Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP

PERKEMBANGAN OPT

PENDAHULUAN

Perhatian masyarakat nasional dan internasional semakin meningkat


terhadap isu lingkungan global, khususnya perubahan iklim yang telah muncul
sebagai isu utama lingkungan global. Iklim global telah mengalami perubahan
sejak revolusi industri, diperkirakan konsentrasi CO2 telah meningkat 30%
(Iwantoro, 2008).  Menurut laporan IPPC tahun 2007, rata-rata temperatur
global akan meningkat antara 0,9-3,5oC pada tahun 2100 (Campbell, 2007).
Peningkatan emisi gas rumah kaca diketahui telah menimbulkan adanya
pemanasan global.

Perubahan iklim karena pemanasan global (global warming) telah mengubah


kondisi iklim global, regional, maupun lokal. Hal ini karena iklim merupakan
unsur utama yang berpengaruh dalam sistem metabolisme dan fisiologi
tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap
keberlanjutan ketahanan tanaman. Perubahan iklim global akan
mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat
erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (a) naiknya suhu udara yang juga
berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika
atmosfer, (b) berubahnya pola curah hujan, (c) makin meningkatnya intensitas
kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El- Nino dan La-Nina, dan (d)
naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub.

Pemanasan global juga dapat menyebabkan peningkatan intensitas kejadian


iklim ekstrim (el-nino danla-nina) dan ketidakteraturan musim. Selama 30
tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten
sebesar 0,2oC per dekade, 10 tahun terpanas terjadi pada periode setelah
tahun 1990. Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan
terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan
pendapatan petani. Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak
langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang
semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang
berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia (Iwantoro, 2008).

Organisme Penganggu Tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi


tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun
perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi
menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan
tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata,
moluska. Sedangkan penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada
tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, nematoda
dan tumbuhan tingkat tinggi. Perkembangan hama dan penyakit sangat
dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak heran kalau pada
musim hujan dunia pertanian banyak disibukkan oleh masalah penyakit
tanaman, sementara pada musim kemarau banyak masalah hama.

Dampak dari perubahan iklim adalah meningkatnya kejadian iklim ekstrim,


berubahnya pola hujan, bergesernya awal musim, banjir, kekeringan, dan
naiknya permukaan air laut. Perubahan itu otomatis merubah pola tanam padi
di Indonesia dan juga memicu perubahan pola hidup OPT (organisme
penganggu tanaman) yang dapat menyebabkan ledakan hama penyakit
tanaman. Perubahan iklim juga berimplikasi terhadap munculnya ras, strain,
biotipe, genome baru dari hama dan penyakit yang mempengaruhi tanaman,
ternak dan manusia dan berdampak menimbulkan risiko baru terhadap
ketahanan pangan.  Oleh sebab itu, subsektor tanaman pangan merupakan
salah satu yang menerima dampaknya.

Direktorat Perlindungan Tanaman (2010) melaporkan bahwa kekeringan,


kebanjiran, dan OPT telah menyebabkan sekitar 380 ribu ha sawah
terganggu, dan 48 ribu ha di antaranya gagal panen. Sebagai contoh, selama
MH 2010-1011 periode Oktober-Desember, serangan berat wereng batang
coklat (WBC) seluas 9.961 ha, serangan sedang seluas 1.261 ha, serangan
berat 278 ha, dan puso 12 ha. Selama periode Januari-Desember 2010,
serangan WBC diduga mencapai 132.322 ha dan puso 4.586 ha. Serangan
terluas terjadi di Jawa Barat (60.735 ha), Jawa Tengah (30.872 ha), Jawa
Timur (27.066 ha), dan Banten (9.265 ha).

Fakta tersebut menunjukkan adanya kaitan perubahan iklim seperti


peningkatan suhu dengan masalah hama dan penyakit di Indonesia. Namun,
untuk memahami masalah secara menyeluruh perlu pengkajian khusus dan
dalam tentang dampak iklim terhadap perubahan hama dan penyakit.
Sehingga dapat dirumuskan langkah antisipasi yang tepat, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan
informasi mengenai pengaruh iklim terhadap perkembangan OPT serta
bagaimana upaya yang telah dan sebaiknya dilakukan untuk mengantisipasi
permasalah tersebut.

 
PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERKEMBANGAN OPT

Pengaruh perubahan iklim terhadap populasi OPT sulit diprediksi, karena


adanya keseimbangan antara OPT dengan tanaman inangnya (host) serta
musuh alaminya. Namun secara umum, digeneralisasi sebagai berikut:

1.    Tanaman yang mengalami tekanan/stress karena perubahan iklim lebih


rentan terhadap serangan OPT.

2.    Serangga hama dan mikroba termofilik (menyukai kondisi panas) lebih


diuntungkan dengan makin panjangnya musim panas/kemarau dan
meningkatnya temperatur .

3.    Organisme yang saat ini bukan sebagai OPT suatu saat dapat menjadi
OPT.

4.    OPT dapat berekspansi ke wilayah lain.

Hama dan penyakit tanaman bersifat dinamis dan perkembangannya


dipengaruhi oleh lingkungan biotik (fase pertumbuhan tanaman, populasi
organisme lain, dsb) dan abiotik (iklim, musim, agroekosistem, dll). Pada
dasarnya semua organisme dalam keadaan seimbang (terkendali) jika tidak
terganggu keseimbangan ekologinya. Di lokasi tertentu, hama dan penyakit
tertentu sudah ada sebelumnya atau datang (migrasi) dari tempat lain karena
tertarik pada tanaman padi yang baru tumbuh. Perubahan iklim, stadia
tanaman, budidaya, pola tanam, keberadaan musuh alami, dan cara
pengendalian mempengaruhi dinamika perkembangan hama dan penyakit.

Pada musim hujan, hama dan penyakit yang biasa merusak tanaman padi
adalah tikus, wereng coklat, penggerek batang, lembing batu, penyakit tungro,
blas, dan hawar daun bakteri, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh
cendawan. Dalam keadaan tertentu, hama dan penyakit yang berkembang
dapat terjadi di luar kebiasaan tersebut. Misalnya, pada musim kemarau yang
basah, wereng coklat pada varietas rentan juga menjadi masalah. Sedangkan
pada musim kemarau, hama dan penyakit yang merusak tanaman padi
terutama adalah tikus, penggerek batang dan walang sangit.

 
Pengaruh Iklim terhadap Perkembangan Hama

          Beberapa dampak yang disebabkan karena perubahan iklim terhadap


perkembangan hama tanaman adalah sebagai berikut.

−        Terganggunya keseimbangan antara populasi hama, musuh alami dan


tanaman inangnya.

−        Pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap insect


survival, perkembangan, daerah sebar dan dinamika populasi.

−        Gangguan sinkronisasi antara tanaman inang dan perkembangan


serangga hama terutama pada musim penghujan/dingin, peningkatan
temperatur akan lebih mendukung perkembangan serangga hama dan daya
hidup serangga hama pada musim dingin/penghujan.

−        Temperatur yang meningkat dapat menyebabkan serangga hama yang


semula hidup di belahan selatan bumi dapat melakukan invasi ke belahan
utara bumi (contoh: kumbang pinus).

−        Meningkatnya kadar CO2 udara dapat menurunkan kualitas pakan


serangga pemakan tumbuhan, sebagai akibat dari meningkatnya kadar
nitrogen pada daun sehingga berakibat pada melambatnya perkembangan
serangga (Coviella & Trumble, 1999).

−        Perubahan iklim dapat menyebabkan perubahan fenologi dan kisaran


inang serangga.

Pengaruh Iklim terhadap Perkembangan Penyakit

Beberapa dampak yang disebabkan karena perubahan iklim terhadap


perkembangan penyakit tanaman adalah sebagai berikut.

−        Musim panas/kemarau yang lebih panas akan menguntungkan patogen


termofilik.

−        Akibat peningkatan temperatur, distribusi geografis serangga vektor


penyakit tanaman menjadi meluas sehingga memperluas insidensi penyakit.

−        Meningkatnya temperatur diketahui telah meningkatkan


serangan Phytophthora cinnamomi, penyebab penyakit busuk akar dan
pangkal batang pada tanaman berdaun lebar dan konifer.
−        Kekeringan yang terjadi pada musim kemarau dapat meningkatkan
serangan jamur penyebab penyakit yang sangat tergantung tekanan/stress
yang dialami inangnya.

−        Berkurangnya hari hujan diperkirakan dapat menurunkan serangan


patogen yang menyerang daun.

−        Peningkatan konsentrasi CO2 di udara mengakibatkan meningkatnya


fekunditas dan agresiveness patogen (Coakley et al., 1999)

−        Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan suhu sebesar 1oC


dapat mempercepat terjadinya penyakit hawar daun kentang (4-7 hari lebih
cepat).

Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Dinamika Perkembangan OPT

Hama maupun patogen merupakan makhluk hidup yang dalam aktifitasnya


sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Menurut Semangun (2004),
terjadinya suatu penyakit tanaman akan dipengaruhi oleh tiga faktor penting
yaitu tanaman inang yang rentan (susceptible host), patogen yang virulen
serta kondisi lingkungan yang sesuai.  Apabila ketiga faktor tersebut tercapai
maka penyakit tanaman akan muncul. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan penyakit di antaranya suhu rendah yang dapat meningkatkan
intensitas penyakit, kelembaban dan curah hujan yang tinggi cenderung
meningkatkan intensitas serangan penyakit. Hal ini tentunya mengindikasikan
bahwa faktor lingkungan merupakan faktor penting dalam mendukung
terjadinya penyakit tanaman.

Begitu juga dengan serangan hama tanaman akan sangat dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
hama di antaranya adalah suhu, curah hujan, kelembaban dan kualitas
pakan.  Menurut Petzoldt dan Seaman (2010), setiap peningkatan suhu
sebesar 2oC akan mengakibatkan peningkatan satu hingga lima siklus hidup
serangga per musim. Namun, beberapa serangga hama juga akan
mengalami penghambatan pertumbuhan ketika terjadi suhu yang esktrim
panas atau esktrim dingin.

 
ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERKEMBANGAN
OPT

          Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk


mengantisipasi perubahan iklim di antaranya sebagai berikut.

1.    Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT

2.    Identifikasi faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan


dan distribusi serangan OPT

3.    Membuat model prediksi dan validasi model prediksi serangan OPT


(peramalan serangan OPT)

4.    Membangun sistem peringatan dini (early warning system)

5.    Adanya kelembagaan yang tepat dan akurat

6.    Mengembangkan penelitian tentang prediksi iklim dan permodelannya.

7.    Penerapan sistem budidaya tanaman yang sehat yang diintegrasikan


dalam teknologi pengelolaan hama dan penyakit tanaman secara terpadu.

Adaptasi Perubahan Iklim pada Sistem Pertanian Ekstensif

Dampak Perubahan Iklim


Adaptasi yang dapat dilakukan
Meningkatnya variabiitas dan perubahan musiman curah hujan
•     Diversifikasi tanaman

•     Sistem penanaman yang oportunis


Menurunnya kelembaban tanah
•     Zero tilliage practices

•     Pemilihan tanaman/kultivar yang tepat


Perubahan dinamika populasi hama, penyakit dan gulma
Meningkatkan monitoring dan adopsi teknologi PHT
Meningkatnya stress akibat peningkatan suhu
•   Pemilihan waktu penanaman yang tepat

•   Pemilihan kultivar yang tepat


Menurunnya kualitas biji-bijian/nutrisi
•   Menyesuaiakan aplikasi pupuk dengan kondisi musim
Sumber: Natawidjaja & Widarto (2008)
Adaptasi Perubahan Iklim pada Sistem Pertanian Intensif

Dampak perubahan iklim


Adaptasi yang dapat dilakukan
Meningkatnya suhu dan kadar CO2 udara yang berakibat pada meningkatnya
kebutuhan air dan perubahan waktu berkecambah/panen
•   Mengamankan supply air

•   Memperbaiki pengelolaan air

•   Merevisi jadwal penanaman untuk menjaga hasil panen dan memenuhi


permintaan pasar
Perubahan wilayah sebar dan insidensi serangan OPT
Meningkatkan monitoring dan adopsi teknologi PHT
Menurunnya kualitas hasil panen akibat kekurangan air, meningkatnya suhu
udara dan kadar CO2
•   Melakukan modifikasi pemupukan

•   Mengubah siklus penanaman untuk menghindari kondisi ekstrim


Sumber: Natawidjaja & Widarto (2008)

Inovasi Teknologi pada Tanaman Padi untuk Mengantisipasi Perubahan Iklim

Dari segi inovasi teknologi budidaya tanaman padi, Badan Litbang Pertanian
telah menerapkan komponen budidaya padi dalam satu paket PTT
(Pengelolaan Tanaman Terpadu). PTT yang sudah berhasil dikembangkan
adalah PTT Padi sawah irigasi, PTT padi sawah tadah hujan, PTT padi rawa
(rawa lebak dan pasang surut), PTT padi gogo, PTT padi hibrida, dan PTT
padi ketan. Komponen pendukung PTT, dapat dibagi menjadi komponen
dasar dan pilihan. Komponen dasar merupakan komponen yang sangat
dianjurkan, sedangkan komponen pilihan merupakan komponen yang
disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat.

Komponen dasar, terdiri dari:

1.    Varietas Unggul Baru.

2.    Benih bermutu dan berlabel.

3.    Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau


dalam bentuk kompos

4.    Pengaturan populasi secara optimum.


5.    Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.

6.    Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pendekatan


pengendalian hama terpadu (PHT).

Komponen pilihan, terdiri dari:

1.    Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam.

2.    Penggunaan bibit muda (<21 hari).

3.    Tanam bibit 1-3 batang per rumpun.

4.    Pengairan berselang atau intermittent.

5.    Penyiangan dengan landak atau gasrok.

6.    Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

Beberapa inovasi teknologi lain yang dikembangkan oleh Badan Litbang


Pertanian di antaranya adalah penyediaan kalender tanam yang di dalamnya
berisi informasi mengenai awal musim tanam, rekomendasi pemupukan,
maupun peta kerawanan terhadap OPT, kebanjiran dan kekeringan.
Pemanfaatan kalender tanam ini diharapkan dapat menekan tingkat
kehilangan hasil yang disebabkan oleh OPT maupun dampak dari perubahan
iklim seperti kekeringan maupun kebanjiran pada suatu lokasi.

PENUTUP

          Perubahan iklim global berpengaruh nyata terhadap sistem pertanian


termasuk di Indonesia, meluasnya kisaran jenis invasif baik dari golongan
serangga, cendawan, bakteri, nematoda dan gulma. Untuk menghadapi
perubahan iklim global tersebut diperlukan kajian terhadap pengaruh
perubahan iklim terhadap dinamika populasi dan sebaran OPT, kajian
mengenai adaptasi tanaman terhadap perubahan iklim serta penggunaan
varietas/kultivar tanaman yang tahan terhadap OPT maupun dampak
perubahan iklim.

 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.  2011.  Inovasi Padi Menghadapi Perubahan Iklim.  Sinar Tani Edisi


5-11 Januari 2011 No. 3387 Tahun XLI.

Baehaki, SE. 2011.  Inovasi Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit


Tanaman Padi.  Disampaikan padaWorkshop Dukungan Inovasi dalam
Penyiapan Strategi Pengendalian OPT Padi Nasional.  Cipayung, 4-6
Desember 2011.

Garrett, KA et al.  2006.  Climate Change Effects on Plant Disease: Genomes


to Ecosystems.  Annu. Rev. Phytopathol. 44:489–509.

Garrett, KA et al.  2009.  Plant Pathogens as Indicators of Climate Change.

Iwantoro, S.  2008.  Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Eksistensi


Spesies Invasif dan Perdagangan Global.  Prosiding Seminar Nasional PEI
dan PFI Komda Sumsel.  Palembang, 18 Oktober 2008.

Natawidjaja, H. dan H.T. Widarto.  2008.  Pengaruh Perubahan Iklim terhadap


Dinamika Populasi OPT. Prosiding Seminar Nasional PEI dan PFI Komda
Sumsel.  Palembang, 18 Oktober 2008.

Petzoldt, C and A. Seaman.  2010.  Climate Change Effects on Insects and


Pathogens. 

Roja, A.  2009.  Pengendalian Hama dan Penyakit Secara Terpadu (PHT)


pada Padi Sawah.  BPTP Sumatera Barat.

Anda mungkin juga menyukai