Pemungutan Pajak
Andrie Siahaan
Felix Hadinata
Jordy Tandi
Jenis PPH Pemotongan/Pemungutan
1. PPH pasal 15
2. PPH pasal 21
3. PPH pasal 22
4. PPH pasal 23
5. PPH pasal 26
6. PPH pasal 4 ayat 2
7. PPN & PPnBM
PPH Pasal 21/26
• PPH pasal 21 : pajak atas penghasilan atau pendapatan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang diterima oleh wajib pajak
orang pribadi dalam negeri.
• Penyelenggara kegiatan
Pemberi kerja bukan pemotong PPH pasal
21/26
• Kantor perwakilan negara asing
• Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan Menteri
Keuangan
• Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas yang semata-mata memperkerjakan orang
pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan
bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Subjek dan Objek Pajak PPh 21
Subjek PPH21
• Pegawai
• Penerima uang pesangon, pensiun
• Penerima tunjangan hari tua, jaminan hari tua
• WP kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa.
Subjek dan Objek Pajak PPh 21
Objek PPh 21 :
• Penghasilan yang diterima pegawai tetap, baik penghasilan yang teratur maupun tidak teratur.
• Uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
• Uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan pembayaran sejenisnya.
• Penghasilan tenaga kerja lepas, seperti upah harian/mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah
yang dibayarkan secara bulanan.
• Imbalan kepada bukan pegawai (Honor, komisi, fee)
• Imbalan peserta kegiatan
• anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada
perusahaan yang sama
• mantan pegawai
• Penarikan dana pensiun oleh pegawai
• Natura
Bukan Objek PPh Pasal 21
• Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan
asuransi
• Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah;
• Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun
• Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
• Beasiswa
Jenis Penghasilan yang Termasuk PKP
dan PTKP
• Selain termasuk dalam kategori subjek pajak, pekerja yang
penghasilannya wajib dikenai PPh 21 juga harus memenuhi jumlah
minimum penghasilan per tahun hingga termasuk kedalam kategori
Penghasilan Kena Pajak atau PKP.
• Jumlah penghasilan yang dianggap PKP adalah hasil selisih dari jumlah
penghasilan per tahun setelah dikurangi jumlah penghasilan yang
masuk ke dalam syarat Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP.
Tabel PTKP
Golongan Jumlah Tanggungan (0, 1, 2, 3) Tarif PTKP (penghasilan pertahun <
atau =)
TK 0 Rp 54.000.000
TK 1 Rp 58.500.000
Tidak Kawin (TK)
TK 2 Rp 63.000.000
TK 3 Rp 67.500.000
K0 Rp 58.500.000
K1 Rp 63.000.000
Kawin (K)
K2 Rp 67.500.000
K3 Rp 72.000.000
K/I 0 Rp 112.500.000
Pengurangan
1. (iii) Biaya Jabatan: 5% x 5.464.833,00 = 276.758,00 276.758 Budi bekerja pada PT ABC.
2. Iuran/Jaminan Pensiun, 1% dari gaji pokok 55.000
Status-nya belum menikah dan tidak
3. (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari gaji pokok, jika ada 60.000
mempunyai tanggungan dengan gaji bersih
(331.758) senilai Rp 5.500.000 sebulan.
(v) Penghasilan neto (bersih) sebulan 5.203.408
Perusahaan tempatnya bekerja memberikan
Penghasilan neto setahun 12 x 5.203.408,00 62.440.900 tunjangan pajak penuh kepada Fahri sejumlah
Rp 35.167. Sementara, iuran pensiun yang
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 54.000.000
dibayar Fahri adalah Rp 55.000 sebulan.
(54.000.000)
PPh Terutang
Tarif 20% (final) atas jumlah bruto Tarif 20% (final) dari laba bersih
Dividen Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.
Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan
terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman langsung maupun melalui pialang kepada
perusahaan asuransi di luar negeri
Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait
dengan penggunaan aset
Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan
Hadiah dan penghargaan
Pensiun dan pembayaran berkala
Premi swap dan transaksi lindung lainnya
Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Contoh Perhitungan PPh Pasal 26
• Umumnya, PPh Pasal 23 terjadi ketika ada transaksi antara 2 (dua) pihak.
Kedua belah pihak tersebut adalah pihaK yang menerima
penghasilan/penjual/pemberi jasa yang dikenakan PPh Pasal 23, dan pihak
pemberi penghasilan/pembeli/penerima jasa yang akan memotong atau
melaporkan PPh Pasal 23.
Tarif dan Objek PPh Pasal 23
• Tarif 15% dari jumlah bruto:
• Dividen, kecuali pembagian kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti.
• Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
• Wajib pajak tanpa NPWP dikenakan tarif lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
Pengecualian PPh Pasal 23
• Subjek yang menjadi pemotong PPh pasal 23 artinya wajib pajak tersebut yang menerbitkan bukti
pemotongan PPh Pasal 23 kepada lawan transaksi. Sementara subjek yang dipotong artinya wajib
pajak menerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari lawan transaksinya.
Subjek pemotong Subjek yang dipotong
Badan Pemerintah Wajib pajak dalam negeri
Penyelenggara kegiatan
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Perwakilan perusahaan negeri lainnya
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
tertentu yang ditunjuk Direktur
Jenderal Pajak (DJP)
PPh Pasal 4 ayat (2)
• PPh Pasal 4 ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2) atau disebut juga
PPh final adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan
maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang
mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final.
• Istilah final di sini berarti bahwa pemotongan pajaknya hanya sekali
dalam sebuah masa pajak dengan pertimbangan kemudahan,
kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu dan
pertimbangan lainnya.
Objek PPh Pasal 4 Ayat 2
• Bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan, bunga dari obligasi dan obligasi negara, dan
bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing.
• Hadiah berupa lotere/undian, dimana berapa persen yang harus dibayar adalah mengikuti
regulasi dari pemerintah.
• Transaksi saham dan surat berharga lainnya, transaksi derivatif perdagangan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan yang diterima oleh
perusahaan modal usaha;
• Transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah dan/atau bangunan; dan
• Peredaran bruto (omzet penjualan) sebuah usaha di bawah Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun masa
pajak;
• Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan
Pemerintah.
Informasi tambahan tentang 4 ayat 2
• Untuk menjadi perhatian, ketika PPh Pasal 4 Ayat 2 dikenakan atas
transaksi antara perusahaan dan individu, di mana perusahaan
bertindak sebagai penerima penghasilan tersebut, maka perusahaan
wajib menyelesaikan pajak ini.
• Tarif ini sesuai ketentuan dalam Pasal 4 (2) a dan Pasal 17 (7) jo PP No.
15 tahun 2009.
PPH 4 ayat 2 - Bunga obligasi (surat utang
negara) dan SUN lebih dari 12 bulan
• Ketentuan tarif ini sesuai Pasal 4 (2) a UU PPh jo PP No. 16 Tahun 2009.
• Berikut rincian tarif pajaknya:
• 15% : untuk bunga dari de dengan kupon bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT (bentuk usaha
tetap)
• 20% : untuk bunga dari obligasi dengan kupon bagi wajib pajak luar negeri non BUT sesuai P3B
• 15% : untuk diskonto dari obligasi dengan kupon bagi wajib pajak luar negeri non BUT sesuai BUT
(Penghasilan dari selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi)
• 20% : untuk diskonto dari obligasi dengan kupon bagi wajib pajak luar negeri non BUT sesuai P3B
(Penghasilan dari selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi)
• 15% : untuk diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT (Dari
selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi)
PPH 4 ayat 2 - Bunga obligasi (surat utang
negara) dan SUN lebih dari 12 bulan
• 20% : untuk diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi wajib pajak luar negeri
non BUT sesuai P3B (Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas
harga perolehan obligasi)
• 0% : untuk bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau
diperoleh wajib pajak reksa dana yang terdaftar pada Badan Pengawal Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan untuk tahun 2009 – 2010
• 5% : untuk bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau
diperoleh wajib pajak
• 15% : untuk bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau
diperoleh wajib pajak reksa dana yang terdaftar pada Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan untuk tahun 2014 dan seterusnya
PPH 4 ayat 2 - Dividen yang diterima/diperoleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri
• Dividen yang diterima atau diperoleh WP Pribadi dalam negeri
dikenakan tarif pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 sebesar 10%.
• Tarif pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 dividen ini diatur dalam Pasal 17
(2c) dan Pasal 4 (2) UU PPh.
PPH 4 ayat 2 - Hadiah undian
• Tarif pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 pada hadiah, lotre atau undian
sebesar 25% seperti diatur dalam PP No. 132 Tahun 2000.
PPH 4 ayat 2 - Transaksi derivatif berupa
kontra berjangka yang diperdagangkan di bursa
• Tarif pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 untuk transaksi derivatif berupa
kontrak berjangka panjang yang diperdagangankan di bursa sebesar
2,5% dari margin awal sebagaimana telah diatur PP No. 17 Tahun
2009.
PPH 4 ayat 2 - Transaksi penjualan sahan
pendiri
• 0,5% : untuk transaksi penjualan saham pendiri, yang diatur dalam PP
No. 14 Tahun 1997 jo KMK 282/KMK.04/1997 jo SE-15/PJ.42/1997
dan SE 06/PJ/14/1997.
• 0,1% : untuk transaksi penjualan bukan saham pendiri
Pph 4 (2) Persewaan atas tanah dan/atau bangunan
1.Objek PPh Final adalah sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran,
pertokoan, gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor,
toko, rumah toko, gudang, bangunan industri.
2.Besarnya PPh Final yang dipotong adalah 10% dari jumlah
bruto nilai persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang
Pribadi maupun Badan.
3. Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang
dibayarkan/terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan,
pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).
Pph 4 (2) – Ketentuan Persewaan atas tanah
dan/atau bangunan
• Apabila penyewa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT),
kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan
orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka PPh
yang terutang wajib dipotong oleh penyewa. Kemudian, penyewa
wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau yang
menerima penghasilan.
• Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan subjek pajak
penghasilan selain yang disebutkan di atas, maka PPh yang terutang
wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.
Pph 4 (2) – Ketentuan Persewaan atas tanah
dan/atau bangunan
• Jika pemilik tanah dan bangunan adalah pengusaha kena pajak (PKP),
biaya sewa yang dibayar dalam satu periode tidak termasuk PPN.
• Jika pemilik tanah dan bangunan bukan merupakan PKP, total biaya
sewa yang harus dibayarkan adalah uang sewa ditambah PPN.
• Penyewa harus memberikan bukti pemotongan PPh pasal 4 ayat (2)
kepada pemilik tanah dan bangunan.
Pph 4 (2) – contoh Persewaan atas tanah
dan/atau bangunan
PT. Rubi menyewa sebuah bangunan dari PKP dengan harga Rp100.000.000 untuk jangka waktu 4 tahun. Maka PT. Rubi harus memotong PPh
Pasal 4 ayat (2) dengan perhitungan sebagai berikut:
PPh Pasal 4 ayat (2): 10% x Rp100.000.000 = Rp10.000.000
Atas pemotongan tersebut, PT. Rubi melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas pemotongan tersebut. Kemudian PT. Rubi juga
memberikan bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2).
Sedangkan, untuk PPN yang harus memotong adalah pihak penyewa gedung. PPN atas sewa tanah dan bangunan tersebut adalah
Rp10.000.000 (PPN 10% x Rp10.000.000).
Jadi, untuk menghitung keseluruhan biaya sewa yang harus dibayarkan oleh PT. Rubi adalah: Biaya sewa selama 4 tahun + PPN – PPh Pasal 4
ayat (2).
Rp100.000.000 + Rp10.000.000 – Rp10.000.000 = Rp100.000.000/4 tahun
• 1% : untuk pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana oleh wajib
pajak yang usaha pokoknya melakaukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan
Pph 4 (2) - PENGALIHAN HAK ATAS
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
Pembebasan PPh Final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada :
• Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang jumlah bruto pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah. Pembebasan diberikan melalui penerbitan Surat
Keterangan Bebas (SKB) oleh Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
• Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus yaitu pembebasan
tanah oleh pemerintah untuk proyek-proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk,
bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara,
fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana
lainnya, dan fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
• pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang
tidak termasuk subjek pajak (seperti: pemerintah dan perwakilan negara asing). Pembebasan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan 3) diberikan tanpa melalui penerbitan SKB.
Cara Menghitung Pajak Penjualan Tanah PPh
• Menghitung besarnya pajak penjualan tanah berupa PPh tidaklah sulit.
Misalnya dalam sebuah transaksi jual beli tanah, kedua belah pihak
telah sepakat untuk melakukan transaksi tanah senilai Rp400.000.000,
maka berdasarkan peraturan yang ditetapkan, besarnya PPh adalah:
• = 2.5% x Rp400.000.000
• = Rp10.000.000,00.
Cara Menghitung Pajak Penjualan Bangunan
BPHTB
Begitupun dengan perhitungan pajak penjualan tanah berupa BPHTB yang tidak
terlalu sulit. Misalnya, ada sebidang tanah yang sedang ditransaksikan memiliki
NPOP sebesar Rp150.000.000 NPOPTKP sebesar Rp80.000.000. Dengan
demikian, maka pajak penjualan tanah BPHTB menjadi seperti berikut ini:
NJOP Kena Pajak = NPOP – NPOPTKP
= Rp150.000.000,00 – Rp80.000.000,00
• = Rp70.000.000,00
• BPHTB Terutang (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
• = 5% x Rp70.000.000,00
• = Rp3.500.000,00
Pph 4 (2) – JASA KONTRUKSI – pembagian jasa kontruksi
Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan
tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau
bentuk fisik lain.
• Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli
yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya
untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk
di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model
penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and
construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
• Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli
yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam
bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
• Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli
yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan
pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
Pph 4 (2) – JASA KONTRUKSI –
Kualifikasi Kontruksi
Pph 4 (2) – JASA KONTRUKSI - tarif
CONTOH SOAL
Bapak Yoni akan membangun sebuah bangunan di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Bapak
Yoni menggunakan perusahaan jasa konstruksi yang masih dikualifikasikan sebagai perusahaan kecil.
Bapak Yoni melakukan konsultasi perencanaan, tata letak bangunan, ukuran setiap ruangan, memilih
bahan bangunan, hingga proses pengerjaaan.
Perusahaan konstruksi tersebut pun memberi Bapak Yoni sebuah dokumen yang berisikan rincian
biaya, rincian biaya ini yang dikenal sebagai nilai kontrak.
Nilai kontrak sebesar 3 miliar rupiah tersebut disetujui kedua belah pihak di atas dengan tanda
tangan diatas materai dan akan dibayar setelah pengerjaan selesai.
Maka, penyedia jasa menyetor sebesar 90 juta rupiah ke kantor pajak sebagai Pajak Penghasilan Jasa
Konstruksi.
PENGHASILAN DARI USAHA YG
DITERIMA/DIPEROLEH WP YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU
1.Wajib Pajak yang dikenai PPh Final adalah Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
• Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha
tetap; dan
• Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tertentu tidak
melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
PENGHASILAN DARI USAHA YG DITERIMA/DIPEROLEH
WP YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
• Contohnya :
• Dalam 1 bulan jumlah total penghasilan (omzet) yang didapat salah satu UMKM ini
adalah sebesar Rp55.000.000.
• PPh pasal 4 ayat 2 final atas penghasilan tersebut adalah sebesar: Rp55.000.000 x
1% = Rp550.000
PPh Pasal 15
• Dimana hal ini untuk Wajib Pajak yang bergerak atau beraktivitas di
dalam industri pelayaran, penerbangan, hingga perusahaan asing.
• Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 merupakan salah satu jenis
pengenaan pajak atau pungutan pajak pada industri di bidang
penerbangan dalam negeri, pelayaran dalam negeri, pelayaran atau
penerbangan luar negeri, serta perusahaan asing. Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 menjadi dasar hukum PPh Pasal 15.
Beberapa Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang
masih berlaku guna mengatur tentang PPh 15
• KMK Nomor 433/KMK.04/1994 tentang Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Kena
Pajak atas Penghasilan dari Pekerjaan yang Diterima Tenaga Asing yang Bekerja pada
WP Badang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Indonesia;
• KMK Nomor 634/KMK.04/1994 tentang Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Neto
bagi WP Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia;
• KMK Nomor 284/KMK.04/1995 tentang Perlakukan PPh Terhadap Pihak-Pihak yang
Melakukan Kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate
Transfer) atau BOT;
• PMK Nomor 475/KMK.04/1996 tentang Norma Perhitungan Penghasilan Neto bagi WP
Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri;
• KMK Nomor 543/KMK.030/2001 tentang Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Neto
dan Cara Pembayaran Pjak Penghasilan bagi WP yang Melakukan Kegiatan Usaha Jasa
Maklin (Contract Manufacturing) Internasional di Bidang Produksi Mainan Anak-Anak.
Jenis-Jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal
15
1.Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas charter penerbangan
dalam negeri
2.Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas pelayaran dalam negeri
3.Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas pelayaran atau
penerbangan luar negeri
4.Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas kantor wilayah dagang
asing di Indonesia
5.Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas Wajib Pajak yang
melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional di
bidang produksi mainan anak-anak.
1. PPh Pasal 15 atas Charter Penerbangan Dalam Negeri
• Objek Pajak
Yang merupakan objek pajak atas charter penerbangan dalam negeri adalah semua imbalan atau nilai
pengganti berupa nilai uang yang diperoleh atau diterima oleh Wajib Pajak sesuai dengan perjanjian
charter dari hasil pengangkutan orang atau barang yang dikirim dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain
di Indonesia atau dari pelabuhan yang berada di Indonesia ke pelabuhan luar negeri.
Perjanjian charter ini merupakan perjanjian yang meliputi semua bentuk charter, termasuk
kedalamnya adalah sewa ruangan pada pesawat udara, baik untuk orang maupun barang (space
charter).
•Subjek Pajak
Biasanya, untuk Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri harus
berkedudukan di Indonesia [Subjek Pajak Dalam Negeri Badan (SPDN Badan)].
1.PPh Pasal 15 atas Charter Penerbangan Dalam Negeri
• Tarif
Untuk tarif PPh Pasal 15 atas charter penerbangan dalam negeri:
PPh terutang = 30% x Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Pelunasan untuk PPh sebesar 1,8% ini merupakan pembayaran dari PPh Pasal
23 yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh
untuk pajak yang bersangkutan.
2. PPh Pasal 15 atas Pelayaran Dalam Negeri
• Objek Pajak
Penghasilan yang menjadi objek dari pengenaan PPh adalah meliputi
penghasilan yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak yang berasal dari
pengangkutan orang atau barang dan termasuk kedalamnya adalah penyewaan
kapal:
- Berasal dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia
- Berasal dari pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia
- Berasal dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia
- Berasal dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia
•Subjek Pajak
Merupakan Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri
2.PPh Pasal 15 atas Pelayaran Dalam Negeri
• Tarif
PPh terutang = 30 % x Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 4% x Peredaran Bruto
• Subjek pajak
Merupakan Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri.
3.PPh Pasal 15 atas Pelayaran atau Penerbangan
Luar Negeri
• Tarif
Penghasilan netto ditetapkan sebesar 6% dari peredaran bruto.
Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebesar 2,64% dari
peredaran bruto dan bersifat final.
4. PPh Pasal 15 atas Kantor Perwakilan Dagang
Asing di Indonesia
• Objek Pajak
Wajib Pajak akan dikenakan pajak apabila terdapat nilai ekspor atas penghasilan
bruto yang diterima Wajib Pajak luar negeri dan memiliki kantor di Indonesia.
Nilai ekspor bruto merupakan semua nilai pengganti atau imbalan yang diperoleh
atau diterima oleh Wajib Pajak luar negeri yang memiliki kantor perwakilan dagang di
Indonesia atas penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang
berkedudukan di Indonesia.
• Subjek pajak
Merupakan Wajib Pajak luar negeri yang memiliki Kantor Perwakilan Dagang (KPD) di
Indonesia yang berasal dari negara yang belum memiliki Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia.
4. PPh Pasal 15 atas Kantor Perwakilan Dagang
Asing di Indonesia
• Tarif
Penghasilan netto = 1% dari nilai ekspor bruto.
Pajak Penghasilan Terutang ditetapkan sebesar 0,44% dari nilai
ekspor bruto dan bersifat final.
Bagi Kantor Perwakilan Dagang (KPD) yang berasal dari negara
mitra P3B dengan Indonesia, maka besarnya tarif pajak yang
terutang akan disesuaikan dengan tarif Branch Proftit Tax (BPT) dari
suatu Bentuk Usaha Tetap (BUT) tersebut sesuai dengan P3B yang
terkait.
5. PPh Pasal 15 atas Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha
Jasa Maklon Internasional di Bidang Produksi Mainan Anak-anak
• Objek Pajak
Yang merupakan objek pajak adalah jumlah dari seluruh biaya atas pembuatan dan juga
perakitan barang, tidak termasuk ke dalamnya adalah biaya atas pemakaian bahan baku.
Jadi objek pajak dalam jenis PPh Pasal 15 ini lebih kepada biaya pabrikan langsung dan
tidak langsung, serta terkait biaya umum dan juga administrasi sesuai dengan
pembukuan komersial dari Wajib Pajak, selain biaya yang merupakan bahan baku miliki
prinsipal.
• Subjek pajak
Merupakan Wajib Pajak yang melaksanakan kegiatan usaha maklon internasional, yaitu
Wajib Pajak dalam negeri yang melaksanakan kegiatan jasa berupa pembuatan atau
perakitan barang yang terkait dengan produk mainan anak-anak, dengan menggunakan
bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis, dan juga penentuan imbalan jasa yang berasal
dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri dan memiliki hubungan yang
istimewa dengan Wajib Pajak.
5. PPh Pasal 15 atas Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha
Jasa Maklon Internasional di Bidang Produksi Mainan Anak-anak
• Tarif
Penghasilan netto dikenakan sebesar 7% dari jumlah seluruh biaya
pembuatan atau perakitan barang, biaya yang tidak termasuk
adalah biaya atas pemakaian bahan baku. Hal ini berlaku selama
Wajib Pajak tidak mengadakan Perjanjian Penentuan Harga Transfer
bersama dengan DJP.
PPh terutang dikenakan sebesar 2,1% yang didapat dari seluruh
biaya pembuatan atau perakitan barang, biaya yang tidak termasuk
adalah biaya atas pemakaian bahan baku.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 15 untuk Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
70
Pemungut, Penyetor, dan Pelapor (1)
Aktivitas Penyerahan Barang
Aktivitas Impor
• Bank Devisa
• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
71
Pemungut, Penyetor, dan Pelapor (2)
• Badan usaha yang ditunjuk Kepala KPP untuk penjualan hasil produksi dalam negeri di industri semen, kertas,
baja, dan otomotif.
• Produsen atau importir BBM, gas, dan pelumas untuk penjualan komoditas tersebut.
• Industri atau eksportir yang ditunjuk Kepala KPP untuk pembelian bahan keperluan di sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan.
72
Tarif Pajak (1)
Aktivitas Penyerahan Barang
Aktivitas Impor
• 2,5% dari nilai impor bagi pengguna Angka Pengenal Impor (API).
• 0,5% bagi pengguna API untuk impor kedelai, gandum, dan tepung terigu.
• 7,5% dari nilai impor bagi non pengguna API.
• 7,5% dari harga jual lelang untuk barang yang tidak dikuasai.
• Nilai impor = CIF ditambah Bea Masuk dan pungutan lain.
73
Pencatatan Transaksi PPh 22
Bendaharawan Negara dan Impor
• PPh 22 Dipungut Bendaharawan Negara
• Jumlah pajak yang dipungut oleh bendaharawan merupakan pengurang kas yang
diterima dicatat sebagai pembayaran pajak dimuka.
• PPN dan PPnBM tidak dicatat, namun bukti potongnya dimintakan untuk
memperoleh restitusi pajak.
74
Ilustrasi
Koperasi Medang Kamulan menerima pembayaran dari Kantor Humas Pemprov atas penyediaan
furniture berbahan kayu jati senilai Rp 350.000.000,00. Berapakah beban PPh 22 dan bagaimana
pernjurnalannya (metode periodik)?
Jawaban:
Beban PPh 22 = 1,5% x 350.000.000
= Rp 5.250.000,00
Jurnal Koperasi Jurnal Humas Pemprov
Kas 344.750.000 Furniture 350.000.000
Pajak dibayar di muka PPh 22 5.250.000 Kas 344.750.000
Penjualan 350.000.000 Utang PPh 22 5.250.000
75
Ilustrasi
(Pencatatan Transaksi Bendaharawan Negara)
CV. Pancala mengirimkan tagihan ke Pemprov Aceh atas pengadaan barang sebesar Rp 220.000.000,00
termasuk PPN. Pengadaan barang tersebut dikenai pemungutan PPh 22 sebesar 1,5%. Harga pokok penjualan
atas barang tersebut adalah Rp 115.000.000,00. Bagaimanakah CV. Pancala melakukan penjurnalan?
Jawaban:
76
Ilustrasi - (Impor)
PT. Kutai Kartanegara melakukan transaksi jual beli dengan Tenggarong Inc. yang berdomisili usaha di luar
negeri atas sebuah mesin cetak tanpa menggunakan API. Nilai kontrak diketahui $ 10,000.00 berdasar
ketentuan FOB shipping point. PT. Kutai Kartanegara mengasuransikan pengiriman tersebut dengan biaya
premi sebesar 10% dari kontrak pembelian, dengan biaya pengangkutan senilai $ 1,500.00. Adapun Bea
Masuk dan pungutan lain masing – masing adalah senilai 20% dan Rp 5.000.000,00. Kurs yang ditetapkan
oleh Menkeu adalah Rp 10.000,00/ $ sedangkan oleh BI Rp 9.500,00/ $. Berapakah besar beban PPh 22?
Jawaban :
Cost 10,000,000.00
Insurance (10% dari Cost) 1,000,000.00
Freight 1,500,000.00
CIF 12,500,000.00
Bea M asuk (20% dari CIF) 2,500,000.00
Pungutan Lain 5,000,000.00
D PPPPN 20,000,000.00
PT. Argabelah melakukan impor atas barang dengan nilai pembelian $ 36.000 (kurs KMK berlaku Rp 9.100/ $).
Perusahaan membayar biaya asuransi dan pengangkutan masing – masing sebesar 7,5% dan 5% dari nilai
pembelian. Bea Masuk sebesar 10% dari CIF dan Bea Masuk lainnya $ 2.500. Penyerahan barang dikenai PPN
dan PPnBM 20%. Jika perusahaan memiliki API (tarif PPh 22 2,5%), bagaimanakah penjurnalan dilakukan ?
Jawaban:
Penghitungan
Cost 36,000
Insurance (7,5%) 2,700
Freight (2,5%) 1,800
CIF 40,500
Bea M asuk (10% CIF) 4,050
Bea M asuk lainnya 2,500
Nilai impor (DPPPPh 22, PPN, PPnBM) $47,050.00
PPnBM(20% DPP) $ 9,410.00
PPh 22 (2,5% DPP) $ 1,176.25
PPN(10% DPP) $ 4,705.00
78
Ilustrasi
(Pencatatan Transaksi Impor)
Jawaban :
Nilai persediaan dicatat : (47.050 + 9.410) x 9.100) 513,786,000
Nilai Pajak dibayar di muka PPh 22 : 1.176,25 x 9.100 10,703,875
Nilai PPNmasukan : 4.705 x 9.100 42,815,500
Penjurnalan
Persediaan 513,786,000
Pajak dibayar di muka PPh 22 10,703,875
PPNmasukan 42,815,500
Kas 567,305,375
79
Tarif Pajak (2)
81
Pencatatan Transaksi PPh 22
Industri Tertentu
• Pihak Pemungut
• Mencatat penerimaan kas dan mengakui utang pajak, sebab harus disetor ke
kas negara.
• Pihak yang Dipungut
• Mencatat pembayaran tersebut sebagai pajak dibayar di muka pada saat
pembelian, sebab kewajiban perpajakannya telah dipenuhi.
82
Ilustrasi
(Industri Tertentu)
Koperasi Holing mengadakan penjualan kepada Ny. Sima atas 1.000 rim kertas flano dengan nilai
total Rp 77.000.000,00, termasuk PPN. Diketahui pula bahwa atas pembelian bubur kertas
sebagai bahan baku, perusahaan telah dikenai PPh 22 senilai Rp 200.000,00. Berapakah PPh 22
yang dipungut Koperasi Holing dan bagaimana penjurnalannya dengan metode periodik?
Jawaban :
Beban PPh 22 = 0,1% x (100%/ 110%) x 77.000.000
= Rp 700.000,00
Jurnal Koperasi Holing
Piutang dagang 77.700.000
Penjualan 70.000.000
Utang PPh 22 700.000
PPN keluaran 7.000.000
83
Ilustrasi
(Pencatatan Transaksi Industri Tertentu)
CV. Talkandha merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pencetakan plat baja untuk keperluan industri.
Di suatu transaksi, perusahaan mencatatkan penjualan kredit sebesar Rp 575.000.000,00, tidak termasuk PPN
dan PPh 22 (tarif 0,3%), dengan harga pokok penjualan sebesar Rp 465.000.000,00. Bagaimana penjual dan
pembeli melakukan pencatatan?
Jawaban: Penjual (CV.Talkandha)
Piutang dagang 634,225,000
Penjualan 575,000,000
PPNkeluaran 57,500,000
Utang PPh 22 1,725,000
Harga pokok penjualan 465,000,000
Persediaan 465,000,000
Pembeli
Persediaan 575,000,000
PPNmasukan 57,500,000
Pajak dibayar di muka PPh 22 1,725,000
Utang dagang 634,225,000 84
Sanksi Tarif
Bagi WP yang tidak memiliki NPWP,
tarif lebih tinggi 100% untuk PPh 22 tidak final.
Ilustrasi
CV. Tarumanegara melakukan pembelian lima keranjang ikan patin senilai Rp 1.500.000,00 per keranjang
untuk keperluan ekspor, dengan biaya pengiriman sebesar Rp 50.000,00 ditanggung Tn. Mulawarman
sebagai pedagang pengumpul. Jika Tn. Purnawarman tidak memiliki NPWP, berapakah besar PPh 22 yang
harus dipungut oleh PT. Kutai Kartanegara?
Jawaban:
Tarif PPh 22 = 0,25% x (1 + 100%)
= 0,5%
Beban PPh 22 = 0,5% x 5 x 1.500.000
= Rp 37.500,00
85
Saat Terutang dan Pelunasan
Pemungutan pajak terutang dilakukan saat pembayaran kecuali ditetapkan berlainan oleh Menkeu.
Pengecualian tersebut antara lain:
86
Objek Dikecualikan dari Pemungutan (1)
Impor barang dan/ atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak terutang PPh.
Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/ atau PPN.
Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata – nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
Impor kembali, yang meliputi barang – barang yang diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang yang telah diekspor untuk perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang
ditentutakn Ditjen Bea dan Cukai.
87
Objek Dikecualikan dari Pemungutan (2)
Pembayaran atas pengadaan barang bagi institusi pemerintah jika berjumlah maksimal Rp 2.000.000,00
dan tidak merupakan pembayaran terpecah-pecah; atau jika ditujukan untuk pembelian BBM, listrik, gas,
pelumas, air minum/ PDAM, dan benda pos.
Pembayaran untuk pembelian gabah dan/ atau beras oleh Perum Bulog.
Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas yang ditujukan untuk
ekspor.
88
Ilustrasi
Fa. Kalingga menandatangani kontrak dengan Pemerintah Kota Pasuruan untuk melakukan
penyediaan ATK senilai Rp 110.000.000,00.
a. Berapakah besar beban PPh 22?
b.Jika kontrak tersebut meliputi pula penyediaan 1000 lembar perangko nominal Rp 6.000,00 at
cost, berapakah besar beban PPh 22?
Jawaban :
c. Beban PPh 22 = 1,5% x 110.000.000
= 1,5% x 110.000.000
= Rp 1.650.000,00
b.Beban PPh 22 = 1,5% x (110.000.000 – 60.000.000)
= 1,5% x 50.000.000
= Rp 750.000,00
89
Pengecualian PPh 22
Pengecualian memerlukan bukti berupa Surat keterangan Bebas PPh 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak
untuk:
• Impor barang dan/ atau penyerahan barang yang tidak terutang PPh.
• Emas batangan yang diproses untuk menghasilkan perhiasan untuk diimpor.
Pelaksanaan pengecualian dari pemungutan PPh 22 dilakukan oleh Ditjen Bea dan Cukai, dengan tata cara
yang diatur oleh Dirjen Bea dan Cukai dan/ atau Ditjen Pajak.
90
PPN & PPn BM
(Pajak Pertambahan Nilai
&
Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah)
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
• DASAR HUKUM
• UU NOMOR 8 TAHUN 1983
• UU NOMOR 11 TAHUN 1994
• UU NOMOR 18 TAHUN 2000
• UU NOMOR 42 TAHUN 2009
• PERATURAN PEMERINTAH
• KEP.MENTERI KEUANGAN
• KEP.DIRJEN PAJAK
• SE.DIRJEN PAJAK
PENGERTIAN PPN
• MENURURT DR MIYASTO, DALAM ARTIKELNYA YANG YANG
BERJUDUL STRUKRUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 2000,
MENYATAKAN BAHWA ”PPN ADALAH PAJAK YANG DIKENAKAN
ATAS NILAI TAMBAH DARI SUATU KOMODITI”.
2. PPN YANG TERCANTUM DI DALAM FAKTUR PAJAK INI MERUPAKAN PAJAK KELUARAN
(OUT PUT TAX)
3. PADA WAKTU PKP TSB MELAKUKAN PEMBELIAN BKP/JKP, MAKA PKP AKAN
DIPUNGUT PPN SEBESAR 11 % DARI JUMLAH YANG DIBAYAR ATAU SEHARUSNYA
DIBAYAR OLEH PENJUAL (PEMBELI MENERIMA FAKTUR PAJAK). PPN YANG DIBAYAR
OLEH PKP TSB MERUPAKAN PAJAK MASUKAN (IN PUT TAX)
1. PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN ATAS
PENYERAHAN JASA KENA PAJAK DI DALAM DAERAH PABEAN DAN ATAU MELAKUKAN EKSPOR
BARANG KENA
3. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG TERUTANG ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TIDAK
BERWUJUD ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN, HARUS DIPUNGUT
ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMANFAATKAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU
JASA KENA PAJAK TERSEBUT
PENGUSAHA KENA PAJAK
• SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAPAT DIKELOMPOKKAN MENJADI :
• MENURUT PASAL 4 HURUF A, C, DAN F SERTA PASAL 160 JA PASAL 1 HURUF I UU 1984 JO PASAL 2
PERATURAN PEMERINTAH NO. 50 TAHUN 1994,
• PENGUSAHA KENA PAJAK :
1. PENGUSAHA YANG MENYERAHKAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAK DI DALAM PABEAN.
2. PENGUSAHA YANG MEMANFAATKAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU DASAR KENA PAJAK DARI
LUAR DAERAH DI DALAM DAERAH PABEAN.
3. PENGUSAHA KECIL YANG MEMILIH DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK.
4. PENGUSAHA YANG MENGIMPOR BARANG KENA PAJAK.
5. PENGUSAHA YANG MENYERAHKAN AKTIVA YANG MENURUT TUJUAN SEMULA TIDAK UNTUK
DIPERJUALBELIKAN.
BUKAN PENGUSAHA KENA PAJAK
• Bukan pengusaha kena pajak
• Menurut Pasal 4 huruf b, huruf d, dan huruf c serta pasal 16C UU PPN
1984 bukan pengusaha kena pajak.
• Siapapun yang memanfaatkan barang kena pajak tidak berwujud dan
atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah paben.
• Siapapun yang mengekspor barang kena pajak.
• Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan
dan pekerjaannya.
PENGUSAHA/PKP
• PENGUSAHA ADALAH ORANG PRIBADI ATAU BADAN DALAM BENTUK APAPUN DI DALAM
LINGKUNGAN PERUSAHAAN ATAU PEKERJAANNYA MENGHASILKAN BARANG, MENGEKSPOR
BARANG, MELAKUKAN USAHA PERDAGANGAN, MEMANFAATKAN BARANG TIDAK BERWUJUD
DARI LUAR DAERAH PABEAN, MELAKUKAN USAHA JASA, ATAU MEMANFAATKAN JASA DARI
LUAR DAERAH PABEAN.
• PENGERTIAN PENGUSAHA KENA PAJAK ADALAH PENGUSAHA YANG MELAKUKAN
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK YANG
DIKENAKAN PAJAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, TIDAK
TERMASUK PENGUSAHA KECIL YANG BATASANNYA DITETAPKAN OLEH MENTERI
KEUANGAN, KECUALI PENGUSAHA KECIL YANG MEMILIH UNTUK DIKUKUHKAN MENJADI
PENGUSAHA ENA PAJAK.
KEWAJIBAN PKP
• PENGUSAHA YANG MELAKUKAN :
• PENYERAHAN BKP/PENYERAHAN JKP EKSPOR BKP
ATAU MEMILIH MENJADI PKP
• WAJIB :
• MELAPORKAN USAHANYA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP
• MEMUNGUT PPN DAN PPnBM TERUTANG
• ]MENYETOR PPN/PPnBM TERUTANG
• MELAPORKAN PPN/PPnBM DALAM SPT MASA PPN/PPnBM SETIAP BULAN
PENGUSAHA KECIL
PMK NOMOR 197/PMK.03/2013 Pasal 1
• Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
• Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh
pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya
• Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan,
pengertian tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tahun kalender.
PEDAGANG ECERAN
• PENGUSAHA YANG DALAM KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAANNYA MELAKUKAN USAHA
PERDAGANGAN DENGAN CARA :
• MENYERAHKAN BKP MELALUI SUATU TEMPAT PENJUALAN ECERAN SEPERTI TOKO, KIOS ATAU
DENGAN CARA PENJUALAN YANG DILAKUKAN LANGSUNG KEPADA KONSUMEN AKHIR, ATAU
DNGAN CARA PENJUALAN YANG DILAKUKAN DARI RUMAH KE RUMAH; DAN
• MENYEDIAKAN BKP YANG DISERAHKAN DI TEMPAT PENJUALAN; DAN
• MELAKUKAN TRANSAKSI JUAL-BELI SECARA SPONTAN, TANPA DIDAHULUI PENAWARAN TERTULIS,
PEMESANAN TERTULIS, KONTRAK ATAU LELANG, DAN PADA UMUMNYA PEMBELI DATANG KE
TEMPAT PENJUALAN LANGSUNG MEMBAWA SENDIRI BKP YANG DIBELINYA
PAJAK MASUKAN DAN PAJAK
KELUARAN
• YANG DIMAKSUD PAJAK MASUKAN ADALAH PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI YANG DIBAYAR OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK PADA WAKTU
PEMBELIAN BARANG KENA PAJAK DAN ATAU PADA WAKTU
PENERIMAAN JASA KENA PAJAK.
1. NAMA, ALAMAT, NPWP PEMBELI BARANG KENA PAJAK ATAU PENERIMA JASA KENA
PAJAK.
2. NAMA, ALAMAT, NPWP YANG MENYERAHKAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA
PAJAK.
3. JENIS BARANG ATAU JASA, JUMLAH HARGA JUAL ATAU PENGGANTIAN DAN POTONGAN
HARGA JUAL.
4. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIPUNGUT.
5. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH YANG DIPUNGUT.
6. KODE, NOMOR SERI DAN TANGGAL PEMBUATAN FAKTUR PAJAK.
7. NAMA, JABATAN DAN TANDA TANGAN YANG BERHAK ATAS FAKTU PAJAK TERSEBUT.
FAKTUR PAJAK CACAT (TIDAK SAH)
• 1. FAKTUR PAJAK YANG DITERBITKAN ATAS SUATU TRANSAKSI OLEH WAJIB PAJAK
YANG BELUM DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK.
• 2. FAKTUR PAJAK YANG DITERBITKAN OLEH WAJIB PAJAK YANG ALAMATNYA TIDAK
DIKETAHUI ATAU TIDAK DIKENAL.
• BERDASARKAN PASAL 9 AYAT (8) DAN PASAL 16B AYAT (3) UNDANG-UNDANG PPN TAHUN
1984 JIS PASAL 32 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 50 TAHUN 1994 DAN KMK NOMOR
643/KMK.04/1994 TANGGAL 29 DESEMBER 1994 SERTA NOMOR 252/KMK.04/1998
TANGGAL 29 APRIL 1998 TELAH DITETAPKAN JENIS-JENIS PAJAK MASUKAN YANG
TIDAK DAPAT DIKREDITKAN, YAITU:
a. PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAK SEBELUM PENGUSAHA
DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK.
b. PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAK YANG TIDAK MEMPUNYAI
HUBUNGAN LANGSUNG DENGAN KEGIATAN USAHA
c. PEROLEHAN KENDARAAN BERMOTOR, JEEP,VAN, STASIUN WAGON.
d. PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK
DILUAR DAERAH PABEAN SEBELUM PENGUSAHA DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA
KENA PAJAK.
PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DAPAT
DIKREDITKAN
e. PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAK YANG
BUKTI PUNGUT PAJAKNYA FAKTUR PAJAK SEDERHANA.
f. PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAK YANG
FAKTUR PAJAKNYA TIDAK LENGKAP SEBAGAIMANA DIAMAKSUD
DALAM TATA CARA PENGISIAN FAKTUR PAJAK.
g. PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAK YANG
PAJAK MASUKANNYA DITAGIH DENGAN PENERBITAN KETETAPAN
PAJAK.
h. PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAKYANG
PAJAK MASUKANYA TIDAK DILAPORKAN DALAM SURAT
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG
DITEMUKAN PADA SAAT PEMERIKSAAN
PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
• TERUTANGNYA PAJAK ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK BERWUJUD YANG MENURUT SIFAT ATAU HUKUMNYA
MERUPAKAN BARANG TIDAK BERGERAK, TERJADI PADA SAAT PENYERAHAN HAK UNTUK MENGGUNAKAN ATAU
MENGUASAI BARANG KENA PAJAK TERSEBUT, BAIK SECARA HUKUM ATAU SECARA NYATA, KEPADA PIHAK PEMBELI
TERUTANGNYA PAJAK ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK BERWUJUD YANG MENURUT SIFAT ATAU HUKUMNYA
MERUPAKAN BARANG TIDAK BERGERAK, TERJADI PADA SAAT PENYERAHAN HAK UNTUK MENGGUNAKAN ATAU
MENGUASAI BARANG KENA PAJAK TERSEBUT, BAIK SECARA HUKUM ATAU SECARA NYATA, KEPADA PIHAK PEMBELI
SAAT TERHUTANGNYA PAJAK
• TERUTANGNYA PAJAK ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK,
ADALAH PADA SAAT TERJADI LEBIH DAHULU DARI PERISTIWA-PERISTIWA DI BAWAH INI:
• TERUTANGNYA PAJAK ATAS PENYERAHAN JASA KENA PAJAK , TERJADI PADA SAAT MULAI TERSEDIANYA FASILITAS ATAU
KEMUDAHAN UNTUK DIPAKAI SECARA NYATA,BAIK SEBAGIAN ATAU SELURUHNYA.
• TERUTANGNYA PAJAK ATAS IMPOR BARANG KENA PAJAK , TERJADI PADA SAAT BARANG KENA PAJAK TERSEBUT
DIMASUKKAN KE DALAM DAERAH PABEAN.
• TERUTANGNYA PAJAK ATAS EKSPOR BARANG KENA PAJAK, TERJADI PADA SAAT BARANG KENA PAJAK TERSEBUT
DIKELUARKAN DARI DAERAH PABEAN.
• TERUTANGNYA PAJAK ATAS AKTIVA YANG MENURUT TUJUAN SEMULA TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN DAN ATAS
PERSEDIAAN BARANG KENA PAJAK, YANG MASIH TERSISA PADA SAAT PEMBUBARAN PERUSAHAAN, TERJADI PADA
SAAT TERHUTANGNYA PAJAK
• TERUTANGNYA PAJAK ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU
JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN ADALAH PADA SAAT ORANG PRIBADI ATAU
BADAN TERSEBUT MULAI MEMANFAATKAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD
ATAU JASA KENA PAJAK DI DALAM DAERAH PABEAN. SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN
BARANG KENA PAJAK TIADAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH
PABEAN DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
TEMPAT PAJAK TERUTANG
• ATAS PENYERAHAN BKP
TEMPAT PAJAK TERUTANG ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN ATAU JASA
KENA PAJAK DI DALAM DAERAH PABEAN ADALAH DI TEMPAT TINGGAL ATAU TEMPAT
KEDUDUKAN DAN TEMPAT KEGIATAN USAHA DILAKUKAN, YAITU DI TEMPAT PENGUSAHA
DIKUKUHKAN ATAU SEHARUSNYA DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK.
• ATAS IMPOR
DALAM HAL IMPOR, TERUTANGNYA PAJAK TERJADI DI TEMPAT BARANG KENA PAJAK
DIMASUKKAN KE DALAM DAERAH PABEAN DAN DIPUNGUT MELALUI DIREKTORAT
JENDERAL BEA DAN CUKAI.
TEMPAT PAJAK TERUTANG
• ATAS PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DAN ATAU JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN BAGI
ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMANFAATKAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD
DAN ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN, TERUTANGNYA PAJAK TERJADI DI
TEMPAT ORANG PRIBADI ATAU BADAN TERSEBUT TERDAFTAR SEBAGAI WAJIB PAJAK
• KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DILAKUKAN TIDAK DALAM
LINGKUNGAN PERUSAHAAN ATAU PEKERJAANNYA ATAU OLEH BUKAN PENGUSAHA KENA PAJAK, ADALAH
DI TEMPAT BANGUNAN TERSEBUT DIDIRIKAN.
• APABILA PERUSAHAAN MEMPUNYAI LEBIH DARI SATU TEMPAT PAJAK TERUTANG, BAIK SEBAGAI
PUSAT MAUPUN CABANG PERUSAHAAN, MAKA PEMINDAHAN BARANG KENA PAJAK ANTAR TEMPAT
TERSEBUT (DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK ANTAR
CABANG), TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK. YANG DIMAKSUD
DENGAN CABANG TERMASUK ANTARA LAIN LOKASI USAHA, PERWAKILAN, UNIT PEMASARAN, DIVISI
PERUSAHAAN DAN SEJENISNYA