Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK

1
HUKUM
ADAT RPS 4
Sejarah politik hukum adat di Indonesia
Anggota Kelompok
Timotius Dwipangetstu Tiara Febiyola Rahma Aurelia
(3021210161) (3021210163) (3021210167)

Ryan Fadjar Ezra Sihaloho Afrika Fiqhi


(3021210186) (3021210205) (3021210233)

Nona Reza
(3021210273)
Sejarah Politik Hukum Adat
Hukum adat menjadi masalah politik hukum ketika pemerintah Hindia Belanda akan
memberlakukan hukum Eropa atau hukum yang berlaku di Belanda menjadi hukum positif
di Hindia Belanda (Indonesia) melalui asas konkordansi Masalah bagi pemerintah kolonial
mengenai hukum adat, yaitu apakah hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-tujuan
Belanda dan kepentingan ekonominya, dan bagaimana hukum adat dapat dimasukkan
dalam rangka politik Belanda, Kepentingan atau kehendak bangsa Indonesia tidak menjadi
perhatian pemerintah kolonial. Secara kronologis, usaha-usaha pemerintah kolonial
Belanda dalam menentukan undang-undang untuk menetapkan nasib ataupun kedudukan
hukum adat selanjutnya dalam sistem perundang-undangan di Indonesia, adalah sebagai
berikut
a.      Mr. Wichers, Presiden Mahkamah Agung, ditugaskan untuk menyelidiki alasan hukum adat
privat tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi Barat, namun rencana kodifikasi Wichers
tersebut gagal

b.      Tahun 1870, Van der Putte, Menteri Jajahan Belanda mengusulkan penggunaan hukum
tanah Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk kepentingan agraris pengusaha
Belanda. Usaha ini pun gagal.

c.      Pada tahun 1900, Cremer, Menteri Jajahan, menghendaki diadakan kodifikasi lokal untuk
sebagian hukum adat dengan mendahulukan daerah-daerah yang penduduknya telah
memeluk agama Kristen. Usaha ini belum terlaksana
d.      Kabinet Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan rencana undang-undang untuk
menggantikan hukum adat dengan  hukum Eropa. Pemerintah Belanda menghendaki
seluruh penduduk asli tunduk pada unifikasi hukum Barat. Usaha ini gagal sebab Parlemen
Belanda menerima tidak amandemen Van ldsinga.

e.      Pada tahun 1914, pemerintah Belanda dengan menghiraukan amandemen Idsinga,
mengumumkan rencana KUI Perdata bagi seluruh golongan penduduk di Indonesia, namun
ditentang oleh Van Vollenhoven dan usaha ini pun gagal.

f.       Pada tahun 1923, Mr. Cowan, Direktur Departemen Justilie di Jakarta, membuat rencana
baru KUH Perdata dalam tahun 1920, yang diumumkan Pemerintah Belanda sebagai
rencana unifikasi dalam tahun 1923. Usaha ini gagal karena kritikan Van Vollenhoven
Peraturan adat istiadat ini pada hakikatnya sudah ada zaman kuno dan zaman Pra-Hindu.
Adat hidup dalam masyarakat Pra-Hindu, menurut adat merupakan adat-adat Melayu
Polinesia. Kemudian datang kultur Hindu, kultur Islam, dan kultur masing-masing
memengaruhi kultur asli tersebut dengan demikian hukum adat yang ada yang kini hidup
adalah hasil antara peraturan adat-istiadat zaman Pra-Hindu dan peraturan hidup yang
dibawa oleh kultur Hindu, kultur Islam, dan kultur Kristen.

Setelah terjadi akulturasi itu, hukum adat atau hukum pribumi atau "Inladsrecht" menurut
Van Vallenhoven terdiri atas :
- Inlandsrecht (Hukum Adat alau Hukum Pribumi)
- Yang tidak ditulis (jus non scriptum)
- Yang ditulis (jus scriptum)
- Hukum Asli Penduduk
- Ketentuan Hukum Agama
Akan tetapi, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, dominasi hukum
atau syariat Islam lebih banyak diberlakukan, terutama dalam bidang perkawinan,
kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang
diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Dengan demikian, masyarakat Indonesia menyikapi keberadaan hukum adat dari praksis
pelaksanaan dan penegakan hukum secara keseluruhan, dan pandangan yang berbeda-
beda.
Setelah Kemerdekaan

Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, mengakui keberadaan hukum adat, yang yang
menyatakan "segala badan negara dan peraturan yang masih berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar". Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
(Konstitusi RIS) juga mengatur mengenai hukum adat antara lain dalam Pasal 144 ayat (1)
tentang hakim adat dan hakim agama, Pasal 145 ayat (2) tentang pengadilan adat, dan Pasal
146 ayat (1) tentang aturan hukum adat yang menjadi dasar hukuman.

Dalam Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950), juga terdapat
penjelasan mengenai dasar berlakunya hukum adat. Pasal tersebut menjelaskan bahwa,
segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman
menyebut aturan-aturan Undang-Undang dan aturan-aturan hukum adat yang dijadikan
dasar hukuman itu.
Tap Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor II/MPRS/1960 , memberikan
pengakuan badi hukum adat, yaitu:
a. Asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan Haluan Negara dan berlandaskan
hukum adat.
b. Dalam usaha homogenitas di bidang hukum supaya diperhatikan kenyataan yang hidup
dalam masyarakat.
c. Dalam penyempurnaan Undang-Undang Hukum Perkawinan dan waris, supaya
diperhatikan faktor-
faktor agama, adat, dll.
Kemudian juga, dalam penyusunan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-
undang Pokok Agraria (UUPA), juga berdasarkan pada azas hukum adat. Undang-undang
tersebut juga mengakui keberadaan hukum adat, seperti pengakuan terhadap keberadaan hak
ulayat. Pasal 5 UUPA menyatakan:

"Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara,yang berdasarkan atas persatuan
bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam
Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama".
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman memberikan pengakuan bahwa, "Hukum yang dipakai oleh kekuasaan kehakiman
adalah hukum yang berdasarkan Pancasila, yakni yang sidatnya berakar pada kepribadian
bangsa". Seterusnya, dalam Pasal 17 ayat (2) yang menjelaskan bahwa berlakunya hukum
tertulis dan hukum tidak tertulis. Peraturan perundang-undangan tersebut dengan nyata
menyebutkan keberadaan dalam keberlakuan hukum adat dalam masyarakat Indonesia.

Setelah amandemen ke-dua Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Pasal 18B ayat (2) menjadi
dasar pengakuan hukum adat dalam konstitusi Negara Indonesia, yaitu:
"Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-
hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang".
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai