Anda di halaman 1dari 18

Membangun

Hubungan konseling
Kelompok 8
Our member

Nurul Hidayah Andhika rayhan


1 210701061
2 210701069

Rizqiyah maulidah N.S


3 210701082
Membangun hubungan konseling

Membangun hubungan dalam konseling merupakan langkah pertama dalam proses


konseling, membina hubungan sangatlah penting. Konseling adalah bentuk khusus dari
hubungan atau komunikasi interpersonal. Konselor diharapkan dapat menciptakan
rapport dengan kliennya. Rapport adalah suatu iklim psikologis yang positif, yang
mengandung kehangatan dan penerimaan, sehingga klien tidak merasa terancam
berhubungan dengan konselor.
1
Keterampilan
Mendengarkan
Keterampilan mendengarkan

Menurut McKay, Davis dan Fanning (1992), keterampilan mendengarkan adalah


kemampuan dasar yang esensial untuk membuat dan mempertahankan hubungan. Bila
seseorang merupakan pendengar yang baik, maka orang akan akan tertarik kepadanya
Selanjutnya, McKay, Davis dan Fanning (1992) juga mengatakan bahwa mendengarkan itu
sekaligus komitmen dan komplimen.
 Komitmen
Komitmen untuk memahami bagaimana perasaan orang lain, bagaimana mereka melihat
dunia; berarti mengesampingkan prasangka dan keyakinan-keyakinan pribadi, kecemasan
dan self-interest, sehingga bisa memandang dunia dari matanya, berusaha melihat dari
perspektifnya.
Keterampilan mendengarkan
 Komplimen
Mendengarkan adalah suatu komplimen, karena "mengatakan" kepada orang lain I care about
what's happening to you, your life and your experience are important.
Di dalam mendengarkan, terdapat unsur atensi (perhatian). Lindon dan Lindon (2000) mengatakan
bahwa memperhatikan orang lain sangatlah penting. Atensi yang baik melibatkan tingkah laku
melihat dan mendengarkan:
 Kesadaran tentang bahasa tubuh klien: apa yang dapat dilihat dari tingkah lakunya.
 Kesadaran tentang bahasa tubuh diri sendiri: apa yang dapat dilihat orang dari tingkah laku diri
sendiri.
 Mendengarkan apa yang dikatakan klien dan bagaimana caranya menyampaikannya.
Keterampilan mendengarkan
 Bila konselor memberikan atensi
1. Klien akan merasa dihargai. Mereka merasa konselor memberi waktu dan perhatian dan bahwa
keprihatinan mereka merupakan sesuatu yang jadi perhatian konselor juga.
2. Konselor akan menjadi lebih mudah untuk memahami alasan mengapa seorang klien datang
minta bantuan.
3. Konselor ada dalam posisi yang lebih baik untuk memberi kliennya informasi (atau nasihat bila
perlu) yang sesuai dengan kebutuhan klien dan yang akan benar-benar bisa membantu klien.
4. Konselor akan mampu untuk menilai apakah bisa membantu klien ini, dan bila tidak, bisa
memberi saran siapa yang lebih tepat untuk membantunya.
Komunikasi verbal
Keterampilan Mendengarkan Komunikasi non
verbal
Pearson (1983) mendefinisikan komunikasi
Mendengarkan mencakup komunikasi
nonverbal sebagai the process of exchanging
verbal dan nonverbal. Pearson (1983),
meaning through all means that are not verbal.
mendefinisikan komunikasi verbal sebagai
Termasuk di dalamnya adalah gerakan- gerakan
the processes of exchanging meaning
tubuh, ekspresi wajah, penggunaan ruang,
through the use of words.
sentuhan, vocal cues, pakaian dan lainnya seperti
Berarti ada pertukaran kata-kata. kata-kata
dandanan rambut dan lain-lain. Dari nonverbal cues
tersebut bersifat simbolik. Kata juga dapat
ini dapat ditarik berbagai kesimpulan tentang
menghalangi komunikasi karena kata-kata
keadaan mental seseorang pada saat itu. Bila
sering dipergunakan orang dengan arti yang
melihat seseorang bertopang dagu dengan
tidak biasa. Kata-kata yang digunakan juga
pandangan jauh ke depan, impresi yang didapat
dapat mengindikasikan keadaan mental
adalah mungkin orang ini sedang memikirkan
seseorang, apakah dia terganggu atau tidak.
sesuatu, kemudian tergantung pada ekspresi
Misal, Seseorang yang bercerita bahwa ia
wajahnya, mungkin kemudian yang terpikir adalah
adalah titisan Nabi Isa dan Sunan Gunung
bahwa ada berat yang ditanggung orang ini dan
Jati, hampir dapat dipastikan bahwa yang
sedang mencari penyelesaiannya. Bahasa tubuh
diceritakannya adalah waham.
seseorang mencerminkan makna, apa maknanya
yang tepat harus dicari.
Keterampilan mendengarkan
 Empat keterampilan mendengar reflektif
Bolton (2003) mengatakan bahwa mendengarkan adalah lebih dari hanya mendengar saja. Dalam
mendengarkan terdapat unsur menyimak. Pendengar harus memperhatikan dengan sungguh-
sungguh pesan-pesan yang disampaikan oleh orang yang sedang berbicara. Ia harus berusaha
memahami pesan yang disampaikan oleh orang yang memberi pesan. Mendengarkan adalah proses
aktif yang menuntut partisipasi. Orang yang mendengarkan harus menyampaikan kembali kepada
orang yang didengarkan apa yang didengarnya. Berarti, si pendengar harus mampu untuk
merefleksikan kembali apa yang diterimanya.
• Bolton (2003) mengatakan bahwa ada empat keterampilan mendengar reflektif, yaitu:

 Paraphrasing.  Reflecting feelings.

 Reflecting meanings.  Summative reflections.


Keterampilan mendengarkan
 paraphrasing
Bolton (2003), mengatakan bahwa paraphrasing adalah jawaban yang menyebutkan esensi dari isi pesan
yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata pendengarnya sendiri. Suatu paraphrase yang efektif (1)
haruslah ringkas, (2) merefleksikan yang esensial dari pesan yang disampaikan pembicara, (3)
memfokuskan pada isi (content), dan akhirnya (4) diucapkan dengan menggunakan kata-kata si pendengar
sendiri.
 Reflect feelings (Merefleksikan perasaan)
Pada refleksi perasaan tercakup mencerminkan kembali perasaan yang disampaikan oleh pemberi pesan.
Harus dicari dengan akurat perasaan apa yang ingin disampaikan. Kata-kata - seperti sudah dibicarakan
terdahulu - bisa mengandung lebih dari satu arti. . Orang yang menyampaikan pesan mungkin tidak secara
eksplisit mengatakan apa yang dirasakannya. Mungkin tanpa kesengajaan, mungkin pula karena ia tidak
menyadarinya. Pendengar yang baik berusaha untuk membantu dengan mencari perasaan apa yang ada di
balik pesan verbalnya itu.
Keterampilan mendengarkan
Keuntungan refleksi (Mendengar aktif)
 Reflecting Meanings (Merefleksikan 1. Orang akan sangat menghargai bila merasa
Makna) didengarkan.
Apabila perasaan dan fakta dicampurkan 2. Mencegah meningkatnya rasa marah dan
dalam suatu respons yang akurat, hal meredakan krisis.
inilah yang disebut sebagai refleksi
makna. Thomas Gordon (1982) yang 3. Menghentikan komunikasi yang salah. Asumsi
sangat terkenal dengan program yang salah, ke- salahan-kesalahan dan
pelatihannya untuk orangtua (Parent interpretasi yang salah dikoreksi pada saat itu
Effectiveness Training), menyebutnya juga.
sebagai mendengar aktif. Tidak ada 4. Membantu konselor mengingat apa yang
pesan aktual dari konselor sendiri, tetapi dikatakan.
konselor hanya merefleksikan kembali
apa yang ditangkap dari pesan yang 5. Bila dilakukan mendengar aktif, maka tidak akan
disampaikan. Menjadi cermin yang dilakukan reaksi-reaksi lain (seperti menggurui,
memantulkan kembali pesan yang mengecilkan arti sese- orang, dll.) yang akan
disampaikan. mengganggu rapor.
6. Bila seseorang merasa didengarkan, ia akan lebih
mudah mendengarkan orang lain.
Keterampilan mendengarkan

 Summative reflection (Refleksi sumatif)


Suatu refleksi sumatif terjadi, bila diungkapkan kembali secara singkat tema dan perasaan utama yang
diekspresikan pembicara selama durasi percakapan yang lebih lama daripada yang terliput oleh
bentuk-bentuk refleksi lainnya. Refleksi lain biasanya hanya meliputi satu atau dua kalimat saja.
McKay, Davis dan Fanning (1992) menambahkan dua unsur penting dalam mendengarkan, yaitu apa
yang disebut mereka sebagai clarifying dan feedback.
a. Clarifying
Meminta klarifikasi berarti mengajukan pertanyaan sampai diperoleh gambaran yang jelas.
b. Feedback
Merupakan upaya mengoreksi kesalahan bila apa yang dipikirkan Konselor ternyata memang salah.
2
Penghalang
komunikasi
Penghalang komunikasi
Proses konseling adalah suatu keadaan khusus dari komunikasi. Terdapat hubungan dua
arah antara konselor dan klien. Dengan demikian, yang menghambat komunikasi pada
umumnya, juga dapat terjadi di dalam suatu proses konseling.

 Faktor penghambat komunikasi


Masalah motivasional
 Mempertahankan diri terhadap kemungkinan kelihatan ridi- culous atau inadekuat. Jadi
untuk melindungi diri, maka lebih baik tidak memberikan informasi. Siapa tahu informasi
diberikan akan menjadikan dirinya tampak konyol.
 Konselor dan klien berespons terhadap pikiran mereka sendiri tidak berespons terhadap
apa yang disampaikan oleh orang lain
 Berusaha mengevaluasi motif-motif dari pihak yang lain sehingga karena tidak mendengarkan,
maka yang terjadi adalah (i) Kehilangan sebagian informasi yang dikomunikasikan, (ii) Komunikasi
defensif dari pihak yang lain.
Penghalang komunikasi
Halangan psikologis
Halangan-halangan psikologis mengakibatkan kegagalan memori (memory failure).
Kemungkinan yang terjadi adalah:
 Lupa → tidak ada informasi, atau yang diingat dan dilupakan bersifat selektif.
Distorsi dari informasi.
 Karena ada kekuatan-kekuatan emosional yang menghalangi, terjadi ketidakmampuan
psikologis untuk memproduksi informasi.

Kesulitan dalam Bahasa


 Karena kata-kata adalah simbol yang menggantikan realitas yang ingin disampaikan, sering
tidak ditemukan kata-kata yang tepat. Misalnya bagaimana menjelaskan suatu perasaan
baik secara fisik maupun psikologis. Kemudian kalau sudah ditemukan kata-kata yang tepat
apakah lawan bicara juga mempunyai pemahaman yang sama?
Penghalang komunikasi
Comunication anxiety
Communication anxiety ini khusus ada dalam suatu hubungan membantu (termasuk konseling
dan terapi). Merupakan kecemasan yang diasosiasikan dengan komunikasi data pribadi.
Communication anxiety ini timbul karena:
 Cemas moral judgment dari konselor, klien menghindar memberi informasi yang bisa
menimbulkan kritik, atau penilaian buruk terhadap pribadinya.
 Dengan memberi informasi, berarti memberi power/kekuasaan pada orang lain yang bisa
mencelakakan dirinya. Orang tahu apa yang menjadi rahasia pribadinya yang bisa
mencelakakannya.
 Mencuatkan/memunculkan hal-hal yang selama ini dihindari untuk dipikirkan sebagai usaha
mempertahankan diri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan konselor mendatangkan pikiran-pikiran
yang selama ini dihindari.
Daftar pustaka

 Lesmana, J. M. (2006). Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Universitas Indonesia


Press.
 Putri, A. (2016). Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam Konseling Untuk
Membangun Hubungan Antar Konselor dan Konseli. Jurnal Bimbingan
Konseling Indonesia, Volume 1 Nomor 1, hal 10-13.
 Syahril. (2018). Konseling Lintas Budaya dalam Perspektif Budaya Indonesia.
Jurnal Al-taujih:Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, Volume 4 nomor 1, 76-
78.
THANKS

Anda mungkin juga menyukai