Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN IV

KLASIFIKASI IKLIM
PENDEKATAN KLASIFIKASI IKLIM

- Ragam iklim pada berbagai tempat di dunia ditentukan oleh gabungan


proses atmosfer. Untuk memperoleh pemetaan daerah iklim maka perlu
mengidentifikasi dan mengklasifikasi jenis iklim.

- Thornwaite (1933) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah


menetapkan jenis iklim ditinjau dari unsur iklim yang benar-benar aktif
terutama suhu dan curah hujan. Dengan demikian unsur suhu dan curah
hujan banyak digunakan untuk menentukan jenis iklim.

- Klasifikasi iklim biasanya dikaitkan dengan pola tanam. Beberapa jenis


klasifikasi iklim antara lain : Klasifikasi iklim Koppen, Thornthwaite, Mohr,
Schimdt-Ferguson, dan Oldeman.
2. KLASIFIKASI IKLIM DUNIA

A. KLASIFIKASI IKLIM KOPPEN

- Wladimir Koppen (1846 – 1940) dan seorang ahli biologi Jerman melakukan
peneltian pertama kali mengenai klasifikasi iklim dunia (1900) berdasarkan
daerah tanaman. Kemudian pada tahun 1918 disempurnakan dengan
memperhitungkan unsur suhu dan curah hujan dengan memperhatikan
karakteristik dari kedua unsur tersebut.

- Sistem klasifikasi iklim Koppen terdiri atas lima jenis iklim yaitu :
A : Iklim Hutan Hujan Tropis (Tropical Rain Forest Climate)
B : Iklim Kering (Dry Climate)
C : Iklim Hutan Hujan Sedang ( Subtropical Rain Forest Climate)
D : Iklim Hujan Salju ( Sub Artic Cimate)
E : Iklim Kutub (Polar Climate)

- Untuk menyatakan jenis iklim utama, maka Koppen menambahkan satu


sampai dua huruf di belakang setiap jenis kelompok iklim, sebagai berikut :
Klasifikasi Iklim Koppen
Jenis Iklim Sifat
Koppen
Af Iklim Hutan Hujan Tropis. Umumnya sangat panas, hujan dalam
seluruh musim
Am Iklim Monsun Tropis, Umumnya sangat panas, hujan berlebihan
menurut musimnya.
Aw Iklim Savana Tropis. Umumnya sangat panas dan kering menurut
musimnya .
BSh Iklim Stepa Tropis. Agak kering dan sangat panas
BSk Iklim Stepa Lintang Tengah. Agak kering, dingin atau sangat dingin.
BWh Iklim Gurun Tropis. Kering dan sangat panas.
BWk Iklim Gurun Lintang Tengah. Kering dan dingin sampai sangat dingin
Cfa Iklim Subtropis Lembab. Saat musim dingin sejuk, lembab dalam
seluruh musim, dan saat musim panas yang panjang dan sangat
panas.
Cfb Iklim Marine. Saat musim dingin sejuk, lembab dalam seluruh
musim, musim panas yang sangat panas.
Klasifikasi Iklim Koppen (lanjutan)

Jenis Iklim Sifat


Koppen
Cfc Iklim Marine. Musim dingin yang sangat sejuk, lembab dalam
seluruh musim, musim panas yang pendek dan dingin.
Csa Iklim Mediteranian pedalaman . Musim dingin yang sejuk, musim
panas yang yang kering dan sangat panas.
Csb Iklim Mediteranian pantai. Musim dingin yang sejuk, musim panas
yang yang kering, pendek, dan sangat panas.
Cwa Iklim monsun subtropis. Musim dingin yang sejuk dan kering,
musim panas yang sangat panas.
Cwb Iklim dataran tinggi tropis. Musim dingin yang sejuk dan kering,
musim panas yang pendek dan panas.
Dfa Iklim daratan lembab. Iklim dingin yang sangat dingin, lembab
dalam seluruh musim, musim panas yang panjang dan sangat
panas.
Dfb Iklim daratan lembab. Iklim dingin yang sangat dingin, lembab
dalam seluruh musim, musim panas yang pendek dan panas.
Klasifikasi Iklim Koppen (lanjutan)
Jenis Iklim Sifat
Koppen
Dfc Iklim Subartik. Musim dingin yang sangat dingin, lembab dalam
seluruh musim, musim panas yang pendek dan dingin.
Dfd Iklim Subartik. Musim dingin yang sangat dingin, lembab dalam
semua musim, musim panas yang pendek.
Dwa Iklim daratan lembab. Musim dingin yang sangat dingin dan kering,
musim panas yang panjang dan sangat panas.
Dwb Iklim daratan lembab. Musim dingin yang sangat dingin dan kering,
musim panas yang panas.
Dwe Iklim Subartik. Musim dingin yang sangat dingin dan kering, musim
panas yang pendek dan dingin.
Dwd Iklim Subartik. Musim dingin yang sangat dingin dan kering, musim
panas yang pendek dan dingin.
ET Iklim Tundra. Musim panas yang sangat pendek .

EF Iklim es kekal atau iklim salju


H Iklim Kutub terkait dengan ketinggian tempat.
Prosentase Wilayah Jenis Iklim Koppen

Jenis Iklim Prosentase Jumlah


Koppen Wilayah
Af 23,0 %
Aw 13,1% 36,1 %
BS 6,7 %
BW 3,9% 10,6 %
Cw 2,5%
Cs 2,6 % 27,2 %
Cf 22,1 %
Df 5,8 %
Dw 1,5 % 7,3 %
ET 13, 4 %
EF 5,4 18,8 %
- Berdasar tabel di atas menunjukkan bahwa Iklim Tropis (A) mencakup wilayah
paling luas sebesar 36,1 % yaitu jenis iklim Af 23,0 % dan Aw 13,1 %. Dengan
demikian sepertiga bagian dari permukaan bumi mempunyai iklim tropis.
Jadi berdasarkan klisifikasi iklim Koppen ternyata iklim tropis merupakan bagian
terbesar di permukaan bumi.

- Wilayah terluas kedua adalah jenis iklim C yaitu sebesar 27,2 % terdiri dari
jenis iklim Cw 2,5 %, Cs 2,6 %, dan Cf 22,1 %,

- Wilayah terluas ketiga adalah iklim Kutub dengan prosentase sebesar 18,8 %
terdiri dari jenis iklim ET 13,4 % dan EF seluas 5,4%.

- Jenis iklim kering (B) dan iklim hutan salju (D) merupakan jenis iklim yang
wilayahnya paling kecil, yaitu jenis iklim B sebesar 10,6 % terdiri dari BS 6,7 %
dan BW 3,9 %, sedangkan jenis iklim D mencakup wilayah seluas 7,3 % terdiri dari
jenis iklim Df 5,8 % dan Dw 1,5 %.
. KLASIFIKASI IKLIM THORNTHWAITE

- Ahli klimatologi Amerika Serikat C.W Thornthwaite (1899 – 1963) membuat


klasifikasi iklim dengan lebih sederhana. Dikemukakan bahwa tanaman tidak
hanya ergantung pada jumlah presipitasi tetapi juga jumlah penguapan.

- Thornthwaite (1933) menghitung Nisbah efektifitas presipitasi (nisbah P-E)


yaitu jumlah presipitasi bulanan (P) dibagi dengan jumlah penguapan bulanan
(E) atau :
Nisbah P – E = P/E

- Jumlah Nisbah P – E selama setahun (12 bulan) disebut Indeks P – E


Menurut Thornthwaite hubungan antara presipitasi (P), penguapan (E), dan
suhu (T) adalah :
P P 10/9
Nisbah P - E = ---- = 11,5 ----------
E T – 10

P = Presipitasi bulanan rata-rata (dalam inci)


E = Penguapan bulanan rata-rata (dalam inci)
T = Suhu bulanan rata-rata (dalam ⁰F)
- Jika P/E dikalikan dengan 10, maka Nisbah P – E adalah :

P 10/9
Nisbah P - E = 115 ----------
T – 10

sehingga Indeks P – E adalah :

12 Pᵢ 10/9 P = presipitasi (inci)


Indeks P - E = ∑ 115 ---------- T = suhu (⁰F)
i=1 Tᵢ – 10 i = 1, 2, 3, ......... 12

- Dengan menghitung Indeks P – E, Thornthwaite mengklasifikasikan jenis iklim


sebagai berikut :
Klasifikasi Jenis Iklim Thornthwaite Berdasar Indeks P - E
Indeks P – E Jenis Sifat Karakteristik
Iklim Tanaman
≥ 128 A Basah Rain forest
64 - 127 B Lembap Forest
32 - 63 C Kurang Lembap Padang rumput
16 - 31 D Agak kering Stepa
< 16 E Kering Gurun

- Thornthwaite juga meninjau jenis iklim dari suhu, sehingga Nisbah T – E = T/E :

T - 32 12 Tᵢ - 32
Nisbah T - E = ------- dan Indeks T – E = ∑ -----------
4 i=1 4

T = suhu bulanan rata-rata (dalam ⁰F)


E = penguapan bulanan rata-rata (dalam inci)
i = 1, 2, 3, ......... 12
Klasifikasi Jenis Iklim Thornthwaite Berdasar Indeks T - E
Indeks T – E Jenis Iklim Iklim
≥ 128 A’ Tropis
64 - 127 B’ Mesotermal
32 - 63 C’ Mikrotermal
16 - 31 D’ Taiga
1 - 15 E’ Tundra
0 F’ Salju

- Gabungan antara klasifikasi iklim Thornthwaite dengan Indeks P – E dan


Indeks T –E, misalnya
BA’ : Iklim tropis lembap
BB’ : Iklim mesotermal lembap
CA’ : Iklim tropis kurang lembap
DA’ : Iklim tropis agak kering
DB’ : Iklim mesotermal agak kering
dan seterusnya.
. KLASIFIKASI IKLIM DI INDONESIA
- Klasifikasi iklim menurut Koppen dan Thornthwaite didasarkan atas dua
unsur iklim yaitu suhu dan curah hujan. Di Indonesia suhu udara sepanjang
tahun hampir konstan sedangkan curah hujan dari waktu ke waktu mempunyai
variasi yang tinggi dan juga tergantung pada musimnya. Oleh karena itu untuk
menentukan klasifikasi iklim di Indonesia pada umumnya hanya menggunakan
data curah hujan.

- Beberapa klasifikasi iklim di Indonesia yang sering digunakan dalam aplikasi


di bidang pertanian antara lain adalah klasifikasi iklim Mohr. Schimidt –
Ferguson, dan Oldeman.

- Klasifikasi iklim Mohr menggunakan kriteria bulan basah dan bulan kering
dikaitkan dengan kelembapan tanah.
Schimdt-Ferguson (1951) menentukan jenis iklim berdasarkan jumlah bulan
kering dan bulan basah sesuai dengan kriteria Mohr dan memperoleh delapan
jenis iklim dari iklim basah sampai iklim kering.
Oldeman (1975) juga menggunakan unsur curah hujan sebagai dasar untuk
menentukan klasifikasi iklim di Indonesia.Klasifikasi iklim Oldeman lebih
ditujukan untuk bidang pertanian tanaman pangan, sehingga klasifikasi iklim
Oldeman sering disebut klasifikasi iklim pertanian (Agroclimatic Classification).
A. KLASIFIKASI IKLIM MOHR

- Berdasarkan penelitian kelembapan tanah, Mohr menentukan kriteria bulan


basah dan bulan kering sebagai berikut :

 Bulan Basah adalah jika jumlah curah hujan dalam 1 bulan lebih dari 100 mm,
jumlah curah hujan ini melampaui jumlah penguapan selama satu bulan.
 Bulan Kering adalah jika jumlah curah hujan dalam 1 bulan kurang dari 60 mm,
karena jumlah penguapan melampaui jumlah curah hujan yang umumnya
berasal dari dalam tanah.
 Jika jumlah curah hujan dalam 1 bulan antara 60 mm dan 100 mm maka bulan
tersebut disebut Bulan Lembap.

-Berdasarkan kriteria tersebut langkah untuk menentukan klasifikasi Iklim


adalah menentukan bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering dari sejumlah
data (time series data) yang akan dianalisis. Selanjutnya dihitung rata-rata
bulanannya. Sayangnya Mohr tidak menentukan nilai batas jenis iklimnya,
sehingga tidak dapat dibuat pewilayahan iklimnya.
. KLASIFIKASI IKLIM SCHIMDT-FERGUSON
- Dalam menentukan klasifikasi iklim, Schimdt – Ferguson (1951) menggunakan
kriteria bulan basah dan bulan kering seperti yang ditentukan oleh Mohr,
yaitu :
Bulan Basah adalah jika jumlah curah hujan dalam 1 bulan lebih dari
100 mm.
Bulan Kering adalah jika umlah curah hujan dalam 1 bulan kurang dari
60 mm
Jika jumlah curah hujan dalam 1 bulan antara 60 mm dan 100 mm, maka
disebut Bulan Lembap.

- Schmidt-Ferguson menghitung banyaknya bulan basah dan bulan kering


tiap-tiap tahun, selanjutnya masing2 dihitung rata-ratanya. Data yang
digunakan untuk analisis sebaiknya lebih dari 10 tahun.
Contoh : Tahun ke 1 jumlah bulan basah 7 bulan
Tahun ke 2 jumlah bulan basah 9 bulan ..... dst
Tahun ke n jumlah bulan basah 6 n bulan, maka :
Jumlah rata-rata bulan basah adalah : 7 + 6 + ..... + n
n
n = jumlah tahun pengamatan (data). Demikian juga dengan cara
yang sama untuk menghitung jumlah rata-rata bulan kering.
- Untuk menentukan jenis iklimnya, Schmmidt – Ferguson menggunakan nilai
perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering dan jumlah rata-rata bulan
basah (Q).
Jumlah rata-rata bulan kering
Q = ---------------------------------------
Jumlah rata-rata bulan basah

- Berdasar nilai Q dari hasil perbandingan di atas, maka Schmidt-Ferguson


telah menentukan kriteria (batasan) jenis iklim Schmidt Ferguson sebagai
berikut :
Jenis Kriteria Jenis Kriteria
Iklim (Nilai Q) Iklim (Nilai Q)
A 0 ≤ Q < 0,143 E 1,000 ≤ Q < 1,670
B 0,143 ≤ Q < 0,333 F 1,670 ≤ Q < 3,000
C 0,333 ≤ Q < 0,600 G 3,000 ≤ Q < 7,000
D 0,600 ≤ Q < 1,000 H 7,000 ≤ Q
Contoh klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson di beberapa kota di Pulau Jawa
berdasar data tahun 1967 – 1976
Tempat Ketinggian (m) Q (%) Iklim S - F
Serang 25 28,0 B
Jakarta 7 49,3 C
Bogor 237 2,6 A
Bandung 730 27,7 B
Indramayu 10 73,7 D
Semarang 2 31,6 B
Cilacap 6 23,0 B
Solo 104 46,6 C
Yogyakarta 113 59,4 C
Surabaya 0 83,3 D
Malang 445 64,2 D
Madiun 66 62,1 D
Banyuwangi 5 132,6 E
Jember 83 40,2 C
C. KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN

- Seperti halnya Schmidt – Ferguson, Oldeman (1975) dalam menentukan


klasifikasi ikim juga hanya menggunakan data curah hujan. Klasifikasi iklim
Oldeman terutama ditujukan untuk aplikasi pertanian tanaman pangan
(padi dan palawija). Padi sawah dengan curah hujan sebesar 200 mm per
bulan dianggap cukup untuk dapat dibudidayakan, sedangkan untuk palawija
jumlah curah hujan minimal yang diperlukan adalah 100 mm per bulan.

- Kriteria klasifikasi tipe iklim Oldeman didasarkan pada banyaknya Bulan Basah
(BB) dan Bulan Kering (BK) berturut-turut dalam satu tahun yang batasannya
memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman.

- Konsep yang dikemukakan Oldeman adalah sebagai berikut :


 Padi sawah membutuhkan air rata-rata 145 mm/bulan pada musim hujan.
 Palawija membutuhkan air rata-rata 50 mm/bulan pada musim kemarau.
 Hujan bulanan yang diharapkan mempunyai peluang kejadian 75% sama
dengan 0.82 kali rata-rata bulanan dikurangi dengan 30.
- Dengan menggunakan data deret waktu (time series) curah hujan bulanan
dalam jangka panjang, maka berdasar konsep tersebut di atas dapat dihitung
nilai minimal curah hujan bulanan yang diperlukan untuk padi sawah
maupun
palawija (X), yaitu :
Padi sawah : 145 = 1.0 (0.82 X – 30)  X = 213 mm per bulan
Palawija : 50 = 0.75 (0.82 X – 30)  X = 118 mm per bulan

Nilai X tersebut selanjutnya dibulatkan menjadi 200 mm dan 100 mm


sebagai batasan minimal nilai Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK).

- Bulan Basah (BB) didefinisikan sebagai bulan yang mempunyai curah hujan
lebih atau sama dengan 200 mm/bulan, sedangkan Bulan Kering (BK) adalah
bulan yang mempunyai curah hujan sama atau kurang dari 100 mm/bulan.

- Dari nilai tersebut Oldeman menetapkan 5 (lima) jenis tipe iklim yaitu A, B, C,
D, dan E menurut banyaknya bulan basah dan bulan kering yang terjadi
secara berturut-turut dalam satu tahun. Klasifikasi tipe iklim Oldeman adalah
sebagai berikut :
Jenis Iklim Oldeman serta kriterianya adalah sebagai berikut :

A : Jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berturut-turut


B : Jika terdapat 7 – 9 bulan basah berturut-turut
C : Jika terdapat 5 – 6 bulan basah berturut-turut
D : Jika terdapat 3 – 4 bulan basah berturut-turut
E : Jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berturut-turut

- Selanjutnya setiap Jenis iklim diklasifikasi lagi menjadi beberapa jenis yaitu :
A, B1, B2, C1, C2, C3, D1, D2, D3, D4, E1, E2, E3, dan E4 yang dikenal
sebagai Zona Agroklimat.

- Untuk mengetahui pembagian Zona Agroklimat di suatu wilayah, maka hasil


analisis Zona Agroklimat harus dipresentasikan dalam bentuk spasial yaitu di
plot dalam peta dan dibuat garis batas antar zona (Deliniasi).

- Kriteria Zona Agroklimat adalah sebagai berikut :


Zona Agroklimat Jumlah Bulan Basah Jumlah Bulan Kering
(BB) (BK)
Berturut-turut Berturut-turut
A >9 -
B1 7-9 < 2
B2 7-9 2-4
C1 5-6 < 2
C2 5-6 2-4
C3 5-6 5-6
D1 3-4 < 2
D2 3-4 2-4
D3 3-4 5-6
D4 3-4 > 6
E1 < 3 < 2
E2 < 3 2-4
E3 < 3 5-6
E4 < 3 > 6
- Cara melakukan analisis Zona Agroklimat
Misalkan kita mempunyai data hujan bulanan selama n tahun dari stasiun X
sebagai berikut :
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 a1 b1 c1 .. .. .. .. .. .. .. .. x1
2 a2 b2 c2 .. .. .. .. .. .. .. .. ..
..
..
n n1 n2 n3 .. .. .. .. .. .. .. .. ..
Rata2 Ar Br Cr Xr

Banyaknya Bulan Basah (BB) dihitung dari nilai Rata2 : Ar, Br, Cr ....... Xr yang
Curah hujannya > 200 mm secara berturut - turut, misalnya 7 bulan.
Banyaknya Bulan Kering (BK) dihitung dari nilai Rata2 : Ar, Br, Cr ....... Xr yang
Curah hujannya < 100 mm secara berturut - turut, misalnya 3 bulan.
Karena BB = 7 dan BK = 3, maka sesuai dengan kriteria di atas Zona Agroklimat
di Stasiun X adalah B2
Hal yang sama dilakukan untuk stasiun2/pos2 hujan lainnya di daerah penelitian,
kemudian diplot pada peta daerah penelitian dan ditarik garis delineasi.
Contoh Klasifikasi Zona Agroklimat di Wwilayah Kabupaten Bandung
Berdasar Data Curah Hujan Bulanan Tahun 1961 - 1976
Tempat Zona Agroklimat
Arjasari B1
Pangheotan B2
Cimangsud B2
Ciater A
Sukawana B1
Padalarang C2
Margahayu B2
Dago D2
Bandung D2
Cisondari C2
Husen S D2
Buah Batu D2
Pasirjati D3
Majalaya C2

Anda mungkin juga menyukai