Anda di halaman 1dari 18

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGHADAPI DILEMA ETIK/

MORAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

A. Pengertian Dilema Etik/ Moral


Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana
dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir
sama dan membutuhkan pemecahan masalah.
Johnson (1990) menyatakan hal tersebut merupakan keadaan yang
terdiri dari dua pilihan yang seimbang, dengan kata lain, dilemma merupakan
keadaan yang dihadapkan pada persimpangan yang serupa atau bercabang denagn
petunjuk yang tidak jelas.
Oxford Learner‟s Pocket Dictionary (1995), moral dilemma is
concerning principles of right and wrong in difficult situation in which
onehas to choose between two things.
Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana
keputusan mengenai perilaku yang layak harus di buat. (Arens dan
Loebbecke, 1991: 77). Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk
menghadapi dilema etika tersebut. Enam pendekatan dapat dilakukan orang
yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu:
1. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
2. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
3. Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi
dilemma
4. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema
5. Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative
6. Menetapkan tindakan yang tepat.
Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat
meminimalisasi atau menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi:
(1) semua orang melakukannya, (2) jika legal maka disana terdapat keetisan
dan (3) kemungkinan ketahuan dan konsekwensinya.
Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah
dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa
timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi
kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut
Thompson & Thompson (1981 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang
sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana
alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.
Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan
batin, atau pertentangan antara nilai-nilai yang diyakini bidan dengan
kenyataan yang ada.

B. Pembahasan Kasus Etik


1. Kasus issue etik moral
Pada tanggal 14 Maret 2016 jam 07.00 WIB, Ny.X datang ke BPM Bidan S
dengan keluhan perut kenceng-kenceng, mules-mules, serta mengeluarkan darah
segar pada jalan lahir. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata Ny.X sudah
mengalami pembukaan 7 dan bagian terendah janin adalah letak kepala. Bidan
mendiagnosa bahwa Ny.X mengalami plasenta previa. Segera bidan melakukan
pertolongan pertama pada Ny.X dan bayinya. Lalu Bidan memberi saran pada
keluarga Ny.X untuk merujuk Ny.X. karena kondisi bahaya Ny.X. Kelurga
menyetujui, dan akhirnya segera Bidan merujuk Ny.X dengan menggunakan
mobil Bidan. Diperjalanan Ny.X mengalami pembukaan lengkap. sehingga mau
tidak mau Bidan harus melakukan pertolongan persalinan untuk Ny.X dalam
mobil. Beberapa saat kemudian bayi Ny.X dapat lahir tetapi Ny.X mengalami
perdarahan. Bidan sudah melakukan pertolongan pada Ny.X tapi Ny.X tidak
dapat diselamatkan. Keluarga Ny.X meminta pertanggung jawaban Bidan karena
nyawa Ny.X tidak bisa diselamatkan. Keluarga Ny.X menganggap Bidan tidak
mempunyai keahlian di dalam bidang kebidanan. Mendengar hal ini, warga
disekitar BPM Bidan S menuntut agar Bidan S di pindahkan dari lingkungan
mereka supaya tidak terjadi hal yang sama untuk ke dua kalinya. Para warga
tersebut sudah tidak mempunyai kepercayaan lagi pada Bidan S untuk menolong
persalinan. Dan pada akhirnya kasus ini di bawa ke meja hijau oleh keluarga
Ny.X. Pada kasus ini, kesalahan tidak sepenuhnya terletak pada Bidan S karena
Bidan telah memberikan pertolongan semaksimal mungkin pada Ny.X dan
bayinya. Keluarga Ny.X pun tidak terlalu tanggap dengan keadaan Ny.X. Mereka
telat membawa Ny.X untuk ke BPM.
2. Kasus dilema moral
Seorang ibu primipara masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu.
Sewaktu dilakukan anamnese dia menyatakan tidak mau di episiotomi.
Ternyata selama kala II kemajuan kala II berlangsung lambat, perineum
masih tebal dan kaku. Keadaan ini di jelaskan kepada ibu oleh bidan,
tetapi ibu tetap pada pendiriannya menolak di episiotomi. Sementara
waktu berjalan terus dan denyut jatung janin menunjukan keadaan fetal
distres dan hal ini mengharuskan bidan untuk melakukan tindakan
episiotomi, tetapi ibu tetap tidak menyetujuinya. Bidan berharap bayinya
selamat, sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa dia pernah
melakukan hal ini tanpa persetujuan pasien, maka bidan akan di hadapkan
pada suatu tuntutan dari pasien. Sehingga ini merupakan gambaran dari
dilema moral. Bila bidan melakukan tindakan tanpa persetujuan pasien,
bagaimana ditinjau dari segi etik dan moral. Bila tidak dilakukan tindakan,
apa yang akan terjadi pada bayinya?
3. Kasus konflik moral
Kasus 1
Ada seorang bidan yang berpraktik mandiri di rumah. Pasien inpartu
datang ke tempat praktiknya. Status obstetrik pasien adalah G1P0A0. Hasil
pemeriksaan penapisan awal menunjukan persentasi bokong dengan
tafsiran berat janin 3900 gram, dengan kesejahteraan janin dan ibu baik.
Maka bidan tersebut menganjurkan dan memberi konseling pada pasien
mengenai kasusnya dan untuk dilakukan tindakan rujukan. Namun pasien
dan keluarganya bersikukuh untuk tetap melahirkan di bidan tersebut,
karena pertimbangan biaya dan kesulitan lainnya. Melihat kasus ini maka
bidan dihadapkan pada konflik moral yang bertentangan dengan prinsip
moral dan otonomi maupun kewenangan pada kebidanan. Bahwa sesuai
Kepmenkes Republik Indonesia 900/menkes/sk/VII/2002 tentang
registrasi dan praktik bidan. Bidan tidak berwenang memberikan
pertolongan persalinan pada primigravida dengan persentasi bokong di sisi
lain ada prinsip nilai moral dan kemanusiaan yang dihadapi pasien. Yaitu
ketidakmampuan secara sosial ekonomi dan kesulitan yang lain, maka
bagaimana seorang bidan mengambil keputusan yang terbaik terhadap
konflik moral yang dihadapi dalam pelayanan kebidanan.
Kasus 2
Di sebuah desa terpencil seorang ibu mengalami pendarahan postpartum
setelah melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu tersebut menolak
untuk diberikan suntikkan uterotonika. Bila ditinjau dari hak pasien atas
keputusan yang menyangkut dirinya maka bidan bisa saja tidak
memberikan suntikkan karena kemauan pasien. Tetapi bidan akan
berhadapan dengan masalah yang lebih rumit bila terjadi pendarahan hebat
dan harus diupayakan pertolongan untuk merujuk pasien, dan yang lebih
patal lagi bila pasien akhirnya meninggal karena pendarahan. Dalam hal
ini bisa dikatakan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Walapun
bidan harus memaksa pasiennya untuk disuntik Mungkin itulah keputusan
yang terbaik yang harus ia lakukan (dentology).

C. Cara Pengambilan Keputusan Dalam Menghadapi Dilema Etik/ Moral


Pelayanan Kebidanan
Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral
dalam praktik suatu profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan
menentukan tindakan selanjutnya. Menurut George R.Terry, pengambilan
keputusan adalah memilih alternatif yang ada.
Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan keputusan:
1. Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh.
2. Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu
kasus. Sehingga, meningkatkan kemampuan mengambil keputusan
terhadap suatu kasus.
3. Fakta, keputusan lebih riil, valid dan baik.
4. Wewenang lebih bersifat rutinitas.
5. Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten.
Empat Tingkatan Kerja Pertimbangan Moral Dalam Pengambilan Keputusan
Ketika Menghadapi Delima Etik.
1. Tingkatan 1
Keputusan dan tindakan : Bidan merefleksikan pada pengalaman atau
pengalaman rekan kerja.
2. Tingkatan 2
Peraturan : berdasarkan kaidah kejujuran ( berkata benar), privasi,
kerahasiaan dan kesetiaan ( menepati janji). Bidan sangat familiar, tidak
meninggalkan kode etik dan panduan praktik profesi.
3. Tingkatan 3
Ada 4 prinsip etik yang digunakan dalam perawatan praktik kebidanan:
a. Antonomy, memperhatikan penguasaan diri, hak kebebasan dan
pilihan individu.
b. Beneticence, memperhatikan peningkatan kesejahteraan klien, selain
itu berbuat terbaik untuk orang lain.
c. Non Maleticence, tidak melakukan tindakan yang menimbulkan
penderitaan apapun kerugian pada orang lain.
d. Justice, memperhatikan keadilan, pemerataan beban dan keuntungan.
4. Tingkatan 4
Teori pengambilan keputusan dalam menghadapi dilema etika dan moral
pelayanan kebidanan
a. Teori Utilitarisme
Ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan,
meminimalkan ketidaksenangan.
b. Teori Deontology
Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik.
Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam hrus dikembalikan.
c. Teori Hedonisme
Menurut Aristippos , sesuai kodratnya, setiap manusia untuk mencari
kesenangan dan menghindari ketidaksenangan.
d. Teori Eudemonisme
Menurut Filsuf Yunani Aristoteles , bahwa dalam setiap kegiatannya
manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik
bagi kita.
Bentuk pengambilan keputusan
1. Strategi
Dipengaruhi oleh kebijakan organisasi atau pimpinan, rencana dan masa
depan, rencana bisnis dan lain-lain.
2. Cara kerja
Mempengaruhi pelayanan kebidanan di dunia, klinik, dan komunitas.
3. Individu dan profesi
Dilakukan oleh bidan yang dipengaruhi oleh standart praktik kebidanan.
Pendekatan Tradisional Dalam Pengambilan Keputusan
1. Mengenal dan mengidentifikasi masalah.
2. Menegaskan masalah dengan menunjukan hubungan antara masa lalu dan
sekarang.
3. Memperjelas hasil prioritas yang ingin dicapai.
4. Mempertimbangkan pilihan yang ada.
5. Mengevaluasi pilihan tersebut.
6. Memilih solusi dan menetapkan atau melaksanakannya.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
1. Faktor fisik, didasarkan pada rasa yang dialami oleh tubuh sepeti rasa
sakit, tidak nyaman dan kenikmatan.
2. Emosional, didasarkan pada perasaan atau sikap.
3. Rasional, didasarkan pada pengetahuan.
4. Praktik, didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan dalam
melaksanakanya.
5. Interpersonal, didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada.
6. Struktural, didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik
Pengambilan keputusan yang etis Ciri-cirinya:
1. Mempunyai pertimbangan yang benar atau salah
2. Sering menyangkut pilihn yang sukar
3. Tidak mungkin dielakkan
4. Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman,lingkungan sosial

D. Masalah – Masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi Dalam Praktik


Kebidanan
Masalah Etik Moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan :
Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan karena :
1. Bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat
2. Bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil
Untuk dapat menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
1. Pengetahuan klinik yang baik
2. Pengetahuan yang Up to date
3. Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
4. Harapan Bidan dimasa depan :
5. Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam menjalankan
praktik kebidanan (Daryl Koehn ,Ground of Profesional Ethis,1994)
6. Dengan memahami peran bidan tanggung jawab profesionalisme terhadap
patien atau klien akan meningkat
7. Bidan berada dalam posisi baik memfasilitasi klien dan membutuhkan
peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi
praktik kebidanan
E. Langkah – langkah Penyelesaian Masalah
Langkah-langkah penyelesaian masalah :
1. Melakukan penyelidikan yang memadai
2. Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli
3. Memperluas pandangan tentang situasi
4. Kepekaan terhadap pekerjaan
5. Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli
dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan
masalah secara ilmiah, antara lain:
1. Model Pemecahan masalah (Megan, 1989)
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004)
a. Mengembangkan data dasar
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi
sebanyak mungkin meliputi:
1) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya
2) Apa tindakan yang diusulkan
3) Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
4) Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari
tindakan yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap
alternatif keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikutnya
4. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel (1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan
etik
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
5. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan
yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

F. Informed Choice
1. Pengertian
Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan
(choice) harus dibedakan dari persetujuan (concent). Persetujuan penting
dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum yang
memberikan otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan.
Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita
(pasien)sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.
Sebagai seorang bidan dalam memberikan inform choise kepada
klien harus:
a. Memperlakukan klien dengan baik.
b. Berinteraksi dengan nyaman.
c. Memberikan informasi obyektif, mudah dimengerti dan diingat serta
tidak berlebihan.
d. Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat pilihan yang
sesuai dengan kondisinya.
2. Tujuan
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya.
Peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen asuhan
kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan
dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik internasional
bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus menghormati
hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita untuk
menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.
3. Rekomendasi yang dianjurkan untuk Bidan
a. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
dalam berbagai aspek agar dapat membuat keputusan klinis dan secara
teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan
kliennya.
b. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk
yang dapat dimengerti oleh si wanita dengan menggunakan media
alternative dan penterjemah kalau perlu, begitu juga tatap muka
langsung.
c. Bidan dan petugas kesehatan lain perlu belajar untuk membantu wanita
melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab
untuk keputusan yang mereka ambil sendiri. Ini tidak hanya dapat
diterima secara etika tetapi juga melegakan para profesional kesehatan.
Memberikan jaminan bahwa para petugas kesehatan sudah memberikan
asuhan yang terbaik dan memastikan bahwa wanita itu sudah diberikan
informasi yang lengkap tentang implikasi dari keputusan mereka dan
mereka telah memenuhi tanggung jawab moral mereka.
d. Dengan memfokuskan asuhan yang berpusat pada wanita dan
berdasarkan fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah
mungkin.
e. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai suatu
kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang
yang objektif, bermitra dengan wanita dari system asuhan dan suatu
tekanan positif terhadap perubahan.
4. Bentuk pilihan yang ada dalam asuhan kebidanan
a. Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien,
antara lain:
b. Gaya bentuk pemeriksaan ANC dan pemeriksaan laboratorium atau
screening antenatal.
c. Tempat melahirkan
d. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
e. Pendampingan waktu melahirkan
f. Klisma dan cukur daerah pubis
g. Metoda monitor denyut jantung janin
h. Percepatan persalinan atau augmentasi
i. Diet selama proses persalinan
j. Mobilisasi selama proses persalinan
k. Pemakaian obat penghilang rasa sakit
l. Pemecahan ketuban
m. Posisi ketika melahirkan
n. Episiotomi
o. Penolong persalinan
p. Keterlibatan suami waktu bersalin/kelahiran
q. Pemotongan tali pusat
r. Metode kontrasepsi

G. Inform Consent
1. Pengertian
Informed concent bukan hal yang baru dalam bidang pelayanan
kesehatan. Informed concent telah diakui sebagai langkah yang paling
penting untuk mencegah terjadinya konflik dalam masalah etik.
Informed concent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah
mendapat penjelasan/keterangan/informasi) dan concent (memberikan
persetujuan/mengizinkan. Informed concent adalah suatu persetujuan yang
diberikan setelah mendapatkan informasi.
Menurut Veronika Komalawati pengertian informed concent
adalah suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan
dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien mendapatkan informasi
dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong
dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
Dalam PERMENES no 585 tahun 1989 (pasal 1), informed concent
diatfsirkan sebagai persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang
dilakukan terhadap pasien tersebut.
2. Tujuan
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter, bidan, perawat (tenaga
medis) terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada
melekat suatu resiko.
3. Langkah-langkah pencegahan masalah etik
Dalam pencegahan konflik etik dikenal ada 4, yang urutannya
adalah sebagai berikut :
a. Informed concent
b. Negosiasi
c. Persuasi
d. Komite etik
Informed concent merupakan butir yang paling penting, kalau
informed concent gagal, maka butir selanjutnya perlu dipergunakan secara
berurutan sesuasi dengan kebutuhan.
Informed concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien/
walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan
kebidanan terhadap pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan
yang dipahaminya mengenai tindakan itu.
Menurut Culver and Gert ada 4 komponen yang harus di pahami pada
suatu persetujuan :
a. Sukarela (voluntariness)
Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat adalah
dasar sukarela tanpa ada unsur paksaan di dasari informasi dan
kompetensi. Sehingga pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsur
informasi yang di berikan sejelas jelas nya
b. Informasi (information)
Jika passien tidak tahu sulit untuk dapat mendeskripsikan
keputusan.
c. Kompetensi (competence)
Dalam konteks cosent competensi bermakna suatu pemahaman
bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat
keputusan dengan tepat, juga membutuhkan banyak informasi.
d. Keputusan (Decision)
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana
merupakan persetujuan tanpa refleksi.pembuatan keputusan merupakan
tahap terakhir proses pemberian persetujuan.
4. Bentuk-bentuk Informed Consent
Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan
tindakan medis, sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut depertemen
kesehatan (2002), informed consent dibagi menjadi 2 bentuk :
a. Implied consent
Yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya:
saat bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu
dengan membawa sfingmomanometer tanpa mengatakan apapun dan si
ibu langsung menggulung lengan bajunya (meskipun tidak mengatakan
apapun, sikap ibu menunjukkan bahwa ia tidak keberatan terhadap
tindakan yang akan dilakukan bidan)
b. Express Consent
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam
bentuk tulisan atau secara verbal. Sekalipun persetujuan secara tersirat
dapat diberikan, namun sangat bijaksana bila persetujuan pasien
dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat menjadi bukti
yang lebih kuat dimasa mendatang. Contoh, persetujuan untuk
pelaksanaan sesar.
5. Persetujuan pada informed consent dapat dibedakan menjadi tiga bentuk,
yaitu :
a. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang
mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes
No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan
tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang
adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan
dengannya (telah terjadi informed consent).
b. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang
bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan
oleh pihak pasien.
c. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya
pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung
menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan
dilakukan terhadap dirinya.
6. Manfaat informed consent
a. Membantu kelancaran tindakan medis. Melalui informed consent,
secara tidak langsung terjalin kerjasama antara bidan dank lien sehingga
memperlancar tindakan yang akan dilakukan. Keadaan ini dapat
meningkatkan efisiensi waktu dalam upaya tindakan kedaruratan.
b. Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Tindakan bidan yang tepat dan segera, akan menurunkan resiko
terjadinya efek samping dan komplikasi.
c. Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit, karena si
ibu memiliki pemahaman yang cukup terhadap tindakan yang
dilakukan.
d. Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu ditunjang oleh
tindakan yang lancar, efek samping dankomplikasi yang minim, dan
proses pemulihan yang cepat.
e. Melindungi bidan dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika tindakan
medis menimbulkan masalah, bidan memiliki bukti tertulis tentang
persetujuan pasien.
Contoh Informed Consent

SURAT PERSETUJUAN/ PENOLAKAN MEDIS KHUSUS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : (L/P)
Umur/TglLahir :
Alamat :
Telp :
Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/ *orangtua/ *suami/ *istri/
*anak/ *wali dari :
Nama : (L/P)
Umur/Tgl Lahir :
Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis
berupa………………………………………………………………….
Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan
dengan penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan
kemungkinan pasca tindakan yang dapat terjadi sesuai penjelasan yang diberikan.

Surabaya, 2014

Dokter/Pelaksana Yang membuat pernyataan

(……………………) (………………………….)

*Coret yang tidak perlu


H. Rangkuman
Dilema etik merupakan keadaan yang terdiri dari dua pilihan yang
seimbang, dengan kata lain, dilemma merupakan keadaan yang dihadapkan pada
persimpangan yang serupa atau bercabang denagn petunjuk yang tidak jelas.
Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan (choice)
harus dibedakan dari persetujuan (concent). Persetujuan penting dari sudut
pandang bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan
otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan
(choice) lebih penting dari sudut pandang wanita (pasien)sebagai konsumen
penerima jasa asuhan kebidanan.
informed concent adalah suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas
upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien
mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat
dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko
yang mungkin terjadi.

I. Evaluasi
1. Tn. A, usia 28 tahun datang ke rumah sakit, akan melakukan tindakan
operasi apendikcitis. Sebelum tindakan operasi pasien terlebih dahulu
membuat surat pernyataan untuk menerima rangkaian terapi atau prosedur
tindakan yang akan diberikan. Apakah jenis tindakan yang dilakukan pada
kasus diatas ?
a. Anamnesa
b. Dokumentasi
c. Informed choise
d. Informed consent
2.

J. Daftar Pustaka
Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third
Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.
Geoffry hunt. 1994. Ethical issues in nursing. New york: press (padstow) Ltd.
Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika
Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J. 2004. Fundamentals of Nursing
Concepts, Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson
Education Line
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC
PPNI. 2000. Kode Etik Keperawatan Indonesia. Keputusan Munas VI
Ratih Kusuma Wardhani. 2009. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan
Medis (Informed Consent) Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Tesis tidak
diterbitkan. Semarang: FH Universitas Diponegoro.
Rubenfeld, M. Gaie. K. Scheffer, B. 2006. Berpikir Kritis dalam
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC
Samil, Ratna Suprapti. Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan Bina Pustaka:
Jakarta.
________, Informed Consent dan Informed Refusal, Penerbit Fakultas
Kedokteran UI, 2003.
Suhaemi,M. 2002. Etika Keperawatan aplikasi pada praktek. Jakarta : EGC
ThompsonJ.B & Thopson H.O. 1981. Ethics in Nursing. Macmillan Publ. Co
Wahyuningsih, Heni Puji dan Asmar Yetty Zein. 2005. Etika Profesi
Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.
Zulvadi, Dudi. 2010. Etika dan Manajemen Kebidanan. Yogyakarta : Cahaya
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai