diikuti dengan menjahit atau menyempitkan lubang
vagina (infabulasi).
4. Tipe IV : Menusuk, melubangi klitoris dan/atau labia, merenggangkan
klitoris dan/atau labia, tindakan memelarkan dengan jalan membakar
klitoris atau jaringan di sekitarnya.
5. Tipe V : Merusakkan jaringan disekitar lubang vagina (angurya cuts)
atau memotong vagina (gishiri cuts).
6. Tipe VI : Memasukkan bahan-bahan yang bersifat merusak atau
tumbuhan ke dalam vagina dengan tujuan menimbulkan pendarahan,
menyempitkan vagina, dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat
digolongkan dalam definisi di atas.
ALASAN SUNAT PEREMPUAN
WHO (Dalam Juliansyah, 2009) membedakan alasan pelaksanan sunat
perempuan menjadi lima kelompok, yaitu:

Psikoseksual
Pemotongan klitoris diharapkan akan mengurangi libido pada perempuan, mengurangi atau menghentikan masturbasi,
menjaga kesucian dan keperawanan sebelum menikah, kesetiaan sebagai istri, dan meningkatkan kepuasan seksual
bagi laki- laki.

Sosiologi
Melanjutkan tradisi, menghilangkan hambatan dan kesialan bawaan, sama peralihan pubertas atau wanita dewasa,
dan lebih terhormat.

Hygiene
Organ genitalia eksterna dianggap kotor dan tidak bagus bentuknya, sunat dilakukan untuk meningkatkan kebersihan
dan keindahan.

Mitos
Meningkatkan kesuburan dan daya tahan anak

Agama
Dianggap sebagai perintah agama, agar ibadahnya lebih diterima
Female Genital Mutilation
Sunat Perempuan

 Segala bentuk pemotongan alat kelamin perempuan:

Alasan diluar dari


Sebagian ataupun kepentingan
Dalam bentuk apapun
keseluruhan pengobatan

 Istilah lain: Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP)

 Tidak memiliki manfaat medis dan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan
yang melanggar HAM
Aspek Kesehatan Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP)
Dampak Jangka Pendek Dampak Jangka Panjang

Komplikasi Kerusakan Jaringan

Nyeri Berlebihan Nyeri Kronis dan Infeksi

Syok Perdarahan Jaringan Parut dan Keloid Bertentangan dgn


prinsip Prima Facie
Pembengkakan Jaringan Genitalia Nyeri saat berhubungan seksual dalam kaidah bioetik:
Demam Berkurangnya hasrat seksual “Non Maleficence”

Infeksi Infeksi saluran kemih

Masalah Berkemih Peningkatan risiko komplikasi


persalinan dan kematian bayi baru lahir
Perlukaan pada Jaringan Sekitar Kebutuhan operasi lebih lanjut, bahkan
Genitalia berulang
Masalah psikologis

Sumber: WHO (2000), IPPF (2001) dalam Population Council (2002-2003), Factsheet WHO
Dasar Hukum Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP)

Dasar Pencabutan
• Sunat Perempuan Bukan Merupakan
Tindakan Kedokteran

• Tindakan yang Dilakukandalam Bidang


Kedokteran Harus Berdasarkan Indikasi Medis
dan Terbukti Bermanfaat Secara Ilmiah
Kompetensi dan Kewenangan Tenaga Kesehatan dalam Praktik P2GP

Etika profesi kesehatan untuk tidak Bukan merupakan kompetensi dan


melakukan perusakan terhadap organ kewenangan Bidan/ Perawat/ Dokter
yang sehat Umum

1. Dampak merugikan terhadap


Bertentangan dengan amanat Undang-
kesehatan perempuan Undang dalam perlindungan kesehatan
2. Tidak terdapat dalam kompetensi reproduksi bagi perempuan
dan kewenangan tenaga kesehatan
3. Tidak diajarkan di dalam kurikulum Tidak ada indikasi medis dan manfaat
pendidikan tenaga kesehatan untuk kesehatan
Pencegahan Tindakan P2GP
Upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan

• Integrasi informasi terkait pencegahan KtPA


(termasuk P2GP) kedalam buku dan pedoman yang
ada (Buku KIA, Modul Pelatihan Pelayanan
Media KIE Kesehatan Bagi Korban KtPA dan TPPO)
• Penyusunan Lembar Balik dan Pedoman
Pencegahan Praktik P2GP

Sosialisasi • Pencegahan praktik P2GP bagi tenaga kesehatan

• Koordinasi dan pelibatan lintas sektor, toma/toga


Advokasi dalam mengedukasi masyarakat
Tantangan dalam Pencegahan Praktik P2GP

Belum semua tenaga


Masih tingginya kesehatan tersosialisasi
permintaan masyarakat dan berperan dalam
upaya pencegahan

Masih ada fasilitas


kesehatan yang Isu sensitif di kalangan
menyediakan layanan toga dan toma
Kesimpulan

P2GP bukan merupakan tindakan yang perlu dilakukan atas indikasi medis dan belum
terbukti bermanfaat bagi kesehatan.

P2GP bertentangan dengan upaya perlindungan dan pemenuhan kesehatan reproduksi


perempuan serta pencegahan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
anak

Upaya pencegahan P2GP perlu dilakukan secara massif kepada semua pihak
melalui
peningkatan edukasi masyarakat, toma/toga, dan petugas kesehatan
Harapan

Agar paham dan bersedia berperan aktif dalam


Tenaga pencegahan KtPA termasuk P2GP dalam bentuk apapun
Kesehatan Agar aktif melakukan edukasi kepada masyarakat dalam
pencegahan P2GP

• Agar aktif melakukan sosialisasi pencegahan P2GP


Lintas Sektor kepada masyarakat, terutama Dinas Kesehatan
bersama dengan Dinas PPA, tokoh agama, tokoh
masyarakat, dan kelompok pemuda
8. ISU MORAL EPISIOTOMI

Menurut Nurasiah dkk, (2014)


Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum untuk memperlebar
jalan lahir menurut alur waktu tertentu, insisi dilakukan pada saat kontraksi,
ketika jaringan sedang merentang, agar mudah terlihat dearahnya, dan
perdarahan dengan kemungkinan tidak terlalu parah

Menurut Baston Hellen dkk, 2016


Episiotomi adalah suatu tindakan insisi bedah yang dilakukan pada perineum
untuk memudahkan kelahiran pada bagian presentase janin, praktik ini harus
dibatasi sesuai kebutuhan klinis
Tujuan Episiotomi

1. Fasilitas untuk persalinan dengan tindakan atau menggunakan instrument


2. Mencegah robekan perineum yang baku atau diperkirakan tidak mampu
beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan (misalnya bayi yang sangat
besar atau makrosomnia)
3. Menurut Pudiastuti Ratna Dewi, 2012,
Mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus presentase
upnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang) dengan menyediakan
tempat lebih luas untuk persalinan yang aman
Indikasi Episiotomi

1. Gawat janin, untuk menolong keselamatan janin, maka persalinan harus


segera diakhiri.
2. Persalinan pervaginium dengan penyulit, misalnya presbo, distokia bahu,
akan dilakukan ekstraksi forcep, ektraksi vacum.
3. Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina
4. Perinium kaku dan pendek
5. Adanya rupture yang membakat pada perineum
6. Premature untuk mengurangi tekanan pada kepala janin (Nurasiah Ai dkk,
2014).
Beberapa kondisi yang membutuhkan indikasi episiotomi, di antaranya:

1. Gawat janin
Gawat janin dapat disebabkan oleh perubahan detak jantung janin yang
tidak stabil saat bayi dilahirkan. Ini berarti bayi Anda mungkin tidak
mendapat asupan oksigen yang cukup.

Pada kondisi tersebut, bayi harus segera dikeluarkan guna menghindari


risiko bayi lahir dalam kondisi meninggal dan atau bayi lahir cacat.

Selain itu, tindakan episiotomi juga perlu dilakukan pada kondisi gawat
janin untuk mencegah prosedur ekstraksi vakum atau persalinan normal
dengan bantuan alat forsep.
2. Proses persalinan yang berkepanjangan
persalinan berkepanjangan sehingga membuat ibu merasa lelah dan tidak
dapat lagi melakukan cara mengejan dengan benar.
Ketika bayi sudah mencapai jalan lahir atau lubang vagina, dokter kandungan
bisa memberikan ruang ekstra bagi kepala bayi lewat prosedur episiotomi yang
sudah dibuat.
Dengan ini, proses melahirkan bayi bisa berjalan lebih mudah dan cepat.

3. Posisi bayi tidak sesuai


Misalnya, posisi bayi saat akan dilahirkan bisa saja tidak normal, seperti bahu
tersangkut di jalan lahir (distosia bahu), atau bayi sungsang, sehingga perlu
dilakukan episiotomi untuk memudahkan dokter dalam proses persalinan.
Selain itu, posisi kepala bayi tidak normal, seperti miring ke salah satu sisi,
menghadap ke salah satu sisi pinggul ibu, atau menghadap ke pusar ibu, dapat
menyebabkan diameter kepala bayi jadi lebih besar saat melewati jalan lahir.
Pada kasus ini, tindakan episiotomi mungkin diperlukan guna memperbesar
lubang vagina
4. Ukuran bayi terlalu besar
Melahirkan bayi dengan ukuran terlalu besar juga jadi indikasi episiotomi
perlu dilakukan.
Melahirkan bayi dengan ukuran besar dapat menyebabkan proses persalinan
yang berkepanjangan serta kondisi distosia bahu.

Distosia bahu adalah kondisi di mana salah satu bahu bayi masih berada
atau tersangkut di dalam vagina, padahal kepalanya sudah berhasil berada
di luar.

Risiko komplikasi ini umum terjadi pada ibu hamil yang menderita diabetes
atau wanita yang melahirkan bayi dengan ukuran besar.

Pada kondisi ini, indikasi episiotomi perlu dilakukan untuk melebarkan


jalan lahir sehingga bayi dapat keluar lebih mudah.
5. Ibu membutuhkan bantuan alat saat persalinan
Indikasi episiotomi perlu dilakukan apabila ibu membutuhkan persalinan
yang dibantu dengan forceps atau ekstraksi vakum.
Dengan demikian, lubang vagina atau jalan keluar bayi dapat diperluas
untuk memudahkan Si Kecil keluar.

6. Kondisi kesehatan ibu


Kondisi kesehatan ibu yang serius, seperti penyakit jantung, juga
memerlukan indikasi episiotomi harus dilakukan. Sebab, ibu harus
melahirkan secepat mungkin agar terhindar dari risiko kesehatan yang lebih
serius.
7. Melahirkan bayi kembar
Indikasi episiotomi mungkin diperlukan saat proses persalinan bayi kembar
 guna memberikan ruang tambahan pada lubang vagina atau jalan keluar
bayi.

Jika kedua bayi kembar berada dalam posisi kepala di bawah, dokter
kandungan mungkin akan memperlambat kelahiran salah satu bayi kembar
melalui prosedur episiotomi.

Namun, pada kondisi di mana bayi kembar pertama dapat dilahirkan secara
normal dan bayi kembar kedua dilahirkan dalam posisi sungsang, maka
indikasi episiotomi bertujuan untuk memberikan ruang yang cukup agar
bayi dapat melewati jalan keluar bayi.
8. Ibu pernah melakukan operasi di area panggul
Bagi ibu yang memiliki riwayat operasi di area panggul, indikasi episiotomi
mungkin diperlukan dengan tujuan untuk memudahkan proses persalinan
normal dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada area tubuh yang pernah
dioperasi.

Pada saat melahirkan normal, ibu mungkin akan mengalami risiko


komplikasi jangka panjang, seperti relaksasi dinding vagina. Akibatnya,
kandung kemih, leher rahim, rahim, atau anus akan membengkak.

Jika Ibu hamil pernah melakukan operasi di area panggul di masa lampau,
kondisi tersebut dapat berisiko melukai atau merusak proses pemulihan
area panggul yang pernah dioperasi.
Pertimbangan lain tindakan episiotomi adalah:

 Pembukaan lengkap yang lama hingga mengancam kondisi janin

 Wanita yang memiliki perineum pendek yang sudah mengalami gunting vagina pada
kehamilan sebelumnya

 Mengalami riwayat luka robek perineum derajat 3 dan 4. Pada derajat 3, luka robek meliputi
jaringan mukosa di dalam vagina, kulit dan otot perineum, hingga otot anus bagian luar. Pada
derajat 4, robekan mencapai rektum, anus, hingga usus besar.
9. ISU MORAL SEKSIO SESAREA (SC)

Definisi Seksio Sesarea (SC)

Menurut Purwoastuti, Dkk, 2015


Adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan di mana irisan
dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerektomi) untuk
mengeluarkan bayi. Seksio Sesarea umumnya dilakukan ketika proses
persalinan normal melalui vagina tidak memungkinkan karena beresiko kepada
komplikasi medis lainya.
Jenis Seksio Sesarea (SC), diantaranya:
a. Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga
memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Jenis ini
sudah sangat jarang dilakukan saat ini karena sangat beresiko terhadap
terjadinya komplikasi.

b. Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih sangat umum


dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko
terjadinya perdarahan dan cepat penyembuhanya.

c. Histerektomi caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan pengankatan rahim.


Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus di mana pendarahan yang sulit
tertangani atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.

d. Bentuk lain dari Seksio Sesarea (SC) seperti extraperitoneal CS atau Porro
CS (Purwoastuti, Dkk, 2015).
Indikasi Untuk Tindakan Seksio Sesarea (SC)

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan Dokter Spesialis melakukan bedah


caesar diantaranya:

1. Sesarea indikasi medis


1. Indikasi yang berasal dari ibu yaitu pada plasenta previa terutama pada
primigravida,
2. primi para tua disertai letak ada,
3. disproporsi sefalo pelvic (disproporsi janin/panggul,
4. sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
5. terdapat kesempitan panggul,
6. solusio plasenta tingkat I-II,
7. komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-eklampsia,
8. atas permintaan,
9. kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM, gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
b. Indikasi yang berasal dari janin

c. Fetal distress/gawat janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil,


kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi (Ralph Benson, Dkk,
2013).
2. Sesarea Indikasi Non Medis

 Ibu takut melahirkan secara normal


 Ibu tidak mau merasakan nyeri saat melahirkan
 Ibu atau suami ingin menjaga agar vagina tidak longgar akibat dilalui bayi
 Suami cemas dan menganggap istrinya tidak sanggup melahirkan normal
 Riwayat infertilitas
 Memilih waktu dan tanggal kelahiran
 Ibu melahirkan dengan caesar lebih aman dibandingkan dengan
persalinan normal
 Melahirkan dengan caesar bayi lebih pintar
 Kuatir untuk dilakukan vakum atau forseps pada persalinan normal
 Kuatir kepala bayi terjepit saat persalinan normal
10. ISU MORAL SURROGACY (SEWA RAHIM)

Pengertian dari sewa rahim adalah proses reproduksi buatan dengan


mentransplantasikan embrio kepada wanita lain dari pembuahan antara ovum
yang telah disenyawakan dengan sperma yang berasal dari pasangan suami
isteri di luar rahim dan janin hasil senyawa tersebut dikandung oleh wanita
lain sampai proses melahirkan.
Pasangan suami-isteri tersebut akan memberikan imbalan sesuai yang di
perjanjikan sebelumnya kepada wanita yang menyewakan rahimnya dengan
syarat akan menyerahkan anak yang akan dilahirkan tersebut kepada
pasangan suami-isteri pada masa yang sudah diperjanjikan sebelumnya.
Beberapa alasan timbulnya perjanjian sewa rahim, yaitu:

a. Seorang wanita yang ditimpa penyakit atau kecacatan yang menyebabkan


ia tidak bisa mengandung dan melahirkan anak.

b. Seorang wanita yang rahimnya dibuang karena suatu hal pembedahan.

c. Seorang wanita yang menjaga kecantikan tubuh badannya ingin memiliki


anak tetapi tidak ingin mengandung dan melahirkan anak.

d. Seorang wanita yang ingin mencari pendapatan guna memenuhi kebutuhan


hidupnya sehingga menyewakan rahimnya kepada orang lain.
Sewa Rahim Ditinjau dari Sudut Pandang Agama Islam

Menurut Fatwa MUI tentang sewa Rahim (hasil dari Komisi Fatwa tanggal 13
Juni 1979), memfatwakan beberapa hal sebagai berikut:

a. Bahwa anak yang dilahirkan dari proses bayi tabung dari pembuahan antara
sperma dan ovum pasangan suami istri yang sah menurut hukum dan agama
hukumnya mubah (diperbolehkan), karena cara ini masih termasuk dalam
usaha yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama.

b. Bahwa anak yang dilahirkan dari proses bayi tabung dari pembuahan antara
sperma dan ovum pasangan suami istri yang sah menurut hukum dan agama
kemudian hasil pembuahan tersebut ditransplantasikan kedalam rahim istri
yang lain yang sah menurut hukum dan agama hukumnya haram. Karena
akan menimbulkan masalah warisan antara anak yang dilahirkan dengan ibu
yang memiliki ovum dan ibu yang telah mengandung dan melahirkannya
c. Bahwa proses bayi tabung dengan cara sperma dari suami yang sudah
meninggal dunia yang telah dibekukan hukumnya juga haram. Hal ini akan
menimbulkan masalah dalam hal kewarisan dan masalah dalam menentukan
nasab.

d. Bahwa proses bayi tabung yang mengambil sperma dan ovum dari orang lain
selain pasangan suami istri yang sah hukumnya haram, biasanya dari donor.
Karena dianggap zina sama dengan melakukan hubungan di luar dari
pernikahan yang sah menurut hukum dan agama.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai