Anda di halaman 1dari 22

MODEL-MODEL

BIMBINGAN
MATA KULIAH KAJIAN TEKNOLOGI DAN
VOKASI
PENDIDIKAN SISTEM GANDA
Pengertian

Pendidikan sistem ganda selanjutnya disebut PSG adalah suatu bentuk penyelenggaraan
pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron program
pendidikan di sekolah menengah kejuruan dengan program penguasaan keahlian yang
diperoleh melalui bekerja langsung pada pekerjaan sesungguhnya di institusi pasangan,
terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu (Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Nomor 323/U/1997 pasal 1; ayat 1)”.
Pengertian

Pendidikan sistem ganda pada sekolah menengah kejuruan merupakan sistem pendidikan
dan pelatihan untuk memperoleh kemampuan kerja yang diselenggarakan pada sekolah-
sekolah kejuruan dan bekerja di perusahaan untuk menghasilkan tenaga kerja tingkat
menengah yang mempunyai keahlian tertentu (Muliaty A. M., 2005/2007).
Pengertian

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program
pendidikan di sekolah dan program penguasaan kerja.
Tujuan
■ Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan kejuruan melalui peranserta IP;
■ Menghasilkan tamatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan etos kerja yang
sesuai dengan tuntutan lapangan kerja;
■ Menghasilkan tamatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
menjadi bekal dasar pengembangan dirinya secara berkelanjutan;
■ Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari
proses pendidikan;
■ Meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan melalui
pendayagunaan sumberdaya pendidikan yang ada di dunia kerja.

(Kepmendikbud RI Nomor 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan PSG pada SMK, pasal 2)


Tujuan

“dari hanya mampu bekerja dengan teknologi madya menjadi mampu bekerja dengan

teknologi canggih dan dari hanya mampu bekerja di dalam negeri menjadi mampu bekerja

di luar negeri” (As’ari Djohar,2008)


Tujuan

Tujuan dari PSG ini adalah untuk menghasilkan tenaga


kerja yang memiliki keahlian professional, meningkatkan dan memperkokoh link and match
antara lembaga pendidikan-pelatihan kejuruan dan dunia kerja, dan meningkatkan efisiensi
proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas professional.
MODEL-MODEL BIMBINGAN UNTUK
SEKOLAH
1. Model Bimbingan Parsons
■ Model bimbingan parsons pertama kali di kemukakan pada tahun 1918.

■ Bimbingan ini membantu untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat dan
potensi.

■ Kelebihan dari bimbingan ini adalah jelas, nyata, logis dan mudah dipahami. Bimbingan
ini dilakukan dengan menggunakan alat tes.

■ Bimbingan pekerjaan diberikan dalam bentuk bimbingan karir pada tingkat sekolah.
2. Model Bimbingan Identik dengan Pendidikan

■ Tujuan dari bimbingan ini adalah untuk membantu seseorang dalam hidupnya. Meliputi

keanggotaan keluarga, klaim, kemasyarakatan, penggunaan waktu, Kesehatan, proses mental

dasar dan karaktek etika.

■ Bimbingan ini berfungsi untuk memperluas konsep bimbingan dari bimbingan karir ke

bimbingan pendidikan.

■ Bimbingan model ini akan selalu ada di tingkatan sekolah karena pada hakekatnya bimbingan

tidak dapat dipisahkan dari sekolah.


3. Bimbingan Sebagai Penyaluran dan
Penyesuaian
■ Bimbingan ini memberikan perhatian kepada perbedaan individual peserta didik

berdasarkan minat, kemampuan, motofasi dan tujuan.

■ Tujuannya adalah guna tercapainya penyesuaian diri dan penyesuaian lingkungan.

■ Pada pelaksanaan disekolah penyaluran dan penyesuaian siswa dibagi berdasarkan

kelompok belajar, jurusan dan kelanjutan study sesuai dengan potensinya.


4. Bimbingan Pengambilan Keputusan

■ Bimbingan ini memberikan bantuan kepada individu peserta didik untuk mengambil

keputusan terhadap penyelesaian masalahnya.

■ Proses pengambilan keputusanpun harus melalui proses rasionalisasi yaitu, menimbang,

menganalisis dan memutuskan

■ Proses rasionalisasi ini harus mempertimbangkan nilai-nilai individu, kultural, sosial

dan psikologis
5. Bimbingan Sebagai Proses
Perkembangan
■ Bimbingan ini di rancang oleh Robert Mathewson yang dimuat pada tulisannya ”Guidance Policy and practice”.

■ Peserta didik pada dasarnya memiliki bakat, minat, potensi, nilai-nilai dan cita-cita diharapkan dapat mencapai

pribadi yang efektif.

■ Untuk mencapai pribadi yang efektif perlunya pengembangan terhadap pribadi, sosial, karir dan pendidikan secara

optimal.

■ Kerjasama antar guru dan konselor untuk mewujudkan pemahaman diri, lesadaran peserta didik di lingkungan

sekitarnya, penyesuaian diri peserta didik dan lingkungannya, serta pemahaman diri dan nilai-nilai sosial.
MODEL-MODEL BIMBINGAN UNTUK
SEKOLAH
1. Model Induktif

■ Model ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan belajar yang bersifat kebutuhan
terasa (felt needs) atau kebutuhan belajar dalam pelatihan yang dirasakan langsung oleh peserta
pelatihan.

■ Keuntungan Model induktif ini adalah dapat memperoleh informasi yang langsung, dan tepat
mengenai jenis kebutuhan peserta pelatihan.

■ Kerugiannya, dalam menetapkan materi pendidikan yang bersifat menyeluruh, dan umum untuk
peserta pelatihan yang banyak dan luas akan membutuhkan waktu, dana, dan tenaga yang banyak.
1. Model Induktif
Langkah-Langkah pelaksanaan
identifikasi kebutuhan peserta
pelatihan
2. Model Deduktif
■ Identifikasi kebutuhan pelatihan dilakukan secara umum, dengan sasaran yang luas. Hasil
identifikasi diduga dibutuhkan untuk keseluruhan peserta pelatihan yang mempunyai ciri-ciri yang
sama. Hasil identifikasi macam ini digunakan dalam menyusun materi pelatihan (belajar) yang
bersifat massal dan menyeluruh.

■ Keuntungan dari model ini adalah bahwa hasil identifikasi dapat diperoleh dari sasaran yang luas,
sehingga ada kecenderungan penyelesaiannya menggunakan harga yang murah, dan relatif lebih
efesien.

■ Kekurangan dari model ini yaitu dari segi efektifitasnya, karena belum tentu semua peserta
pelatihan (sasaran) diduga memiliki karakteristik yang sama akan memanfaatkan, dan
membutuhkan hasil identifikasi tersebut.
2. Model Deduktif

Tanda panah di bawah menggambarkan bahwa pelaksanaan identifikasi kebutuhan pelatihan


(kebutuhan belajar) dimulai dari identifikasi kepada kedua pihak (keluarga, orang tua, dan pengelola
pelatihan) kemudian penetapan keputusannya disesuaikan dengan jenis kebutuhan pelatihan yang
diharapkan oleh peserta.
3. Model Klasik
■ Model ini ditujukan untuk menyesuaikan bahan belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum atau
program belajar dengan kebutuhan belajar yang dirasakan peserta pelatihan.

■ Tujuannya adalah untuk mendekatkan kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan yang akan
dipelajari, sehingga peserta pelatihan tidak akan kesulitan dalam mempelajari bahan belajar yang baru.

■ Kelebihan dari model ini adalah untuk memudahkan peserta pelatihan dalam mempelajari bahan belajar, di
samping kemampuan yang telah dimiliki akan menjadi modal untuk memahami bahan belajar yang baru.

■ Kelemahan adalah bagi peserta pelatihan yang terlalu jauh kemampuan dasarnya dengan bahan belajar
yang akan dipelajari, peserta dituntut untuk mempelajari terlebih dahulu kesenjangannya, sehingga dalam
mempelajari kebutuhan belajar yang diharapkannya membutuhkan waktu yang lama.
3. Model Klasik
Langkah- langkah kegiatan pada model klasik
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai