Anda di halaman 1dari 9

KRITERIA ILMU

DAN
KONSEKUENSINYA
Dosen Pengampu: Rifda Nur Hikmahwati Arif, S.Pd., M.Pd.
KELOMPOK 1

AMIRAH FAUZIAH
NUR ANGGITA
DESTRID INDU PALIMBONG
WIRDAYANTI
Ilmu lahir karena manusia dibekali Tuhan suatu sifat ingin tahu. Menurut Naramon dalam Nazir
(2003), ilmu mencakup lapangan yang sangat luas, menjangkau semua aspek tentang progress
manusia secara menyeluruh. Di dalamnya termasuk pengetahuan yang telah dirumuskan secara
sistimatis melalui pengamatan dan percobaan yang terus menerus, yang telah menghasilkan penemuan
kebenaran yang bersifat umum. Ilmu menemukan materi-materi alamiah serta memberikan suatu
rasionalisasi sebagai hukum alam. Ilmu membentuk kebiasaan serta meningkatkan keterampilan
observasi, percobaan (eksperimentasi), klasifikasi, analisis serta membuat generalisasi. Dengan adanya
keingintahuan manusia terus menerus, ilmu akan terus berkembang dan membantu kemampuan
persepsi serta kemampuan berfikir secara logis yang disebut penalaran.
Seorang filsuf, matematikawan, sekaligus ‘bapak’ rasionalisme-positivis
abad XX, Karl Popper, menyatakan bahwa ilmu senantiasa bertolak dari situasi
ketegangan antara dua fenomena. Fenomena pertama adalah manusia selalu merasa
memiliki cukup banyak pengetahuan. Sementara fenomena kedua adalah manusia
seringkali tidak menyadari bahwa ketidaktahuannya tidak terbatas. Karena itu titik
pangkal setiap pengetahuan adalah problematika kehidupan, dan bukan pengamatan
atau pengumpulan fakta. Karena itulah, menurut Popper, untuk mendalami suatu hal
lebih bermanfaat mempelajari setiap benturan (tabrakan) opini (pendapat, gagasan)
mengenai suatu hal daripada melakukan pengamatan kesana kemari tetapi tanpa
mengetahui akar persoalannya. Setiap teori, gagasan maupun tindakan, menurut
Popper, harus memberi solusi atas persoalan. Maka karena itulah, sebagai suatu
solusi tentatif (sementara), setiap teori atau gagasan ilmiah harus dikritik untuk
ditemukan kesalahannya
Senada dengan Popper, A.G.M. van Melsen, mengemukakan delapan ciri ilmu pengetahuan.
Kedelapan ciri tersebut adalah (van Melsen, 1985: 65-67):
 Secara metodis ilmu pengetahuan harus mencapai pemahaman yang koheren. Hal ini menunjukkan
adanya sistem kerja (metode) yang logis.
 Ilmu harus dihadirkan tanpa pamrih karena terkait dengan tanggungjawab ilmuan.
 Ilmu harus bersifat universal, kendati simpulan-simpulan tentatifnya hanya dapat diimplementasi secara
parsial.
 Setiap ilmu harus dibimbing oleh obyek tertentu (termasuk manusia).
 Ilmu harus dapat diuji ataupun diverifikasi oleh setiap peneliti ilmiah yang terkait dengan core
keilmuan dimaksud dan karena itu ilmu harus bersifat intersubyektif atau harus dapat dikomunikasikan.
 Suatu jawaban ilmiah harus pula mengundang jawaban dan penemuan baru sehingga harus selalu siap
untuk menerima persoalan yang makin kompleks. Hanya karena itulah ilmu menjadi lebih dinamis,
progresif (berkembang), dan selalu berubah.
 Setiap teori yang mendukung suatu keilmuan harus terbuka untuk dikritik berdasarkan temuan-temuan
baru
 Ilmu harus dapat diimplementasikan sebagai wujud hubungan timbal balik antara teori dan praktek.
Berdasarkan uraian van Melsen, menjadi jelas apa yang layak disebut ilmu pengetahuan dan apa yang
tidak bisa dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memilki 3 (tiga) status yang saling
terkait, yakni: Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
Karakteristik Ilmu
Secara umum karakteristik ilmu adalah:
 Bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama. Ilmu dapat dipergunakan untuk penelitian dan
penemuan hal-hal baru, dan tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja. Setiap orang dapat
menggunakan atau memanfaatkan hasil penemuan orang lain. Contoh: Penggunaan metode yang
digunakan dalam pembelajaran tidak hanya ceramah, tetapi ada metode lain misalnya diskusi yang
bisa digunakan di kelas dalam rangka mengaktifkan siswa, Media pembelajaran tidak selamnya harus
elektronik, tetapi manual juga bisa digunakan selama tepat dalam penggunaannya
 Kebenarannya tidak mutlak Kebenaran suatu ilmu tidak selamanya mutlak, hal ini terjadi karena yang
menyelidiki/menemukannya adalah manusia. Kekeliruan/kesalahan yang mungkin terjadi bukan karena
metode, melainkan terletak pada manusia yang kurang tepat dalam penggunaan metode tersebut.
Contoh: Pendekatan dalam pembelajaran muncul berbagai nama, misalnya pembelajaran partisipatif,
kontekstual learning, kooperatif learning
 Bersifat Objektif Prosedur kerja atau cara penggunaan metode dalam menemukan/meneliti sesuatu
harus didasarkan pada metode yang bersifat ilmiah, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.
Contoh: Berbagai model pembelajaran muncul dengan diawali penggunaannnya dalam pembelajaran,
kemudian diteliti efektivitas dari masing-masing model tersebut, kemudian disosialisasika
Harsoyo (1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu itu ada empat, yaitu: bersifat rasional, empiris, umum dan
akumulatif. Dari ke empat ciri tersebut, Anda diajak untuk memaknai masing-masing ciri dan mengaplikasikannya
dalam contoh-contoh kongkrit.
1. Bersifat Rasional Hasil dari proses berfikir merupakan akibat dari penggunaan akal (rasio) yang bersifat objektif.
Contoh: • Penggunaan pembelajaran partisipatif dapat menumbuhkan kreativitas pada siswa, karena pada
pelaksanaannya setiap siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat/gagasan, atau dalam mengambil
keputusan.
2. Bersifat Empiris Ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh pancaindera, ilmu sifatnya tidak abstrak.
Berdasarkan pengalaman hidup dan penelitian dapat menghasilkan ilmu. Contoh: • Penggunaan pembelajaran
partisipatif didasarkan pada pengamatan bahwa keaktifan dan kreatvitas peserta didik sangat memuaskan, karena
setiap siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek
3. Bersifat Umum Hasil dari ilmu dapat dipergunakan oleh semua manusia tanpa kecuali. Ilmu tidak hanya dapat
dipergunakan untuk wilayah tertentu, tetapi ilmu dapat dimanfaatkan secara makro tanpa dibatasi oleh ruang. Contoh:
• Penggunaan model pembelajaran partisipatif ataupun pembelajaran kooperatif tidak hanya digunakan oleh seorang
guru dalam mata pelajaran tertentu, tetapi dapat juga digunakan oleh guru lainnya dalam mata pelajaran yang berbeda
4. Bersifat Akumulatif Hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian berikutnya. Ilmu sifatnya
tidak statis, setelah diperoleh ilmu tentang sesuatu, maka akan muncul ilmu-ilmu baru lainnya. Contoh: • Setelah
muncul model pembelajaran partisipatif dan model pembelajaran kooperatif, muncul lagi model pembelajaran
lainnya , misalnya model kontekstual learning
KONSEKUENSI
1. Dampak Bagi Moral Penyalahgunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk melakukan tindak kriminal.
Kita tahu bahwa kemajuan dibidang pendidikan juga mencetak generasi yang berepngetahuan tinggi tetapi
mempunyai moral yang rendah. Contohnya dengan ilmu komputer yang tingi maka orang akan berusaha
menerobos sistem perbangkan dan lain-lain. Kaitannya dengan moralitas, seiring dengan kemajuan teknologi
informasi (khususnya internet), fenomena kehidupan bebas masyarakat seperti terjadi loncatan (skip) yang jauh.
Munculnya berbagai pemberitaan di media massa tentang gaya hidup generasi muda menjadi bukti betapa
masyarakat kita sedang berada pada kondisi shock culture (kekagetan budaya). Fenomena kumpul kebo,
perzinahan, perselingkuhan yang didokumentasikan dalam gambar digital dan video yang disebarluaskan melalui
dunia maya telah semakin marak.
2. Dampak Yang Ditimbulkan Bagi Kemajuan Teknologi Dengan perkembangan teknologi yang begitu maju,
manusia selalu memanfaatkan teknologi itu untuk membantu mereka untuk mempermudah pekerjaan mereka.
Padahal itu salah karena pemanfaatan teknologi yang berlebihan sangat merugikan, hal itu terlihat dari banyaknya
polusi yang ditimbulkan oleh mesin-mesin itu sendiri. Salah satu contoh penyalahgunaan teknologi adalah seperti
pembuatan Bom nuklir, dimana Bom nuklir itu lebih dikenal dengan teknologi pemusnah masal. Semua orang takut
akan kekuatan ledak bom itu, karena disamping berdampak buruk bagi manusia juga berdampak buruk bagi
lingkungan sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai