Anda di halaman 1dari 32

Participatory

Planning Concept
Latar Belakang
• Pendekatan Pembangunan ‘Top-down’  Kekuasaan sentralistik  peran serta
masyarakat rendah
• Pembangunan berkelanjutan  Kekuasasan desentralistik  peran serta
masyarakat menjadi penting (UU No. 22 tahun 1992 (UU No. 32 tahun 2004) 
Otda, desentralisasi daerah)
• UU No. 26 tahun 2007  “Penataan Ruang” pasal 65 (1)  Penyelenggaraan
penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran Masyarakat
• Versi UU No. 24 tahun 1992 pasal 12  “Penataan Ruang dilakukan Pemerintah &
Masyarakat”
• UU No. 32 tahun 2004  “Pemerintah Daerah” pasal 139 (1)  “Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan
atau pembahasan rancangan Perda”
Definisi, Konsep, dan Tujuan
Definisi Perencanaan Partisipatif

• Abe (2002): Perencanaan partisipatif adalah • Guijt (1998:1) "Participatory development is


perencanaan yang dalam tujuannya to increase the involvement of socially
melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam and economically marginalized peoples in
prosesnya melibatkan rakyat (baik secara decision making over their own lives“
langsung maupun tidak langsung). Tujuan (Cook & Kothari, 2001)
dan cara harus dipandang sebagai satu • World Bank (1994) participation as process
kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan through which stakeholders influence and
share control over development initiatives,
rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan decisions and resources that affect their
masyarakat, maka akan sulit dipastikan lives“ (McCracken & Narayan,1998)
bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat. • “Berbagai kegiatan masyarakat, yang
• “Participatory planning is part of the timbul atas kehendak dan keinginan
decentralisation process and it aims to
sendiri di tengah masyarakat untuk
berminat dan bergerak dalam
identify the critical problems, joint priorities, penyelenggaraan penataan ruang” (PP
elaboration and adoption of a socio‐economic 69/96, pasal 1 no. 11)
development strategies.” (Thomas &
Benkapurdi)
Mengapa Partisipatif?

Diana Conyers (1994;154):


• Partisipasi masyarakat
merupakan suatu alat guna
memperoleh informasi
mengenai kondisi,
kebutuhan dan sikap
masyarakat setempat yang
tanpa kehadirannya
program-program
pembangunan akan gagal.
Mengapa Partisipatif?

• Masyarakat akan lebih mempercayai


program pembangunan jika merasa
dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaanya, karena mereka akan
lebih mengetahui seluk beluk program
tersebut dan akan mempunyai rasa
memiliki terhadap program tersebut.
• Pelibatan masyarakat dalam
pembangunan merupakan hak
demokrasi.
Ciri-Ciri dan Dampak
Ciri-Ciri Perencanaan Partisipatif (Abe 2002,
Wicaksono 2001, Purnamasari 2008 dalam Idajati, 2014)

1. Community Centris
• Perencanaan program
berdasarkan pada masalah
dan kebutuhan yang
dihadapi masyarakat.
• Perencanaan disiapkan
dengan memperhatikan
aspirasi masyrakat yang
memenuhi sikap saling
percaya dan terbuka.
Ciri-Ciri Perencanaan Partisipatif (Abe 2002,
Wicaksono 2001, Purnamasari 2008 dalam Idajati, 2014)

2. Partisipatoris
• Setiap masyarakat melalui
forum pertemuan,
memperoleh peluang yang
sama dalam sumbangan
pemikiran tanpa dihambat
oleh kemampuan bicara,
waktu dan tempat.
Ciri-Ciri Perencanaan Partisipatif (Abe 2002,
Wicaksono 2001, Purnamasari 2008 dalam Idajati, 2014)

3. Dinamis
• Perencanaan mencerminkan
kepentingan dan kebutuhan
semua pihak.
• Proses perencanaan
berlangsung secara
berkelanjutan dan proaktif.
Ciri-Ciri Perencanaan Partisipatif (Abe 2002,
Wicaksono 2001, Purnamasari 2008 dalam Idajati, 2014)

4. Sinergisitas
• Harus menjamin keterlibatan
semua pihak.
• Selalu menekankan kerjasama
antar wilayah administrasi dan
geografi.
• Setiap rencana yang akan
dibangun sedapat mungkin
mejadi kelengkapan yang sudah
ada, sedang atau dibangun.
Ciri-Ciri Perencanaan Partisipatif (Abe 2002,
Wicaksono 2001, Purnamasari 2008 dalam Idajati, 2014)

5. Legalitas
• Perencanaan pembangunan
dilaksanakan dengan mengacu pada
semua peraturan yang berlaku.
• Menjunjung etika dan tata nilai
masyarakat.
• Tidak memberikan peluang bagi
penyalahgunaan wewenang dan
kekuasaan.
Ciri-Ciri Perencanaan Partisipatif (Abe 2002,
Wicaksono 2001, Purnamasari 2008 dalam Idajati, 2014)

6. Fisibilitas
• Perencanaan harus bersifat spesifik,
terukur, dapat dijalankan, dan
mempertimbangkan waktu.
Ciri-Ciri Perencanaan Partisipatif (Abe 2002,
Wicaksono 2001, Purnamasari 2008 dalam Idajati, 2014)

7. Adanya proses politik melalui


upaya negoisasi atau urun
rembuk yang pada akhirnya
mengarah pada pembentukan
kesepakatan bersama (collective
agreement).
8. Adanya usaha membangun
masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat melalui kegiatan
pembelajaran kolektif yang
merupakan bagi dari proses
demokratisasi.
Dampak Positif Participatory Planning (Anon, 2000; Blumenthal, 2000,
Dovers, 2000; Kapoor, 2001; serta UNDP, 2000), Thomsen (2003))

• Partisipasi memperluas basis


pengetahuan dan
representasi.
• Partisipasi membantu
terbangunannya transparansi
komunikasi dan hubungan-
hubungan kekuasaan di
antara para stakeholders.
Dampak Positif Participatory Planning (Anon, 2000; Blumenthal, 2000,
Dovers, 2000; Kapoor, 2001; serta UNDP, 2000), Thomsen (2003))

• Partisipasi dapat meningkatkan


pendekatan iteratif dan siklikal
dan menjamin bahwa solusi
didasarkan pada pemahaman
dan pengetahuan lokal.
• Partisipasi akan mendorong
kepemilikan lokal, komitmen dan
akuntabilitas. 
• Partisipasi dapat membangun
kapasitas masyarakat dan modal
sosial. 
Dampak Negatif Participatory Planning (Anon, 2000; Blumenthal,
2000, Dovers, 2000; Kapoor, 2001; serta UNDP, 2000), Thomsen (2003)

• Proses partisipasi dapat digunakan


untuk memanipulasi sejumlah besar
warga masyarakat.
• Partisipasi dapat menyebabkan
konflik.
• Partisipasi dapat menjadi mahal dalam
pengertian bahwa waktu dan biaya
yang dikeluarkan dipersepsikan
sebagai sesuatu yang mahal bagi
masyarakat lokal.
• Partisipasi dapat memperlemah
(disempower) masyarakat.
Tingkat Partisipasi dan Kriteria Kesuksesannya
EIGHT RUNGS ON THE LADDER OF CITIZEN PARTICIPATION
Source: A Ladder of Citizen Participation (Sherry Arnstein, 1969)

“Citizen Participation
Without Citizen Power
Are Meaningless”
Tangga Dalam Partisipasi Masyarakat (Sherry
Arnstein,1969)

• Dideteksi adanya proses


partisipasi yang hanya
sekedar ritual saja
• Di Amerika proses
“partisipasi kosong” telah
terjadi pada 1000 kasus
community action program
The Participation Planning Level
Arnstein, Sherry (1969)
Manipulation
First Ladder: Nonparticipation
Man
ipula
tion

Manipulation :
Therapy

The community pretend participate in the planning


Informing process by use their identity.
Suatu keadaan dimana masyarakat dimanipulasi untuk
Consultation
merasa berpartisipasi
Tidak ada keterlibatan masyarakat
Placation
 Studi kasus Negro Removal Plan

Partnership

Delegated Power

Citizen Control
The Participation Planning Level
Arnstein, Sherry (1969)
Man
ipula
tion

First Ladder: Nonparticipation


Therapy Therapy :

Informing Suatu keadaan dimana masyarakat, alih-alih


diberikan hak untuk berpartisipasi (bersuara),
Consultation masyarakat justru dimasukkan dalam sebuah grup
terapy (seakan—akan ada partsipasi masyarakat)
yang bertujuan agar masyarakat tidak bersuara
Placation

Pemerintah memberikan arahan kepada masyarakat


Partnership terkait kebijakan/program yang akan dilakukan
tanpa pelibatan masyarakat
Delegated Power

Citizen Control
The Participation Planning Level
Arnstein, Sherry (1969)
Man
ipula
tion

Therapy Second Ladder: Tokenism


Informing :
Informing  Suatu keadaan dimana masyarakat diberikan
informasi mengenai hak, kewajiban dan opsi
Consultation terhadap suatu pembangunan
 Kelemahannya adalah: tidak ada feedback
Placation yang dapat disampaikan oleh masyarakat
(one way)
Partnership

Delegated Power

Citizen Control
The Participation Planning Level
Arnstein, Sherry (1969)

Second Ladder: Tokenism


Man
ipula
tion

Consultation:
Therapy

 Suatu keadaan dimana masyarakat diberikan


Informing
informasi mengenai hak, kewajiban dan opsi
terhadap suatu pembangunan dan diminta opini
Consultation mengenai sesuatu
 Kelemahannya adalah: sebagian besar pendapat
Placation mereka tidak terlaksana (tidak diambil sebagai
kebijakan)
Partnership  Masyarakat memberikan ide pembangunan
kepada pemerintah tetapi belum diperhitungkan
Delegated Power

Citizen Control
The Participation Planning Level
Arnstein, Sherry (1969)
Man
ipula

Second Ladder: Tokenism


tion

Therapy Placation :

Informing  Suatu keadaan dimana masyarakat


mempunyai perwakilan pada lembaga
Consultation
pengambil kebijakan
 Kelemahannya adalah: apabila orang
yang dikirim merupakan minoritas
Placation kesempatan pendapat untuk
didengarkan sangat kecil
Partnership
 Masyarakat memberikan ide
pembangunan kepada pemerintah dan
Delegated Power telah mejadi perhitungan dalam
penyusunan kebijakaan
Citizen Control
The Participation Planning Level
Arnstein, Sherry (1969)
Man

Third Ladder: Citizen Power


ipula
tion

Therapy Partnership:

 Suatu keadaan dimana


Informing
masyarakat dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan dan tanggung
Consultation jawab pada suatu program
 Kelemahannya adalah: harus ada pemimpin
Placation dalam komunitas yang memperjuangkan
secara presistent, atau apabila tdk ada
minimal komunitas bisa menghire
Partnership pengacara, engineer, dll
Delegated Power
 Adanya Kerjasama pemerintah dengan
masyarakat dalam usaha perencanaan dan
pelaksanaan kebijakan dengan arahan dari
Citizen Control
pemerintah
The Participation Planning Level
Arnstein, Sherry (1969)

Third Ladder: Citizen Power


Man
ipula
tion

Delegated Power :
Therapy

Suatu keadaan dimana masyarakat


mampu
Informing
bernegosiasi dan mampu mengambil
Consultation keputusan yang lebih dominan, dimana
pemegang kekuasaan mau bernegosiasi pada tahapan
proses bukan memaksakan hasil akhir
Placation

Kerjasama pemerintah dengan masyarakat dengan


Partnership
masyarakat memiliki control terbesar

Delegated Power
Citizen Control
The Participation Planning Level
Arnstein, Sherry (1969)
Man
ipula

Third Ladder: Citizen Power


tion

Therapy Citizen Control

Informing Suatu keadaan dimana masyarakat mempunyai


total kontrol pada suatu program semisal:
Consultation
program pengamanan sekolah, pengamanan
lingkungan, dll
Placation
Inisiatif, pelaksanaan dan pengawasan
perencanaan oleh masyarakat.
Partnership

Delegated Power

Citizen Control
Ma
nip
ula
Tidak ada keterlibatan masyarakat
tio
n
Pemerintah memberikan arahan kepada masyarakat terkait
Therapy
kebijakan yang akan dilakukan
Pemerintah memberikan informasi kepada masyarakat
Informing
terkait kebijakan yang akan dilakukan
Masyarakat memberikan ide pembangunan kepada
Consultation
pemerintah tetapi belum diperhitungkan
Masyarakat memberikan ide pembangunan kepada pemerintah
Placation dan telah mejadi perhitungan dalam penyusunan kebijakan
Kerjasama pemerintah dengan masyarakat dalam usaha
Partnership perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dengan arahan dari
pemerintah
Kerjasama pemerintah dengan masyarakat dengan
Delegated Power
masyarakat memiliki control terbesar
Inisiatif, pelaksanaan dan pengawasan
Citizen Control
perencanaan oleh masyarakat
Kerangka Kerja dan Kriteria Kesuksesan Partisipatif dalam
Perencanaan Kolaboratif (Faehnle dan Tyrvainen, 2013)

No Kriteria Kesuksesan Hal yang diperhatikan


1 Proses partisipasi - Memberdayakan pihak yang terkait (masyarakat, pemerintah, swasta)
sebanding dengan usaha - Setiap pihak mendapatkan keuntungan dari proses partisipasi dari sudut
pandang masing-masing
2 Aksesibilitas Informasi - Setiap pihak mendapatkan informasi yang tepat
- Penyampaian informasi disampaikan pada waktu yang tepat
- Setiap pihak mendapatkan informasi mengenai kesempatan dan perannya
dalam proses partisipasi
3 Kecukupan kesempatan - Melakukan upaya khusus untuk melibatkan orang-orang yang tidak
untuk berpartisipasi mampu untuk berpartisipasi
4 Pembelajaran dalam - Proses partisipasi bersifat edukatif (terdapat proses pertukaran informasi
masyarakat dan ilmu terkait proses partisipasi)
- LSM berperan aktif dalam penyampaian informasi kepada masyarakat
terkait
Thank You
Daftar Pustaka

• Abe, Alexander. 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif. Solo: Penerbit Pondok Edukasi.
• Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pembaruan.
• Arnstein, Sherry. 1969. A Ladder of Citizen Participation. https://www.planning.org/pas/memo/2007/mar/pdf/JAPA35No4.pdf, diakses tanggal 5
Desember 2013.
• Conyers, Diana. 1994. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
• Cooke, B dan Kothari, U. 2001. Participation: the New Tyranny?. London: Zed Books.
• Faehnle, Maija dan Tyrvainen, Liisa. 2013. A Framework For Evaluating and Designing Collaborative Planning. Land Use Policy, Vol 34, pp 332-
341.
• Purnamasari, Irma. 2008. Studi Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi.
http://eprints.undip.ac.id/17845/1/IRMA_PURNAMASARI.pdf, diakses tanggal 5 Desember 2013.
• Majale, Michael. 2009. Developing Participatory Planning Practice in Kitale, Kenya.
www.unhabitat.org/downloads/.../grhs2009casestudychapter04kitale.pdf, diakses tanggal 5 Desember 2013.
• Mardhatillah Umar, Ahmad Rizky. Mendorong Perencanaan Desa Partisipatif Pengalaman Pendampingan Penyusunan RPJM-Desa di Desa
Demen, Kulon Progo, DIY.
http://www.academia.edu/2499243/Mendorong_Perencanaan_Partisipatif_di_Desa_Pengalaman_Pendampingan_di_Desa_Demen_Kulon
_Progo, diakses tanggal 5 Desember 2013.
• Rietbergen-McCracken, J. dan Narayan, D.. 1998. Participation and Social Assessment Tools and Techniques.
info.worldbank.org//etoolsdocs/library/238582/toolkit.pdf, diakses tanggal 5 Desember 2013.
• Thomas, Kurian dan Bendapudi, Ramkumar. Tanpa Tahun. Participatory Planning.
http://www.sasanet.org/documents/Tools/Participatory%20Planning.pdf, diakses tanggal 5 Desember 2013.

Anda mungkin juga menyukai