Anda di halaman 1dari 17

Topik 11 ANALISA dalam Pelaksanaan HAM

KEWARGANEGARAAN
DISAMPAIKAN OLEH:

PRANYOTO S.Pi, MAP


Dosen PIP Semarang

Semarang September 2022


PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid


mengatakan, pelaksanaan HAM di Indonesia tidak berjalan dengan
baik. Sebaliknya, HAM di Indonesia justru berjalan mundur. Menurut
Usman, komitmen pemerintah tentang HAM sangat kecil, bahkan
dikatakannya nyaris tidak ada. hal ini
dikarenakan masih banyaknya warga
negara Indonesia yang masih kurang sadar tentang
penegakan hak asasi manusia dan kurangnya pemahaman
tentang hak asasi manusia.

Ditjen Hubla 2
Meskipun sudah terdapat landasan hukum tentang
hak asasi manusia dan lembaga perlindungan
Komnas HAM, sudah seharusnya setiap warga
negara Indonesia sadar dan peduli untuk
menegakkan hak asasi manusia. Namun
kenyataannya, masih banyak terjadi kasus
pelanggaran HAM di Indonesia yang terjadi hingga
sampai saat ini.

Ditjen Hubla 3
Contoh kasus pelanggaran yang paling fenomenal dan terjadi di
Indonesia antara lain:
1. Tragedi Telangsari pada tahun 1989??? Polri Temukan CCTV
yang Akan Ungkap Kasus Kematian Brigadir J Recommended
byTragedi Telangsari terjadi pada 7 Februari 1989 di Lampung,
saat itu presiden Soeharto mengadakan program Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau yang bisa disebut
sebagai P-4. Program ini menyebabkan reaksi kelompok ormas
islam saat itu yang kritis terhadap pemerintahan masa orde
baru. Salah satu kelompok Warsidi di Lampung dituduh sebagai
kelompok radikalisme memperoleh perlakuan represif dari pihak
militer dan polisi, sehingga terjadi kasus pembantaian besar-
besaran.

Ditjen Hubla 4
2. Pembunuhan Marsinah pada tahun 1998.

Pada saat itu Marsinah adalah seorang buruh pabrik, pada


tanggal 3-4 Mei 1993 Marsinah dan rekan rekan buruh pabrik
lainnya melakukan mogok kerja, hal ini dikarenakan tuntutan
kenaikan gaji sesuai SK gubernur provinsi Jawa Timur. Marsinah
yang tak gentar untuk menyuarakan tuntutan para buruh.
Akhirnya tuntutan mereka dikabulkan, namun nasib malang
menimpa Marsinah , pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah
ditemukan tewas karena dugaan penganiayaan.

Ditjen Hubla 5
3. Pembunuhan Munir Said Thalib (2004) seorang aktivis HAM.

Memperoleh banyak penghargaan karena sering terlibat dalam


advokasi kasus HAM. Pada tanggal 6-7 September 2004, Munir
melakukan penerbangan ke Amsterdam untuk melanjutkan
pendidikan, namun Munir ditemukan tewas dalam pesawat
tujuan Jakarta-Amsterdam akibat diracun menggunakan
senyawa arsenik. Kasus ini menunjukkan bahwa lemahnya
penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Melihat data yang
berumber dari ham.go.id tentang data pengaduan kasus
pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia tahun 2021,
ternyata masih banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia di
Indonesia yang tersebar di beberapa daerah. Selain itu Komnas
HAM juga menyimpulkan tidak ada kemajuan berarti dalam
penegakan HAM di Indonesia sejak tahun 2019. 
Ditjen Hubla 6
kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang paling banyak
terjadi pada anak usia remaja yakni kasus pembullyan. Kasus
bullying di usia remaja menyebabkan kerusakan mental
seorang korban bullying. Kasus bullying merupakan perilaku
agresi dari pelaku kepada korban, tindakan yang dilakukan
secara perseorangan maupun sekelompok orang untuk
mengintimidasi, menghina, mengganggu korban yang lebih
lemah dari pelaku termasuk kasus pelanggaran hak asasi
manusia. Maka dari itu dibutuhkan tindakan yang tegas untuk
menghentikan kasus bullying ini.

Ditjen Hubla 7
Proses penyelesaian pelanggaran HAM menurut
undang- undang pengadilan HAM adalah : 

1)Penangkapan;
2) Penahanan;
3) Penyelidikan;
4) Penyidikan;
5) Penuntutan;
6) Sumpah;
7) Pemeriksaan.

Ditjen Hubla 8
Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Menggunakan Peradilan HAM

Undang-Undang 26 Tahun 2000 yang mengatur tentang peradilan HAM memberikan


legitimasi bahwasanya proses penyelesaian kasus-kasus HAM Berat diselesaikan melalui
sebuah pengadilan yang bersifat ad-hoc.
Adapun pengaturan lebih lanjut mengenai pengertian pengadilan ad-hoc terdapat pada
pasal 43 yang pada pokoknya menyatakan bahwa peradilan HAM dibentuk atas dasar usul
dari DPR RI yang dilegitimasi melalui keputusan presiden.
Pengadilan HAM ad-hoc berada dalam ranah pengadilan umum dan pengadilan ini
merupakan pengadilan yang berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM Berat yang
terjadi sebelum adanya Undang-Undang Peradilan HAM.
Pada proses pembentukannya, pengadilan ini tidak memiliki mekanisme khusus, tetapi
dalam membentuk pengadilan ad-hoc haruslah didahului dengan adanya proses
penyelidikan yang dilakukan oleh KOMNAS HAM secara proaktif.
KOMNAS HAM merupakan lembaga yang memiliki wewenang dalam melakukan
pengusutan kasus HAM Berat yang dihasilkan dari penyelidikan  Komnas HAM memiliki
sifat Proyustisia.
Setelah selesainya fungsi penyelidikan, Komnas HAM melimpahkan berkas hasil
penyelidikan kepada Kejaksaan Agung untuk melanjutkan penyidikan.
Ketika fungsi Jaksa Agung selesai, Jaksa Agung melalui Presiden menyampaikan laporan
kepada badan legislatif Indonesia yakni DPR.

Ditjen Hubla 9
Aktor Utama Pelanggaran HAM Berat Seringkali Tidak Tergapai

Terbentuknya pengadilan HAM tidak diartikan sebagai sebuah badan peradilan yang sempurna,
pasti pula memiliki titik kelemahan.

Kelemahan daripada peradilan ad hoc ini terletak pada pertentangan yang dimiliki antara
doktrin, penjelasan pasal serta prinsip yang dianut.

Dalam konteksnya, doktrin disini dimaksudkan sebagai sebuah strict liability yakni


pertanggungjawaban mutlak yang dimiliki oleh atasan karena telah lalai dalam mengontrol
bawahannya.

Pertanggung jawabannya disebut dengan Vicarious Liability yakni pertanggungjawaban


perwakilan yang diposisikan sebagai Respondet Superior Doctrine, yakni sebuah doktrin yang
mempercayai bahwa suatu pertanggung jawaban ini dibebankan atas dasar kekuasaan yang
dimiliki dari perbuatan yang dilakukan.

Ditjen Hubla 10
Doktrin ini juga mengajarkan tentang hubungan vertikal atasan-
bawahan. Vicarious Liability sejatinya memiliki dua delik, yakni delicta
commissionis yang berarti seseorang melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan apa yang dilarang dalam Undang-Undang dan delicta
omissionis yang artinya seseorang tidak melakukan sesuatu yang
diperintahkan oleh Undang-Undang atau diam saja.

Selain itu terdapat pula delik Commissionis Per Omissionem


Commisa yang diartikan sebagai tindakan lalai yang dilakukan oleh
seseorang yang menyebabkan tindak pidana itu terjadi.

Pelanggaran HAM kategori berat biasa disebut sebagai Gross Violation of


Human Right seharusnya tidak hanya dibebankan kepada individu saja
yang melakukan, tetapi juga harus ada pertanggungjawaban pemerintah
yang menjalankan kebijakan.

Ditjen Hubla 11
Sulitnya Pembuktian Kasus HAM Berat Masa Lalu

Kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia sampai dengan sekarang masih
banyak yang belum ada titik temunya.

Penyelesaian Pelanggaran HAM berat melalui pengadilan HAM ini sulit ditempuh
dikarenakan juga sulitnya pembuktian.

Adapun jika sudah terbukti keterlibatan aparat TNI maupun Kepolisian, seringkali
atasannya tidak dapat diikutsertakan dalam kesalahan anak buahnya.

Penyelesaian pelanggaran HAM berat menggunakan pengadilan HAM ini juga tidak
memberikan keadilan bagi korban maupun keluarga korban.

Sifatnya hanya menghukum pelaku kejahatan baik secara sanksi administratif


kelembagaan maupun penerapan hukum pidana Indonesia.

Ditjen Hubla 12
Keluarga korban tidak dapat jaminan pemulihan trauma dan tidak ada jaminan
oleh negara untuk tidak melakukan pelanggaran HAM yang berulang.
Menurut data, setidaknya masih terdapat 12 kasus HAM berat yang belum
terselesaikan.

Dari sini dapat dilihat masih kurang mampunya negara dalam menyelesaikan
masalah HAM dan menjamin keutuhan nilai HAM.
Hal ini tentunya memberikan ketidakpastian kepada keluarga korban dan
mengkhianati perjuangan para pejuang keadilan untuk Hak Asasi Manusia.

Ditjen Hubla 13
Menurut catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM,

Sedikitnya ada 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang belum


terselesaikan, yaitu:

1. Peristiwa 1965-1966
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
3. Peristiwa Talangsari 1989
4. Peristiwa Trisakti Peristiwa Semanggi I dan II
5. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
6. Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998
7. Peristiwa Wasior Wamena
8. Peristiwa Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi 1998
9. Peristiwa Simpang KAA 1999
10. Peristiwa Jambu Keupok 2003
11. Peristiwa Rumah Geudang 1989-1998
12. Kasus Paniai 2014

Ditjen Hubla 14
Peristiwa 1965-1966

Peristiwa 1965-1966 adalah sebuah tragedi kelam dalam


sejarah Indonesia. Berawal dari pecahnya Gerakan 30
September 1965 (G30S), lebih dari 2 juta orang di Indonesia
telah ditangkap sewenang-wenang, dipenjara tanpa proses
hukum, diculik, disiksa, diperkosa, dan dibantai karena
tuduhan terlibat dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ditjen Hubla 15
Peristiwa Semanggi I dan II

Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 dan


menewaskan 17 warga sipil. Tragedi ini bermula dari pergolakan
mahasiswa yang tidak mau mengakui pemerintahan Bacharuddin
Jusuf Habibie karena masih diisi oleh orang-orang Orde Baru.
Mahasiswa berusaha menyingkirkan militer dari politik dan menuntut
pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru. Puluhan ribu
mahasiswa pun berkumpul dan menggelar unjuk rasa di kawasan
Semanggi.
Aparat keamanan kemudian berdatangan dengan menggunakan
kendaraan lapis baja untuk membubarkan aksi mahasiswa.

Ditjen Hubla 16
Ditjen Hubla 17

Anda mungkin juga menyukai