Secara logis, term A hanya bisa dimengerti sejauh ada juga term non-A yang
darinya A ditentukan sifatnya. Secara ontologis, Ada dapat dimengerti sejauh
ia koeksis dengan Ketiadaan: Ketiadaan internal dalam definisi Ada dan Ada
internal dalam definisi Ketiadaan. Relasionalisme internal segala hal-ikhwal
inilah yang memungkinkan terwujudnya determinasi resiprokal antar elemen
dari realitas. Dengan berlandaskan pengertian Spinoza bahwa “omnis
determinatio est negatio” (semua determinasi adalah negasi), bagi Hegel,
relasi determinasi resiprokal ini adalah pula relasi negasi resiprokal: afirmasi
(A), negasi (non-A) dan afirmasi pada tataran yang lebih tinggi atau “negasi
atas negasi” (non-non-A yang mencakup intisari A dan non-A). Inilah yang
biasanya kita kenal sebagai dialektika antara tesis-antitesis-sintesis. Dialektika
inilah yang dimengerti Hegel sebagai dinamika internal dari realitas dan
pikiran.
HISTORISITAS
Kesejarahan merupakan tema sentral dalam diskursus Marx. Kita
sering mendengar tentang ramalan Marx mengenai tatanan
komunis dunia sebagai hasil evolusi dialektika sejarah. Seolah-
olah Malaikat Sejarah yang bekerja dari balik layar realitas tengah
merancang suatu Penyelenggaraan Ilahi bagi kaum proletar
sedunia. Seolah-oleh sejarah akan berpuncak pada suatu
konflagrasi final antara yang-Baik dan yang-Jahat, antara proletar
dan borjuasi, dan akan berakhir dalam suatu surga dunia komunis.
Pandangan inilah yang dikenal sebagai historisisme, atau
pengertian bahwa sejarah dipimpin oleh suatu teleologi internal.
Memang benar bahwa konsepsi materialis Marx yang bersifat subyektif, atau menekankan pada praxis, dapat mengarah pada
pengertian bahwa sejarah pun merupakan hasil bentukan manusia dan, oleh karenanya, Marx terjatuh dalam historisisme. Apalagi
skema Marx yang terkenal tentang infrastruktur (Unterbau) dan suprastruktur (Überbau) dapat menjurus pada historisisme: karena
infrastruktur ekonomis mendeterminasi suprastruktur ideologis, maka perkembangan realitas ekonomi lah yang menentukan
pembebasan politik dari kelas proletar yang terhisap.
Pada akhirnya, tafsiran semacam ini akan berujung pada suatu iman pada “keniscayaan historis” bahwa kapitalisme akan tumbang
dengan sendirinya karena kontradiksi internalnya seperti dianalisis Marx dan kelas proletar akan menjadi satu-satunya kelas sosial
dunia. Namun pembacaan seperti ini abai terhadap relasi determinasi resiprokal yang menstruktur relasi antara subyek dan sejarah
dunia yang melingkupinya.
Pembacaan historisis itu berpegang pada sebaris frase kunci
yang tidak berasal dari Marx melainkan dari Engels, yakni
“determinasi pada pokok terakhir”. Artinya, determinasi pada
pokok terakhir ada pada infrastruktur ekonomi. Terhadap
tafsiran historisis ini, Althusser juga mengajukan sanggahan.
Ini dilancarkannya melalui elaborasi konsep overdeterminasi
(surdétermination), yakni relasi determinasi resiprokal di
mana pokok yang mendeterminasi ikut terdeterminasi oleh
apa yang ia determinasikan sendiri.