Kontrak Internasional
Wa r d a h , S . H . , M . H . , L L . M
M
2
Sejarah
Setelah lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1945, masyarakat
internasional mulai memikirkan untuk memberlakukan aturan kontrak internasional
secara universal.
Kemudian diadakan Konferensi Den Haag tahun 1951, 1956 dan 1963, dan barulah
pada tahun 1964 lahirlah 2 Konvensi Internasional.
MARGIE'S TRAVEL
M
3
M
4
Selain dari konvensi CISG yang dilahirkan UNCITRAL, terdapat organisasi lain yang
membuat aturan perdagangan (komersial) internasional yaitu organisasi UNIDROIT
(United Nation International Institute for the Unification of Private Law) yang tidak terikat
oleh Negara manapun, berkedudukan di Roma yang didirikan pada tahun 1926 dan 1940.
Keanggotaannya terdiri dari 63 Negara dari 5 benua yang memiliki Statuta UNIDROIT.
Indonesia merupakan salah satu anggota ini yang telah meratifikasinya dengan Keppres No.
59 Tahun 2008 meskipun memiliki latar belakang budaya, hukum, politik dan ekonomi
MARGIE'S TRAVEL
M
5
internasional yang dapat diterapkan ke dalam aturan hukum nasional, jadi prinsip
UNIDROIT sebagai pilihan hukum bagi mereka yang melakukan kontrak
perdagangan internasional.
M
6
Bisnis internasional adalah bisnis yang kegiatan usahanya terdiri dari transaksiyang terdiri
dari transaksi antara pihak-pihak yang berasal dari lebih dari satu negara. Pemasaran
internasionalpemasaran internasional juga disebut sebagai transaksi bisnis yang dilakukan
oleh perusahaan di satunegara dengan perusahaan lain atau individu di negara lain atas
dasar kesepakatan bersama.kesepakatan bersama.
MARGIE'S TRAVEL
Pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dapat berupa antara orang atau badan hukum
denganorang atau badan hukum dengan orang atau badan hukum yang berbeda
kewarganegaraan.
M
7
M
8
Huala Adolf dalam bukunyamenjelaskan bahwa terdapat 7 (tujuh) bentuk hukum yang
MARGIE'S TRAVEL
Di Indonesia sendiri, pengaturan kontrak bisnis masih didasarkan pada Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) dalam Buku III
MARGIE'S TRAVEL
Suatu kontrak yang dibuat, harus memenuhi syarat sahnyamemenuhi syarat sahnya
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1230 KUHPerdata, yaitukesepakatan,
kecakapan, suatu hal tertentu dan sebab yang halal.
M
10
M
11
Dalam dunia bisnis internasional, pilihan lembaga hukum secara luas diterima secara luas
berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
Kebebasan memilih hukum ini lebih didasarkan pada kepentingan para pihak yang berbisnis
untuk memilih hukum mana yangyang lebih menguntungkan bagi bisnis mereka. Pilihan
hukum tersebut akan memberikan rasa tentram bagi para pihak, karena hukum yang berlaku
MARGIE'S TRAVEL
M
12
M
13
Jika salah satu pihak dalam perjanjian adalah warga negara atau badan hukum
asing, pada umumnya pilihan yurisdiksi (choice of jurisdiction) yang akan
disepakati dalam hal timbulnya suatu perselisihan/sengketa adalah dengan
arbitrase.
Hal ini dikarenakan Reglement op de Rechtvordering (Rv) yang mengatur
hukum acara perdata di Indonesia menyatakan bahwa eksekusi atas putusan
pengadilan negeri asing tidak dapat dilaksanakan, kecuali jika suatu undang-
undang mengatur sebaliknya, atau setidak-tidaknya agar bisa dilaksanakan perlu
MARGIE'S TRAVEL
M
14
Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”).
Namun, perlu dicatat bahwa arbitrase hanya bisa menyelesaikan sengketa perdagangan
dan mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa. Selain itu, jika suatu sengketa menurut hukum tidak dapat diadakan
perdamaian, maka sengketa tersebut juga tidak bisa diselesaikan lewat arbitrase.
Jika para pihak telah membuat perjanjian arbitrase, maka Pengadilan Negeri tidak lagi
MARGIE'S TRAVEL
berwenang untuk memeriksa sengketa yang timbul di antara para pihak. Selanjutnya,
berkenaan dengan jangka waktu, penyelesaian sengketa melalui arbitase memang dirancang
agar tidak berlarut-larut dan diselesaikan maksimal 180 hari sejak arbiter/majelis arbiter
terbentuk. Pemeriksaannya pun dilakukan secara tertutup, serta putusannya bersifat final,
mengikat dan berkekuatan hukum tetap.
M
15
Oleh karena itu, pada dasarnya penentuan yurisdiksi dan pilihan hukum yang
berlaku dalam suatu perjanjian tetap didasarkan pada kesepakatan para pihak. Hal
ini merupakan penerapan dari asas kebebasan berkontrak (pacta sun servanda)
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).
M
16
Namun jika hukum asing yang dipakai, terlebih lagi jika dari negara yang
berbeda sistem hukumnya (contohnya sistem hukum Singapura yang
menganut sistem common law) maka kita membutuhkan ahli hukum asing
untuk dapat menjelaskan bagaimana penerapan hukum asing dalam perjanjian.
M
17
Di sisi lain, dalam menentukan pilihan yurisdiksi hukum, perlu dipertimbangkan juga
bahwa jika arbitrase Singapore International Arbitration Centre (SIAC) yang dipilih
sebagai choice of jurisdiction dalam suatu perjanjian, maka putusannya akan
dikategorikan sebagai putusan arbitrase internasional, yang hanya dapat dilaksanakan
di Indonesia jika memenuhi syarat-syarat ini:
1.Adanya perjanjian bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase internasional antara Indonesia dengan negara tempat
putusan arbitrase dijatuhkan;
2.Putusan arbitrase tersebut termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan
MARGIE'S TRAVEL
Klausul pilihan hukum dibuat oleh banyak pihak yang terlibat dalam
kontrak bisnis internasional dan memang sangat penting bagi kontrak bisnis
internasional tersebut. Ada beberapa alasan mengapa choice of law (pilihan
hukum) dicantumkan dalam kontrak bisnis internasional, termasuk:
1) Memenuhi asas kebebasan berkontrak;
MARGIE'S TRAVEL
2) Praktis;
3) Alasan kepastian hukum;
4) Menentukan hukum yang akan digunakan (lex causa).
M
19
Para pihak yang terlibat dalam kontrak bisnis internasional memiliki kebebasan untuk
menentukan dengan siapa dan apa pokok perjanjian yang ingin mereka masukiyang ingin
mereka masuki ke dalam kontrak selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
Kemudian dengan memasukkan pilihan hukum, para pihak dapat dengan mudah
menentukan isi kontrak bisnis karena masing-masing pihak sudah dapat memperoleh
kejelasan mengenai hukum yang akan digunakan danpenafsiran terhadap isi kontrak
MARGIE'S TRAVEL
sehingga pelaksanaan kontrak akan berjalan lebih optimal.kontrak akan berjalan lebih
optimal.
M
20
M
21
Kontrak bisnis internasional melibatkan dua atau lebih subjek hukum yang berbeda
kewarganegaraan.
Dengan adanya pilihan hukum, para pihak sejak awal perjanjian sudah mengetahui
hukum mana yangmana yang harus digunakan. Hal ini sangat erat kaitannya jika
terjadi sengketa di kemudian hari.
MARGIE'S TRAVEL
Lex causa (hukum yang harus digunakan) harus ditentukan terlebih dahulu jika
terjadi sengketa atas kontrak bisnis internasional. Tanpa adanya pilihan hukum,
hakim harus menentukan lex causa melalui doktrin atau teori hukum, yang tentu
saja akan membutuhkan proses yang panjang.
M
22
Pilihan hukum atau disebut juga dengan choice of law adalah kebebasan para
pihak untukmenentukan hukum mana yang berlaku untuk kontrak bisnis
internasional.
Pilihan hukum ini sangat berguna untuk digunakan jika terjadi sengketa. Hal ini
dilakukan agar para pihak dapatdapat segera mengetahui lex causa atau hukum
MARGIE'S TRAVEL
M
23
Sebagai contoh: kontrak jual beli yang disepakati oleh warga negara
Indonesia dan warga negara Jepang, kontrak distribusi yang disepakati oleh
badan hukum Singapura dan badan hukum Belanda.
MARGIE'S TRAVEL
Contoh yang lebih esktrim, kontrak kredit sindikasi yang disepakati oleh
bank-bank yang berkedudukan di New York, Amsterdam, Frankfurt sebagai
kreditur dan badan hukum Indonesia sebagai debitur. Pertanyaan yang
muncul adalah Apa hukum yang berlaku untuk kontrak jual-beli, kontrak
distribusi, dan kontrak kredit sindikasi tersebut?
M
24
Umumnya akan dipilih hukum dari salah satu pihak dalam kontrak.
Penentuan hukum ini, dalam praktiknya, dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain: pengetahuan para pihak terhadap hukum yang dipilih untuk
berlaku untuk kontrak mereka, lokasi aset para pihak, dan posisi tawar
dari masing-masing pihak dalam kontrak.
M
25
M
26
Hal ini dikenal dengan istilah hukum sang hakim atau lex fori. Namun
demikian, hukum materiil untuk penyelesaian sengketa kontrak
tersebut adalah hukum yang telah dipilih para pihak dalam kontrak.
M
27
Hal lain yang perlu diperhatikan juga terkait dengan Pilihan Hukum adalah
meskipun keduanya sama-sama didasari oleh semangat kebebasan
berkontrak, Pilihan Hukum tidak sama dengan Pilihan Forum, atau yang
dikenal juga dengan sebutan Pilihan Yurisdiksi.
Ini artinya, jika telah dipilih suatu hukum yang berlaku bagi kontrak oleh
para pihak, tidak serta-merta pengadilan atau forum dari negara yang
hukumnya dipilih tersebut menjadi satu-satunya forum yang berwenang
MARGIE'S TRAVEL
M
28
M
29
Di Indonesia, asas kebebasan berkontrak bersumber pada Pasal 1320 dan 1338
ayat (1) Burgerlijke Wetboek voor Indonesië (BW) yang secara berturut-turut
menekankan pada kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya kontrak dan
kebebasan para pihak dalam berkontrak.
Dengan dasar kebebasan berkontrak ini, para pihak dalam kontrak juga
memiliki kebebasan untuk memilih hukum yang berlaku bagi kontrak yang
MARGIE'S TRAVEL
mereka sepakati. Kebebasan untuk memilih hukum yang berlaku untuk kontrak
ini lebih lanjut diatur dalam tiga peraturan perundang-undangan sebagaimana
dijelaskan berikut ini.
M
30
Di dalam bagian penjelasan pasal ini dinyatakan bahwa para pihak dapat
memilih hukum yang akan mengatur hak dan kewajiban kontraktual mereka
tersebut.
MARGIE'S TRAVEL
M
31
Ini artinya, para pihak bebas untuk memilih hukum negara manapun sebagai
hukum yang berlaku bagi perjanjian yang mengikat mereka. Hal menarik yang
perlu dicatat juga adalah UU Penerbangan juga mengatur bahwa para pihak
dalam perjanjian-perjanjian yang menjadi dasar lahirnya jaminan atas pesawat
MARGIE'S TRAVEL
M
32
Ketentuan lain yang mengatur mengenai Pilihan Hukum dalam kontrak adalah Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal 18 ayat (2) undang-undang ini mengatur bahwa para pihak memiliki kewenangan untuk
memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. Bagian
penjelasan ayat ini menerangkan bahwa pilihan hukum dalam transaksi elektronik hanya dapat
dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan
prinsip Hukum Perdata Internasional.
MARGIE'S TRAVEL
Selanjutnya, ayat ketiga dari pasal yang sama menentukan bahwa apabila para pihak tidak
melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang berlaku
didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. Sama halnya dengan UU Penerbangan,
UU ITE ini juga menyelipkan ketentuan mengenai kewenangan para pihak untuk memilih
forum yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik
internasional yang mengikatnya.
M
33
Pasal 56 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan APS) menyatakan bahwa para pihak berhak
menentukan hukum yang akan berlaku terhadap penyelesaian sengketa yang mungkin atau
telah timbul antara para pihak.
Penjelasan dari ayat ini menerangkan bahwa para pihak yang bersengketa diberi keleluasaan
untuk menentukan hukum mana yang akan diterapkan dalam proses arbitrase. Apabila para
MARGIE'S TRAVEL
pihak tidak menentukan lain, maka hukum yang diterapkan adalah hukum tempat arbitrase
dilakukan. Namun, penting untuk dicatat bahwa Pilihan Hukum yang dimaksud dalam
undang-undang ini adalah hukum yang akan diberlakukan untuk proses penyelesaian
sengketa melalui arbitrase, bukan melalui pengadilan.
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa Pilihan Hukum merupakan
doktrin yang diterima dalam hukum Indonesia.
M
34
M
35
M
36
Dalam perjanjian asuransi, para pihak sepakat bahwa “This insurance is subject to English
law and practice.” Sementara itu, tidak ada pilihan yurisdiksi jika ada sengketa terkait
perjanjian asuransi ini. PT AHAP dalam persidangan mendalilkan bahwa baik hukum Inggris
material maupun formal berlaku terhadap perjanjian asuransi ini.
Sehingga, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili
sengketa ini. Lebih lanjut menurut PT AHAP, sengketa ini seharusnya diajukan ke dan diadili
oleh pengadilan Inggris karena hukum Inggris berlaku terhadap kontrak asuransi yang telah
MARGIE'S TRAVEL
disepakati.
Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang kemudian dikuatkan
oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, memberikan pertimbangan bahwa PT AHAP tidak dapat
membedakan antara Pilihan Hukum dan Pilihan Forum yang merupakan dua hal yang
berbeda. Meskipun telah disepakati hukum Inggris sebagai hukum yang berlaku bagi
perjanjian asuransi, para pihak tidak memilih forum tertentu.
M
37
Majelis Hakim memutus bahwa pengadilan Indonesia, dalam hal ini Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, berwenang untuk mengadili sengketa ini dengan
pertimbangan bahwa para pihak dalam perjanjian asuransi adalah badan hukum
Indonesia, objek pertanggungan ada di Indonesia, dan kebakaran kapal terjadi di
Indonesia.
hak dari PT PM termasuk ganti rugi atas potensi keuntungan yang gagal diperoleh
PT PM akibat dari wanprestasi yang dilakukan oleh PT AHAP .
M
38
Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim tingkat pertama dan kedua merujuk
ketentuan hukum perasuransian yang berlaku di Inggris yaitu Marine Insurance Act
1906, sekaligus pula ketentuan hukum Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Perasuransian, dan BW untuk
penentuan tindakan wanprestasi dan ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh PT
AHAP.
Tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama dan kedua, PT AHAP
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sialnya bagi PT PM, Mahkamah Agung dalam
MARGIE'S TRAVEL
M
39
Hukum Inggris adalah hukum yang hampir selalu dipilih untuk kontrak-
kontrak asuransi dan pengangkutan laut.
M
40
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sangat menarik perhatian karena selain
mengabulkan gugatan PT PM, ternyata dipertimbangkan pula segi-segi Hukum Perdata
Internasional dari sengketa ini. Majelis Hakim di tingkat pertama dan kedua dalam
sengketa ini juga telah merujuk ketentuan hukum pengangkutan laut Inggris sebagai
hukum yang berlaku untuk sengketa ini. Meskipun tidak dapat secara bulat kita nyatakan
bahwa hakim memberlakukan hukum Inggris dalam sengketa ini, sebab dalam merujuk
hukum Inggris, hakim juga mencari kesesuaiannya dengan hukum Indonesia.
MARGIE'S TRAVEL
M
41
Hakim juga kemudian merujuk pasal 1338 dan 1340 BW yang menyatakan
bahwa kontrak asuransi ini mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak
dan hanya berlaku antara para pihak yang menyepakatinya, serta tidak dapat
membawa kerugian kepada pihak ketiga.
Dengan merujuk ketentuan Marine Insurance Act 1906 dan dua pasal dalam
BW ini majelis hakim menegaskan bahwa sudah tepat langkah PT PM untuk
mengajukan gugatan wanprestasi kepada PT AHAP, bukan kepada pihak lain
seperti nahkoda dari KM Bayu Prima.
MARGIE'S TRAVEL
M
42
berlokasi di California dan Texas, Hukum yang Mengatur akan menentukan hukum lokal
mana dari kedua negara bagian tersebut yang akan diterapkan sementara penyelesaiannya
dicari.
M
43
Governing law ( Hukum yang berlaku) adalah ketentuan pilihan hukum yang
menentukan hukum mana yang akan berlaku jika terjadi sengketa.
Para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk memilih hukum yang berlaku:
hukum tersebut tidak harus berhubungan dengan lokasi para pihak yang
berkontrak atau subjek kontrak. Dalam praktiknya, pilihan hukum para pihak
mungkin sering kali langsung, berdasarkan praktik pasar atau hukum yang
mereka kenal.
M
44
Klausul hukum yang mengatur menentukan hukum yang akan berlaku pada suatu
perjanjian dan perselisihan hukum yang timbul di bawahnya.
Klausul ini mengatur prinsip-prinsip hukum mana yang akan diterapkan dalam
menentukan hak dan kewajiban para pihak yang berkontrak (misalnya, apakah
kontrak yang dibuat sah, apakah ada utang yang harus dibayarkan, bagaimana
materi kontrak tersebut dilanggar, apakah ada hak untuk ganti rugi atas pelanggaran
kontrak, dan sebagainya).
MARGIE'S TRAVEL
Oleh karena itu, harus ada klausul pilihan hukum dalam setiap kontrak internasional
(misalnya kontrak komersial).
M
45
Para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk memilih hukum yang berlaku:
hukum tersebut tidak harus berhubungan dengan lokasi para pihak yang
berkontrak atau subjek kontrak.
Dalam praktiknya, pilihan hukum para pihak mungkin sering kali langsung,
berdasarkan praktik pasar atau hukum yang mereka kenal.
MARGIE'S TRAVEL
M
46
Bagaimana cara memilih hukum yang mengatur dan klausul yurisdiksi yang tepat untuk
kontrak ?
Jika kita membeli barang dan jasa dari negara lain, apa yang seharusnya menjadi hukum
yang mengatur kontrak? Haruskah Anda memilih arbitrase sebagai gantinya? Bagaimana
dengan yurisdiksi eksklusif dan non-eksklusif? Karena semakin banyak transaksi bisnis
yang terjadi lintas batas, pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan pertanyaan umum yang
melibatkan perjanjian lintas batas yang perlu dipertimbangkan oleh para pihak.
Hal ini dapat berdampak signifikan terhadap penafsiran dan dampak dari ketentuan kontrak
MARGIE'S TRAVEL
yang diberikan oleh pengadilan karena dapat berbeda antar negara dan yurisdiksi. Konflik
hukum adalah bidang hukum yang rumit dan di bawah ini adalah panduan untuk
menjelaskan konsep tersebut secara sederhana.
M
47
menjadi sistem hukum tempat kontrak akan dilaksanakan. Yurisdiksi mana yang
lebih baik untuk kontrak?
Meskipun memilih yurisdiksi dan hukum yang mengatur adalah hal yang berbeda,
namun seseorang biasanya akan memilih hukum dan yurisdiksi yang sama karena
keberlakuan kontrak tergantung pada sistem hukum yang akan memberlakukannya.
Apakah ada hukum yang harus dihindari? Hindari pengadilan dan hukum yang
hakimnya dikenal korup, bias, atau lebih berpihak pada pihak lokal.
M
48
untuk menyertakan klausul hukum yang berlaku dan klausul yurisdiksi untuk
mengekspresikan pilihan para pihak atas hukum negara dan sistem hukum yang akan
mengatur sengketa kontrak.
M
49
M
50
Pada umumnya, pengadilan akan menghormati pilihan para pihak ketika pilihan tersebut
tidak bertentangan dengan kebijakan publik dan pilihan tersebut bonafid. Namun,
klausul seperti itu mungkin tidak selalu efektif.
Pengadilan tertentu mungkin dalam beberapa situasi menerapkan aturan prosedural dan
aturan terkait mereka sendiri untuk menentukan sengketa, terlepas dari pilihan hukum
para pihak.
MARGIE'S TRAVEL
Dengan tidak adanya klausul pilihan hukum yang tersurat, akan terdapat ketidakpastian
yang cukup besar dalam menentukan keabsahan dan dampak dari perjanjian apa pun, dan
pengadilan akan menghormati pilihan hukum apa pun yang dapat disimpulkan dari
syarat dan sifat kontrak dan keadaan umum. Jika tidak ada pilihan hukum yang tersurat
maupun tersirat, kontrak akan diatur oleh hukum yang paling dekat dan paling nyata
dengan transaksi tersebut.
M
51
Pengadilan Indonesia menyatakan bahwa kontrak yang tidak dibuat dalam bahasa
Indonesia adalah batal demi hukum.
Contoh Kasus:
Pada bulan Juni 2013, Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengeluarkan keputusan yang
menyatakan bahwa kontrak yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia adalah batal demi
hukum. Pengadilan menemukan bahwa ketiadaan versi bahasa Indonesia dari kontrak
tersebut telah melanggar Ayat 1 Pasal 31 Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang
MARGIE'S TRAVEL
M
52
Ini berarti bahwa setiap kontrak dengan hukum yang mengatur, selama melibatkan
pihak Indonesia, harus dibuat dalam bahasa Indonesia, selain bahasa asing. UU 24
MARGIE'S TRAVEL
lebih lanjut menyatakan bahwa pelaksanaan UU tersebut akan diatur lebih lanjut oleh
peraturan pelaksana, yang akan diterbitkan dalam waktu dua tahun setelah
dikeluarkannya UU No. 24 tahun 2009.
M
53
Penting juga untuk dicatat bahwa UU 24 tahun 2009 tidak memberikan sanksi apapun
dan juga tidak menetapkan konsekuensi hukum apapun dalam hal tidak tersedianya versi
bahasa Indonesia dari suatu kontrak.
MARGIE'S TRAVEL
Tidak lama setelah UU tersebut diterbitkan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Indonesia pada saat itu mengedarkan dua surat yang mengklarifikasi bahwa ketiadaan
versi bahasa Indonesia dari suatu kontrak tidak akan mempengaruhi keabsahan kontrak
tersebut.
M
54
Meskipun tujuan dari klarifikasi ini adalah untuk memberikan kenyamanan bagi
para praktisi hukum dan juga investor asing, masih menjadi pertanyaan bagi para
ahli hukum sejauh mana klarifikasi ini dapat diberlakukan karena klarifikasi ini
MARGIE'S TRAVEL
M
55
M
56
Banyak ahli hukum yang tidak setuju dengan pendekatan Mahkamah Agung
tersebut karena, menurut mereka, untuk menentukan apakah suatu kontrak
mengandung sebab yang tidak sah, seseorang harus menilai tujuan para pihak
dalam membuat kontrak tersebut. Dalam kasus ini, pemberi pinjaman dan
peminjam menandatangani kontrak sehingga pemberi pinjaman dapat
MARGIE'S TRAVEL
M
57
Kedua, dengan mengacu pada argumen sebab yang tidak sah, Pengadilan
juga menyatakan bahwa kontrak tersebut batal demi hukum dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
--Pasal 1335 KUHPer, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat
tanpa sebab, atau yang dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang,
tidak mempunyai kekuatan.
--Pasal 1337 KUHPer, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah
terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan
MARGIE'S TRAVEL
M
58
M
59
Pilihan Hukum
Apabila para pihak tidak menentukan pilihan hukum sebagai lex causa dalam sengketa,
maka ada beberapa doktrin atau teori yang digunakan oleh hakim, antara lain:
1) TEORI LEX LOCI CONTRACTUS.
Menurut teori Lex Loci Contractus, hukum yang digunakan adalah hukum dimana
kontrak dibuat.
Teori ini merupakan teori klasik yang sering digunakan dalam kontrak dalam kontrak-
MARGIE'S TRAVEL
Permasalahan dari teori ini adalah jika kontrak tidak dibuat secara tataptatap muka tetapi
melalui internet, maka para pihak dapat berada di mana saja, termasuk di negaranegara
masing-masing pada saat kontrak dibuat.
M
61
Menurut teori ini, jika tidak ada pilihan hukum, maka pengadilan akan
menentukanhukum yang berlaku berdasarkan tempat dimana perjanjian tersebut
dilaksanakan.
Penggunaan teori ini tidak selalu tepat karena pelaksanaan suatu kontrak dapat
MARGIE'S TRAVEL
M
62
lebih murah.
Menurut teori ini, apabila parapara pihak tidak menentukan pilihan hukum
dalam kontrak yang mereka buat, maka hukum yang berlakuyang berlaku
adalah hukum yang digunakan oleh hakim untuk memutus perkara.
M
63
Menurut teori ini, hukum yang digunakan adalah hukum yang paling logis atau tepat dan
sesuai dengan kontrak dengan cara mencari titik berat kontrak atautitik penghubung yang
paling dekat dengan kontrak bisnis internasional.
M
64
THANK YOU
H T T P : / / W W W . M A R G I E S T R AV E L . C O M /