sesuai kompetensinya • UU No 7 Tahun 1989, hanya masalah NTCR (bidang perdata yang lain tidak banyak diselesaikan di PA) • UU No 3Tahun 2006, kewenangan ditambah ;ekonomi syariah • Masalah waris dan hibah masih jarang diajukan di PA. Tidak Berkembangnya PA • Pengaruh Politik Hukum , kolonial Belanda; • Orang Islam berlaku Teori Receptio in Complexu. • LWC Van Den Berg; orang belanda yang menekuni dan memperhatikan pemberlakuan Islam di Indonesia, berusaha agar h.perkawinan dan waris Islam diberlakukan oleh Hakim Belanda dengan bantuan penghulu/qadi. • Dirumuskan dalam RR 1855 dan diperkokoh dalam Undang-undang. Lanjutan • Muncul kritik dari Cornelis Van Vollenhoven (peletak dasar hukum adat di Indonesia) atas RR Stb 1855:2. menemtang penggantian h.adat dengan h.barat yang bertujuan melindungi kristenisasi pendidik hindia belanda. • Christian Snouck Hurgronje (penasehat pemerintah Belanda dan tokoh orientalis legendaris): Teori Receptie; Orang Islam cinta perdamaian tapi memiliki f politik anatisme Islamia mempelajari Islam. • Konsepnya: kekuatan politik terbagi atas tiga yaitu agama murni, social kemasyarakatan dan politik, perlu disikapi secara berbeda. • Muncullah Istilah Islam Politik Lanjutan • Pemerintah Belanda memberi kekebasan pada orang Islam untuk menerapkan ajaran agamanya selama tidak mengganggu pemerintah belanda.(bidang muamalah) • Tidak boleh menerapkan bidang ketatanegaraan dan politik. • Adanya larangan pengajaran kitan al-ahkam al- sulthaniah. Akibat Teori Receptie • Mandegnya perkembangan hukum Islam • Adanya perhatian terhadap hukum adat yang sebelumnya tidak dihiraukan. • Terdapat upaya sistimatis untuk mengganti hukum Islam dengan hukum adat. • RR. Stb 1855:2 Pasal 75 ayat (2) diganti IS 1919 Pasal 134 (2) :”Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam akan diselesaikan oleh hakim agama Islam bila diterima oleh hukum adat selama tidak ditentukan oleh ordonansi” Akibat lainnya • Tahun 1937, kewenangan PA di Jawa dan Madura dibatasi melalui Pasal 2a ordonansi Peradilan Jawa-Madura Stb.1937 No. 116 yakni perkara perkawinan. • Perkara waris dicabut dari kewenangan Pengadilan Agama diserahkan PU. • Kemunduran bagi PA khusus bagi waris orang Islam. Peraturan Hukum • Kompetensi PA masih masih dipermasalahkan • Perkara waris orang Islam masih banyak di selesaikan di PU (hukum adat) • Adanya aturan yang tumpang tindih masalah waris. • UU No 7 Tahun 1989 Tentang PA dan UU No 2 Tahun 1986 Tenbtang PN. Asas Hukum Yang berlaku • Asas Lex Specialis Derogate Legi Generalis, yakni Undang-undang yang lebih khusus mengalahkan aturan yang umum. • Asas Lex Posteriori Derogate Legi Prior, yakni Undang-undang yang baru mengalahlkan Undang-undang yang lama. • Hukum Formil sebagai pelengkap instrument pelaksanaan hukum materiel. Lanjutan • UU P.A sebagai hukum formil dalam Pasal 54: hukum acara yang berlaku di lingkungan PA adalah hukum acara perdata yang berlaku di Pengadilan umum kecuali diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. • Hujkum acara perdata yang berlaku di PN tunduk pada HIR : mengatur tatacara pemeriksaan perkara perdata. • Perkara waris yang diselesaikan berdasarkan hukum Islam diselesaikan di PA. (pilihan hukum)/hak opsi. • Keluar SEMA No.2 Tahun 1990 Tentang petunjuk pelaksanaan UU No.7 Tahun 1989. • Adanya kejelasan untuk perkara waris orang Islam diselesaikan di Pengadilan Agama. Tambahan Sejarah Peradilan Agama • Adanya pengadilan serambi, karena mulanya seorang qadi (hakim) menyelenggarakan sidang di serambi masjid. • Pengadilan Agama sudah ada sejak abad 16 M. • Sejak zaman penjajahan Belanda, dinamakan Landraad (pengadilan Negeri) • Tanggal 19 Januari 1882, ditetapkan sebagai hari jadi Peradilan Agama • Diundangkan ordonantie stbl. 1882-152, tentang Peradilan Agama di pulau Jawa-Madura. Sebelum UU No. 7 Tahun 1989 • Peradilan Agama belum pernah memilki undang-undang tersendiri tentang susunan, kekuasaan, dan acara. • Putusan hakim tidak seragam. tergantung madzhab yang di anut. • Kekuasaan kadangkala berbenturan dengan Peradilan Umum. • Sengaja dibuat tidak jelas oleh pemerintah belanda. Setelah Indonesia Merdeka • Pada tahun 1951, dengan UU Darurat No. 1 tahun 1951, LN 1951-9, yang kemudian dikuatkan menjadi UU dengan UU No. 1 tahun 1961, LN 1961-3, Peradilan Agama diakui eksistensi dan perannya. • Paada tahun 1957, dengan PP No. 45 tahun 1957, LN 1957-99, yang merupakan pelaksanaan dari UU No. 1 tahun 1951, didirikan/dibentuk Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di luar Jawa-Madura. Lanjutan • Pada tahun 1964, dengan UU No. 19 tahun 1964, LN 1964-107, yang kemudian digantikan dengan UU No. 14 tahun 1970, LN 1970-74, Peradilan Agama diakui sebagai salah satu dari empat lingkungan Peradilan Negeri yang sah. • Pada tahun 1974 terbit UU No. 1 tahun 1974, LN 1974- 1, yang dilaksanakan dengan PP No. 9 tahun 1975, LN 1975-12, dimana segala jenis perkara di bidang perkarwinan bagi mereka yang beragama Islam dipercayakan kepada Peradilan Agama untuk menyelesaikannya. • Pada tahun 1977 terbit PP No. 28 tahun 1977, LN 1977-38 yang memberikan kekuasaan kepada Peradilan Agama untuk menyelesaikan perkara di bidang Perwakafan Tanah milik. • Besar kepercayaan yang diberikan oleh negara dan rakyat kepada Peradilan Agama, namun belum mempunyai UU tersendiri tentang susunan kekuasaan dan acara. • P.A masih melihat pada acara Peradilan umum disamping acara menurut hukum Islam. • P.A merasa kesulitan. • Sampai akhirnya mempunyai UU sendiri: UU No. 7 tahun 1989. Kewenangan P.A a. Perkawinan b. Waris c. Hibah d. Wakaf e. Zakat f. Infaq g. Shadaqah Undang-undang No. 3 Tahun 2006 • Setelah Keluarnya UU No. 3 tahun 2006: Pasal 2: P.A adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. • Dirinci oleh Pasal 49: P.A bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: lanjutan a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Infaq h. Shadaqah, dan i. Ekonomi Syari’ah (tambahan dari UU/7/89)