Masyarakat Indonesia mulai mengenal tulisan sejak abad ke 5 M diketahui dari Yupa (batu tertulis
peninggalan kerajaan Kutai) di Muara Kaman, Kalimantan Timur.
Berakhirnya masa praaksara tidak sama bagi tiap bangsa. Misalnya bangsa Mesir dan
Mesopotamia telah mengenal tulisan 3.000 tahun SM. Artinya mereka telah meninggalkan masa
praaksara 3.000 tahun SM.
Kehidupan manusia pada masa praaksara dapat dipelajari melalui artefak dan fosil.
Artefak adalah benda peninggalan buatan tangan manusia di masa lampau yang dapat dipindahkan.
Fosil adalah sisa – sisa atau bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral.
GAMBAR ARTEFAK DAN FOSIL
2. Masa Praaksara di Indonesia Ditinjau
dari Aspek Geografis
Berdasarkan salah satu cabang ilmu geografi, yaitu
geologi yang mempelajari tentang permukaan bumi,
iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh
dari bumi. Pembabakan zamn praaksara dapat
dilakukan seperti dalam Tabel 4.1.
Zaman Kurun Waktu Ciri – Ciri Kehidupan
Arkaikum Berlangsung ± 2.500 juta Kulit bumi masih panas, keadaan bumi belum stabil
tahun yang lalu dan masih dalam proses pembentukan, serta belum
ada tanda – tanda kehidupan.
Palaeozoikum Berlangsung ± 340 juta Bumi sudah terbentuk, sudah mulai ada tanda –
tahun yang lalu tanda kehidupan seperti mikro-organisme, ikan,
amfibi, dan reptil yang bentuknya kecil dan dalam
jumlah yang belum begitu banyak.
Mesozoikum Berlangsung ± 140 juta Jenis ikan dan reptil sudah mulai banyak. Dinosaurus
tahun yang lalu diperkirakan hidup pada zaman ini.
Neozoikum Berlangsung ± 60 juta Terbagi dua zaman, yaitu :
tahun yang lalu sampai 1. Zaman Tersier. Pada zaman ini, binatang
sekarang berukuran besar sudah mulai berkurang,
sedangkan monyet dan kera mulai bertambah.
2. Zaman Kuarter. Di zaman Pleistosen, dimana
hidup manusia purba atau yang lebih dikenal
sebagai manusia-kera. Sementara itu, pada
zaman Holosen bentuk fisik manusia purba
sudah memiliki kemiripan dengan bentuk fisik
manusia modern.
a. Pithecanthropus mojokertensis (Manusia Kera dari Mojokerto)
b. Meganthropus Palaeojavanicus
d. Homo soloensis
f. Homo floresiensis
Kapak Perimbas
2) Mesolithikum atau Zaman Batu Madya
Zaman ini disebut juga zaman Batu Madya atau zaman Batu Tengah.
Zaman Mesolithikum diperkirakan berlangsung pada masa Holosen atau sekitar 10.000 tahun
yang lalu.
Peninggalan zaman ini, banyak ditemukan di sekitar pantai, tepi sungai dan danau.
Kegiatan masyarakatnya adalah berburu dan mengumpulkan bahan makanan serta alat – alat
yang digunakan pada zaman Mesolithikum masih menyerupai alat – alat Palaeolithikum.
Banyak manusia zaman ini tinggal di gua – gua di pinggir pantai yang dinamakan abris sous
roche.
Di dalam gua – gua banyak ditemukan tumpukan sampah dapur yang disebut dengan
kjokkenmoddinger.
DR. P.V. van Stein Callenfels membagi kebudayaan Mesolithikum di Indonesia menjadi tiga
corak, yaitu :
a. pebble culture (hasil kebudayaan berupa kapak genggam)
b. bone culture (hasil kebudayaan berupa tulang)
c. flake culture (hasil kebudayaan berupa alat serpih bilah)
3) Neolithikum atau Zaman Batu Muda
Kebudayaan zaman Neolithikum sudah lebih maju jika dibandingkan dengan zaman – zaman
sebelumnya.
Kemajuan tersebut seiring dengan datangnya rumpun Proto Melayu dari wilayah Yunan di Tiongkok
selatan, ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Pola hidup masyarakat pada zaman ini sudah menetap. Mereka mulai bercocok tanam dan beternak.
Menurut alat – alat yang ditemukan, kebudayaan pada zaman Neolithikum dibagi menjadi dua, yaitu
kebudayaan kapak persegi dan kebudayaan kapak lonjong.
Kapak persegi banyak ditemukan di Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Nusa Tenggara.
Bahan dasar kapak persegi adalah batu api (chalcedon), kapak persegi berbentuk sangat halus
karena sudah diasah.
Para arkeolog memperkirakan bahwa kapak persegi dibuat sebagai lambang kebesaran, jimat, alat
upacara atau alat tukar.
Sementara itu, kapak lonjong adalah kapak yang penampilannya berbentuk lonjong, ujung kapak ini
berbentuk lancip sehingga dapat dipasangi tangkai.
Kapak lonjong mempunyai dua ukuran, yaitu ukuran kecil (kleinbeil) dan ukuran besar (walzenbeil)
dan kapak lonjong ini ditemukan di daerah Papua, Sulawesi, Flores, Maluku dan Kepulauan
Tanimbar.
KAPAK PERSEGI Kapak Lonjong
4) Megalithikum atau Zaman Batu Besar
Zaman Megalithikum disebut juga zaman Batu Besar.
Zaman Megalithikum banyak menghasilkan bangunan dari batu besar sebagai sarana pemujaan kepada roh nenek
moyang.
Kebudayaan Megalithikum berlangsung hingga zaman Logam. Hasil budaya zaman Megalithikum meliputi menhir,
punden berundak, dolmen, kubur batu, sarkofagus, waruga, dan arca – arca berukuran kecil.
Menhir adalah tugu dan batu yang ditegakkan, Punden Berundak adalah bangunan yang
ditempatkan di suatu tempat untuk memperingati disusun secara bertingkat untuk tempat
orang yang sudah meninggal. pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Kubur batu adalah kuburan dari batu Sarkofagus adalah sejenis kubur batu, Dolmen adalah bangunan yang
yang bentuknya mirip seperti kuburan tetapi memiliki tutup di atasnya. memiliki banyak bentuk dan fungsi,
yang biasa kita temui saat ini. misalnya sebagai tempat sesaji pada
saat upacara.
Sementara itu, langkah – langkah pengolahan logam dengan teknik dua setangkup adalah sebagai
berikut.
5. Membuat cetakan yang terdiri dari dua bagian yang dapat saling dirapatkan.
6. Logam cair dituangkan melalui lubang yang telah disiapkan.
7. Setelah logam menjadi dingin, cetakan yang terdiri dari dua tangkup dapat dibuka dan benda
logam yang diinginkan pun jadi.
5. Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara Ditinjau dari Aspek Ekonomi
a. Zaman Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana
Pada zaman ini, masyarakat praaksara memiliki sejumlah ciri – ciri sebagai berikut.
1) Memiliki akal dan kecakapan yang masih sangat terbatas.
2) Hidup di dataran rendah yang dekat dengan sumber air.
3) Mata pencarian pokok berburu dan mengumpulkan makanan.
4) Hidup secara berkelompok dalam jumlah yang kecil untuk saling melindungi dari binatang buas.
5) Hidup berpindah – pindah (nomaden), bergantung pada ketersediaan makanan di suatu tempat.
6) Alat – alat yang digunakan masih sangat sederhana, terbuat dari potongan batu, tulang, dan kayu yang tidak
dibentuk.
b. Zaman Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut
Pada zaman berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, ciri – ciri masyarakatnya adalah sebagai
berikut.
1) Berburu menggunakan alat berupa kapak batu, tongkat, dan tombak kayu. Pada masa ini, perbuuruan telah
menjangkau daerah yang cukup jauh.
2) Proses pengumpulan makanan tidak hanya dilakukan di sekitar tempat tinggal, tetapi mencakup daerah
lainnya.
3) Bertempat tinggal di gua – gua.
4) Hidup berpindah tempat ketika ketersediaan makanan berkurang.
5) Alat – alat yang digunakan masih berbentuk kasar, terbuat dari batu, tulang, dan tanduk yang lebih tajam
dan runcing.
c. Zaman Bercocok Tanam
Pada masa ini, telah terjadi perubahan pola hidup yang mendasar, dari mengumpulkan makanan pada
zaman bercocok tanam adalah sebagai berikut.
1) Hidup menetap di daerah dataran rendah secara berkelompok dan sudah memilih pemimpin.
2) Sudah mengenal cara bercocok tanam, mengolah tanah dan memelihara hewan.
3) Mulai menguasai cara menyimpan makanan dan mengawetkan makanan secara sederhana.
4) Mulai mengenal sistem kepercayaan terhadap nenek moyang dan kekuatan alam.
5) Alat – alat yang dipergunakan terbuat dari batu dan bahan lainnya yang sudah diasah.
d. Zaman Perundagian
Perundagian berasal dari kata undagi, yang berarti tenaga ahli atau seseorang yang memiliki
keterampilan dan keahlian dalam melakukan pekerjaan tertentu. Pada masa ini, masing – masing orang
dalam masyarakat sudah mulai melakukan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilannya masing –
masing. Ciri – ciri masyarakat pada zaman perundagian adalah sebagai berikut.
1) Sudah membentuk kelompok kerja dalam bidang pertukangan.
2) Sudah mengenal status keanggotaan dalam masyarakat berdasarkan tingkat kekayaan.
3) Sudah mengenal teknik pengolahan logam.
4) Sudah membuat perhiasan dari emas.
5) Sudah membuat tempat ibadah terbuat dari batu – batu besar.
6) Sudah mengenal sistem kepercayaan (animisme dan dinamisme).
6. Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara Ditinjau dari Aspek Pendidikan
Jika dilihat dari aspek pendidikan, pada masa praaksara, pendidikan dilakukan secara
lisan serta melalui observasi dan imitasi.
Beberapa pengetahuan tradisional disampaikan, misalnya melalui cerita, legenda, cerita
rakyat, ritual, dan lagu.
Ketika manusia sudah mengenal pertanian, mereka mulai membentuk permukiman yang
sifatnya permanen.
Permukiman, pertanian, peternakan, dan peralatan logam membawa serta sistem
pengetahuan dan keterampilan yang harus dipelajari dan diajarkan kepada setiap generasi
baru.