Oleh :
ADELA FIRDZA YAMIN
Pembimbing :
Dr.Gregorius Iwan Budiman Bomba,Sp.B
RSUD SUMBAWA
2022
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan kaki dan tangan tidak
bisa digerakkan sejak 2 hari yang lalu (29 Juni
IDENTITAS 2022), sebelumnya pasien telah dirawat di
PASIEN puskesmas, tetapi memutuskan pulang dan diantar
oleh keluarga ke RS kota.
Nama : Tn. R Kelumpuhan terjadi setelah terjatuh dari pohon
Usia : 24 tahun asam dengan ketinggian kurang lebih 25 meter.
Jenis kelamin : laki-laki Menurut keluarga, pasien ditemukan jatuh dengan
Alamat : Maronge posisi bersujud dengan kepala terbentur terlebih
Pekerjaan : -
dahulu. Setelah kejadian pasien sempat tidak sadar,
Status : belum menikah
Tanggal Masuk: 1 Juli 2022 mual (+), muntah(+), dan pasien tidak mengalami
sesak napas. Keluhan lumpuh sempat disertai rasa
tebal (+) dan kesemutan (+) pada keempat anggota
gerak. Pasien juga tidak bisa BAB dan BAK setelah
kejadian cedera. Pasien memiliki riwayat gangguan
mental organik sehingga terkadang sulit diajak
berkomunikasi.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat pasien menderita GMO sejak kecil, tidak rutin berobat.
Sering mendengar dan melihat sesuatu yang tidak tampak bagi
orang lain.
RIWAYAT KELUARGA
Riwayat hipertensi, alergi maupun diabetes mellitus disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normosefal
Telinga: simetris,
jejas (-), STATUS Abdomen distended
GENERALISATA Peristaltik (+) kesan
perdarahan (-)
Hidung: cavitas meningkat
nasi dbn
Thorax: simetris,
retraksi (-) Ekstremitas : Akral hangat,
CRT < 2 detik, edema (-)
Paru : Vesikuler, Rh
Terdapat kelemahan
-/- , Wh -/- extremitas sup & inf
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Massa otot
Kesadaran : GCS = E4 V5 M6 (15)
D S
Hipotrofi Hiportrofi
Tanda : Kaku kuduk -
Rangsang Brudzinski I - Hypertofi Hypertrofi
Meningeal Brudzinski II -
Laseque -
Kekuatan
Kernig - D S
3333 3333
1111 1111
Tonus Refleks patologis
D S Pemeriksaan D S
Hofman - -
Hipotonus Hipotonus
Trommer - -
Hipertonus Hipertonus
Babinsky + +
Chaddok - -
Refleks fisiologis Oppenheim -
-
D S Rangsang raba: sulit dievaluasi*
56
Cervical
%
Spine
4:1 Male>>
Non traumatic
• Kongential, degeneratif, (spina bifida, myelomeningocele, spondilosis vertebra, stenosis spinalis, spondilolistesis)
• Kompresi tumor, Iskemia vaskular
• polio, tuberkulosis (infekti)
• Multiple sclerosis, Transverse myelitis
• Fraktur vertebra akibat osteoporosis sekunder
• Iatrogenik
PATOFISOLOGI
KLASIFIKASI BERDASARKAN LEVEL
Antara C1-C5 Respiratory failure, kuadriplegi
Antara C5-C6 Paralisis kaki, pergelangan, abduksi bahu dan fleksi
siku yang lemah
Antara C6-C7 Paralisis kaki, pergelangan dan tangan tapi fleksi
bahu dan siku masih bisa dilakukan, hilang refleks
bisep
Antara C7-C8 Paralisis kaki dan tangan
C8-T1 Horner syndrome. Paralisis kaki
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
DIAGNOSIS
BANDING
Syok neurogenik Syok hipovolemik
Hipotensi4/5 Hipotensi
Bradikardi Takikardi
Arefleksia Normo refleks
Respon terhadap penggantian
Respon terhadap vasopressor volume
5
Diagnosis banding lain5/terhadap cedera spinal adalah diseksi aorta,
infeksi epidural (spinal epidural abscess) dan infeksi subdural (empiema
subdural), hanging injuries dan strangulasi, trauma leher, infeksi medula
spinalis
TATALAKSANA PRE-HOSPITAL
Terapi inisial dari pasien dengan cedera medulla spinalis terfokus pada dua aspek –
MENCEGAH kerusakan lebih lanjut dan RESUSITASI
• Imobilisasi dengan membatasi gerakan lain saat di tempat kejadian, gunakan hard collar
neck, bantal pasir di kedua sisi kepala, atau vertebral brace bila tersedia. Rujuk <8 jam
setelah kegawatan tertangani
TATALAKSANA HOSPITAL
MANAGEMENT
• Primary Survey and Resuscitation—ATLS, Assessing Spine Injuries
• Secondary Survey — Neurologic Assessment
• Examination for Level of Spinal Cord Injury
• Laboratory and Spinal Imaging
• Treatment Principles for Patients with Spinal Cord Injuries
TATALAKSANA
• Airway : Jaga potensi jalan napas, (Resiko sesuai level
Medikamentosa:
cedera, keputusan untuk Intubasi • Analgesik kuat( mis.morfin sulvat iv
Intervensi Airway
loading dose 2-10 mg, rumatan 2-4
• Breathing: Terapi O2, ventilator apabila diperlukan,
mg setiap 1-2 jam atau infus 2-30
medikamentosa (bronkodilator), posisi dan mobilisasi,
mg/jam
Tahanan sputum • Kortikosteroid
• Circulation: Tanda-tanda hipotensi untuk menilai syok
Awitan<3 jam: MP iv 30 mg/kgbb bolus
hipovolemik( cairan kristaloid) atau syok neurogenik
15 menit jeda 45 menit, lalu infus
(vasopressor). Jika syok neurogenik, pertahankan MAP 85-
kontinyu 5,4 mg/kgbb/jam selama 23
90mmHg pada 7 hari pertama
jam
• Pasang kateter folley untuk pantau hasil urin dan cegah
Awitan 3-8 jam: dosis dan cara yang
retensi
sama tapi kontinyu infus 47 jam
• Pasang NGT (hati-hati pada cedera servikal) untuk
dekompresi lambung pada distensi, dan nutrisi enteral
• Spinal alignment misal cervical fiksasi dengan collar neck
• Dekompresi dan stabilisasi spinal dengan cara tertutup, bila
gagal lakukan open reduction
• Rehabilitasi: bladder training, bowel training, latihan otot
pernapasan
• Cegah terjadi ulkus dekubitus dan DVT
KOMPLIKAS • Spastisitas, nyeri neuropatik, disrefleksi
otonomik, disfungsi berkemih, ulkus
I dekubitus
Operasi juga sudah direncanakan dengan perencanaan rujuk mengingat adanya fraktur yang
pecahan tulangnya menekan medulla spinalis dan gambaran neurologis buruk pada pasien. Tapi keluarga
pasien menolak
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera medula
spinalis. Pada pasien, terapi rehabilitasi yang diberikan adalah . Imobilisasi cervical dengan cervical
orthosis, Proper positioning, Leg rolling / 2 jam dengan cervical orthosis dan positif ROM exercise.
Kembali dilakukan pemeriksaan di bangsal terutama di bagian dermatom dan miotom dengan hasil motorik
melemah hingga menghilang sama sekali sesuai miotom dari lesi C5 ke bawah, dan dermatom sensoris hipoest
setinggi C5 ke bawah. Disfungsi sfingter juga masih terjadi saat pasien di bangsal
Melihat dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, keparahan trauma medulla spinalis pasien dapat diklasifikasika
sebagai spinal cord injury Frankel B, ASIA impairment scale B karena hilangnya fungsi motorik sampai S4-S5
tetapi beberapa sensorik terutama rangsang raba masih ada walaupun hipoestesi. Untuk sindrom Medulla pasie
masuk dalam kriteria anterior cord syndrome dengan gejala parese LMN setinggi lesi (C5), UMN dibawah lesi
gangguan sensorik untuk nyeri (jaras spinothalamikus) berkurang, dan disfungsi sfingter.
Terapi cedera medula spinalis pada pasien yang diberikan pertama adalah imobilisasi (pemasangan colar neck)
dan resusitasi hemodinamik akibat syok neurogenik dengan Vasopressors norepinephrine) .Setelah syok teratas
penanganan farmakologis yang diberikan adalah pemberian methylprednisolon yang dinilai dapat
mempertahankan fungsi sensoris dan motoris yang tersisa. Selain itu penanganan simptomatis lain telah
diberikan seperti pemberian alagetik
Operasi juga sudah direncanakan dengan perencanaan rujuk mengingat adanya fraktur yang pecahan tulangnya
menekan medulla spinalis dan gambaran neurologis buruk pada pasien. Tapi keluarga pasien menolak.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera medula spinalis. Pada
pasien, terapi rehabilitasi yang diberikan adalah . Imobilisasi cervical dengan cervical orthosis, Proper
positioning, Leg rolling / 2 jam dengan cervical orthosis dan positif ROM exercise
TERIMA KASIH