a) Cidera traumatik
• Cidera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang /spontan
• Cidera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula
• Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b) Fraktur patologik
• Tumor tulang
• Infeksi seperti ostemielitis
• Rakhitis
• Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
•
Klasifikasi
a.Fraktur Tertutup (Closed fracture), bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar.
FRAKTUR
Diskontinuitas tulang
Scapula Fraktur jarang terjadi dan biasanya - Cedera serius yang umumnya berhubungan
Pemasangan sling dilakukan selama
berhubungan dengan cedera ketinggian atau meliputi fraktur iga, humeri, tulang merasakan keluhan
akibat
kekuatan yang signifikan.
tengkorak,;jaringan lunak pada paru-
paru, limpa, SSP dan perifer.
- Cedera pulmonaris, plexus brachialis
dan cedera vascular dapat terjadi
dengan mekanisme yang sama
Humeri –
Usia muda: Atlet yang terlibat akibat - Ketidakmampuan Imobilisasi dengan sling pada
Kepala dan energi yang tinggi atau terlibat untuk menggunakan bahu fraktur yang tidak bergeser.
leher dalam olahraga yang
- Kehilangan rentang gerak lebih dari 1 Pembedahan mungkin
menggunakan lemparan diatas
tahun menjadi pilihan penanganan pada
kepala (menyebabkan epifisis
sekitar 20% dari keseluruhan
terbuka di humerus proksimal)
kasus.
Lansia: Osteoporosis, jatuh
dengan tumpuan bahu.
Kaki:
Kekuatan kompresi
Metatarsal Displaced- penyangga kaki
pendek mungkin
Falang Trauma langsung, menendang,
membutuhkan ORIF
ibu jari kaki tersandung, cedera
Undisplaced- balut dengan
atletik, trauma remuk. bantalan lunak pada jari yang
terkena
Displaced- Reduksi di IGD
Cari adanya cedera lumbalis,
Calcaneus Jatuh dari ketinggian tungkai kaaki ynag lain, nyeri yang Balut tekan, kruk
meningkat dengan hiperfleksi
Tatalaksana Kegawatdaruratan pada Fraktur
Ekstrimitas
(1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing,
Circulation,
(2)meminimalisir rasa nyeri
(3) mencegah cedera iskemia-reperfusi,
(4) menghilangkan dan mencegah sumber- sumber
potensial kontaminasi
1.Primary survey
1. A : Airway,
Dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah
kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus
di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas
harus memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw
Thrust dapat digunakan.Pasien dengan gangguan
kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan
pemasangan airway definitif.
2. B : Breathing.
Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus
menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan
diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan
fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi
high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask
dengan reservoir bag.
3. C : Circulation.
Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan
disini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output.
Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus
patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur
dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit
darah dan membuat syok kelas III.
Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan
penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas
yang mengalami pendarahan di atas level tubuh.
Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan
secara nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan
pengaruh tamponade otot sekitar patahan.
Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril
umumnya dapat menghentikan pendarahan.Penggantian cairan
yang agresif merupakan hal penting disamping
usahamenghentikan pendarahan.
4. D : Disability.
Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi
singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini
adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-
tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.
a. Fase hematoma
b. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
c. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
d. Fase konsolidasi (fase union secara radiologi)
e. Fase remodeling
Pemeriksaan Diagnostik
a.Pemeriksaan rontgen
b.Scan Tulang (Fomogram, CT scan, MRI) untuk
memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
c.Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d.Hitung darah lengkap
• HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multiple), Hb, leukosit, LED, golongan darah,
dll.
• Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal
setelah trauma
Terimakasih