Anda di halaman 1dari 49

Manuskrip

PENATALAKSANAAN PADA PASIEN WANITA LANSIA USIA 61 TAHUN


DENGAN GOUT ARTRITIS DAN SINDROM METABOLIK DENGAN
RIWAYAT PASCA STROKE MELALUI PENDEKATAN
 
KEDOKTERAN KELUARGA
Oleh:
Hezby Aziz El Qahar
2118012091

Pembimbing:
dr. Diana Mayasari, M.K.K., Sp.KKLP
dr. Hj. Erwilly Frida Putri Astina, M.Kes, Sp. KKLP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
LATAR
BELAKANG
Penyakit kronis degeneratif pada
260 umumnya banyak dialami oleh
pasien lansia. Seorang lansia
seringkali memiliki gejala yang
sudah lama diderita sehingga
tampilan gejala menjadi tidak jelas.
Penyakit degeneratif metabolik yang
banyak dijumpai pada pasien lansia
diantaranya adalah gout artritis,
hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemia, osteoartritis, dan
penyakit kardiovaskular lainnya
Gout artritis adalah suatu Prevalensi penyakit gout artritis di
Indonesia diperkirakan 1,3-13,6/100.00
penyakit yang diakibatkan adanya orang.
penumpukan kadar asam urat dalam
Dilihat dari karakteristik umur,
tubuh baik disebabkan karena prevalensi tinggi pada umur ≥ 75
produksi yang berlebih, gangguan (54,8%).
ekskresi di ginjal, serta asupan purin Penderita wanita juga lebih banyak
yang berlebih. Gout artritis (8,46%) dibandingkan dengan pria
merupakan suatu penyakit dan (6,13%).
potensi ketidakmampuan akibat
radang sendi yang sudah dikenal
sejak lama, gejalanya biasanya
terdiri dari episodik berat dari nyeri
inflamasi di satu sendi.
Penyakit degeneratif lain yang dapat
260 terjadi pada pasien lansia adalah
sindrom metabolik. Sindrom
metabolik merupakan sekelompok
kelainan metabolik baik lipid
maupun non lidip yang ditandai
dengan obesitas, dislipidemia
aterogenik, tekanan darah
meningkat, dan resistensi insulin
Hipertensi adalah keadaan dimana Prevalensi kejadian hipertensi di
Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan
tekanan darah berada di angka Riskesdas, dengan jumlah penduduk
140/90 mmHg atau lebih, pada usia sekitar 260 juta meningkat sebesar
34,1% dibandingkan pada tahun 2013
18 tahun keatas dengan penyebab
tidak diketahui. Hipertensi kejadian hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran tekanan darah pada
merupakan penyakit yang tidak masyarakat Indonesia berusia 18 tahun
dapat disembuhkan namun dapat ke atas adalah 27,8% yaitu 34,1% pada
tahun 2018 dibandingkan 27,8% pada
dikendalikan tahun 2013
Diabetes militus didefinisikan Prevalensi penyakit gout artritis di
Indonesia diperkirakan 1,3-13,6/100.00
sebagai suatu kelompok penyakit orang.
metabolik yang ditandai dengan
Dilihat dari karakteristik umur,
hiperglikemia karena adanya prevalensi tinggi pada umur ≥ 75
gangguan sekresi insulin, kerja (54,8%).
insulin, atau kedua-duanya. Penderita wanita juga lebih banyak
Hiperglikemia tersebut dapat (8,46%) dibandingkan dengan pria
menyebabkan gejala klasik diabetes (6,13%).
yaitu poliuri, polifagi, dan polidipsi.
Hiperglikemia ditunjukkan dengan
peningkatan kadar gula darah
sewaktu, puasa dan kadar gulapost-
prandial.
Dislipidemia adalah suatu kondisi proporsi penduduk Indonesia
metabolik umum dengan dengan kadar kolesterol total
kategori borderline (200–239mg/dL)
karakteristik tingkat kolesterol dalam dan tinggi (≥240 mg/dL) lebih
plasma melebihi nilai normal yaitu banyak didapatkan pada
>200 mg/dl. Tingkat kolesterol total perempuan, yaitu sebesar 24% dan
diatas 200 mg/dl dikorelasikan 9,9% jika dibandingkan dengan
laki–laki sebesar 18,3% dan 5,4%.
sebagai faktor risiko yang kuat
terhadap terjadinya penyakit
kardiovaskular
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak
tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa. Diagnosis obesitas
ditegakkan dengan cara mengukur indeks massa tubuh (IMT), yang
didapatkan dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi
badan dalam meter kuadrat. Diagnosis ditegakkan apabila IMT lebih
dari sama dengan 25 kg/m2. Pasien DM tipe II dengan obesitas besar
kemungkinannya terjadi sindroma metabolik
TUJUAN
1. Mengidentifikasi faktor risiko internal dan eksternal serta
masalah klinis pada pasien;
260 2. Penerapan pelayanan dokter keluarga berbasis evidence based
medicine pada pasien serta penatalaksanaan pasien berdasarkan
kerangka penyelesaian masalah pasien dengan pendekatan
patient

METODE
Penelitian ini merupakan laporan kasus. Data primer diperoleh melalui autoanamnesis dan alloanamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan kunjungan kerumah. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari
awal, proses dan akhir studi secara kualitatif dan kuantitatif.
ILUSTRASI KASUS
Pasien Ny. M usia 61 tahun datang ke puskesmas Karang Anyar di antar oleh suaminya dengan
keluhan nyeri pada lutut sejak kurang lebih tiga hari yang lalu, keluhan yang dirasakan pasien terutama
di rasakan pada lutut kaki kanan. Pasien sudah mengalami keluhan serupa selama kurang lebih lima
tahun terakhir, pasien mengatakan keluhan tersebut hilang timbul. Pasien mengatakan pernah
merasakan nyeri hingga disertai bengkak, kemerahan, dan sulit digerakkan pada kakinya. Pasien
mengatakan memiliki penyakit asam urat yang diketahui sejak tiga tahun lalu. Pasien mengatakan
setiap melakukan cek kadar asan urat hasilnya selalu tinggi, namun pasien tidak rutin meminum obat,
pasien hanya minum obat jika mulai ada keluhan nyeri yang timbul.
 
Pasien memiliki keluhan sering buang air kecil di malam hari dan juga sering merasa haus, pasien juga
mengatakan sering makan dikarenakan sering merasa lapar. Keluhan yang dialami pasien tersebut
sudah dirasakan pasien selama kurang lebih 1 tahun terakhir, pasien juga mengeluhkan tangan dan
kakinya sering merasakan kesemutan, kepala terasa berat, dan leher terasa kaku.
 
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang diketahui sejak 3 tahun yang lalu. Pasien rutin dan ke
puskesmas untuk mengambil obat hipertensi tiap bulannya. Pasien juga memiliki riwayat stroke sejak
tiga tahun yang lalu. Serangan stroke terjadi tiba-tiba ketika pasien baru bangun tidur dan hendak
shalat subuh, pasien merasakan anggota tubuh sebelah kanan terasa lemas dan tidak lama menjadi
sulit digerakkan. Oleh keluarga pasien, pasien tidak di bawa ke rumah sakit namun hanya di bawa ke
bidan desa setempat
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tekananan Darah : 163/95 mmHg

Frekunsi Nadi : 78 kali/menit

Frekuensi Napas : 20 kali/menit


STATUS GENERALIS

Suhu Tubuh : 36.60C

BB : 65 kg

TB : 150 cm

Lingkar Perut : 113 cm

IMT : 28,9 kg/m2 (obesitas derajat I.)


Pemeriksaan Fisik

Status Generalis Kepala


Tidak ada kelainan • Wajah : Simetris
mukosa kulit/subkutan • Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
menyeluruh • Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
• Telinga : Hiperemis (-), sekret (-).
• Pucat: Tidak ada • Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-), epistaksis -/-
• Sianosis: Tidak ada • Mulut : Mulut kering (-), sianosis (-)
• Ikterus: Tidak ada
• Oedem: Tidak ada Leher
• Bentuk : Simetris
• Turgor: Baik • Trakea : Ditengah, tidak ada deviasi
• KGB: Tidak ada • KGB : Tidak ada perbesaran
perbesaran • Tiroid : Tidak ada perbesaran
• JVP : Tidak ada peningkatan
Pemeriksaan Fisik
• Thorax
• Jantung • Paru
• I: Ictus kordis tidak tampak  • I: Tampak simetris, retraksi (-), pernapasan
tertinggal (-) 
• P: Ictus cordis teraba pada SIC 5 
• P: Fremitus taktil simetris kanan dan kiri,
• P: Batas jantung kanan SIC 6 linea sternalis
dekstra; batas jantung kiri SIC 4, 2 jari medial
nyeri tekan (-), massa (-) 
linea midclavicular sinistra; batas jantung atas • P: Sonor di semua lapang paru
SIC 2 linea sternalis sinistra.
• A: Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
• A: BJ I/II reguler
Pemeriksaan Fisik
• Abdomen
• I: perut tampak cembung, lesi (-) • Status Lokalis
• A: Bising usus 8x/menit • Ekstremitas Inferior dextra
• P: Timpani • Look: rubor (-), tumor (-), edema (-)
• P: Nyeri tekan (-) • Feel: kalor (-), dolor (-).
• Move: ROM normal

• Ekstremitas superior dextra


• Look: rubor (-), tumor (-), edema (-)
• Feel: kalor (-), dolor (-).
• Move: ROM normal
Pemeriksaan Fisik
• Fungsi Motorik
• Gerakan : aktif/aktif
aktif/aktif
• Kekuatan : 4/5
4/5
• Fungsi Sensorik
Tes Raba halus : Normotesia
Tes Raba kasar : Normotesia
Tes nyeri : Normal
Tes propiosepsi : Normal
Tes koordinasi : Normal
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
260

Kadar Asam Urat : 8,4

Glukosa darah Sewaktu : 351

Kolesterol total : 235


Data Keluarga (Genogram) (Family Map)
Family APGAR
APGAR Skor
Saya merasa puas karena saya dapat 2
meminta pertolongan kepada keluarga
A

saya ketika saya menghadapi


permasalahan
Saya merasa puas dengan cara keluarga 1
saya membahas berbagai hal dengan
P

saya dan berbagi masalah dengan saya


Saya merasa puas karena keluarga saya 2
menerima dan mendukung keinginan-
G

keinginan saya untuk memulai kegiatan


atau tujuan baru dalam hidup saya
Saya merasa puas dengan cara keluarga 2
saya mengungkapkan kasih sayang dan
A

menanggapi perasaan-perasaan saya,


seperti kemarahan, kesedihan dan cinta
Saya merasa puas dengan cara keluarga 2
saya dan saya berbagi waktu bersama
R

Total 9
Ketika seseoran di dalam anggota keluarga ada yang sakit SS S TS STS
(3) (2) (1) (0)
S1 Kami membantu satu sama lain dalam keluarga kami   ✔    
S2 Teman-teman dan tetangga sekitar kami membantu   ✔    
keluarga kami
C1 Budaya kami memberi kekuatan dan keberanian keluarga     ✔  
kami
C2

R1
Budaya menolong, peduli, dan perhatian dalam komunitas
kami sangat membantu keluarga kami
Imam dan agama yang kami anut sangat membantu
 


 
 

 
 

 
Family
R2
dalam keluarga kami
Tokoh agama atau kelompok agama membantu keluarga
kami
  ✔     SCREE
M
E1 Tabungan keluarga kami cukup untuk kebutuhan kami     ✔  
E2 Penghasilan keluarga kami mencukupi kebutuhan kami     ✔  
E’1 Pengetahuan dan Pendidikan kami cukup bagi kami untuk     ✔  
memahami informasi tentang penyakit
E’2 Pengetahuan dan Pendidikan kami cukup bagi kami untuk     ✔  
merawat penyakit anggota keluarga kami
M1 Bantuan medis sudah tersedia di komunitas kami     ✔  
M2 Dokter, perawat, dan/atau petugas kesehatan di komunitas   ✔    
kami membantu keluarga kami
Total 3 10 6
Data Lingkungan Rumah

Pasien tinggal di lingkungan pemukiman yang berbatasan langsung dengan


persawahan. Rumah keluarga pasien berukuran ± 9 X 12 m2 dengan jumlah
anggota keluarga yang tinggal serumah berjumlah lima orang. Rumah
terdiri dari tiga kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, satu kamar mandi
dengan WC jongkok, dapur yang sekaligus menjadi area produksi bakso,
dan terdapat warung di depan rumah. Atap rumahnya terbuat dari genteng,
dengan lantai keramik dan semen mandi, dinding tembok, serta mempunyai
jendela yang terdapat di bagian depan, samping, serta belakang rumah.
Sinar matahari dapat masuk ke bagian depan rumah, sampimg, dan bagian
belakang rumah sehingga pencahayaan di siang hari sudah cukup terpenuhi,
sementara untuk pencahayaan di malam hari keluarga Ny. M menggunakan
lampu biasa. Cendela dan ventilasi cukup sehingga udara dapat masuk
dengan cukup baik. Sumber air berasal dari sumur yang digunakan untuk
mandi dan mencuci, dan air minum. Keadaan rumah secara keseluruhan
terkesan kurang rapi dan kurang teratur. Lantai rumah juga sering licin
karena tumpahan minyak yang menjadi salah satu bahan pembuatan bakso,
sedangkan menurut pengkajian keseimbangan untuk lansia Ny. M memiliki
resiko jatuh sedang
Diagnostik Holistik Awal

Aspek Personal
• Alasan kedatangan : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada sendi lutut, terutama di lutut kanannya. Pasien juga datang untuk
mengambil obat hipertensi rutin setiap bulannya.
• Kekhawatiran : Pasien khawatir penyakit yang diderita tidak sembuh dan pasien menjadi tidak berjalan lagi.
• Persepsi : Pasien megetahui bahwa dirinya memiliki riwayat asam urat, namun pasien hanya meminum obat anti nyeri sendi ketika
terjadi keluhan. Pasien mengetahui beberapa makanan yang tidak dianjurkan dikonsumsi oleh penderita asam urat, seperti kacang-
kacangan, pasien tidak mengetahui bahwa penyakit stroke yang pernah diderita memiliki hubungan dengan hipertensi yang diserita.
• Harapan : Pasien berharap nyeri yang diderita hilang serta pasien berharap bias beraktivitas normal kembali

Aspek Klinis
• Artritis gout (ICD X: M10.0)
• Metabolic syndrome (ICD X: E88.81)
• Obesitas (ICD X:E66.9)
Aspek Risiko Internal
• Pola diet dan kebiasaan makan tidak sesuai
• Pengetahuan yang kurang tentang penyakit yang diderita
• Persepsi yang salah mengenai pengobatan
• Usia tua yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit degeneratif.
Aspek Risiko Eksternal
• Psikososial keluarga : kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang
diderita pasien serta komplikasinya.
• Lingkungan Rumah yang berpotensi mengakibatkan resiko jatuh pasien dikarenakan
lantai lancin akibat dijadikan tempat produksi bakso
• Pola berobat keluarga kuratif.
Derajat Fungsional
• Derajat fungsional 2 yaitu mampu melakukan perawatan diri dan pekerjaan ringan
sehari-hari di dalam maupun di luar rumah.
Rencana Intervensi
Diagnosis Holistik Target Terapi

Artritis Gout Nilai pemeriksaan kimia darah asam urat darah < 6,0 mg/dL. Pola
makan sesuai dengan anjuran.
Diabetes Militus Gula darah puasa 80 – 130 mg/dL dan gula darah 2 jam setelah
makan 180 mg/dL.
Dislipidemia Nilai kadar kolestrol darah < 200 mg/dL.
Hipertensi Nilai pemeriksaan tekanan darah < 150/60
Obesitas Pasien dapat memahami mengenai angka kecukupan gizi serta cara
mengatur pola makan yang baik dan benar. Dan melakukan
olahraga ringan sesuai anjuran
Kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit yang dialaminya Pasien dapat memahami dan lebih peduli terhadap penyakit yang
(gout + sindrom metabolik) diderita serta disiplin dalam pola hidupnya.
Persepsi pasien mengutamakan pengobatan kuratif dibanding Pasien lebih memilih melakukan pencegahan terhadap kekambuhan
preventif penyakit yang diderita
Lingkungan Rumah yang berpotensi mengakibakan resiko jatuh Keluarga pasien lebih sering mengepel lantai dan menjaga agar
pasien lantai tidak licin. Membiasakan pasien menggunakan alas kaki
dikarenakan lantai lancin akibat dijadikan tempat produksi bakso berupa sandal setika di dalam rumah untuk mengurangi resiko
terpeleset
Riwayat stroke Pasien mengetahui penyakit dan faktor resiko.
Pasien melakukan upaya pencegahan stroke berulang
Psien rutin melakukan latihan gerakan stroke secara mandiri
Patient Centered
Non-Farmakologi:
● Konseling mengenai artritis gout dan sindrom metabolik beserta
gejalanya meliputi definisi, faktor risiko, gejala, faktor pemicu,
upaya pengobatan, komplikasi, dan pencegahan perburukan dari
penyakit.
● Konseling kepada pasien tentang pengaturan pola makan dan
latihan jasmani yang baik.
● Konseling pasien untuk kontrol pengobatan secara teratur di
Puskesmas.
● Konseling kepada pasien perlunya pengendalian dan pemantauan
penyakit secara berkelanjutan.
Patient Centered
Farmakologi:
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan makan
dan olahraga (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral.
● Allopurinol 2 x 100 mg
● Asam Mefenamat 3 x 500 mg.
● Amlodipin 1x 10mg
● Glibenclamide 1x 5mg
● Metformin 2x 500mg
● Simvastatin 1x 10mg
Family
• Konseling keluarga mengenai penyakit gout arthritis dan Sindrom
Metabolik penyebabnya, faktor risiko, gejala, upaya pengobatan,
1 perubahan gaya hidup dengan aktivitas fisik, dan pola makan.

Focused 2
• Menjelaskan kepada anggota keluarga, terutama yang tinggal dengan
pasien untuk melakukan pengawasan terhadap pola makan dan
aktivitas fisik pasien.

• Menjelaskan kepada anggota keluarga mengenai risiko yang ada pada


mereka dan pentingnya melakukan deteksi dini antara lain melakukan
3 pemeriksaan tekanan darah dan kadar asam urat darah.

• Memberikan konseling kepada keluarga pasien mengenai penyulit


penyakit, serta komplikasi jangka panjang tentang penyakit yang
4 diderita pasien apabila penyakit tidak dikontrol secara rutin.

• Menjelaskan dan memotivasi mengenai perlunya perhatian dan


dukungan dari semua anggota kelarga.
5
Community oriented
● Mengedukasi masyarakat untuk aktif dalam kegiatan posbindu yang
diadakan puskesmas utuk mengontrol penyakit yang diderita
● Mengedukasi masyarakat untuk aktif mengikuti senam lansia yang
diadakan oleh petugas kesehatan setempat.
Diagnostik Holistik Akhir
Aspek Personal
• Kekhawatiran : Pasien sudah tidak terlalu khawatir mengenai penyakit yang dideritanya akan semakin parah dan
menghambat kegiatan sehari-hari dengan meningkatnya pengetahuan pasien tentang penyakit yang diderita.
• Persepsi : Pasien telah mengetahui tentang penyakit yang ia derita yaitu penyakit asam urat (artritis gout) dan syndrom
metabolik serta penyebab penyakitnya. Pasien mengetahui pengendalian penyakit ini tidak hanya dengan pengobatan
teratur, tetapi juga dengan dengan perubahan pada diet, kebiasaan dan pola hidup. Pasien mengetahui bahwa penyakit
pasien perlu keteraturan untuk selalu kontrol ke fasilitas kesehatan.
• Harapan : Penyakit yang diderita dapat terkontrol, tidak semakin memburuk, dan tidak menimbulkan komplikasi-
komplikasi lain.
Aspek Klinis
• Artritis gout (ICD X: M10.0)
• Metabolic syndrome (ICD X: E88.81)
• Srtoke (ICD X: I69.3)
• Obesitas (ICD X:E66.9)
Aspek Risiko Internal
• Pasien sudah mengikuti pola makan yang sesuai dan anjuran makanan yang harus dibatasi dan dihindari
untuk mencegah timbulnya gejala artritis gout dan dislipidemia.
• Peningkatan pengetahuan pasien terhadap penyakit yang diderita, faktor penyebab, penyulit, dan
pencegahannya.
• Perilaku pengobatan yang bersifat kuratif berkurang, mulai mengarah ke preventif.
• Peningkatan pengetahuan pasien tentang gaya hidup dan latihan jasmani yang seharusnya sesuai dengan
penyakitnya.
• Pasien sudah berolahraga 30 menit, 4 hari per minggu. Dan melakukan gerakan latihan stroke.
Aspek Risiko Eksternal
• Lingkungan keluarga: Keluarga sudah mulai mendukung kesehatan pasien, peningkatan pengetahuan
keluarga tentang penyakit yang diderita pasien.
• Keluarga mulai mengetahui bahwa penykit gout dan syndrom metabolik bersifat kronis dan harus kontrol
secara berkala, tidak hanya ketika ada keluhan.
• Keluarga mulai mengetahui bahwa memberikan dukungan kepada Ny. M untuk mengendalikan
penyakitnya baik terhadap psikologinya.
Derajat Fungsional
• Derajat fungsional dua yaitu mampu melakukan perawatan diri dan pekerjaan ringan sehari-hari di dalam
maupun di luar rumah.
PEMBAHASAN
Diagnosis Gout artritis didapatkan dari anamnesis yaitu adanya keluhan nyeri pada lutut sejak
kurang lebih tiga hari yang lalu, keluhan yang dirasakan pasien terutama di rasakan pada lutut kaki
kanan. Pasien sudah mengalami keluhan serupa selama kurang lebih lima tahun terakhir, pasien
mengatakan keluhan tersebut hilang timbul. Pasien mengatakan pernah merasakan nyeri hingga
disertai bengkak, kemerahan, dan sulit digerakkan pada kakinya. Menurut American College of
Rheumatology gout adalah bentuk inflamasi artritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di
sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi
sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di
jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa
menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan kadar asam urat dan didapatkan hasil
8,3 mg/dl. Diagnosis gout arthritis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan penunjang pasien
menunjukkan kadar asam urat yang tinggi. Kadar asam urat normal dalam darah pada pria adalah
3,4 mg/dL sampai 7 mg/dL dan pada wanita adalah 2,4 mg/dL sampai 6 mg/dL.
PEMBAHASAN
Diagnosa hipertensi ditegakkan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien. Pada
amamnesis terdapat keluhan nyeri kepala yang merupakan salah satu gejala klasik hipertensi
dimana nyeri kepala terjadi akibat kerusakan vaskuler pada pembuluh darah perifer. Perubahan
struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriol menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, yang
mengakibatkan aliran darah menjadi terganggu. Hal ini akan menyebabkan penurunan suplai
oksigen dan peningkatan kadar karbon dioksida pada jaringan yang terganggu, yang kemudian
menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang meningkatkan asam laktat dan menstimulasi
peka nyeri kapiler pada otak.

Kemudian pada pemeriksaan fisik di Puskesmas Karang Anyar didapatkan tekanan darah pasien
adalah 163/95 mmHg, berdasarkan pedoman JNC VIII nilai dari tekanan darah pasien masuk ke
golongan Hipertensi Grade II. Menurut JNC VIII (Joint National Committee) seseorang dikatakan
mengalami hipertensi jika tekanan darah sistol ≥140 mmHg dan diastol ≥90 mmHg dalam dua kali
pengukuran dalam selang waktu lima menit.
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis diabetes mellitus pada pasien ditegakkan atas dasar keluhan pasien yakni
sering merasa haus, sering buang air kecil (BAK) terutama malam hari sebanyak lebih dari 3 kali,
mudah haus. Kemudian dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu dan didapatkan hasil 351
mg/dL. Kriteria diagnosis untuk diabetes mellitus tipe 2 yaitu pemeriksaan glukosa plasma puasa
≥126 mg/dl dengan kondisi tanpa asupan kalori minimal delapan jam; atau pemeriksaan glukosa
plasma ≥220 mg/dl di dua jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa
75 gram; atau pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL dengan keluhan klasik berupa
poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, atau
pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarizatuin Program (NGSP) dan Diabetes Control and Complications Trial
assay (DCCT)
PEMBAHASAN
Diagnosis dislipidemia pada pasien ditegakkan atas dasar anamnesa yang didapatkan adanya
keluhan kepala terasa berat, leher terasa kaku serta ditemukannya pemeriksaan kolesterol total di
angka 235 mg/dl. Sebagian besar hiperkolesterol tidak menimbulkan gejala. Kadar kolesterol yang
tinggi menyebabkan aliran darah menjadi kental sehingga oksigen menjadi kurang, sehingga gejala
yang timbul adalah gejala kurang oksigen seperti sakit kepala, pegal–pegal pada tengkuk. Oleh
karena gejalanya yang tidak khas bahkan tidak menimbulkan gejala, disarankan untuk sering
memeriksakan kesehatan minimal satu kali dalam setahun. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi dislipidemia sedini mungkin sehingga dapat mencegah risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular.18 Diagnosa dapat ditegakkan bila kolesterol total > 200 mg/dl. Pemeriksaan
berkala terhadap kolesterol penting dilakukan, agar dapat dideteksi sedini mungkin sehingga
penanganannya dapat dilakukan sedini mungkin. Kolesterol yang berlebih di dalam darah atau yang
disebut juga dislipidemia, dapat membentuk plak pada dinding pembuluh darah sehingga
menyebabkan penyempitan lumen yang dinamakan aterosklerosis. Keadaan tersebut akan
mengakibatkan terjadinya penyakit kardiovaskular
PEMBAHASAN
Diagnosa Obesitas didapatkan dari pemeriksaan fisik dimana didapatkan BB 65 kg; Tinggi badan
150 cm; IMT:28,9kg/m2, dan lingkar Perut: 113cm. Obesitas merupakan penumpukan lemak yang
berlebihan akibat ketidak seimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan
(energy expenditure) dalam waktu lama. Menurut WHO diagnosis obesitas ditegakkan dengan cara
mengukur indeks massa tubuh (IMT), yang didapatkan dengan membagi berat badan dalam
kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Diagnosis ditegakkan apabila IMT lebih dari
sama dengan 25 kg/m

Dari bermacam diagnosa yang dialami pasien mulai dari Diabetes Militus, Dislipidemia, Hipertensi,
dan Obesitas disimpulkan bahwa pasien sudah memenuhi kriteria Syndroma metabolic. Seseorang
dikatakan menderita sindrom metabolik apabila terdapat tiga dari lima kriteria, yaitu obesitas sentral
(lingkar perut ≥ 90 sentimeter untuk pria Asia dan ≥ 80 sentimeter untuk wanita Asia), trigliserida ≥
150 mg/dL atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliserida, kolesterol high density lipoprotein
(HDL) < 40 mg/dL pada pria dan < 50 mg/dL pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk
meningkatkan kadar kolesterol HDL, tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg atau diastolik ≥ 85 mmHg
atau sedang dalam pengobatan untuk hipertensi, dan gula darah puasa ≥100 mg/dl atau diabetes
melitus tipe 2.
PEMBAHASAN
Pengetahuan yang kurang tentang penyakit yang diderita, pola pengobatan yang bersifat kuratif
yaitu pasien hanya datang berobat ketika memiliki keluhan saja, sehingga keberhasilan pengobatan
tekanan darah tinggi tidak terkontrol dengan baik dan sering muncul keluhan. Pasien juga kurang
memerhatikan perubahan yang terjadi pada diri pasien, keluhan poliuri, polifagi, polidipsi yang
merupakan gejala klasik dari diabetes mellitus tidak diketahui oleh pasien, sehingga kadar gula
darah pasien tidak terkontrol dan mudah timbul komplikasi seperti neuropati.

Life style, dari segi aktivitas fisik pasien tidak pernah mau berolahraga. Setiap hari kegiatan pasien
hanya melakukan pekerjaan rumah biasa dimana aktivitas sehari-hari pasien ini tergolong ringan.
Aktivitas fisik sangat memengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan
kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut
mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Semakin keras jantung
memompa darah maka semakin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga
meningkatkan tekanan perifer dan menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi
PEMBAHASAN
Faktor risiko pada diabetes mellitus dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dimodifikasi
dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi adalah ras, etnik, umur,
jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram.
Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang
sehat, yaitu berat badan lebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, riwayat toleransi glukosa terganggu atau gula darah
puasa terganggu, dan merokok.28 Pada pasien ini memiliki IMT 28,9 yang menunjukkan bahwa
pasien ini dalam keadaan berat badan berlebih yang merupakan salah satu faktor risiko diabetes
mellitus. Sehari-harinya pasien juga tidak pernah melakukan aktivitas fisik baik yang intensitas
ringan maupun sedang, serta mengkonsumsi diet yang tidak seimbang seperti tinggi lemak, tinggi
gula, ayah pasien juga merupakan penderita hipertensi dan diabetes mellitus yang merupakan
faktor risiko yang tidak dapat diubah.
PEMBAHASAN
Faktor risiko yang dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dalam darah bersifat
multifaktorial, seperti umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, keturunan atau riwayat keluarga, berat
badan dan konsumsi lemak jenuh yang berlebihan serta kurangnya asupan serat30. Seseorang
yang kurang mengkonsumsi serat (<29 g/hari) mempunyai risiko 38% lebih tinggi untuk mengalami
dislipidemia dan 43% mempunyai kadar LDL yang tinggi dibanding dengan yang mengkonsumsi
serat (>29 g/hari). Sifat fisik kimia dari serat mengubah jalur metabolisme kolesterol hati dan
metabolisme lipoprotein, yang mengakibatkan penurunan kolesterol LDL plasma

Ny. M mengkonsumsi makanan sehari hari hanya untuk menghilangkan rasa lapar tanpa
memperhatikan apa yang pasien konsumsi dan jumlah kalori yang terdapat pada makanan tersebut.
Kebiasaan konsumsi makanan yang berminyak serta rendah serat berpotensi untuk terjadinya
obesitas serta kenaikan kadar kolesterol dalam darah23. Pada pasien ini jenis diet yang seharusnya
diberikan adalah diet rendah kalori dan rendah kolesterol lemak terbatas dengan mengurangi
makanan yang berlemak seperti makanan gorengan, santan, keju, mentega, margarin, susu full
cream, dan lain-lain. Lemak diberikan sedang yaitu <30% dari kebutuhan energi total. Hal ini
dikarenakan makanan berlemak biasanya memiliki kalori yang tinggi dan berhubungan dengan
peningkatan kadar lemak dalam darah. Makanan tinggi serat juga dapat menurunkan lemak dalam
darah sehingga dapat mencegah dan meringankan berbagai penyakit terkait pembuluh darah
PEMBAHASAN
Kunjungan ketiga dilakukan pada 9 Juli 2023. Pada kunjungan ini dilakukan evaluasi mengenai
perubahan pola makan pasien dan aktivitas fisik pasien. Pada proses perubahan perilaku, pasien
sudah mencapai tahap trial menuju adopsi yaitu pasien mengatakan bahwa ia mulai untuk makan
teratur tiga kali sehari dan menjaga porsi makanan dengan jumlah lauk lebih banyak daripada nasi.
Pasien juga mengatakan bahwa ia mulai melakukan aktivitas ringan yaitu stretching selama 30
menit di dalam rumah dan dilakukan 3 kali seminggu, dan sudah melakukan latihan gerakan stroke
saat waktu luang. Keluarga pasien juga mulai saling mengingatkan untuk menjaga asupan
makanan, melakukan aktivitas fisik serta proses konsumsi obat. Pasien juga sudah terbiasa
menggunakan sandal ketika berada di dalam rumah untuk menimalisir resiko jatuh akibat lantai
rumah yang licin Kemudian dilakukan penilaian evaluasi dengan dilakukan post-test dan didapatkan
hasil yang memuaskan yaitu dapat menjawab delapan belas pertanyaan dengan benar. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan perilaku karena meningkatnya perilaku pasien dan
keluarga pasien. Asupan gizi pasien sudah mengalami peningkatan meskipun belum sesuai
dengan gizi seimbang hal ini dikarenakan pasien masih belum bisa menyesuaikan pola makan gizi
seimbang.
PEMBAHASAN
Dilakukan pemeriksaan tekanan darah pada pasien dan didapatkan tekanan darah 134/87 mmHg
yang termasuk kedalam kategori hipertensi derajat I. pada Pemeriksaan Asam Urat didapatkan
hasil 6,1, Glukosa darah Sewaktu 213 dan Kolesterol total 192. Dari pemeriksaan ini dapat dilihat
sudah ada perubahan ke arah lebih baik jika dibanding dengan pemeriksaan sebelum di intervensi
walaupun belum menyentuh kadar normal yang seharusnya.

Penyakit yang diderita oleh pasien merupakan penyakit kronis dimana memiliki perjalanan penyakit
yang cukup lama dan umumnya membutuhkan kontrol diri yang cukup baik untuk dapat sembuh.
Pasien harus menjaga kesehatan agar tidak terjadi komplikasi lebih jauh dari penyakit yang
dideritanya. Untuk itu pasien diharuskan rutin untuk mengunjungi puskesmas untuk mengontrol
penyakitnya.
KESIMPULAN
1. Seorang Lansia usia 61 tahun, dengan gout artritis dan sindrom metabolik.
2. Penyakit Gout Artritis dan sindrom metabolic pada pasien kemungkinan besar karena faktor
internal berupa, usia pasien, pola diet, aktivitas fisik, pola pengobatan kuratif, pengetahuan yang
kurang, persepsi yang salah tentang penyakit, serta kekhawatiran pasien. Faktor eksternal yang
memengaruhi kondisi pasien berupa pengetahuan keluarga yang juga masih kurang tentang
penyakit yang diderita pasien dan pola pengobatan keluarga yang masih bersifat kuratif.
3. Telah dilakukan intervensi berupa edukasi mengenai pola makan gizi seimbang, aktivitas fisik,
dan pentingnya rutin kontrol ke puskesmas serta rutin meminum obat. Dan telah terjadi
peningkatan pengetahuan bagi pasien dan keluarga mengenai gout artritis dan sindrom
metabolik beserta gejalanya, faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit dan perilaku yang
harus dilakukan yaitu kontrol rutin tekanan darah dan gula darah ke puskesmas dan melanjutkan
pola hidup sehat sesuai anjuran.
4. Setelah dilakukan pendekatan kedokteran keluarga secara komprehensif, intervensi mampu
meningkatkan pengetahuan pasien mengenai keadaan pasien yang ditunjukkan dengan
peningkatan hasil post-test.
SARAN
Bagi Pasien :
1. Tetap mempertahankan pola hidup sehat sesuai anjuran
260 yaitu dengan diet rendah garam dan rendah kalori.
Mengimplementasikan diet diabetes mellitus yaitu 3 J
(jumlah, jenis, jadwal). Serta berolahrga minimal 30 menit per
hari, dan rutin melakukan latuhan gerakan stroke
2. Meningkatkan kesadaran untuk rutin minum obat
antihipertensi dan antihiperglikemia, serta rutin mengontrol
tekanan darah, gula darah, kolesterol, dan asan urat ke
Puskesmas..
3. Melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui
perkembangan penyakit melalui pemeriksaan EKG, fungsi
ginjal, rontgen dan CT Scan, profil lipid.
 
SARAN
Bagi Keluarga :
260 1. Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat terus
melakukan pengobatan dan perubahan gaya hidup.
2. Melakukan tindakan pencegahan untuk risiko yang dapat
dimodifikasi
 
Bagi Puskesmas :
3. Perlu ditingkatkan usaha promosi kesehatan kepada
masyarakat tentang pola hidup sehat.
4. Melakukan manajemen risiko selain mengatasi keluhan klinis
pasien.
5. Dapat melanjutkan pembinaan keluarga untuk kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Liu B, Wang T, Zhao HN, Yue WW, Yu HP, Liu CX, et al. 2018. The Prevalence of hyperuricemia in China: a MetaAnalysis. BMC Public Health.
11:832.
2. Khanna, D. 2013. American College of Rheumatology guidelines for management of gout. Gout And Nucleic Acid Metabolism, 37 (2) ,m 139.
https://doi.org/10.6032/gnam.37.139
3. World Health Organization. 2019. Gout Arthritis.
4. Riset Kesehatan Dasar. 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kemetrian RI tahun 2018..
5. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2018. Pedoman Daignosis dan Pengelolaan Gout. Jakarta Pusat
6. Adi, P.R., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta`: Interna Publishing, p.1425.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. fisik dan Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe II di Indonesia. Jakarta:
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2018.
8. American Diabetes Association. Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. USA: American Diabetes Association; 2018
9. Departmen Kesehatan RI. Buku Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak Menular; 2014.
10. WHO. 2013. A global brief on hypertension. Geneva: World Heart Organization.
11. Kementrian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
12. Lampung DKP. 2020. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Lampung.
13. Feigin, VL, Brainin, M, Norrving, B, Martins, S, Sacco, RL, Hacke, W, et al. 2022, 'World Stroke Organization (WSO): Global Stroke Fact Sheet
2022,' International Journal of Stroke, vol. 17, no. 1, hal. 18–29.
14. Hancock T, Perkins F. 1985. The mandala of health: a model of the humanecosystem. Fam Community Heal. 8(3):1–10.
15. Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S,Sergen JS. (eds) Kelley’s Textbook of Rheumatology, 8th ed. W.B Saunders, Philadelphia.
2009:1481-1506.
16. Abiyoga, A. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejaidan gout pada lansia di wilayah kerja puskesmas situarja;2017;2(1):47–56.
DAFTAR PUSTAKA
17. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2021. Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di indonesa. Jakarta:
Perkeni.
18. Hokanson J E, Austin MA. Plasma Triglyceride Level is A Risk Factor for Cardiovascular Disease Independent of High-Density Lipoprotein
Cholesterol Level: A Meta-analysis of Population-Based Prospective Studies. J Cardiovasc Risk; 2016;3:213-9.
19. Stapleton PA, Goodwill AG, James ME, Brock RW, Frisbee J. Hypercholesterolemia and microvascular dysfunction: interventional strategies.
Journal of Inflammation. 2010. 7:54
20. Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses proses penyakit. Edisi 6. volume 1. Jakarta : EGC.
21. Joint National Committee VII. 2014. The eight report of the joint national commite. Hypertension guidelines: an in-depth guide. Am J Manag Care.
22. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI. 2015. Pedoman Umum Pengendalian Obesitas. Jakarta. Kemenkes RI.
23. Alberti KG, Eckel RH, Grundy SM, Zimmet PZ, Cleeman JI, Donato KA, et al. Harmonizing the metabolic syndrome. Circulation. 2009; 120:1640-
5.
24. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Pedoman diagnosis dan tata laksana gout. Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2018.
25. Rusdi dan Isnawati, N. 2019. Awas anda bisa mati cepat akibat hipertensi dan diabetes. Yogyakarta: Power Book
26. Harahap AD, Rochadi RK, Sarumpaet S. 2017. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Hipertensi pada Laki-laki Dewasa awal (18-40 tahun)
di Wilayah Puskesmas Bromo Medan. Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan, 1(2).1-5.
27. Aristi DLA, Rasni H, Susumaningrum LA, Susanto T. 2020. Hubungan Konsumsi Makanan Tinggi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Buruh
Tani di Wilayah Kerja Puskesmas Panti Kabupaten Jember. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 23(1), 53-60
28. Achmad A. 2013. Korelasi Lama Diabetes Melitus Terhadap Kejadian Nefropati Diabetik: Studi Kasus di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang.
Semarang: Universitas Diponegoro.
29. Liswati EM. 2014. Hubungan tingkat pengetahuan tentang pengelolaan dm dan dukungan keluarga dengan pengendalian kadar glukosa darah
puasa (gdp) pasien dm tipe 2 rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammdiyah Surakarta.
30. Chih-chien Wang. Arthroscopic Elimination of Monosodium Urate Deposition of the First Metatarsophalangeal Joint Reduces the Recurrence of
Gout. The journal of Arthroscopic and Related Surgery;2009; 25(2)
31. Liswati EM. 2014. Hubungan tingkat pengetahuan tentang pengelolaan dm dan dukungan keluarga dengan pengendalian kadar glukosa darah
puasa (gdp) pasien dm tipe 2 rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammdiyah Surakarta.
32. Ridwan M. 2017. Mengenal, Mencegah, & mengatasi Sillent Killer Stroke. Yogyakarta. Romawi Pres
FOOD RECALL Ny. L
LAMPIRAN
260

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai