Syariah 2. Akad Gadai Syariah 3. Analisis dan Kritik Terhadap Gadai Syariah LATAR BELAKANG GADAI SYARIAH Gadai Syariah lahir sebagai upaya koreksi terhadap gadai konvensional di Indonesia. Gadai konvensional dilahirkan oleh kafir penjajah, yaitu saat VOC mendirikan Bank van Leening di Batavia 20 Agustus 1746. Pada masa penjajahan kafir Inggris (1812- 1816) pegadaian diswastakan asal mendapat lisensi Pemda setempat. Ketika kafir Belanda kembali menjajah th 1816, pegadaian dinasionalisasikan (menjadi hak monopoli pemerintah) berdasarkan Staatsblad no 131 (12 Maret 1901). LATAR BELAKANG GADAI SYARIAH Berdasarkan Staatsblad tsb, berdirilah pada 1 April 1901 Pegadaian Negara di Sukabumi. Tgl 1 April dijadikan HUT Pegadaian. Pada masa penjajahan kafir Jepang (1942-1945) tidak banyak perubahan. Setelah “merdeka” , Pegadaian Negara warisan kafir penjajah tsb tidak dibubarkan, tapi malah dikelola oleh Pemerintah RI, dgn status2 sbb : (1) status PN (perusahaan neg), sejak 1/1/61. (2) status Perjan (perusahaan jawatan), berdasarkan PP 7/1969 (3) status Perum (perusahaan umum), berdasarkan PP 10/1990 & PP 103/2000. LATAR BELAKANG GADAI SYARIAH Cikal bakal Pegadaian Syariah berawal tahun 1998 ketika beberapa General Manager melakukan studi banding ke Malaysia belajar ttg pegadaian syariah. Pegadaian Syariah baru berkembang pasca keluarnya Fatwa MUI ttg rahn (2002), rahn emas (gadai emas) (2002) dan rahn tasjily (2008). Sejak itu hingga kini marak jasa gadai syariah, misal : di Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Danamon Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar Syariah, Bank Mega Syariah, termasuk Pegadaian Syariah. FATWA2 DSN MUI TTG RAHN AKAD GADAI SYARIAH Berdasarkan fatwa2 DSN MUI tsb, gadai syariah mempunyai ketentuan sbb : (1) Murtahin (penerima barang gadai) mempunyai hak menahan marhun (br gadai) sampai semua utang Rahin (yg menyerahkan br gadai) dilunasi. (2) Marhun dan manfaatnya tetap milik rahin. Pd prinsipnya, marhun tak boleh dimanfaatkan murtahin kecuali seizin rahin. (3) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pd dasarnya kewajiban Rahin, tapi dapat dilakukan Murtahin, sdg biaya pemeliharaan / penyimpanan mjd kewajiban Rahin. AKAD GADAI SYARIAH (4) Besarnya biaya pemeliharaan / penyimpanan Marhun tidak boleh didasarkan pada jumlah pinjaman utang rahin kepada murtahin. (5) Penjualan marhun (a) jika jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin agar segera melunasi utang. (b) jika rahin tetap tak dapat melunasi, maka marhun dijual paksa (dieksekusi) melalui lelang sesuai syariah. (c) hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan/penyimpanan yg belum dibayar, serta biaya penjualan. (d) kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin, kekurangannya mjd kewajiban rahin. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Dalam praktik gadai syariah yang ada, pada saat transaksi disepakati 2 (dua) akad : Akad pertama, akad rahn (gadai), yaitu akad utang oleh rahin (nasabah) dengan menggadaiakan suatu harta sebagai jaminan utang kepada murtahin (bank / pegadaian syariah). Akad kedua, akad ijarah, yaitu akad jasa dimana murtahin menyewakan tempat dan memberikan jasa penyimpanan kepada rahin. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Kedua akad tersebut ditandatangani sekaligus pd saat rahin (nasabah) menggadaikan hartanya. Biasanya plafon utang yang dapat diperoleh rahin maksimal 90% dari nilai taksiran harta yg digadaikan. Jangka waktu utang maksimal 4 bulan. Besarnya ujrah (disebut biaya simpan) di Perum Pegadaian, sebesar Rp 90 untuk setiap kelipatan Rp 10.000 nilai taksiran per sepuluh hari. Sama dengan = 0,9% per 10 hari = 2,7% per 30 hari = 10,8% per 120 hari (4 bulan) ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Contoh kasus : Ahmad (nasabah) menggadaikan laptop kepada Pegadaian Syariah. Nilai taksiran laptop Rp 1 juta rupiah. Plafon utang maksimal sebesar 90% , berarti sebesar = 90/100 X Rp 1.000.000 = Rp 900.000. Biaya simpan sebesar Rp 90 untuk setiap kelipatan Rp 10.000 dari nilai taksiran per 10 hari. (=10,8 % dari nilai taksiran utk 120 hari) Jika jangka waktu utang 4 bulan (120 hari), maka biaya simpannya sebesar = 10,8% X Rp 1.000.000 = Rp 108.000 ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Jadi, pada saat jatuh tempo, jumlah uang yang harus dibayar Ahmad sebesar : = Jumlah utang + biaya simpan = Rp 900.000 + Rp 108.000= Rp 1.008.000 Lihat Pegadaian Dalam Pandangan Islam, Yahya Abdurrahman, Bogor : Al Azhar Press, 2010, hlm. 131. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Gadai Syariah adalah akad yang BATIL, dengan 3 alasan sebagai berikut : Pertama, terjadi penggabungan dua akad menjadi satu akad (multi akad) yang dilarang syariah, yaitu akad rahn (gadai) [atau akad qardh] dan akad ijarah (biaya simpan). Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA : نهى عن صفقتين في صفقة واحدة ”Nabi SAW telah melarang dua kesepakatan [akad] dalam satu kesepakatan [akad].” (HR Ahmad, hadis sahih) Lihat kembali materi Multi Akad. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Kedua, terjadi riba atau minimal syubhat riba (semacam riba) yang diharamkan, yaitu yang disebut dengan istilah “biaya simpan” atas qardh (loan/pinjaman/utang) yang diberikan Pegadaian Syariah kpd nasabah. Qardh (loan/pinjaman/utang) yang menarik manfaat (hadiah barang /uang) tidak dibolehkan scr syar’i. Sabda Rasulullah SAW : إذا أقرض فال يأخذ هدية ”Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia mengambil hadiah.” (HR Bukhari, dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir). (Taqiyuddin An-Nabhani, Al- Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/341). ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Dalam hadis lain dari Anas RA : قال: فقال. الرجل منا يُق ِرض أخاه المال فيُهدي إليه: عن أنس (وسئل إذا أقرض أحدكم قرضا ً فُأهدي إليه أو:رسول هللا صلى هللا عليه وسلم حمله على الدابة فال يركبها وال يقبله إالّ أن يكون جرى بينه وبينه قبل ذلك Dari Anas, "Rasulullah SAW ditanya,'Seorang laki-laki dari kami meminjamkan (qardh) harta kepada saudaranya, lalu saudaranya memberi hadiah kepada laki-laki itu. Maka Rasulullah SAW bersabda,'Jika salah seorang kalian memberikan pinjaman, lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan ke atas kendaraannya, maka janganlah dia menaikinya dan janganlah menerimanya. Kecuali hal itu sudah menjadi kebiasaan sebelumnya." (HR Ibnu Majah)
ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Ketiga, terjadi kekeliruan pembebanan biaya pemeliharaan / penyimpanan. Dalam kasus ini, seharusnya biaya pemeliharaan / penyimpanan menjadi kewajiban murtahin (pegadaian syariah) bukan menjadi kewajiban rahin (nasabah). Sabda Rasulullah SAW : َ ب ِبنَفَقَ ِت ِه ِإ َذا َك ،ان َم ْر ُه ْونًا ْ ُ َولَبَ ُن ال َّد ِّر ي،ان َم ْر ُه ْونًا ُ ش َر َ ب ِبنَفَقَ ِت ِه ِإ َذا َكُ الظَّ ْه ُر يُ ْر َك ُب النَّفَقَةُ ش َر ْ ب َو َي ُ ي يَ ْر َكْ َو َعلَى الَّ ِذ ”Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya, dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menaiki kendaraan dan meminum susu binatang ternak wajib menanggung biayanya.” (HR Jama’ah, kecuali Muslim dan Nasa`i).
ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Dalam hadis tsb, belum jelas benar, siapa yang menanggung biaya, murtahin ataukah rahin. Maka hadis lain menjelaskan, bahwa yang menanggung biayanya adalah MURTAHIN, bukan Rahin. Sabda Rasulullah SAW : ْ ب– َو َعلَ–ى الَّ ِذ –ي ْ ُ إذا كان–ت الداب–ة َم ْر ُه ْونً–ة فعل–ى المرته–ن علفه–ا َولَبَ ُن– ال َّد ِّر ي ُ ش َر ب نَّفَقَته ُ ش َر ْ ََي ”Jika hewan tunggangan digadaikan, maka murtahin harus menanggung biayanya, dan [jika] susu hewan itu diminum, maka bagi yang meminum harus menanggung biayanya (HR Ahmad).
ANALISA DAN KRITIK THD GADAI SYARIAH Berdasarkan 3 alasan di atas, maka Gadai Syariah hukumnya haram. Demikian juga fatwa-fatwa yang melandasi adanya Gadai Syariah (Fatwa DSN MUI), yaitu fatwa ttg rahn dan juga rahn emas, adalah fatwa yang keliru dan tidak halal diamalkan oleh kaum muslimin. Perlu ditambahkan, akad rahn (gadai) dan juga akad qard (utang) bukanlah akad yang dimaksudkan untuk memperoleh untung atau melakukan investasi, tapi untuk kebaikan dan menolong sesama manusia. Dgn kata lain, Qardh dan rahn bukan akad komersial, tapi akad tabarru. Jadi tidak pada tempatnya dijadikan akad yang dimaksudkan untuk investasi atau memperoleh keuntungan. [ ]