Anda di halaman 1dari 15

Leadership, Planning and

Development Practice

ARIS CHANDRA., M. SC.


Pendekatan klasik dalam perencanaan (technocratic analysis)
bertumpu pada peran elit politik sebagai motor perencanaan
dan pembangunan;
The Iron Ekonom sebagai tangan kanan elit dalam hal perencanaan
Triangle pembangunan;
Elit politik adalah mereka yang mampu mempengaruhi masa
dan memiliki legitimasi untuk menggerakkan pemerintahan.
Mahasiswa sebagai kelompok elit
Pemerintahan Hindia-Belanda hanya membolehkan sekelompok kecil orang untuk bersekolah di
Universitas;
Anak-anak pejabat/raja yang dekat dengan kekuasaan mampu mengakses universitas-universitas
di Eropa (termasuk Belanda); dan Universitas dalam negeri.
Ilmu pengetahuan baru dan pemikiran baru menjadikan pemuda tersebut mampu merumuskan
perasaan mereka ke dalam kesepakatan bersama;
Mahasiswa menjadi Sebagian kecil anggota masyarakat yang berlandaskan sains sebagai
penerus bangsa;
Soekarno
Soeharto
Era B.J Habibie
Kepemimpinan
dan Abdul Rachman Wahid
Perencanaan
Pembangunan Megawati
Susilo Bambang Yudhoyono
Joko Widodo
Soekarno

Sebagai negara baru


merdeka, Ekonomi berfokus
pembangunan kepada
Soekarno:
bermula dari pembangunan
Mempertahankan
pembentukan industri dan
kekuasaan melalui
struktur politik nasionalisasi pabrik-
demokrasi
dalam negeri dan pabrik yang dikelola
terpimpin;
lobi luar negeri oleh pemerintahan
untuk pengakuan Hindia-Belanda;
internasional;
Arah Pembangunan Nasional
Pembentukan Dewan Perancang Nasional (DEPERNAS)
Hasil estimasi pembangunan ekonomi, dan proyeksi kependudukan jauh dari kata tepat karena
menggunakan pendekatan yang sangat sederhana.
Dengan sosialisme “model Indonesia” Soekarno berusaha membangkitkan kebudayaan
Nusantara sebagai bagian dari perekonomian;
Kesalahan-kesalahan model perencanaan ekonomi membawa Indonesia ke masa krisis (hiper-
inflasi)
Soeharto dan Perencanaan Pembangunan
Soeharto menggunakan pendekatan authoritarian
developmental state dalam memimpin pembangunan di
Indonesia;
Teknokrat (ekonom) dan militer membentuk koalisi dalam
merespon krisis masa kepemimpinan sebelumnya (Soekarno);
Soeharto menderegulasi ekonomi namun memberikan
kewenangan yang besar pada konglomerat
“Trickle down effect”
Pembentukan Bappenas tahun 1963 dan mulai efektif
menjadi pusat perencanaan pembangunan nasional tahun
1967;
Social Policy
INPRES (instruksi Presiden): Hasil tekanan mahasiswa dan akademisi untuk memperhatikan
pemerataan ekonomi sebagai alternatif pembangunan nasional;
GBHN dan Repelita (Rencana pembangunan lima tahun)
Repelita I-V: Pembenahan infrastruktur, pembangunan luar jawa, industri padat karya dan
ekspor, perbaikan fasilitas publik transportasi dan komunikasi
B.J Habibie
Indonesia terbiasa untuk melakukan pembenahan Ketika terjadi krisis besar, sehingga
perencanaan pembangunan seringkali bersifat reaktif daripada rencana matang;
Desentralisasi menjadi agenda utama dalam pembangunan untuk meredam gejolak daerah;
Stabilitas nilai tukar mata uang dan mengundang kembali investasi asing (termasuk impor
barang);
Penguatan ekonomi mikro sebagai respon kebijakan sentralisasi ekonomi periode orde baru;
Ekonomi Kerakyatan menjadi slogan baru untuk mendorong UMKM dan Koperasi sebagai
penopang ekonomi;
Dari Pencapaian ke Kritik
Desentralisasi yang bersifat tiba-tiba mendorong lepasnya Timor Timur;
Politisi daerah yang “beringas” dan budaya korupsi yang mengakar tidak mendukung
pemerintahan B.J. Habibie untuk tetap berlanjut; (Laporan keuangannya ditolak oleh MPR)
Sektor Keuangan dan Perbankan sudah terbiasa dengan perjanjian di bawah meja;
Dalam waktu kurang dari satu tahun, B.J Habibie harus menghadapi skandal perbankan yang
menggelapkan modal serta laporan keuangan karena budaya korupsi;
Abdul Rahman Wahid dan Megawati
Penyelesaian masalah konflik horizontal yang bermunculan
setelah periode sentralisasi berakhir; (menciptakan kestabilan
ekonomi)
Dampak dari kebijakan era peralihan menjadikan
perencanaan pembangunan mulai bersifat partisipatoris;
Ekonomi menjadi lebih liberal karena ada syarat hutang IMF
yang mengharuskan Indonesia untuk melepaskan aset-aset
dan subsidi negara;
Susilo Bambang Yudhoyono-Joko
Widodo
Pengalihan subsidi BBM era SBY ke Subsidi/ Beasiswa Pendidikan (terutama kampus negeri)
Menuju negara developmentalis dengan deregulasi dan pembangunan infrastuktur;
Jokowi: orientasi Statist-nationalist (Warburton, 2016)

Anda mungkin juga menyukai