Anda di halaman 1dari 36

PEMANFAATAN INFORMASI CUACA/IKLIM

TERHADAP PERKEMBANGAN OPT

Eva Nurhayati, M.Si

SEKOLAH LAPANG IKLIM PERTANIAN


BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
2019
KONDISI IKLIM SAAT INI
Isu Perubahan Iklim

Perubahan Jumlah dan Pola


Peningkatan Iklim Ekstrim Curah Hujan  Pergeseran Pola dan Waktu Tanam Menjadi
Awal Musim dan Periode Tanam Tidak Serempak

PENURUNAN PRODUKTIVITAS  ANCAMAN “Keragaman stadia penanaman padi memicu kerentanan terhadap
KETAHANAN PANGAN serangan berbagai jenis hama dan penyakit” (Las 2008)

“Faktor Iklim sangat berpengaruh nyata terhadap pola


dinamika populasi hama dan penyakit, seperti fisiologi,
fenologi, kelimpahan dan distribusinya” (Shi et al. 2011)

LANGKAH ADAPTASI TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM SEJAK


DINI DALAM TINDAKAN PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

MODEL PREDIKSI DINAMIKA POPULASI HAMA DAN


PENYAKIT MASA MENDATANG UNTUK MENGURANGI
RESIKO KEHILANGAN HASIL
OPT ???
Organisme Pengganggu Tanaman (Hama/Penyakit/Gulma)

Organisme penyebab kerusakan pada tanaman sehingga


menimbulkan kerugian secara ekonomi.

Hama dan penyakit tanaman bersifat dinamis dan perkembangannya


dipengaruhi oleh lingkungan biotik (fase pertumbuhan tanaman,
populasi organisme lain, host, dsb) dan abiotik (iklim, musim,
agroekosistem, dll).

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERKEMBANGAN OPT

 Tanaman yang mengalami tekanan/stress karena perubahan iklim


lebih rentan terhadap serangan OPT.
 Serangga hama dan mikroba termofilik (menyukai kondisi panas)
lebih diuntungkan dengan makin panjangnya musim panas/kemarau
dan meningkatnya temperatur.
 Organisme yang saat ini bukan sebagai OPT suatu saat dapat
menjadi OPT.
 OPT dapat berekspansi ke wilayah lain karena ada perubahan suhu
yang optimum untuk berkembangbiak dengan baik.
PENYEBAB TIMBULNYA OPT
1. Perubahan IKLIM
2. Pertanaman monokultur
3. Masuknya tanaman baru
4. Masuknya spesies hama baru
5. Akibat pemuliaan tanaman
6. Adanya keragaman genetik
7. Jarak tanam
8. Kesinambungan penanaman
9. Unsur hara dan pemupukan
10. Masa tanam yang sesuai dengan perkembangan hama
11. Hubungan hama-tanaman
12. Penggunaan pestisida yang berlebihan (tidak bijak dan berimbang)

Komponen iklim (curah hujan, suhu


udara, kelembaban udara, angin,
intensitas radiasi matahari, lama
penyinaran, dll) menyusun kondisi
iklim mikro yang penting bagi
perkembangan OPT.
Hewan yang umum menjadi hama tanaman:
1. Serangga paling dominan
2. Tungau
3. Hewan pengerat terutama tikus
4. Hewan mamalia besar
Mengapa serangga berperan paling dominan sebagai hama?
1. Daya adaptasinya yang tinggi
2. Jenis makanannya beraneka ragam
3. Laju reproduksinya tinggi
4. Berpotensi untuk resisten terhadap insektisida

Suhu optimum atau


efektif (hidup
Suhu rendah inaktif Suhu tinggi inaktif
normal)
atau hibernasi atau estivasi
AMBANG SUHU
(bertahan hidup) (bertahan hidup)

Suhu minimum
Suhu Maksimum (mati)
(mati)

Zona Suhu
Contoh Ledakan Hama Utama Tanaman Padi
Wereng Batang Coklat (WBC), Nilaparvata lugens Stal.
(Homoptera:Delphacidae)

Hama minor Hama penting/utama

Penyebab: introduksi varieras IR5 dan IR 8 dalam Revolusi Hijau (sebelum tahun
1990)
Sifat varietas ini:
anakan banyak, iklim mikro di antara rumpun responsif terhadap Pemupukan N,
padi menjadi gelap dan bisa ditanam dengan jarak rapat, sehingga menjadi
lembab dan jaringan menjadi sukulen  sangat sesuai untuk perkembangbiakan WBC
Pengaruh IKLIM terhadap Pekembangbiakan WBC
- Curah hujan rendah (kemarau) dapat mengakibatkan kematian WBC karena
berkurangnya makanan
- Curah hujan tinggi dapat membunuh hama (menghanyutkan telur)
Adanya hujan di musim kemarau umumnya dapat meningkatkan populasi WBC

• Wereng: Keperidian tinggi


• Tanaman: Stres
• Lingkungan: ekosistem lemah (pangkal-gelap, keragaman serangga rendah, bahan
organik rendah, banyak pestisida-musuh alami rendah  Meledak

Contoh lain : Penetasan telur belalang kembara pada


musim kemarau terjadi bila ada hujan
IRRI, 2012

Potensi Kehilangan Hasil Padi Rata-rata


Tahunan yang Disebabkan oleh Serangan
Hama dan Penyakit

Susanti et al. 2009a

- Serangan hama PBK dapat menyebabkan kehilangan hasil


produksi rata-rata pada setiap wilayah sentra produksi
padi di Asia berkisar 2-5% (Chen 2008 dalam Suharto dan
Usyati 2008)
- Kerugian hasil yang disebabkan setiap persen gejala
beluk berkisar 1-3% atau rata-rata 1.2% (Pathak dan Khan
1994)

- BBPOPT (2010);
- Hasil monitoring Tim Proteksi Tanaman Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi (2015)

Pengaruh kejadian iklim ekstrim terhadap ledakan serangan WBC


di Kab. Karawang, Subang dan Indramayu (periode tahun 1996-2006)
INFORMASI IKLIM:
Data cuaca atau data iklim yang sudah
INFORMASI IKLIM (BMKG):
• Evaluasi & Prakiraan Iklim Bulanan, 3
diolah menjadi suatu informasi yang
lebih aplikatif untuk suatu pemanfaatan Bulanan
tertentu. • Prediksi Awal Musim (AMK/AMH)
• Perbandingan AM terhadap Normalnya
• Prakiraan Sifat Hujan
• Prakiraan Puncak Musim
• Prakiraan Tingkat KAT
AM
MAC ASI
RM
INFO
Penentuan rekomendasi dan manajemen strategi untuk
pengambilan kebijakan/keputusan pemerintah/stakeholder
terkait dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan.

 Peramalan OPT

Peramalan OPT adalah kegiatan


mendeteksi atau memprediksi populasi/
MANFAAT serangan OPT pada masa yang akan
INFORMASI datang menggunakan data masa lalu/
IKLIM ??? sekarang dari sebuah variabel atau
kumpulan variabel dalam ruang dan
waktu tertentu.

 Sistem peringatan dini untuk


antisipasi serangan OPT sejak dini dan menekan resiko
kehilangan hasil produksi.
Model Prediksi Dinamika Populasi Hama Berbasis Pengaruh Iklim

CLIMEX AND DYMEX MODELING


(Distribution Spatial and Population Dynamics an Organism that Representing
Ecological Suitability Rate, especially Climate Factors)
MODEL DYMEX
Climate change effects on
economically important
insect herbivores and their
natural enemies, especially
in the tropics
Change in numbers of generations per year by 2050
using the atmospheric GENERAL CIRCULATION MODEL

Change in numbers of generations per year by


2050 using the atmospheric general circulation
model
Source : https://ccafs.cgiar.org/blog/climate-change-gives-edge-pests

The International Potato Center (CIP) has developed a temperature-driven phenology model for the Potato Tuber Moth (Phthorimaea
operculella) that provides good predictions of population growth for the wide range of climatic conditions were the pest prevails today.
TUJUAN
1. Menyusun dan
mengembangkan model
prediksi dinamika populasi
PBK dibawah skenario
perubahan iklim jangka
pendek.
2. Menduga potensi resiko
kehilangan hasil padi oleh
serangan hama PBK.
3. Menentukan manajemen
dan rencana pengendalian
dini PBK yang efektif pada
masa mendatang.
Kelimpahan Populasi PBK Hasil Tangkapan Light Trap

100
90
Populasi Imago PBK (ngengat/malam)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
1/4/2003 12/6/2003 11/6/2004 10/8/2005 9/9/2006 8/11/2007 7/12/2008 6/13/2009 5/15/2010 4/16/2011 3/17/2012

Tahun Pengamatan

- Dinamika populasi imago PBK berdasarkan pengamatan harian light trap


(2003-2012): keberadaan hama selalu ada setiap musimnya
- Tangkapan tertinggi: menjelang MH (Okt-Nov) dan menjelang MK (Mei-Jun)
- Pola ini terlihat berulang setiap tahunnya membentuk pola musiman yang
cocok dengan pola Musim Tanam (MT) sebanyak 2 kali dalam setahunnya
Prediksi Dinamika Populasi Imago PBK Bulanan dibawah
Skenario Perubahan Iklim (2016-2035)

Baseline RCP 2.6 RCP 8.5


350 - Adanya pergeseran pola puncak kelimpahan
populasi pada setiap fasenya, yaitu kurang
300
lebih sebanyak 1-2 bulan maju lebih awal dari
Populasi Imago

250 periode baselinenya, terutama pada saat


peralihan musim atau pelaksanaan MT II
200 (akhir Maret hingga awal April).
150 - Hasil studi light trap harian di lahan sawah
100 irigasi Pakistan (2007-2008): aktivitas
populasi imago betina PBK terjadi pada
50 minggu ke-4 Maret hingga minggu ke-2 April
(periode puncak kelimpahan) dan menurun
0 drastis pada akhir Mei hingga akhir Juli
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
(Bhutto et al. 2015)

- Perubahan intensitas CH (100-300 mm/bulan) dan didukung oleh T dan RH optimum (Tmin 24.2-
24.6oC dan Tmaks 34.1-36.3oC, RHmin 48.0-64.9% dan RHmaks 80.5-93.7%): memberikan pengaruh
besar terhadap laju perkembangan imago PBK, sehingga meningkatkan kelimpahan jumlah populasi
secara spesifik (>300 ekor/bulan) dan jumlah generasi diduga mencapai >4 generasi per tahun.

- Hasil simulasi model diharapkan dapat menjadi referensi dalam pengambilan keputusan untuk
tindakan pengendalian PBK pada masa mendatang  early warning system dalam penerapan sistem
informasi iklim berkelanjutan agar kewaspadaan bagi para petani Indramayu dapat lebih ditingkatkan.
Rekomendasi dan Manajemen Pengendalian PBK ke Depan
1. Berapa ambang kendali PBK baru berdasarkan 1200

hasil tangkapan light trap?

Populasi Imago (Simulasi Model)


1000
f(x) = 12.5384963454543 x + 20.4850253221484
R² = 0.756699246324221

- Jumlah populasi PBK aktual keseluruhan di 800

lapangan (N) dapat diduga melalui 600

pendekatan luaran model yang 400

mengasumsikan penempatan 1 alat light 200


trap yang dapat merepresentasikan
0
kondisi jumlah populasi observasi light 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

trap (n) pada luasan wilayah <50 ha Populasi Imago (Observasi Light Trap)

(Litsinger et al. 1987; BBPTP 2015)


…… (1)
nilai y: jumlah populasi aktual harian melalui pendekatan
prediksi model (N)
nilai x: jumlah populasi observasi light trap harian (n)

Dengan memasukan nilai tersebut


kedalam Persamaan 1, maka dapat  Jumlah populasi prediksi rata-
diduga jumlah populasi PBK observasi rata pada saat puncak kelimpahan
light trap (nilai x) sebesar 24 (April dan Oktober) dibawah
ngengat/malam (acuan ambang kendali skenario perubahan iklim jangka
baru PBK untuk tangkapan light trap). pendek: 295 ngengat/hari (nilai y)
Rekomendasi dan Manajemen
Pengendalian PBK ke Depan
- Peningkatan suhu dan distribusi CH  korelasi positif terhadap
keberlangsungan hidup PBK.

- Dibawah skenario perubahan iklim jangka pendek (2016-2035), model dapat


memprediksi peningkatan jumlah spesifik dan puncak kelimpahan populasi imago
bulanan >300 ekor/bulan, jumlah generasi yang dicapai >4 generasi per tahun,
pergeseran puncak kelimpahan sekitar 1-2 bulan maju lebih awal serta potensi
resiko kehilangan hasil produksi baik pada puncak musim hujan maupun kemarau
(>35 kg/ha/bulan atau 70 kg/ha/musim).

- Rekomendasi dan manajemen pengendalian PBK dalam upaya mengurangi


penggunaan pestisida yang berlebihan, dapat dilaksanakan 3 hari setelah
terdapat tangkapan imago pada light trap, yaitu segera dilaksanakan
penyemprotan insektisida setelah 3 hari apabila sudah terdapat tangkapan
imago pada light trap  penggunaan insektisida tidak berlebihan atau dengan
acuan ambang kendali mencapai >24 ngengat/malam (ambang kendali PBK baru).

- Hasil pengembangan model tersebut dapat menjadi sumber informasi


pengendalian PBK dalam pemanfaatan sistem informasi iklim berkelanjutan
dalam upaya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim sejak dini, khususnya
di wilayah Indramayu.
UPAYA ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP
PERKEMBANGAN OPT
1. Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT
2. Identifikasi faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan dan distribusi
serangan OPT
3. Membuat model prediksi dan validasi model prediksi serangan OPT (peramalan serangan OPT)
4. Membangun sistem peringatan dini (early warning system)
5. Adanya kelembagaan yang tepat dan akurat
6. Mengembangkan penelitian tentang prediksi iklim dan permodelannya
7. Penerapan sistem budidaya tanaman yang sehat yang diintegrasikan dalam teknologi
pengelolaan hama dan penyakit tanaman secara terpadu atau PHT.

Pengendalian Hama Terpadu (PHT): suatu metodologi yang


mengandung prinsip-prinsip dasar yang menjadi pegangan para
pengguna/petani menciptakan kondisi yang optimal bagi lingkungan
tanaman sehingga hama tidak menjadi masalah.

Tujuan PHT:
1. Produksi pertanian mantap tinggi
2. Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat
3. Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara
ekonomi tidak merugikan
4. Pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan
pestisida yang berlebihan

4 Prinsip PHT:
5. Budidaya tanaman sehat
6. Pemanfaatan musush alami/agens hayati
7. Pengamatan rutin/pemantauan
8. Petani sebagai ahli PHT (ikut pelatihan2 teknis)
Inovasi Teknologi pada Tanaman Padi untuk Mengantisipasi
Perubahan Iklim
Komponen dasar, terdiri dari:
1. Varietas Unggul Baru (VUB) yang adaptif (VUB toleran kegaraman, VUB tahan kering dan
umur genjah, VUB tahan genangan)
2. Benih bermutu dan berlabel
3. Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos
4. Pengaturan populasi secara optimum
5. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah
6. Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pendekatan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT)

Komponen pilihan, terdiri dari:


7.Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam
8.Penggunaan bibit muda (<21 hari)
9.Tanam bibit 1-3 batang per rumpun
10.Pengairan berselang atau intermittent
11.Penyiangan dengan landak atau gasrok
12.Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok

Inovasi teknologi lain oleh Badan Litbang Pertanian  penyediaan KALENDER TANAM (informasi
mengenai awal musim tanam, rekomendasi pemupukan, maupun peta kerawanan terhadap OPT,
kebanjiran dan kekeringan)  pola tanam berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan air
irigasi

Tujuan KATAM: diharapkan dapat menekan tingkat kehilangan hasil yang disebabkan oleh OPT
maupun dampak dari perubahan iklim seperti kekeringan maupun kebanjiran pada suatu lokasi.
Contoh Penerapan PHT pada Tanaman Padi

A. Penggerek Batang Padi


Pengendaliannya adalah:
1. Panen padi sawah dengan cara memotong tunggul jerami rendah supaya hidup larvanya
terganggu dimana larva yang ada dibagian bawah tanaman tertinggal dan membusuk bersama
jerami.
2. Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan mengambil kelompok telur pada saat tanaman
berumur 10-17 hari setelah semai, karena hama penggerek batang sudah mulai meletakkan
telurnya pada tanaman padi sejak di persamaian.
3. Harus diamati intensif sejak semai sampai panen.
4. Kalau populasi tinggi dapat dikendalikan dengan insektisida butiran (karbofuran, fipronil) dan
insektisida 17 cairan (dimehipo, bensultap, amitraz, dan fipronil) yang diaplikasikan bila
populasi tangkapan ngengat 100 ekor/minggu pada perangkap feromon atau 300 ekor/minggu
pada perangkap lampu.
5. Insektisida butiran diaplikasikan bila genangan air dangkal dan insektisida cair bila genangan
air tinggi.
6. Penangkapan massal ngengat jantan dengan memasang perangkap feromon 9- 16 perangkap
setiap hektar untuk mengamati spesies dominan.

B. Wereng Coklat atau Wereng Punggung Putih


7. Di daerah endemis wereng coklat, pada musim hujan harus ditanam varietas tahan wereng
8. Gunakan berbagai cara pengendalian, mulai penyiapan lahan, tanam jajar legowo, pengairan
inttermitten, takaran pupuk sesuai BWD
9. Monitor perkembangan hama wereng punggung putih dan perimbangan populasi wereng coklat
dan musuh alami pada umur 2 minggu setelah tanam sampai 2 minggu sebelum panen.

C. Walang Sangit (Leptocorisa spp.)


Hanya menyerang tanaman yang sudah berbulir. Pengendalian dengan insektisida dilakukan jika
populasinya melebih ambang kendali, yaitu pada saat setelah stadia pembungaan ditemukan rata-
rata >10 ekor/rumpun.

D. Tungro dan Wereng Hijau


Pengendalian dengan waktu tanam yang tepat dan rotasi varietas, namun kurang berhasil pada
kondisi pola tanam tidak teratur dan adanya pergiliran varietas.
Manfaat Sistem Tanam JAJAR
LEGOWO (JARWO):
1. Menambah jumlah populasi tanaman
padi dengan pengaturan jarak tanam
2. Meningkatkan produksi tanaman padi
3. Memperbaiki kualitas gabah dengan
semakin banyaknya tanaman pinggir
4. Mengurangi serangan penyakit
5. Mengurangi tingkat serangan hama
Penerapan Budidaya Padi Organik dengan Metode SRI

System of Rice Intensification (SRI) : adalah teknik


budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi
dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan
unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan
produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat
mencapai lebih dari 100%.

Prinsip budidaya padi organik SRI


Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai ketika bibit masih berdaun 2 helai
Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak minimal 25 cm persegi
Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus
Penanaman padi dengan perakaran yang dangkal
Pengaturan air, pemberian air maksimal 2 cm dan tanah tidak diairi secara terus-menerus sampai terendam dan
penuh, namun hanya lembab (irigasi berselang atau terputus)
Peningkatan aerasi tanah dengan penggemburan atau pembajakan
Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari
Menjaga keseimbangan biota tanah dengan menggunakan pupuk organik

Keunggulan budidaya padi organik SRI


•Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling
baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus)
•Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg per hektar. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak
memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang, dll.
•Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 – 12 hari setelah semai, dan waktu panen akan lebih awal
•Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton per hektar
•Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik
(kompos, kandang dan mikro-oragisme lokal), begitu juga penggunaan pestisida.
Manfaat Sistem SRI
1. Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari
kebutuhan air untuk cara konvensional
2. Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan
keseimbangan ekologi tanah
3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di
lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia
buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka
4. Membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran
dan meningkatkan pendapatan keluarga petani
5. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta
tidak mengandung residu kimia
6. Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang

Metode SRI menguntungkan untuk petani, karena produksi


meningkat sampai 10 ton/ha, selain itu karena tidak
mempergunakan pupuk dan pestisida kimia, tanah menjadi gembur,
mikroorganisme tanah meningkat jadi ramah lingkungan.
Untuk mempercepat penyebaran metode SRI perlu dukungan
dengan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.
INFORMASI KERENTANAN DAN REKOMENDASI VARIETAS
Varietas Unggul Baru (VUB) untuk Mengurangi
Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi
Tanaman Pangan di Indonesia

 VUB padi rendah emisi: Ciherang, Cisantana, Tukad Belian dan


Way Apoburu
 VUB padi toleran salinitas: Way Apo Buru, Margasari dan
Lambur
 VUB padi tahan genangan: Inpari 4
 VUB padi toleran WBC: Inpari 2, Inpari 3 dan Inpari 13
 VUB padi berumur genjah: Inpari 11
 VUB padi tahan kekeringan: Dodokan dan Silugonggo
 VUB jagung tahan kekeringan: Bima 3, Bantimurung, Lamura,
Sukmaraga dan Anoma
 VUB kedelai tahan kekeringan: Argomulyo dan Burangrang
 VUB kacang tanah tahan kekeringan: Singa dan Jerapah
 VUB kacang hijau tahan kekeringan: Kutilang
“Semakin baik kita memprediksi, maka
semakin baik pula kita mampu
meminimalisirkan dampak yang akan
terjadi pada masa yang akan datang”

Terima Kasih
STRATEGI ANTISIPASI, MITIGASI DAN ADAPTASI
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM

Antisipasi: penyiapan arah dan strategi, program dan


kebijakan dalam rangka menghadapi pemanasan global dan
perubahan iklim.

Program yang penting untuk dilaksanakan diantaranya:


1. Penyusunan strategi dan perencanaan pengembangan
infrastruktur (terutama jaringan irigasi),
2. Evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian
jenis tanaman dengan daya dukung lahan),
3. Pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir
serta kekeringan,
4. Penyusunan dan penerapan peraturan perundangan
mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan,
5. Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
STRATEGI ANTISIPASI, MITIGASI DAN ADAPTASI
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM

Mitigasi: upaya memperlambat laju pemanasan global serta


perubahan iklim melalui penurunan emisi atau pancaran Gas
Rumah Kaca (GRK) serta peningkatan penyerapan GRK.

Program ini lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah


emisi, antara lain:
1. Varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan
atau kapasitas absorbsi karbon tinggi,
2. Penyiapan lahan tanpa bakar,
3. Pengembangan dan pemanfaatan biofuel,
4. Penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak
rendah emisi GRK.
5. Mengurangi pengunaan aerosol, menghemat air dan energi,
mendaur ulang barang-barang seperti plastik, kertas dan
kardus, gelas serta kaleng.
STRATEGI ANTISIPASI, MITIGASI DAN ADAPTASI
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM

Adaptasi: upaya penyesuaian teknologi, manajemen dan


kebijakan di sektor pertanian dengan pemanasan global dan
perubahan iklim.

Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi


adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti:
1. Penyesuaian pola tanam,
2. Penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan,
genangan/banjir, salinitas dan umur genjah, serta
3. Penganekaragaman pertanian,
4. Teknologi pengelolaan lahan, pupuk dan air,
5. Diversifikasi pangan,
6. Pengembangan sistem informasi/diseminasi informasi iklim
seperti Sekolah Lapang Iklim (SLI) yang dikelola oleh
BMKG, sistem penyuluhan dan kelompok kerja (pokja)
variabilitas dan perubahan iklim sub sektor pertanian serta
pengembangan sistem asuransi pertanian akibat resiko iklim
(crop weather insurance).

Anda mungkin juga menyukai