Anda di halaman 1dari 50

IMPLEMENTASI FORNAS DAN

POR DI FASYANKES
MENYONGSONG UHC DI
SULAWESI TENGGARA
Oleh Barwik Sirait
Kabid. Yankes dan Kefarmasian
Dinas Kesehatan Prov. Sultra

Disampaikan Pada Acara


Implementasi Fornas di Rumah Sakit dan POR di Puskesmas
Baubau, 14-16 Agutus 2018
Seminar Towards Universal Health Coverage: Tackling the Health Financing Crisis to End
Poverty 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa jaminan


kesehatan universal menjadi salah satu bagian dari agenda kunci
pembangunan negara, tidak hanya mendukung cita-cita sustainable
development goals PBB.

"Jaminan kesehatan universal diperlukan sebagai dasar dari pertumbuhan


produktivitas kami dan keberlangsungan ekonomi. Partisipasi usia belajar
dan populasi usia bekerja dalam sistem jaminan kesehatan yang
berkualitas adalah penting untuk memastikan produktivitas, proses
belajar, dan bekerja mereka tidak terhambat oleh isu kesehatan,"
LANDASAN HUKUM
No Landasan Hukum Tentang
UUD 1945 :
- Pasal 28 H Setiap orang berhak atas pelayanan
kesehatan
- Pasal 34 Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial
UU NO 40/2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
UU NO 36/2009 Tentang Kesehatan
UU NO 24/2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
PP NO 101 / 2012 dan perubahannya: Tentang Penerima Bantuan Iuran
PP NO 76/2015
Perpres No. 12 /2013 dan perubahannya: Perpres No Tentang Jaminan Kesehatan
111/2013,
Perpres No 19/2016 dan
Perpres No 28/2016
Permenkes No. 71/2013 dan Tentang Pelayanan Kesehatan pada
Perubahannya Permenkes 99/2015; Permenks 23/2017 dan Jaminan Kesehatan Nasional
Permenkes 5/2018
LANDASAN HUKUM
No Landasan Hukum Tentang

Permenkes No. 19/2014  Permenkes No. 21/2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional
untuk Jasa pelayanan dan Dukungan Operasional pada
FKTP
milik Pemerintah daerah
Permenkes No 27/2014  sedang proses revisi Tentang Juknis Sistem INA CBG

Permenkes No 28/2014  Sedang proses revisi Tentang Pedoman Pelaksanaan Program JK

Permenkes No 59/2014 dan perubahannya: Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam
Permenkes No 12/2016 Sedang proses revisi ke 2 penyelenggaraan J
Permenkes No 36/2015 Tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam
pelaksanaan
program JK pada sistem JKN
Permenkes No 5/2016 Tentang Penyelenggaraan Pertimbangan Klinik

Permenkes No 11/2016 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Rawat Jalan Eksekutif


di RS
Permensos No 5/2016 Tentang Pelaksanaan PP 76 Tahun 2015 tentang Perubahan
Atas PP 101 Tahun 2012 tentang PBI Jaminan Kesehatan
Universal health coverage merupakan sistem kesehatan yang memastikan
setiap warga dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan
kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bermutu tanpa
menemui hambatan finansial.

3 Dimensi UHC:
1. Seberapa besar prosentase penduduk
yang dijamin
2. Seberapa lengkap pelayanan yang dijamin
3. Seberapa besar pembiayaannya
Sukses Wujudkan Program JKN-KIS di
Daerah, Empat Kepala Daerah Diganjar
Penghargaan Mendagri (Rakyat Sultra 25
Mei 2018)

Dari total 514 jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia, sebanyak 494 Kabupaten/Kota


memiliki program Jamkesda, dan per 1 Mei 2018  493 Kabupaten/Kota telah
mengintegrasikan Jamkesdanya ke dalam Program JKN-KIS, dengan total peserta
sebanyak  25.135.748 jiwa. Tercatat 4 Provinsi (Aceh, DKI Jakarta, Gorontalo
dan Papua Barat), 28 Kota dan 92 Kabupaten sudah lebih dulu UHC di
Tahun 2018.
Untuk wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Kendari, Kabupaten
yang mendapat penghargaan langsung dari Menteri Dalam Negeri
adalah Kabupaten Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Kolaka dan
Bombana.
PERGUB 8/2018
TENTANG
JAMINAN KESEHATAN SEMESTA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Peserta: Seluruh masyarakat Sultra – bertahap – plg lambat 31 Des 2018


Kepesertaan bersifat Wajib dan dilakukan bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk
Pentahapan – Tahap I mulai 1 Januari 2014; Tahap II paling lambat 31 Desember 201
Berbagai Isu dalam Implementasi JKN
• Antrian pasien di RS • Overload
• Pelayanan berbelit-belit • INA-CBG dinilai belum
• Tunggakan Iuran oleh mencukupi bagi
peserta Faskes
& pemberi kerja • Distribusi Faskes belum
• Penolakan pasien di RS Peserta Faske merata
• Kekosongan &
• Pasien harus Iur Biaya
untuk s masalah
obat, pelayanan distribusi obat

Pemerintah BPJ
S • Ketidakpuasan
• Resiko Fiskal
Peserta
• Keluhan Masyarakat
• Defisit
• Sustainabilitas program
• Overlapping Regulasi
JKN
PESERTA JKN DI SULTRA
(SUMBER: LAPORAN BPJS-K, MARET 2018)

No Kab/Kota Jml Pddk Jml % No Kab/Kota Jml Pddk Jml %


Peserta Peserta
1 KENDARI 333.334 294.127 88,2 10 BUTUR 61.558 49.171 79.9
2 BAUBAU 154.027 119.194 77,4 11 KONUT 64.579 62.965 97,5
3 KONAWE 252.900 190.598 75,4 12 WAKATOBI 110.071 81.395 73,9
4 KOLAKA 217.786 208.961 95,9 13 KOLTIM 118.233 70.142 59,3
5 MUNA 227.259 172.787 76 14 KONKEP 33.876 32.589 96,2
6 BUTON 114.253 80.122 70,1 15 MUBAR 78.394 41.194 52,5
7 KONSEL 305.865 200.356 65,5 16 BUTENG 114.778 60.490 52,7
8 BOMBANA 135.423 130.661 96,5 17 BUSEL 94.443 64.166 67,9
9 KOLUT 134.367 87,430 65,1 Jumlah 2.551.146 1.946.348 76,3
KETERSEDIAAN PUSKESMAS
(SEMUA KEC TELAH MEMPUNYAI 1 PUSK ATAU LEBIH)
NO KAB JUMLAH AKREDITAS NO KAB JUMLAH AKREDITA
PUSKESMAS I PUSKESMAS SI
1 KENDARI 15 6+7 10 BUTUR 10 2+2
2 BAUBAU 17 4+8 11 KONUT 18 5+7
3 KONAWE 29 5+5 12 WAKATOBI 20 2+8
4 KOLAKA 14 4+5 13 KOLTIM 13 3+5
5 MUNA 27 8+10 14 KONKEP 7 2+2
6 BUTON 14 3+5 15 MUBAR 15 2+6
7 KONSEL 24 8+8 16 BUTENG 12 3+5
8 BOMBANA 22 3+6 17 BUSEL 8 2+3
9 KOLUT 16 4+6 JUMLAH 281 66+98 = 164

Kecuali Puskesmas belum teregistrasi, semua Puskesmas sdh kerjasama BPJS-K. Jumlah FKTP
kerjsama sebanyak 374, termasuk praktek mandiri dokter dan klinik,
KETERSEDIAAN RS
(SETIAP KAB/KOTA TELAH MEMILIKI RS)
No Kab/Kota JML RS JML TT No Kab/Kota JML RS JML TT
1 KENDARI 12 1466 10 BUTUR 1 50
2 BAUBAU 4 267 11 KONUT 1 62
3 KONAWE 3 200 12 WAKATOBI 1 79
4 KOLAKA 2 247 13 KOLTIM 1 20
5 MUNA 3 89 14 KONKEP 1 15
6 BUTON 1 89 15 MUBAR 1 22
7 KONSEL 1 125 16 BUTENG 1 50
8 BOMBANA 1 95 17 BUSEL 1 24
9 KOLUT 1 120 JUMLAH 36 3020

Rasio TT/ penduduk = 1 TT/ 1000 penduduk


Asumsi penduduk Sultra sekitar 2,6 juta jiwa, maka ketersediaan TT sudah melebihi, tp masalahnya DISTRIBUSI RS
Dari 36 RS yang ada baru 9 yang terakreditasi (tahun 2017).
Dari 36 RS/ FKRTL yang kerjasama dgn BPJS-K baru 24 (66,7%)
12

021 –1 500 400 www.bpjs-kesehatan.go.id


13

021 –1 500 400 www.bpjs-kesehatan.go.id


TANTANGAN JKN
Kepesertaan  Pendataan Kepesertaan PBI
 Perluasan Cakupan JKN terutama dari sector informal
 Integrasi Jamkesda ke dalam JKN

Supply Side  Kualitas dan Kuantitas Faskes yang bekerja sama


Readiness  Distribusi Faskes dan SDM Kesehatan
 Pemenuhan Obat dan Alkes
Pembiayaan  Kecukupan Iuran dengan Tarif
 Pengembangan Tarif JKN
 Kolektabilitas Iuran terutama sector PBPU
Optimalisasi Peran  Peningkatan sisi supply
Pemda  Monitoring dan Evaluasi
 Sistem Informasi dan Pendataan
PENGUATAN PELAYANAN KESEHATAN
Pemerataan Akses Peningkatan Kualitas Penguatan Sistem Pemberdayaan
Rujukan Pemerintah
Daerah
FKRTL Akreditasi Puskesmas Penerapan Pembayaran Optimalisasi Peran
Pengembangan RS Setiap Kecamatan Kapitasi Berbasis Pemerintah daerah
Rujukan Regional, mempunyai 1 Pusk yg Komitmen Pelayanan dalam:
Pembangunan RS terakreditasi di FKTP Pemerintah 1. Peningkatan Cakupan
Pratama. - Akreditasi RS Tahun Kepesertaan
FKTP Setiap RS Kab/Kota 2. Pendataan PBI
Pelayanan Kesehatan terakreditasi 3. Penyiapan Infrastruktur,
bergerak di daerah - Wajib Kerja Dokter SDM Kesehatan dan
Tertinggal, Perbatasan dan Spesialis ketersediaan obat
Kepulauan 4. Sistem Informasi
Skema Pembiayaan JKN KIS

Dana Jaminan Sosial

Iuran
Biaya Pelayanan
Peserta PBI
Kesehatan di FKTP (
Kapitasi & Non
Kapitasi) Kendali Mutu dan
BPJS- Kendali Biaya:
1. Standar tarif
Iuran Peserta K Biaya Pelayanan 2. HTA
Non PBI Kesehatan di FKRTL 3. DPK
( INA-CBG & Non 4. Monev
INA CBG

Dana Operasional
TANTANGAN IURAN

• Penetapan iuran lebih kecil daripada kebutuhan iuran menurut


perhitungan actuarial
• Belum optimalnya keikutsertaan kelompok PPU
• Belum optimalnya kolektabilitas iuran pada segmen peserta tertentu
• Belum seluruh Jamkesda terintegrasi kedalam program JKN-KIS nasional
• Ketergantungan tinggi pada pembiayaan pemerintah
KETENTUAN TARIF YANG BERLAKU
UNTUK PROGRAM JKN SAAT INI

• PMK 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam


Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
• PMK 64 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas PMK 52 Tahun 2016 Tentang Standar
Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
• PMK 4 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua PMK 52 Tahun 2016 Tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan
KEBIJAKAN TARIF FKTP DALAM JKN
Permenkes No. 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan JKN, Pasal 4 : Besaran tarif
kapitasi yang diterima oleh FKTP (Norma Kapitasi) ditentukan berdasarkan seleksi dan kredensial
yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan, dinas kesehatan, kabupaten/kota, dan/atau Asosiasi Fasilitas
Kesehatan dengan mempertimbangkan kriteria sumber daya manusia, kelengkapan sarana dan
prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan.

Norma Kapitasi:
Puskesmas : Rp 3.000-6.000 Kapitasi Berbasik Komitmen Pelayanan:
Klinik: Rp 8.000-10.000 Pemenuhan indikator yang meliputi :
Dr Praktek Mandiri : Rp 8.000 1. Angka Kontak
Drg : Rp 2.000 2. Rasio Rujukan Rawat Jalan Non Spesialistik
RS Kelas D Pratama : Rp 10.000 3. Rasio Peserta Prolanis Berkunjung
FKTP Terpencil dan Kepulauan: 4. Pelaksanaan kunjungan rumah dalam rangka pendekatan
- Dengan Dokter : Rp 10.000 keluarga
- Tanpa Dokter (bidan & perawat) Rp Pada Tahun 2017 diterapkan di seluruh
8.000 FKTP milik Pemerintah, kecuali DTPK
OBAT, FORNAS, DAN POR
KETERSEDIAAN OBAT TERGANTUNG
ANTARA LAIN PADA PERENCANAAN
KEBUTUHAN, PERENCANAAN
PENGADAAN, PROSES PENGADAAN
DAN PROSES PENDISTRIBUSIAN.
Kebijakan Tata Kelola Obat JKN

RKO PENGADAAN
FORNAS OBAT
- Daftar obat terpilih Rencana Dilakukan oleh
yang dibutuhkan dan
harus tersedia di
kebutuhan masing-masing
fasyankes dlm rangka obat SKPD dan
pelaksanaan JKN
- KepMenkes No.
Fasyankes Fasyankes/RS
636/2016 ttg (tahunan)
Perubahan Kedua atas
Kepmenkes 523/2015
ttg Fornas
KEBIJAKAN PENERAPAN
FORNAS
• Formularium Nasional merupakan acuan yang digunakan dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN).
• Formularium Nasional harus digunakan sebagai acuan bagi :
 Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk pengadaan obat
dalam menjamin ketersediaan obat pada penyelenggaraan dan pengelolaan
Program JKN.
 FKTP dan FKRTL yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam pengadaan
obat untuk kebutuhan pelayanan kesehatan.
 Fornas digunakan sebagai acuan oleh Rumah Sakit dan Puskesmas untuk
penyusunan formularium Rumah Sakit dan Puskesmas
KEBIJAKAN PENERAPAN FORNAS

• Apabila obat yang dibutuhkan tidak tercantum dalam Fornas dapat digunakan
obat lain secara terbatas berdasarkan rekomendasi Komite Farmasi dan Terapi
dan disetujui oleh Komite Medik atau Kepala/Direktur RS.
• Penambahan dan atau pengurangan daftar obat yang tercantum dalam
Fornas ditetapkan oleh Menkes setelah mendapatkan rekomendasi Komnas
Fornas (Adendum Fornas)
• Pelayanan obat bagi peserta Jaminan Kesehatan harus memperhatikan restriksi
obat dan peresepan maksimal obat sebagaimana tercantum dalam Fornas
Penggunaan Obat Di Luar Formularium Nasional

Pada pelaksanaan pelayanan kesehatan, penggunaan obat disesuaikan dengan standar


pengobatan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila dalam pemberian pelayanan
kesehatan, pasien membutuhkan obat yang belum tercantum di Formularium nasional, maka
hal ini dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Penggunaan obat di luar Formularium nasional di FKTP dapat digunakan apabila


sesuai dengan indikasi medis dan sesuai dengan standar pelayanan kedokteran
yang biayanya sudah termasuk dalam kapitasi dan tidak boleh dibebankan kepada
peserta.

b. Penggunaan obat di luar Formularium nasional di FKRTL hanya dimungkinkan


setelah mendapat rekomendasi dari Ketua Komite Farmasi dan Terapi dengan
persetujuan Komite Medik atau Kepala/Direktur Rumah Sakit yang biayanya
sudah termasuk dalam tarif INA CBGs dan tidak boleh dibebankan kepada
peserta.
Rencana Kebutuhan Obat (RKO)

Penetapan RKO Manfaat RKO

• Proses Tayang e-
• Fornas sebagai Acuan JKN Katalog
• Sesuai penggunaan pada • RKO FKTP • Perencanaan
tingkatan pelayanan di Faskes • RKO FKRTL penyediaan obat
RKO Program Kesehatan program
Nasional
Item

Pengajuan RKO melalui


http://monevkatalogobat.kemkes.go.id/
Pengadaan
Pengadaan Obat
Pengadaan Obat untuk JKN untuk Program

Obat FKTP Obat FKRTL Obat Program


Metode pengadaan:
-E-Purchasing
(e-Katalog) P
- Pemda: Dinkes
- Cara lain sesuai Perpres Kab/Kota untuk
RS Pemerintah
Pengadaan B/J Puskesmas (DAK, Pemerintah Pusat
APBD II) maupun dan/atau
Pemerintah - Puskesmas (Dana
Kapitasi)
Swasta Pemda
- Klinik (Dana (INACBGs (APBN)
Kapitasi) dan klaim)
- Apotek Jejaring
Permenkes 28/2014 ttg Pedoman Pelaksanaan JKN
Pelayanan Obat
1. Pelayanan obat untuk Peserta JKN di FKTP dilakukan oleh apoteker di instalasi farmasi klinik
pratama/ruang farmasi di Puskesmas/apotek sesuai ketentuan perundang-undangan. Dalam hal di
Puskesmas belum memiliki apoteker maka pelayanan obat dapat dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian dengan pembinaan apoteker dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Pelayanan obat untuk Peserta JKN di FKRTL dilakukan oleh apoteker di instalasi farmasi rumah
sakit/klinik utama /apotek sesuai ketentuan perundang-undangan.
3. Pelayanan obat untuk peserta JKN pada fasilitas kesehatan mengacu pada daftar obat yang
tercantum dalam Fornas dan harga obat yang tercantum dalam e-katalog obat.
4. Pengadaan obat menggunakan mekanisme e-purchasing berdasarkan e-katalog atau bila terdapat
kendala operasional dapat dilakukan secara manual.
5. Dalam hal jenis obat tidak tersedia di dalam Formularium Nasional dan harganya tidak terdapat
dalam e-katalog, maka pengadaannya dapat menggunakan mekanisme pengadaan yang lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
Dalam hal faskes mengalami kendala ketersediaan obat sebagaimana yang
tercantum pada e-katalog maka dapat menghubungi Direktorat Bina Obat Publik
dengan alamat email: e_katalog@kemkes.go.id atau 081281753081 dan
(021)5214872.

Setiap laporan kendala ketersediaan obat harus disertai dengan informasi:


a. Nama, sediaan dan kekuatan obat
b. Nama pabrik obat dan nama distributor obat
c. Tempat kejadian (nama dan alamat kota/kabupaten dan propinsi, depo
farmasi/apotek/instalasi farmasi Rumah Sakit pemesan obat)
d. Tanggal pemesanan obat
e. Hasil konfirmasi dengan distributor setempat
f. Hal-hal lain yang terkait
Penyediaan Obat
Penyediaan obat di fasilitas kesehatan dilaksanakan dengan mengacu kepada Fornas
dan harga obat yang tercantum dalam e-katalog obat.

Pengadaan obat dalam e-katalog menggunakan mekanisme e-purchasing, atau bila


terdapat kendala operasional dapat dilakukan secara manual.

Dalam hal jenis obat tidak tersedia dalam Fornas dan harganya tidak terdapat dalam
e-katalog, maka pengadaannya dapat menggunakan mekanisme pengadaan yang lain
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
OBAT RUJUK BALIK (PSL 25 PMK
99/2015)
1. Untuk menjamin pemenuhan obat program rujuk balik BPJS
Kesehatan harus melakukan kerjasama dengan apotek, ruang farmasi
atau instalasi farmasi di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang
mudah diakses oleh peserta JKN.
2. Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar BPJS Kesehatan di
luar biaya kapitasi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelayanan obat program
rujuk balik diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.
PROGRAM RUJUK BALIK
Diagnosis :
Diabetes Melitus, hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsi, gangguan kesehatan jiwa
kronik, stroke, dan Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)

Pelayanan Obat Pembiayaan Obat

Ruang Farmasi Harga Obat Program Rujuk Balik yang Biaya pelayanan kefarmasian
Puskesmas atau Sesuai dengan obat rujuk ditagihkan kepada BPJS Kesehatan adalah faktor pelayanan
instalasi farmasi klinik balik yang tercantum dalam mengacu pada harga dasar obat sesuai
kefarmasian dikali Harga Dasar
pratama atau apotek Formularium Nasional E- Catalogue ditambah biaya pelayanan
kefarmasian Obat sesuai E-Catalogue
jejaring

Harga Dasar Satuan Obat Faktor Pelayanan Kefarmasian


< Rp. 50.000,- 0,28
Rp.50.000,- sampai dengan Rp.250.000,- 0,26
Rp.250.000,- sampai dengan Rp.500.000,- 0,21
Rp.500.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,- 0,16
Rp.1.000.000,- sampai dengan Rp.5.000.000,- 0,11
Rp.5.000.000,- sampai dengan Rp.10.000.000,- 0,09
> Rp. 10.000.000,- 0.07
Pembayaran Klaim atas Obat yg Tidak ada di e-
Katalog

 SK Menteri Kesehatan No. 254 Tahun 2017 tanggal 29 Mei 2017 ttg Harga
Dasar Obat PRB, Obat Penyakit Kronis di FKRTL dan Obat Sitostatika 93
item
 SK Menteri Kesehatan No. 255 Tahun 2017 tanggal 29 Mei 2017 ttg Harga
Dasar Obat Khusus  23 item
 SK Menteri Kesehatan ttg Harga Obat Sitotoksik : mengatur mekanisme
penerimaan obat sitotoksik (dalam proses finalisasi)
FRAUD BERKAITAN DENGAN
PELAYANAN OBAT DALAM JKN
• Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan oleh peserta : “memperoleh obat dan/atau
alat kesehatan yang diresepkan untuk dijual kembali” (Psl 3 huruf f)
• Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan pemberi pelayanan kesehatan di FKRTL:
“penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills”(Psl 5 ayat 3 huruf d);
Penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills merupakan Klaim atas biaya
obat dan/atau alat kesehatan yang lebih besar dari biaya yang sebenarnya.

PMK 36/2015: PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) DALAM


PELAKSANAAN PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN PADA SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
TINDAKAN KECURANGAN JKN YANG DILAKUKAN
PENYEDIA OBAT DAN ALAT KESEHATAN

a. Tidak memenuhi kebutuhan obat dan/atau alat kesehatan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Melakukan kerjasama dengan pihak lain mengubah obat dan/atau alat
kesehatan yang tercantum dalam e-catalog dengan harga tidak sesuai
dengan e-catalog; dan
c. Melakukan tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a dan huruf b.

PASAL 6 PMK 36/2015: PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) DALAM


PELAKSANAAN PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN PADA SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL`
PEMANFAATAN DAN
BELANJA KEGIATAN DARI
DANA KAPITASI
PMK 21/2016 TENTANG
PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL UNTUK
JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN DUKUNGAN BIAYA OPERASIONAL PADA
FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH
Ruang lingkup belanja obat-obat untuk pelayanan kesehatan kepada
semua pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk
peserta JKN di FKTP milik Pemerintah Daerah.

Contoh belanja:
Paracetamol (Tab, Syrup), Amoksisillin (Tab, Syrup), Antacida (Tab,
Syrup), CTM (Tab), Alopurinol (Tab), Asam Askorbat/Vit C (Tab),
Captopril (Tab), Deksamethason (Tab), Asam Mefenamat (Tab),
Lidokain, dan lain-lain.
DANA KAPITASI UNTUK OBAT (PSL 5 PMK 21/2016)
1. Alokasi Dana Kapitasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan
dimanfaatkan untuk: a. biaya obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; dan b.
biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya
2. Pengadaan obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, dan pengadaan barang/jasa yang
terkait dengan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya dapat dilakukan
oleh SKPD dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Pengadaan harus mempertimbangkan ketersediaan yang dialokasikan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah.
4. Pengadaan harus berpedoman pada formularium nasional.
5. Dalam hal obat dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan tidak tercantum dalam
formularium nasional, dapat menggunakan obat lain termasuk obat tradisional, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka secara terbatas, dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
DALAM PRAKTEK
• WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan,
diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat
secara tidak tepat.
• Tujuan Penggunaan Obat Rasional:
Untuk menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk
periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau

Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh
pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negatif di sini dapat berupa:
a. Dampak klinik (misalnya terjadinya efek samping dan resistensi kuman),
b. Dampak ekonomi (biaya tidak terjangkau)
PENGGUNAAN OBAT DIKATAKAN RASIONAL
1 Tepat Diagnosis Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu
pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan
sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

2 Tepat Indikasi Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifi k. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk
Penyakit infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang
memberi gejala adanya infeksi bakteri

3 Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar.
Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum
penyakit

4 Tepat Dosis Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian
dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan
sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan
menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan
PENGGUNAAN OBAT DIKATAKAN RASIONAL
5 Tepat Cara Pemberian Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan..

6 Tepat Interval Waktu Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar
Pemberian mudah ditaati oleh pasien.
7 Tepat lama pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing

8 Waspada terhadap efek Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
samping diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi,
9 Tepat penilaian kondisi Respon individu terhadap efek obat sangat beragam
pasien
10 . Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga
yang terjangkau
PENGGUNAAN OBAT DIKATAKAN
RASIONAL
11 Tepat informasi Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting
dalam menunjang keberhasilan terapi

12 Tepat tindak lanjut (follow- Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya
up) tindak lanjut yang diperluka

13 Tepat penyerahan obat Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat
(dispensing) dan pasien sendiri sebagai konsumen

14 Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan


CATATAN TENTANG JKN
Empat prioritas dalam bidang kesehatan untuk
membangun Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia. Pertama, menurunkan angka kematian ibu
dan anak, kedua meningkatkan gizi masyarakat,
ketiga mengendalikan penyakit infeksi dan tidak
menular serta keempat mendorong gerakan
masyarakat dan dokter keluarga. 

Gerakan masyarakat sehat yang


digalakkan pemerintah memiliki tiga
tujuan, yaitu menciptakan hidup sehat,
lingkungan yang sehat serta
mengurangi biaya kesehatan keluarga.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 209/PMK.02/2017 tentang Dana
Operasional Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial atau BPJS
Kesehatan Tahun 2018. Tahun ini, dana
operasional BPJS Kesehatan ditetapkan
sebesar 4,8 persen dari dana Jaminan
Sosial kesehatan atau Rp 3,77 triliun  

Wakil Presiden Jusuf Kalla menginstruksikan kepada Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial (BPJS) Kesehatan untuk lebih efisien dalam melakukan tugasnya. Instruksi ini
diberikan mengingat defisit yang terjadi di tubuh BPJS Kesehatan selalu meningkat di tiap
tahunnya.
Kalla mengatakan, soal efisiensi itu dibahas dalam rapat internal antara pemerintah dengan
BPJS Kesehatan, kemarin (6/8). Sebab tak dipungkiri hal itu bisa mempengaruhi
pelayanan kepada seluruh masyarakat.
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan tematik atas
pengelolaan obat dalam penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2016 dan semester I-
2017.

Pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap 46 objek pemeriksaan, antara lain Kementerian


Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan 42 Pemda.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, BPK menyimpulkan bahwa
Kementerian Kesehatan, RSUPN-CM, RSJPD Harapan Kita, Badan POM, Pemda
dan BPJS Kesehatan, belum secara efektif mengelola obat dalam penyelenggaraan
JKN. Hal itu terutama terkait perencanaan kebutuhan, pengadaan, serta pengawasan
produksi dan distribusi obat.
Kedua, BPJS Kesehatan belum optimal bekerja sama dengan
apotek untuk menjamin pemenuhan obat pasien PRB. BPJS
Kesehatan telah melakukan kerja sama dengan apotek, ruang
farmasi, atau instalasi farmasi di fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP) untuk memenuhi kebutuhan obat. Tetapi, kerja sama
tersebut belum memiliki pedoman yang memadai sehingga tidak
dapat dilakukan secara optimal, antara lain peraturan ini tidak
2 Poin Kesimpulan BPK:  mengatur mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh apotek,
Pertama, BPJS Kesehatan belum optimal dalam ruang farmasi, atau instalasi farmasi di FKTP agar dapat bekerja
memberikan pembiayaan pelayanan obat di luar sama dengan BPJS Kesehatan. Akibatnya, tidak ada acuan yang
paket. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya seragam dalam menentukan dokumen yang disyaratkan dalam
mekanisme penggantian biaya obat kepada rumah kerja sama dan apotek PRB kurang optimal dalam melakukan
sakit dan apotek yang belum terlaksana secara pelayanan obat kepada pasien PRB.
optimal. Klaim obat program rujuk balik (PRB) tidak BPK memberikan rekomendasi kepada Direktur BPJS Kesehatan,
ditagihkan maksimal tiap tanggal 10 bulan berikutnya agar membuat mekanisme updating tabel referensi obat yang
terstandarisasi mulai sejak selesainya tabel referensi obat selesai
oleh apotek kepada BPJS Kesehatan. Rumah Sakit
diolah oleh IT Kantor Pusat, sampai siap di-install di faskes untuk
Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto
digunakan dan melakukan evaluasi terkait  lamanya waktu yang
Mangunkusumo, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) diperlukan untuk proses tersebut. Selanjutnya, BPJS Kesehatan
Tarakan dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat harus membua pedoman yang mengatur mengenai syarat apotek/
(RSPAD) Gatot Subroto mengajukan tagihan obat top penunjang yang bekerja sama.
up kepada BPJS Kesehatan melebihi jangka waktu
yang ditetapkan
Akses Untuk Obat yang Berkualitas dan Terjangkau
dalam Implementasi JKN di Indonesia
“Ending the Vicious Cycle”

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bekerjasama dengan GP. Farmasi Indonesia dan International
Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) 

Prof. Hans Hogerzeil dari University of Groningen, Netherlands 

Bahwa suatu obat menjadi sangat esensial ketika obat tersebut sangat mahal tetapi banyak dibutuhkan. Konsep obat
esensial adalah jangkauan terbatas pada obat-obatan esensial yang dipilih, yang mengarah pada layanan kesehatan yang
lebih baik, manajemen obat yang lebih baik, dan biaya yang lebih murah. Definisi obat esensial yaitu obat yang
memenuhi prioritas kebutuhan layanan kesehatan di masyarakat.
Dalam hal akses terhadap obat-obatan esensial yang ada, bahwa pengobatan kronis seumur hidup dengan obat-obatan
esensial murah untuk NCDs menyebabkan tingginya pengeluaran di bidang kesehatan, kebangkrutan, dan kematian.
Bahwa kurangnya pemerataan obat-obatan esensial yang tersedia hanya bisa dikoreksi oleh pemerintah melalui asuransi
kesehatan sosial dengan subsidi untuk masyarakat miskin. Perlu disadari pula bahwa pengaruh globalisasi dan
kurangnya kontrol peraturan di negara berpenghasilan menengah ke bawah menyebabkan banyaknya obat yang tidak
memenuhi standar di pasaran, sehingga perlu fokus pada penegakan hukum terhadap beberapa badan peraturan yang
dipalsukan.
Dr. Suwit Wibulpolprasert serta Ms. Woranan Witthayapipopsakul dari International Health Policy Program,
Ministry of Health, Thailand.

Pengalaman Thailand dalam memastikan akses terhadap obat-obatan yang terjangkau dan berkualitas untuk UHC/JKN.
Sistem JKN di Thailand mulai dibangun sejak 1975. Hingga sekarang, kebijakan obat nasional diperbarui setiap 5 tahun sekali. Setiap
kebijakan obat nasional yang dibuat akan ditranslasikan ke dalam daftar nasional obat-obatan esensial (National List of Essential
Medicines – NLEM). NLEM adalah manfaat farmasi dasar yang menjadi hak warga Thailand untuk skema asuransi kesehatan utama
JKN. Beberapa kriteria dalam seleksi NLEM antara lain kebutuhan kesehatan, efektivitas biaya, dampak anggaran, kelayakan
pengiriman, dan pemerataan. Obat-obatan herbal dan obat-obatan dengan harga yang sangat mahal pun masuk ke dalam NLEM.
Thailand menggunakan harga standar sebagai harga referensi untuk pengadaan publik, mencakup obat-obatan modern, tradisional,
maupun herbal. Penetapan harga standar bertujuan untuk memastikan harga yang wajar di bawah persaingan pasar.
Terkait dengan sistem pengadaan pemerintah, fasilitas umum harus mendapatkan obat-obatan penting yang
diproduksi oleh organisasi farmasi pemerintah. Pengadaan dilakukan secara terpusat, melalui proses seleksi,
spesifikasi, perkiraan permintaan, negosiasi harga, pengadaan dan distribusi.
Pelajaran yang bisa diambil dari sistem JKN yang diterapkan di Thailand adalah JKN meningkatkan daya negosiasi publik melalui
harga referensi standar pembelian monopsonistik, pengendalian anggaran akhir yang efisien memotivasi rumah sakit untuk
menggunakan obat generik yang dapat menghemat biaya dan manfaat industri local, sistem pengadaan dan tawar-menawar secara
kolektif dapat menjamin akses yang terjangkau terhadap obat-obatan berkualitas, dan beberapa mekanisme ada untuk memperkuat
industri lokal bersamaan dengan memastikan akses terhadap obat-obatan esensial.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai