DAPAT DICEGAH
DENGAN IMUNISASI
Dr. Tri Sulistyarini
RSUD LIMPUNG
PENYAKIT YANG DAPAT
DICEGAH DENGAN IMUNISASI
PADA
Tuberkulosis
ANAK Pneumonia
Difteri Influenza
Pertusis Tifoid
Tetanus Diare
Meningitis
Hepatitis
Polio
Japanese ensefalitis
Campak
Ca cerviks
Rubella
CAMPAK
CAMPAK
Etiologi: Paramyxovirus (RNA), jenis Morbili virus
Campak= Morbili= Rubeola = Measles
Mudah mati jika kena panas (termosensitif) dan cahaya
(fotosensitif)
Hanya dapat hidup pada tubuh manusia
Ada 3 jenis virus campak yang ada di Indonesia G2, G3
dan D9, imunitas hanya terhadap salah satu jenis virus
EPIDEMIOLOGI
Timbul terutama pada masa anak-anak dan kekebalan
seumur hidup
Bayi dari ibu yang pernah menderita campak akan mendapat
kekebalan pasif antara 3-9 bulan, bila ibu tidak pernah
menderita campak, maka bayi akan dapat terinfeksi
Ibu hamil terinfeksi morbili saat hamil trimester 1-2 50%
kemungkinan abortus. Trimester 2-3 kemungkinan
melahirkan bayi kelainan kongenital, BBLR atau lahir mati.
CARA DAN MASA PENULARAN
- - - - - - - -
-11 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 +5 +6 +7 +8
18 17 16 15 14 13 12 10
- 18 -4 0 +4
18 hr sebelum rash 4 hr sebelum rash Tgl mulai timbul 4 hr setelah rash
adalah kemungkinan adalah rash adalah kemungkinan
tgl paling awal kemungkinan akhir menularkan
tertular menularkan
Masa Inkubasi: 7-18 hari, rata-rata 10 hari
Ada 3 stadium:
1. Prodromal/kataral:
2. Erupsi
3. Konvalesensi
1. PRODROMAL
Panas, batuk, fotofobia, konjungtivitis, bercak koplik,
secara klinis mirip Influenza (1-3 hari)
2. STADIUM ERUPSI
Koriza dan batuk bertambah, suhu meningkat, timbul
ruam merah di belakang telinga, tengkuk, pada hari
ketiga kemerahan mencapai anggota bawah. Rasa gatal
dan muka bengkak, perdarahan di kulit, mulut, hidung
dan saluran cerna (black measles)
Pembesaran kelenjar getah bening.
Diare dan muntah
3. STADIUM
KONVALESENS
Erupsi berkurang bercak hiperpigmentasi
Patognomonik untuk campak
Suhu turun-normal
Pola demam dan manifestasi klinis campak
other viral
rubella exanthems
RASH +FEVER
scarlet fever Kawasaki
roseola
meningococcemia
infantum
toxoplasmosis
DEMAM
SCARLATINA/
SCARLET FEVER
DEFINISI KLINIS CAMPAK
Batuk atau
Demam/ Maculopapular Pilek/beringus atau
+ +
Panas Rash Conjunctivitis (mata merah)
DEFINISI KASUS CAMPAK
(Tahap Reduksi Campak)
Suspek campak:
Demam + Rash + salah satu dari Batuk, Pilek/Beringus atau
Conjunctivitis
Konfirmasi Lab:
Suspek campak dengan IgM antibodi [+], tidak sedang
mendapat imunisasi (4–8 minggu sebelumnya)
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Pemeriksaan Serologi
Tujuan : mendeteksi antibodi spesifik dari virus
campak, yaitu IgM + yang terbentuk optimal dalam
waktu 4-28 hari setelah rash.
Pemeriksaan Isolasi
Untuk mengetahui tipe virus campak, (genotipe
atau molekular) dengan memeriksa urin pada hari
1-5 setelah rash.
Respon Antibodi terhadap
infeksi virus Campak
10 Virus
Excretion IgG
Relative levels
8
of antibodies
6
2
IgM
0
-21 -14 -7 0 7 14 21 28 35 42
Days after rash onset
Exposure
Rash
Onset
TATALAKSANA KASUS
Simtomatis bila tidak ada komplikasi (antipiretik)
Vitamin A 1 dosis (sesuai usia) pada saat ditemukan, 1
dosis pada hari kedua. Bila ada manifestasi mata, beri
dosis ke 3, 2 minggu kemudian.
KIE kepada orang tua tentang komplikasi, tanda bahaya.
Pengobatan malnutrisi dan diare dengan cairan cukup dan
makanan yang bergizi
Bila ada komplikasi: pneumonia dan otitis antibiotik
“Isolasi kasus” untuk kasus yang dirawat.
VITAMIN A UNTUK
TATALAKSANA CAMPAK
Umur Saat di diagnosis Hari berikutnya*
0-6 Bln 50 000 IU 50 000 IU
6 – 11 Bln 100 000 IU 100 000 IU
³12 Bln 200 000 IU 200 000 IU
• Malnutrisi
• Dewasa yang rentan
• Defisiensi Immunitas
• Defisiensi Vitamin A
•Malabsobsi kronis
Komplikasi Berat
Campak
Komplikasi Berat
Campak
Jaringan parut
pada korneabuta
Encephalitis
Pneumonia &
diarrhea
ACUTE FLACCID
PARALYSIS (AFP)
DEFINISI AFP
Kelemahan tiba-tiba atau paralisis dari ekstremitas
bawah yang sebelumnya normal dalam periode 14
hari sakit pada usia dibawah 15 tahun
Merupakan lesi Lower Motor Neuron
DIAGNOSIS BANDING AFP
Spinal cord injury
Penyakit kornu anterior
Syaraf tepi
Kelainan transmisi neuromuskuler
Kelainan otot
Penyakit sistemik
POLIOMYELITIS
Polio : substasia grisea (abu-abu)
Myelitis: peradangan di sumsum tulang belakang
(spinal cord)
Poliomyelitis disebabkan virus yang menyerang sel
saraf otak dan sumsum tulang belakang meskipun
tidak semua infeksi menyebabkan jejas berat dan
paralisis
ETIOLOGI POLIOMYELITIS
Disebabkan virus polio
Tipe 1 : sering berhubungan dengan epidemic
Tipe 2 dan 3 vaccine-associated paralytic polio
(VAPP)
Sekitar 1% kasus: virus akan menginfasi saraf pusat
Berkembang biak dan merusak kornu anterior
medula spinalis
Pada kasus berat, virus polio akan menyerang
motorneuron batang otak (klinis: sulit
menelan,bicara dan bernafas
PATOGENESIS VIRUS POLIO
Inkubasi 7-14 hari
Penularan lewat kontak oral-fekal
Penularan orang ke orang merupakan cara transmisi paling sering,
diikuti air terkontaminasi
Saat epidemic, bias menyebar lewat droplet faring
Awalnya poliovirus menginfeksi saluran cerna, menyebar ke
kelenjar getah bening, jarang ke SSP
Mekanisme penyebaran virus polio ke SSP belum diketahui
EPIDEMIOLOGI
Penderita 3 bulan-16 tahun, jarang pada dewasa
Laki-laki = perempuan
Perbaikan sanitasi mengurangi paparan polio pada bayi
Jika terjadi paparan polio pada individu yang belum
terproteksi antibody maternal, akan terjadi epidemic polio
FAKTOR RISIKO
POLIOMYELITIS
Imunodefisiensi
Kehamilan
Higiene dan sanitasi yang buruk
Kemiskinan
Belum diimunisasi, terutama pada usia < 5 tahun
GEJALA KLINIS
Mayoritas asimtomatik
-5% akan muncul gejala
- 10% menunjukkan gejala Gastrointesinal minor,
termasuk demam, malaise dan muntah
0.1% berkembang menjadi bentuk paralitik dari poliomyelitis
GEJALA KLINIS
Manifestasi SSP:
Kelemahan otot:
Bervariasi dari 1 otot, sekelompok otot hingga quadriplegi
Otot proksimal: tungkai lebih dominan dinading lengan
Memburuk dalam 2-3 hari, hingga 1 minggu
Keterlibatan bulbar: 5-35% terjadi disfagi, disartri dan droling
Bisa terjadi ensefalitis pada bayi
Gejala kardiovaskuler dan respirasi bulbar poliomyelitis
PEMERIKSAAN FISIK
Kelemahan motoric pada sisi yang terlibat
Tanda meningealbisa muncul pada fase awal paralisis polio
Reflex tendon menurun
Otot atrofi
Tonus menurun: asimetri
Pemeriksaan sensorik normal
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Berdasar gejala klinis
Cairan serebrospinal (CSS): lekositosis, protein meningkat, glukosa
normal
Pemeriksaan virus: sampel tinja, tenggorok, darah serologi
peningkatan 4 kali lipat IgG atau didapatkan IgM positif
Pemeriksaan tinja merupakan bagian penting untuk diagnostic
PCR dari CSS
EMG: konduksi normal-melambat , amplitude rendah-normal
TATA LAKSANA
Tidak ada terapi definitive
Terapi suportif: Pereda nyeri dan fisioterapi untuk spasme otot
Pasien dengan keterlibatan bulbar perlu monitoring ketat status
kardiovaskular dan disfungsi otonom
Ventilasi mekanik jika terjadi gagal nafas
Tata laksana komplikasi
KOMPLIKASI POLIOMYELITIS
Infeksi Saluran Kemih
Ulkus di kulit
Jejas di ekstremitas bawah
Atelektasis
Myokarditis
Postpoliomyelitis progressive muscular atrophy
Penyakit motorneuron post poliomyelitis
PERJALANAN PENYAKIT &
LUARAN
Sekitar 2/3 pasien polio tidak akan pulih kekuatan
ototnya
Semakin berat kelemahan otot saat fase akut, semakin
besar sekuel defisit neurologis. Jarang terjadi sekuel di
medulla spinalis
Mortalitas 5-10 % di era epidemic polio, 50%nya terjadi
krn lesi medulla spinalis (komplikasi kardivaskuler dan
distress nafas)
PENCEGAHAN
Vaksinasi polio
Setelah 2 dosis IPV (Salk) 90% proteksi terhadap 3 serotipe
poliovirus ; 3 dosis IPV proteksi 99%
OPV (Sabin) bereplikasi sangat baik di usus, namun kurang
efisien bereplikasi di jaringan system saraf
Satu dosis OPV proteksi thd 50% resipien, 3 dosis OPV 95%
resipien
1 dari 750.000 resipien OPV, mempunyai risiko menjadi paralitik