Anda di halaman 1dari 50

SEDIAAN STERIL

OUTLINE
 Pendahuluan
 Definisi steril/sterilisasi
 Pembagian Ruangan pada preparasi sediaan steril
 Metode sterilisasi
 Bahan aktif obat dan eksipien
 Kontrol kualitas sediaan parenteral
Pendahuluan
 Penggunaan sediaan parenteral awalnya menimbulkan banyak
masalah.
 Pasteur dan Lister telah mengetahui pentingnya melakukan
sterilisasi untuk mengeliminasi m.o patogen sejak tahun 1860-an.
 Autoklaf sdh ditemukan sejak tahun 1884
 Filtrasi membran tahun 1918
 Etilen oksida tahun 1944
 HEPA filter tahun 1952
 LAF tahun 1961
 Tahun 1923 diketahui bahwa pemberian sediaan parenteral yang
mengandung pirogen menyebabkan demam dan dingin menggigil
pada pasien.
Definisi
 Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk
kehidupan, baik bentuk patogen, nonpatogen,
vegetatif maupun non vegetatif dari suatu objek
atau material.
 Disinfeksi?
 Antiseptik?
 Asepsis?
 Pasteurisasi?
 Tindalisasi?
 Mengapa melakukan sterilisasi???
 Mencegah transmisi penyakit
 Mencegah pembusukan material oleh m.o
 Mencegah kompetisi nutrien dlm media pertumbuhan
sehingga memungkinkan kultur organisme spesifik
berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi)
atau untuk metabolitnya (seperti produksi minuman
dan ab)
Pembagian Ruangan Steril
A.    RUANG KELAS I (WHITE AREA)
 JUMLAH PARTIKEL (NON-PATOGEN) UKURAN 0,5 ΜM
MAKSIMUM 100/FT3
B.    RUANG KELAS II (CLEAR AREA)
 JUMLAH PARTIKEL (NON-PATOGEN) UKURAN 0,5 ΜM
MAKSIMUM 10000/FT3
C.    RUANG KELAS III (GREY AREA)
 JUMLAH PARTIKEL (NON-PATOGEN) UKURAN 0,5 ΜM
MAKSIMUM 100000/FT3
D.    RUANG KELAS IV (BLACK AREA)
 JUMLAH PARTIKEL (NON-PATOGEN) UKURAN 0,5 ΜM
MAKSIMUM 1000000/FT3
Metode Sterilisasi
1. Inaktivasi mikroorganisme
a. Sterilisasi Panas
b. Sterilisasi Gas
c. Sterilisasi Radiasi
2. Pemisahan mikroorganisme
 Sterilisasi filtrasi
Sterilisasi Panas
A. Sterilisasi Panas Basah
• Mekanisme: Koagulasi protein, denaturasi protein

Cara Sterilisasi Panas Basah


1. Dimasak dalam air
 Pada 100 C : vegetatif  mati dalam beberapa menit,
spora  mati dalam 1 jam atau lebih
 Jaminan sterilitas: kurang
 Penggunaan: alat kedokteran (alat suntik, jarum, alat
bedah)
 Waktu sterilitas dihitung mulai saat air mendidih
Cara Sterilisasi Panas Basah
2. Pendidihan dengan zat antimikroba
 Aktivitas antimikroba naik dengan naiknya suhu
 Syarat antimikroba:
 Tidak toksik
 Tidak OTT
 Stabil dan aktif dalam berbagai pH
 Stabil selama pemanasan dan penyimpanan
 Prosedur:
 dimasak dalam air
 Dipanaskan dengan uap air (steamer)
Con’t

 Keuntungan:
 Suhu relatif rendah (98 – 100 C)
 Alat sederhana
 Kerugian:
 Tidak untuk larutan/suspensi dalam minyak
 Dapat menimbulkan alergi
 Tidak boleh untuk injeksi tertentu, ex: injeksi peridural, intratekal, intraokuler.

3. Dipanaskan dengan uap air 1 atm(uap air mengalir)


 Daya bunuh terhadap mikroorganisme besar dalam singkat dan suhu relatif
rendah, karena:
 Kapasitas kalor besar
 Pemindahan kalor cepat
 Alat: Steamer
 Kegunaan: Obat/alat tak tahan panas tinggi
4. Pemanasan dengan uap air jenuh tekanan tinggi (> 1 atm)
 Sterilisasi deipengaruhi oleh suhu dan waktu
 Suhu tinggi dicapai dengan tekanan yang tinggi (tekanan > 1
atm, air mendidih >100 C)
 Perlu sterilisator dengan dinding yang kuat
 Jaminan sterilisasi paling tinggi merupakan pilihan pertama
selama dimungkinkan baik dari sudut stabilitas sediaan/alat.
 Alat: Otoklaf

Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi uap:


1.Kontak
2.Suhu
3.Waktu Makin tinggi suhu makin cepat waktu sterilisasi
4.Kelembapan  Bila uap air dalam keadaan jenuh (saturasi)
mengenai obyek dingin  supersaturasi  kondensasi
 Fase siklus sterilisasi uap
 Fase pemanasan (conditioning)
 Proses pemvakuman  untuk menghilangkan udara
 Proses pemanasan
 Fase pemaparan uap (exposure)
 Proses peningkatan tekanan  peningkatan suhu
 Proses pembunuhan m.o
 Fase pembuangan (exhaust)
 Setelah holding time (waktu pembunuhan m.o)
 Proses pengeluaran uap
 Proses penurunan tekanan

 Fase pengeringan : proses pemasukan udara


steril/pengeringan.
 Pemakaian otoklaf
1. Pengisian  diatur sehingga distribusi uap merata
2. Pengeluaran udara
a. Udara dikeluarkan diganti uap air
b. Udara dalam otoklaf dihindari karena udara melapisi barang yang
disterilkan
c. Udara konduktor panas yang jelek  penghalang penetrasi panas
3. Alirkan uap air jenuh
 Paling baik uap air jenuh kering (sumber uap terpisah)
4. Panaskan sesuai waktu yang dibutuhkan
 Pada suhu tertentu paling penting untuk pencapaian hasil akhir sterilitas
bahan atau alat/sediaan.
5. Pendinginan
 Cara pendinginan tergantung jenis barang yang disterilkan
• Wadah berisi cairan:
 Pendinginan pelan dan lama karena kapasitas panas besar

 Bila sterilisator dibuka dalam keadaan panas tinggi,


wadah bisa meledak
 Disemprot kabut (air) 50-100 mm

 Barang yang porous


 Setelah sterilisasi  basah harus segera dikeringkan
 Pompa vakum  hasil bagus
Aplikasi Sterilisasi Panas Basah
 Larutan air/ suspensi air : 121 C – 15 menit, Fo > 8
 Kain dan linen, baju bedah: 134 C – 3 menit
 Plastik dan tutup karet  sterilkan terpisah
 Alat metal setelah dingin segera keringkan 
berkarat
 Alat gelas dan wadah lain yang tidak tahan panas
kering. Misal: pada bag tertentu alat terdapat bagian
yang terdiri dari karet.
Sterilisasi Panas Kering
 Mekanisme  dehidrasi yang dilanjutkan dengan
proses oksidasi.
 Efek panas kering < panas basah, suhu > tinggi,
waktu > lama
 Terdapat dua cara sterilisasi panas kering:
1. Oven
2. Pemijaran
1. Oven
 Udara kering  daya hantar pada 250 F
 1/12 x uap air
 Syarat oven yang digunakan:
 Suhu sterilisasi dapat dicapai dengan cepat
 Variasi suhu kecil
 Panas merata (tidak tergantung letak)
 Tertutup

• Kerugian pemakaian oven:


• Karena barang dibungkus  efisiensi

• Suhu tinggi dan waktu lama  banyak obat, karet, plastik

tidak tahan.
Con’t
 Keuntungan pemakaian oven:
 Dapat untuk bahan tidak tahan lembap
 Tidak merusak gelas
 Dapat untuk alat yang tertutup rapat
 Dapat untuk bahan padat
 Hasil kering

• Waktu dan suhu sterilisasi:


 Minimum 180 C  selama min 30 menit
 Minimum 170 C  selama min 1 jam
 Minimum 160 C  selama min 2 jam
2. Pemijaran
 Pijar dengan api langsung
 Cepat  20 detik
 Pemakaian terbatas:
 ZnO, NaCl, Talk
 Logam: pinset, tang, spatel
 Gelas: pengaduk, kaca arloji, mulut wadah, mortir,
stamper.
Aplikasi Sterilasi Panas Kering
 Alat gelas
 Harus dicuci dulu dalam air bebas pirogen
 Porselin dan alat logam
 Minyak dan lemak
 Termasuk injeksi larut minyak
 Serbuk
 Bahan alam
 Talk
 NaCl
 Bentonit
Monitoring dan Jaminan Sterilitas
 Harus dilakukan proses monitoring secara ketat untuk
memberikan jaminan bahwa parameter yang ditentukan
terpenuhi dengan baik
 Monitoring dengan menggunakan indikator

Mekanik: Kimia: Biologi:


Dengan alat mekanik, misal: alat Memberi petunjuk bahwa Suatu sediaan berisi m.o
untuk mengetahui suhu, tekanan, obyek yang disterilkan telah tertentu dalam bentuk
waktu terpapar oleh sterilan. spora yg resisten terhadap
2 macam indikator kimia: beberapa parameter yang
eksternal (ditempel di wadah) terkontrol dan terukur
Internal (ditambahkan dalam dalam suatu proses
sediaan sterilisasi.
- Sterilisasi uap: B.
Stearothermophilus
- EO dan panas kering: B.
Subtilis.
Sterilisasi Filtrasi
 Jika sterilasi panas tidak dapat dilakukan
 Terdapat 2 prinsip filter:
 Filter permukaan (filter membran)
 Sebagai filter terakhir
 Filter kedalaman (depth filter)
 Sebagai prefilter
 Keuntungan sterilisasi filtrasi:
 Proses cepat
 Segala suhu tergantung stabilitas zat
 Dapat untuk: larutan air/minyak, pelarut organik, cairan kental,
udara, gas.
Sterilisasi Gas
 The mechanism of antimicrobial action: is assumed to be
through alkylations of sulphydryl, amino, hydroxyl and
carboxyl groups on proteins and amino groups of nucleic acids.

 Gas yang digunakan pada proses sterilasasi gas adalah:


 Formaldehide
 Etilen oksid

 Both of these gases being alkylating agents are potentially


mutagenic and carcinogenic. They also produce acute toxicity
including irritation of the skin, conjunctiva and nasal mucosa.
Sterilisasi Radiasi
 Target pada sterilisasi radiasi adalah DNA dari
mikroba.

 Terdiri dari:
 Sinar Gamma
 Sinar UV

 Aplikasi sterilisasi radiasi: instrumen bedah,


benang, suntikan plastik
Bahan Aktif dan Eksipien Sediaan
 Derajat kemurnian bahan kimia yg beredar di
pasaran:
 Pertama: derajat teknik yg digunakan u sintesis kimia
lainnya untuk bermacam kegunaan seperti obat,
makanan, dan industri kimia
 Kedua: bahan kimia yg harus memenuh derajat
farmakope, baik sebagai bahan aktif maupun eksipien
 Ketiga: bahan kimia dengan derajat analisis (pa)
 Keempat: bahan kimia untuk keperluan khusus, ex:
pelarut untuk HPLC
 Khusus untuk bahan baku sediaan steril, sebaiknya
digunakan bahan baku dg spesifikasi:
 Derajat farmakope
 Derajat tambahan: pro-injectioneous dg asumsi bahan
tsb bersifat steril atau dg bioburden seminimal
mungkin. Pada bahan baku pro-injectioneous setelah
sintesis biasanya mengalami proses sec khusus, mis:
presipitasi, kristalisasi atau liofilisasi secara aseptik.
Eksipien
 Penambahan eksipien pada formulasi parenteral
antara lain bertujuan untuk:
 Menjaga (mempertahankan) kelarutan obat: mis:
penambahan ko-solven.
 Menjaga stabilitas fisika dan kimia kelarutan. Mis:
penambahan zat antioksidan
 Menjaga sterilitas larutan. Mis: bila larutan injeksi
merupakan dosis ganda dpt ditambahkan zat aditif
 Memudahkan pemberian obt sec parenteral dg cara
mengurangi rasa nyeri atau iritasi pd saat penyuntikan.
Mis: dgn membuat lar yg isotonis dgn cairan tubuh
Zat tambahan Untuk Suspensi Steril
 Permasalhan suspensi  untuk menghindari caking
dpt ditambahkan zat aditif (agen pemflokulasi spt
benzil alkohol atau fenil etanol. Agen pensuspensi:
Na-CMC a/ hidroksietilselulosa koloid pelindung
partikel. Agen pembasah jg membantu material
padat berada dlm bentuk tersuspensi; tween 80.
bahan tambahan lain: pengawet dan pengatur
tonisitas.
Con’t
 Sediaan parenteral: kadar sesuai dengan label dan
aman digunakan.
 Ke dalam sediaan parenteral tidak boleh
ditambahkan zat warna.
 Dalam memilih zat aditif dlm sediaan parenteral yg
harus dipertimbangkan: toksisitas aditif dalam
formulasi terkait jumlah dalam formulasi dan
jumlah yg digunakan untuk sekali pakai dalam
sehari.
Kontrol Kualitas Sediaan
Parenteral
 Karakteristik sediaan parenteral adalah:
 Sterilitas
 Bebas dari kontaminasi pirogenik dan endotoksin
 Bebas dari partikel partikulat
 Stabilitas secara fisika, kimia dan mikrobiologi
 Kompatibel dg sediaan parenteral (terutama volume
kecil) dalam campuran (admixture) jika diperlukan
pemberian secara koadministrasi
 Isotonisitas
Sifa Bahan Aktif yang harus dievaluasi pada tahap
praformulasi:

 Warna dan bau


 Ukuran partikel, bentuk, kristalinitas
 Suhu lebur dan profil analitik termal
 Higroskopisitas
 Spektra absorbans
 Kelarutan sbg fungsi pH
 Profil stabilitas
 Sensitivitas terhadap cahaya dan oksigen dari bahan aktif obat
 Studi stabilitas dipercepat bahan aktif obat
 Profil pengotor (pencemar)
Pengujian analitik untuk sediaan parenteral jadi

 Pengujian kimia:
 Uji identifikasi bahan aktif obat
 Penentuan kadar
 Menentukan produk hasil uraian/pengotor terkait dg proses
 pH
 Osmolalilatas
 Penampilan (pengujian warna)
 Penentuan kadar kandungan eksipien kritikal dan hasil uraian
utama
 Distribusi ukuran partikel untuk suspensi dan emulsi
 Kandungan air untuk hasil liofilisasi (liofilisat)
Con’t
 Pengujian mikrobiologi:
 Pengujia sterilitas
 Pengujian endotoksin bakteri
 Pengujian partikel partikulat
 Analisis ruahan
 Integritas kontener/penutup
Pengujian Komponen Kemasan/Penutup
 Komponen kemasan parenteral: kontener gelas/plastik;
penutup elastomer (karet alam dan sintesi); kantong plastik
 Pemilihan tergantung pada kompatibilitas di antara formulasi
dan dan material kemasan
 Pengujian komponen kemasan dapat dilihat pada farmakope.

Pengujian Selama Proses


• Merupakan tahap esensial dalam proses manufaktur
sediaan dan merupakan cara yg cepat utk mengkonfirmasi
bahwa konsentrasi bahan aktif obat dalam ruahan larutan
telah sesuai dgn spesifikasi kadar sediaan.
• Biasanya menggunakan spektrofotometri.
Pengujian Sterilitas
 Pada sediaan parenteral berlabel “steril”  secara teori,
absolut tidak terdapat mo hidup dalam sediaan.
 Metode pengujian sterilitas:
 Transfer langsung/inokulum langsung  transfer sampel secara
aseptik dari larutan yg akan diujikan ke media pertumbuhan.
 Filtrasi membran  merupakan metode yg sering digunakan di
industri. Metode ini melakukan penyaringan tekanan/vakum dr
larutan yg diuji melalui perlatan penyaring steril yg
disambungkan dg membran filter, kemudian pembilasan dg
pengencer steril dan/atau menempelkan membran filter pd
permukaan pelat.
 Media pertumbuhan yg umum digunakan:
 Media tioglikolat cair (FTM)
 Soybean-casein digest (SCD)
 Suhu inkubasi yg digunakan: 20-25 C  SCD; 30-
35 C  FTM. Lama waktu inkubasi, untuk produk
dengan preparasi aspetik: tidak kurang dari 14 hari.
Sediaan dg sterilisasi akhir: tidak kurang dari 7
hari.
Pengujian endotoksin bakteri
 Pirogen merupakan bahan yang dapat menimbulkan
panas/demam
 Endotoksi: Pirogen yg paling poten, Penyusun dinding
sel bakteri bagian luar
 Komponen utama :
1. Lipid
2. Polisakarida
Sering dikenal dg lipopolisakarida (LPS)
 Komponen toksik pada lipopolisakarida adalah
bagian lipid/lemak  Lipid A
 Pada proses sterilisasi produk parenteral
(menggunakan panas), bakteri gram negatif yang
mungkin ada dalam produk, akan mati dan lisis
terjadi, endotoksin akan terlepas dan tetap tinggal
di dalam produk
 „ Sifatnya stabil terhadap panas (heat-stable)
Depirogenasi

Inaktivasi Removal

Destruksi Destruksi
Sec.kimia Sec.fisika
UJI PIROGEN
PERKEMBANGAN UJI PIROGEN:
1. Bacterial endotoxin test (BET) merupakan salah satu uji yang
penting terhadap produk parenteral dan alat kesehatan.
2. „1912 : uji pirogen dilakukan dengan metode kelinci (Rabbit
test)
3. „Digunakan dalam USP XII pada tahun 1942 sampai 40 tahun
kemudian
4. 1980 : metode baru diterapkan yaitu
5. Limulus amoebocyte lysate (LAL) tes

UJI PIROGEN

Uji Invivo Uji Invitro


I.Uji Invivo
Pirogenitas dilihat dari efek peningkatan suhu tubuh
kelinci :
1. 1 kandang, 1 ekor
2. Adaptasi suhu 20°C- 23°C
3. Beda suhu ruangan tidak boleh > 3°C
4. Uji ulang utk 1 kelinci harus ≥48 jam
5. Bila kenaikan ≥ 0,6°C, istirahat 2 minggu
6. Antar kelinci dlm 1 kelompok ≤ 1°C
7. Suhu masing-masing maksimum 39,8°C
8. Lar.uji 10 ml/kg BB, vena marginal, 3 ekor
9. Rekam suhu pada jam ke-1 dan jam ke-3
I.Uji Invivo
 Menggunakan binatang percobaan kelinci
 Perbedaan suhu ruangan tidak lebih 3º C
 Telah lolos seleksi terhadap tes kepekaan terhadap
suasana tes (7 hari sebelum pelaksanaan tes)
 Setelah dipakai untuk tes, harus diistirahatkan 48 jam
jika tes -, tetapi jika tes + harus diistirahatkan 2 mgg bila
kenaikan suhu ≥ 0,6 ºC

Alat :
1. Termometer kepekaan 0,05ºC
2. Alat suntik bebas pirogen
Uji Invivo
Cara :
1. Ukur suhu normal kelinci dgn termometer rectal sedalam t’ kurang
7,5 cm
2. Setelah suhu normal dicatat, 25 menit kemudian suntikan ke d/ vena
telinga dengan dosis 10 ml/kg BB dalam waktu 30 menit (3 kelinci)
3. Suhu kelinci dicatat setelah 1,2,3 jam penyuntikan

 Penilaian : bebas pirogen bila :


1. Tidak seekor kelincipun naik suhunya ≥ 0,6ºC dan kenaikan suhu 3
kelinci tidak > 1,4ºC (total suhu)
2. Jika tidak memnuhi ditambah 5 ekor kelinci syarat:
tidak lebih 3 kelinci (dr 8 ekor), kenaikan suhunya ≥ 0,6ºC dan
jumlah kenaikan suhu 8 ekor kelinci tidak > 3,7ºC
UJI INVITRO
 Bacterial endotoxin test (BET) merupakan salah
satu uji yang penting terhadap produk parenteral
dan alat kesehatan
 „1912 : uji pirogen dilakukan dengan metode
kelinci (Rabbit test)
 „Digunakan dalam USP XII pada tahun 1942
sampai 40 tahun kemudian
 „1980 : metode baru diterapkan yaitu Limulus
amoebocyte lysate (LAL) teST
LAL TEST
 The Limulus amebocyte lysate (LAL) test  uji in
vitro deteksi dan analisis kuantitatif endotoksin
bakteri.

 Limulus amebocyte lysate (LAL) test Metode


alternatif terhadap rabbit pyrogen test  fokus pd
deteksi senyawa pirogen dalam produk, menghindari
penggunaan hewan/binatang dalam percobaan

 „ Metode lebih akurat


CON,T
 Lisat diperoleh dari amubosit kepiting landam kuda (Limulus
polyphemus)

 Penggunaan LAL untuk deteksi endotoksin berawal dari


pengamatan Bang (1956) bahwa infeksi bakteri gram negatif
pada Limulus polyphemus menyebabkan koagulasi
intravaskular yang parah.

 Th 1964, Levin and Bang kemudian menunjukkan bahwa


penggumpalan itu merupakan hasil reaksi antara endotoksin
dan protein yang dapat menggumpal dalam amubosit.
Metode LAL yg direkomendasikan
 Metode Gel-Clot : prinsip bahwa LAL menggumpal dengan
adanya endotoksin

 Metode kinetik turbidimetri : menggunakan kecepatan


pembentukan gel untuk menentukan kandungan endotoksin

 Metode Kromogenik : menggunakan substrat kromogenik


sintetik, dengan adanya LAL dan endotoksin, menghasilkan
warna kuning dan secara linier ekuivalen dengan
konsentrasi endotoksin yang ada
PRINSIP LAL TEST
 Uji LAL memanfaatkan dasar respon imun dari kepiting landam kuda
terhadap invasi bakteri gram negatif (-)

 Bahan-bahan yang terkandung dalam amubosit kepiting landam kuda terdiri


dari berbagai protein, faktor, kofaktor dan ion-ion yang berinteraksi
menyebabkan koagulasi

 Endotoksin Gram (-) mengkatalisis aktivasi proenzim dalam lisat amubosit


Limulus. Kecepatan awal aktivasi ditentukan oleh konsentrasi endotoksin

 Selanjutnya enzim yang diaktivasi (enzim koagulase) menghidrolisis ikatan


spesifik dalam suatu protein penggumpal (koagulogen) yang juga terdapat
pada lisat amubosit Limulus menghasilkan koagulin.

 Sekali terhidrolisis, koagulin yang dihasilkan bergabung dengan sendirinya


dan membentuk suatu gumpalan/bekuan seperti gel
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai