Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi diantara orang-orang yang ada dalam suatu hubungan
membantu harus menunjukkan penerimaan dan respek,harus mampu
berempati dengan klien, dan adanya genuineness. Komunikasi melibatkan
tindakan mendengarkan. Dalam konseling, kemampuan konselor untuk
mendengarkan adalah hal yang sangat pokok. Kemampuan mendengarkan
merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor.
Suatu komunikasi selalu menyangkut aspek-aspek verbal dan aspek-aspek
nonverbal. Untuk mencapai pemahaman yang seutuhnya, seorang konselor
harus mendengarkan kliennya dengan memperhatikan apa yang disampaikan
melalui kata-katanya (aspek verbal), tetapi juga memperhatikan aspek
nonverbal (seperti bahasa tubuh, nada suara, ekspresi wajah, gerakan, dan
lain-lain). Kemudian konselor harus menggabungkan kedua pesan yang
disampaikan melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal ini supaya sampai
pada suatu pemahaman dan pengertian yang akurat tentang pesan apa yang
ingin disampaikan oleh klien. Dengan demikian observasi menjadi sangat
penting. Tetapi, ada kalanya pesan yang ditangkap melalui aspek verbal dan
nonverbal bisa berbeda, konselor harus dapat menangkap hal ini dan
kemudian menyaring dan mencari bukti-bukti, tentang apa yang sebenarnya
ingin disampaikan oleh klien. Seorang konselor harus dapat mendengarkan
dengan telinga ketiga
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan listening skills (keterampilan mendengarkan)
2. Apa yang dimaksud dengan empat keterampilan mendengar reflektif
3. Apa yang dimaksud dengan alasan untuk mendengarkan
4. Apa yang dimaksud dengan active listening (mendengarkan aktif)

C. Tujuan
1. Untuk

mengetahui

apa

yang

dimaksud

dengan

listening

skills

(keterampilan mendengarkan)
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan empat keterampilan
mendengar reflektif
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan alasan untuk mendengarkan
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan active listening
(mendengarkan aktif)

BAB II
PEMBAHASAN
A. Listening Skills (Keterampilan Mendengarkan)
Menurut McKay, Davis dan Fanning (1992), keterampilan
mendengarkan adalah kemampuan dasar yang esensial untuk membuat dan
mempertahankan hubungan. Bila seseorang merupakan pendengar yang baik,
maka orang akan tertarik kepadanya. Mendengarkan adalah kemampuan untuk
secara akurat menerima dan menafsirkan pesan dalam proses komunikasi.
Mendengarkan adalah kunci untuk semua komunikasi yang efektif, tanpa
kemampuan untuk mendengarkan secara efektif pesan dengan akan mudah
disalahpahami, komunikasi rusak dan pengirim pesan dapat dengan mudah
menjadi frustasi atau jengkel.1
Ada perbedaan antara Hearing dan Listening. Hearing adalah the
physiological sensory processes by which auditory impression are received
and transmitted to the brain. Sedangkan listening adalah a more complex
psychological procedure which involves interpreting and understanding the
significance of the sensory experience (Baruth & Robinson III, hlm. 88).
Selanjutnya, McKay, Davis dan Fanning (1992) juga mengatakan bahwa
mendengarkan itu sekaligus disertai komitmen dan komplimen. Komitmen
untuk memahami bagaimana perasaan orang lain, bagaimana mereka melihat
dunia, berarti mengesampingkan prasangka dan keyakinan-keyakinan pribadi,
kecemasan dan self-interest, sehingga bisa memandang dunia dari matanya,
berusaha melihat dari perspektifnya. Mendengarkan adalah suatu komplimen,
karena mengatakan kepada orang lain I care whats happening to you, your
life and your experience are important (hlm. 14).
Menurut penulis yang sama kunci untuk real listening adalah wanting dan
intending untuk melakukan hal itu. Berarti memang ada kemauan dan ada niat
untuk melakukannya. Didalam mendengarkan, terdapat unsur atensi
(perhatian). Lindon dan Lindon (2000) mengatakan bahwa memperhatikan
1 BPKP. 2007. Interpersonal Skill. Edisi ke 4 (Modul): Pusat pendidikan dan Pelatihan
Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, hal 67

orang lain sangatlah penting. Atensi yang baik melibatkan tingkah laku
melihat dan mendengarkan.
1. Kesadaran tentang bahasa tubuh klien : Apa yang dapat dilihat dari tingkah
lakunya.
2. Kesadaran tentang bahasa tubuh diri sendiri : Apa yang dapat dilihat orang
dari tingkah laku diri sendiri.
3. Mendengarkan apa yang dikatakan klien dan bagaimana caranya
menyampaikannya.
Tanpa perhatian, dialog antara dua orang akan menjadi monolog
ganda, suatu komunikasi paralel dan bukan komunikasi dua arah. Hampir
tidak mungkin untuk membuat orang percaya bahwa seseorang (konselor)
benar-benar

memperhatikan,

bila

sesungguhnya

konselor

itu

tidak

memperhatikan. Atensi yang kurang ini akan terampil melalui dua cara,
2

yaitu :

1. Bahasa tubuh orang akan mengkhianatinya. Pandangan matanya ke manamana, terlihat gelisah, atau sering melihat jam.
2. Apa yang diberikan sebagai jawaban akan menunjukkan bahwa ia tidak
mendengarkan. Misalnya, kata-katanya akan menunjukkan bahwa ia tidak
memahami apa yang dikatakan dan tidak berusaha untuk memahami. Atau
apa yang dikatannya hanya sedikit berhubungan dengan apa yang
seharusnya didengar.
Seorang pendengar yang baik akan mendengarkan tidak hanya apa yang
dikatakan, tetapi juga untuk apa yang terucapkan atau hanya sebagian kata.
Mendengarkan secara efektif melibatkan mengamati bahasa tubuh dan melihat
inkonsistensi antara pesan verbal dan nonverbal. Sebagai contoh, jika
seseorang memberitahu Anda bahwa mereka senang dengan kehidupan
mereka, tetapi dengan gigi terkatup atau dengan air mata mengisi mata
mereka, Anda harus mempertimbangkan bahwa pesan verbal dan nonverbal

2 Lesmana, Jeanette Murad. 2005. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta : Penerbit Universitas


Indonesia (UI-Press). Hal 87

berada dalam konflik, mungkin tidak berarti seperti apa yang mereka katakan.
10 prinsip dalam mendengarkan, yaitu 3:
1. Berhenti Berbicara
Jangan bicara, dengarkan. Ketika orang lain berbicara dengarkan apa yang
mereka katakan, jangan menyela. Berhenti, dengarkan saja. Ketika orang
lain telah selesai berbicara Anda mungkin perlu untuk mengklarifikasi
untuk memastikan Anda telah menerima pesan mereka secara akurat.
2. Siapkan Diri untuk Mendengarkan
Santai Saja. Fokus pada pembicara. Menempatkan hal-hal lain di luar
pikiran. Pikiran manusia mudah terganggu oleh pikiran-pikiran lain,
apakah untuk makan siang, jam berapa saya harus pergi untuk mengejar
jadwal kereta saya, apakah akan hujan, dan lain sebagainya. Mencoba
untuk menempatkan pikiran dan berkonsentrasi pada pesan yang sedang
dikomunikasikan.
3. Tempatkan Pembicara Agar Merasa Nyaman
Membantu pembicara untuk merasa bebas untuk berbicara. Ingat
kebutuhan dan keprihatinan mereka. Mengangguk atau menggunakan
gerak tubuh atau kata-kata lain untuk mendorong mereka untuk
melanjutkan pembicaraan. Pertahankan kontak mata, dengan ini
menunjukkan Anda mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan.
4. Hapus Gangguan
Fokus pada apa yang dikatakan : tidak mencorat-coret kertas, melihat
keluar jendela, dan lain sebagainya. Hindari gangguan yang tidak perlu.
Perilaku ini mengganggu proses mendengarkan dan mengirim pesan ke
pembicara bahwa Anda bosan atau terganggu.
5. Empati
Cobalah untuk memahami sudut pandang orang lain. Melihat masalah dari
sudut pandang mereka. Melepaskan prasangka. Dengan memiliki pikiran

3 Tohirin, 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, hal 47

terbuka kita dapat lebih berempati dengan pembicara, tetap berpikiran


terbuka terhadap pandangan dan pendapat orang lain.
6. Sabar
Sebuah jeda, bahkan jeda panjang, tidak berarti bahwa pembicara selesai.
Bersabar dan biarkan pembicara melanjutkan dalam waktu mereka sendiri,
kadang-kadang dibutuhkan waktu untuk merumuskan apa yang harus
dikatakan dan bagaimana mengatakannya. Jangan mengganggu atau
menyelesaikan kalimat untuk seseorang.
7. Hindari Personal Prejudice
Cobalah untuk tidak memihak. Jangan menjadi kesal dan jangan
mengalihkan perhatian Anda dari apa yang benar-benar mereka katakan.
Semua orang memiliki cara yang berbeda untuk berbicarabeberapa
orang misalnya lebih gugup atau malu daripada yang lain, beberapa
memiliki aksen regional atau membuat gerakan lengan yang berlebihan,
beberapa orang ingin duduk diam.
8. Dengarkan Nada/Tekanan Suara
Volume dan nada menambah apa yang dikatakan. Seorang pembicara yang
baik akan menggunakan volume dan nada untuk keuntungan mereka untuk
menjaga perhatian pendengar; semua orang akan menggunakan pitch, nada
dan volume suara dalam situasi tertentubiarkan ini membantu Anda
untuk memahami penekanan apa yang dikatakan.
9. Dengarkan Gagasannya--Tidak Hanya Kata
Anda perlu untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh, bukan hanya
potongan. Mungkin salah satu aspek yang paling sulit dari mendengarkan
adalah kemampuan untuk menghubungkan bersama potongan-potongan
informasi untuk mengungkapkan ide-ide orang lain. Dengan konsentrasi
yang tepat, melepaskan gangguan, dan fokus ini menjadi lebih mudah.
10. Tunggu dan Perhatikan Komunikasi Non-Verbal
Gerak tubuh, ekspresi wajah, dan matasemua gerakan bisa menjadi
penting. Tidak hanya mendengarkan dengan telinga saja, tetapi juga

dengan mata kitamengambil informasi tambahan yang dikirim melalui


komunikasi non-verbal.
B. Empat Keterampilan Mendengar Reflektif
Bolton (2003) mengatakan bahwa mendengarkan adalah lebih dari hanya
mendengarkan saja. Dalam mendengarkan terdapat unsur-unsur menyimak.
Berarti si pendengar harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh pesanpesan yang disampaikan oleh orang yang sedang berbicara. Ia harus berusaha
memahami pesan yang disampaikan oleh orang yang memberi pesan.
Mendengarkan tidak berarti duduk diam dengan mulut tertutup dan memasang
kuping, tetapi membiarkan semuanya berlalu begitu saja. Mendengarkan
adalah proses aktif yang menuntut partisipasi. Orang yang mendengarkan
harus menyampaikan kembali kepada orang yang didengarkan apa yang
didengarnya. Berarti, si pendengar harus mampu untuk merefleskikan kembali
apa yang diterimanya.4
Bolton (2003) mengatakan bahwa empat keterampilan mendengar reflektif,
yaitu :
1. Paraphrasing
Bolton (2003), mengatakan bahwa paraphrasing adalah jawaban
yang menyebutkan esensi dari isi pesan yang disampaikan dengan
menggunakan kata-kata pendengarnya sendiri. Vrolijk dkk (1972, 1988)
menyebutnya sebagai content response. Menurut McKay, Davis dan
Fanning to paraphrase means to state in your own words what you think
someone just said (1992).
Suatu paraphrase yang efektif, 1). Haruslah ringkas, 2).
Merefleksikan esensi dari pesan yang disampaikan pembicara, 3).
Memfokuskan pada isi (content), dan akhirnya 4). Diucapkan kembali
dengan menggunakan kata-kata dari si pendengar sendiri. Menggunakan
kata-kata lain yang berbeda dari yang diungkapkan oleh pembicara. Harus
4 Wuryanano. (2007). The 21 Principles to Build adan Develop Fighting Spirit.
Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo. Hal 36

dibedakan antara paraphrasing dan parroting, yaitu mengulang persis


kata-kata yang diucapkan oleh pembicara. Vrolijk dkk (1972, 1988)
menyebutnya dengan echo response. Apabila Paraphrasing digunakan
secara tepat dapat memberi kontribusi besar dalam komunikasi. Menurut
Bolton (2003), sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari orang sudah
melakukan paraphrasing meskipun tanpa merasakannya.
2. Reflecting Feelings (Merefleksikan Perasaan)
Pada refleksi perasaan mencakup mencerminkan kembali perasaan
yang disampaikan oleh pemberi pesan. Harus mencari dengan akurat
perasaan apa yang ingin disampaikan. Orang yang menyampaikan pesan
mungkin tidak secara eksplisit mengatakan apa yang dirasakannya,
mungkin tanpa kesengajaan, mungkin pula karena ia tidak menyadarinya.
Pendengar yang baik, berusaha untuk membantu dengan mencari perasaan
apa yang ada di balik pesan verbalnya itu. Pendengar seringkali kehilangan
banyak dimensi emosional suatu percakapan karena ada kecenderungan
untuk memusatkan perhatian hanya pada isi. Ketika melakukan refleksi,
seringkali terfokus pada isi dan tidak pada perasaan. Apabila pendengar
tidak tanggap terhadap perasaan yang disampaikan oleh pembicara,
kemungkinan akan kehilangan banyak informasi yang berharga.
Pendengar cenderung tidak memperhatikan reaksi pribadi diri individu
yang menyampaikan suatu pesan atau peristiwakegembiraannya,
penderitaannya, kekecewaannya dan lain-lain, sering tidak tertangkap,
karena pendengar terlalu fokus pada isi pesan.
Perasaan adalah kekuatan yang mendorong orang untuk memilahmilah data, mengorganisasikannya, dan menggunakannya secara efektif
pada waktu membentuk dan mengimplementasikan langkah-langkah yang
sesuai. Sehingga seseorang juga harus meningkatkan kemampuan
mendengarkan perasaan. Caranya antara lain dengan 5:
a. Fokuskan pada kata-kata perasaan.
5 Budiningsih, C Asri. (2004). Perkembangan Moral. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya. Hal 58

b. Perhatikan isi umum pesan itu.


c. Amati bahasa tubuh.
d. Tanyalah kepada diri sendiri, bila saya mengalami peristiwa tersebut,
apa yang akan saya rasakan?
3. Reflecting Meanings (Merefleksikan Makna)
Apabila perasaan dan fakta dicampurkan dalam suatu respons yang
akurat, hal inilah yang disebut sebagai refleksi makna. Dalam mendengar
aktif atau refleksi makna, ada dua elemen yang direfleksikan, yaitu :
a. Isi pembicaraan, dan
b. Perasaan yang menyertai.
Keuntungan dari refleksi makna, antara lain :
a. Orang akan sangat menghargai bila merasa didengarkan.
b. Mencegah meningkatnya rasa marah dan meredakan krisis.
c. Menghentikan komunikasi yang salah. Asumsi yang salah, kesalahankesalahan dan interpretasi yang salah dikoreksi pada saat itu juga.
d. Bila

seseorang

merasa

didengarkan,

ia

akan

lebih

mudah

mendengarkan orang lain.


e. Bila dilakukan mendengar aktif, maka tidak akan dilakukan reaksireaksi lain yang akan mengganggu pembicaraan.
4. Summative Reflection (Refleksi Sumatif)
Terjadi suatu refleksi sumatif, bila diungkapkan kembali secara singkat
tema dan perasaan utama yang diekspresikan pembicara selama durasi
percakapan yang lebih lama daripada yang terliput oleh bentuk-bentuk
refleksi lainnya. Refleksi lain biasanya hanya meliputi satu atau dua
kalimat saja. Refleksi sumatif, membantu pembicara memperoleh
gambaran yang terintegrasi mengenai apa yang dikatakannya, refleksi
sumatif menyatakan kembali informasi penting yang dikatakan berulangulang dan dengan intensitas tinggi. McKay, Davis dan Fanning (1992)
menambahkan dua unsur penting dalam mendengarkan, yaitu apa yang
disebut mereka sebagai clarifying dan feedback.

5. Clarifying (Klasifikasi)
Meminta klasifikasi tidak dapat dipisahkan dari mendengar aktif.
Meminta klarifikasi berarti mengajukan pertanyaan sampai diperoleh
gambaran yang jelas. Karena intensinya adalah untuk mendapatkan
pemahaman seutuhnya, maka seringkali perlu mengajukan pertanyaan
untuk lebih mendapatkan informasi. Jadi, melalui klarifikasi dapat
dilakukan paraphrasing, refleksi perasaan dan refleksi makna yang lebih
baik.
6. Feedback (Umpan Balik)
Feedback merupakan upaya mengkoreksi kesalahan bila apa yang
dipikirkan pendengar salah. Fungsi feedback adalah untuk mengecek
persepsi, apa yang dilihat, apa yang didengar, ditransformasikan ke dalam
suatu deskripsi tentatif. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
memberikan feedback, yaitu :
a. Segera, artinya langsung setelah merasa memahami komunikasinya
(setelah paraphrasing dan clarifying).
b. Jujur, artinya melakukan reaksi yang sesungguhnya.
c. Suportif.
C. Alasan Untuk Mendengarkan
Keterampilan listening (mendengarkan) yaitu salah satu komponen
dari proses komunikasi, salah satunya ialah mendengarkan. Mendengarkan
bukan secara harfiah menggunakan alat pendengaran (telinga), tetapi memiliki
arti yang lebih luas dengan penggunaan alat penerimaan pesan lainnya.
Berikut ini ada empat alasan utama mengapa orang perlu mendengarkan 6:
1. Untuk Memahami dan Memperoleh Informasi : Orang yang menguasai
informasi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sukses, baik secara
pribadi maupun konteks profesional, karena di era sekarang, menguasai
informasi

berarti

menguasai

sumber

daya.

Memahami

6 Segal, Jeanne, 2001, Kepekaan Emosional, Bandung : Kaifa. Hal 47


10

perintah,

memahami pesan, memahami kebutuhan orang lain, menggali lebih


banyak

informasi

yang

dibutuhkan

sebagai

modal

agar

dapat

berkomunikasi serta menjadi kemampuan utama untuk dapat berhasil


dalam setiap pekerjaan.
2. Analisis Terhadap Kualitas Informasi : Kemampuan seseorang untuk dapat
menganalisis

informasi

Mendengarkan

dan

dibutuhkan

mendapatkan

agar

dapat

informasi

bertindak

lebih

banyak

tepat.
akan

meningkatkan kualitas pesan yang diterima, kelengkapan data, dan


kemampuan mengolah informasi, sehingga simpulan atau analisis terhadap
suatu kondisi atau keadaan dapat diambil.
3. Membangun dan Memelihara Hubungan : Alasan untuk mendengarkan
adalah untuk melakukan komunikasi interpersonal. Banyak survei telah
membuktikan bahwa orang yang memiliki kemampuan untuk mendengar
dengan efektif memiliki hubungan yang lebih baik dengan sesamanya,
sebaliknya mereka yang kurang mampu untuk mendengarkan akan
memperburuk hubungan atau setidaknya tidak dapat membangun
hubungan yang lebih baik.
4. Menolong Orang Lain : Kemampuan mendengarkan wajib dimiliki agar
dapat memahami orang lain, dan pada akhinya dapat menolong orang lain.
Pada saat seseoramg mau mendengarkan dan memberikan perhatian yang
tulus serta serius kepada permasalahan yang kita sampaikan, hampir
sebagian besar masalah kita telah dapat ditolong, atau minimal dapat
memberikan pola atau prespektif yang baru dapat menghadapi masalah
yang kita hadapi.
D. Active Listening (Mendengarkan Aktif)
Mendengarkan aktif adalah keterampilan yang dapat diperoleh dan
dikembangkan dengan praktek. Namun, mendengar aktif bisa sulit untuk
dikuasai, oleh karena itu, membutuhkan waktu dan kesabaran. Mendengarkan

11

aktif melibatkan mendengarkan dengan semua indera7. Serta memberikan


perhatian penuh pada pembicara, penting bahwa pendengar aktif' juga terlihat
untuk mendengarkan. Mendengarkan aktif adalah keterampilan dalam teknik
berkomunikasi yang memfokuskan pada perkataan seseorang dan mendalami
perasaan serta berespon dari konten pembicaraan yang melibatkan emosi dan
feeling dalam rangka memastikan informasi atau pesan yang disampaikan
adalah akurat yang menjadikan komunikasi yang efektif.
1. Komponen Mendengar Aktif (Brammer). Attending
a. Membangun kontak mata dengan helpee ketika proses helping. Helper
melihat mata helpee dengan tajam ketika helpee berbicara.
b. Postur tubuh helper ketika merespon helpee
1) Sikap tubuh santai, tidak tegang.
2) Duduk bersebelahan.
3) Menepuk punggung helpee.
4) Memberikan tissue ketika diperlukan.
c. Gestur tubuh helper ketika merespon helpee
1) Tangan terbuka, tidak menutup badan atau dada.
2) Badan sedikit condong kearah helpee, tidak juga menyandar pada
kursi (menengadah).
3) Tidak melakukan gerakangerakan yang tidak menunjang (gerak
kaki/tangan/ kedip mata).
4) Menganggukan kepala ketika mendengar keluhan.
d. Tingkah laku secara verbal atau ucapan
1) Hmmm
2) Ooohh begitu
3) Iya okey
4) Lalu
5) Sikap ramah.
6) Tersenyum.
7 Baharuddin, H. (2009). Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap
Fenomena. Yogjakarta : Ar Ruzz Media. Hal 52

12

2. Bila Konselor Memberikan Atensi


a. Klien akan merasa dihargai. Mereka merasa konselor memberi waktu
dan perhatian dan bahwa keprihatinan mereka merupakan sesuatu yang
jadi perhatian konselor juga.
b. Konselor akan menjadi lebih mudah untuk memahami alasan mengapa
seorang klien datang meminta bantuan.
c. Konselor akan ada dalam posisi yang lebih baik untuk memberi
kliennya informasi (atau nasihat bila perlu) yang sesuai dengan
kebutuhan klien dan yang akan benar-benar bisa membantu klien.
d. Konselor akan mampu untuk menilai apakah bisa membantu klien ini,
dan bila tidak, bisa memberi saran siapa yang lebih tepat untuk
membantunya.
3. Clarifying
Klarifikasi adalah keterampilan yang kita gunakan untuk
memastikan bahwa kita telah memahami pesan dari pembicara dalam
pertukaran interpersonal. Bila menggunakan klarifikasi mengikuti panduan
ini untuk membantu memahami komunikasi.
a. Akuilah jika Anda tidak yakin tentang apa arti dari apa yang
dibicarakan.
b. Meminta pengulangan.
c. Memeriksa apakah ini adalah apa yang mereka katakan.
d. Mintalah contoh spesifik.
e. Gunakan pertanyaan terbuka, pertanyaan non-direktif.
f. Tanyakan apakah Anda sudah benar dan siap untuk dikoreksi.
Beberapa contoh pertanyaan klarifikasi, yaitu :
Saya tidak yakin saya mengerti apa yang Anda katakan.
Saya tidak merasa jelas tentang masalah utama di sini.
Saat kamu berkata.apa maksudmu?
Bisakah Anda ulangi..?
Klarifikasi penting dalam banyak situasi terutama ketika apa yang
disampaikan sulit dalam beberapa cara. Komunikasi dapat sulit karena

13

berbagai alasan, mungkin emosi sensitif atau Anda sedang mendengarkan


beberapa informasi yang kompleks atau mengikuti instruksi.

4. Paraphrasing
a. Mendengarkan

pesan

dasar

yang

diungkapkan

helpee

dan

mengungkapkan kembali dengan kata-kata lain yang lebih singkat.


1) Jadi, tampaknya kamu seperti
2) Tampakya kamu menyukainya
3) Dia begitu membuatmu bingung ya
b. Mengulangi rangkuman dari pesan dasar yang disampaikan helpee.
c. Memperhatikan isyarat helpee, menanyakan respon helpee untuk
konfirmasi atau penyangkalan dari helpee.
5. Reflection8
Refleksi adalah proses parafrase dan ulangan, baik perasaan dan
kata-kata pembicara. Tujuan refleksi adalah :
a. Untuk memungkinkan pembicara mendengar pikiran mereka sendiri
dan untuk fokus pada apa yang mereka katakan dan rasakan.
b. Untuk memastikan bahwa Anda melakukan yang terbaik untuk
memahami pesan mereka.
c. Untuk mendorong mereka untuk terus berbicara.
6. Perception Checking
Persepsi adalah proses dimana manusia hadir untuk memilih,
mengatur, menafsirkan, dan mengingat fenomena. Meskipun semua orang
terus-menerus terlibat dalam persepsi, prosesnya kadang-kadang sama di
seluruh individu (terutama di kalangan anggota erat terkait keluarga atau
kelompok budaya), setiap orang merasakan dunia dengan cara yang unik
yang terbuka untuk sejumlah pengaruh. Sulit bagi kita untuk mengetahui
apa dan bagaimana persepsi orang. Melalui pemeriksaan persepsi,
8 Winarti, Euis. (2007). Pengembangan Kepribadian. Jakarta : Graha Ilmu. Hal
49

14

memberikan orang lain akses dari apa yang kita pikir, kita alami dan
penafsiran kita. Maka pendengar memberikan kesempatan kepada
pembicara untuk mengoreksi, untuk menambah interpretasi mereka, atau
untuk memvalidasi persepsi pendengar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut McKay, Davis dan Fanning (1992), keterampilan mendengarkan
adalah kemampuan dasar yang esensial untuk membuat dan mempertahankan
hubungan. Bila seseorang merupakan pendengar yang baik, maka orang akan
tertarik kepadanya. Mendengarkan adalah kemampuan untuk secara akurat
menerima dan menafsirkan pesan dalam proses komunikasi. Mendengarkan
adalah kunci untuk semua komunikasi yang efektif, tanpa kemampuan untuk
mendengarkan secara efektif pesan dengan akan mudah disalahpahami,
komunikasi rusak dan pengirim pesan dapat dengan mudah menjadi frustasi
atau jengkel
Menurut penulis yang sama kunci untuk real listening adalah wanting dan
intending untuk melakukan hal itu. Berarti memang ada kemauan dan ada niat
untuk melakukannya. Didalam mendengarkan, terdapat unsur atensi
(perhatian). Lindon dan Lindon (2000) mengatakan bahwa memperhatikan
orang lain sangatlah penting. Atensi yang baik melibatkan tingkah laku
melihat dan mendengarkan.
B. Saran
Setelah memahami makalah ini, maka sebaiknya kita mempelajari sumbersumber hukum Islam, dalil-dalil yang shahih yang menunjukkan kepada kita
hukum Allah swt, apa syarat-syarat ijtihad, dan bagaimana metode berijtihad
yang benar sesuai batasan-batasan syariat. Kemidian mengapllikasikannya
dalam kehidupan kita sehari-hari.

15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bengkulu, November 2015

16

Penyusun

i
DAFTAR
ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................


KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFATR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang...............................................................................1

B.

Rumusan Masalah.........................................................................1

C.

Tujuan............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Listening Skills (Keterampilan Mendengarkan)....................................


B. Empat Keterampilan Mendengar Reflektif............................................
C. Alasan Untuk Mendengarkan................................................................
D. Active Listening (Mendengarkan Aktif)................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................18
B. Kritik dan Saran ...................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................iii

17

MAKALAH

ii
PSIKOLOGI
DAKWAH

Karakteristik Manusia Menurut Al-quran

Disusun Oleh :
DESPA RENISURYANI
131 635 1565

Dosen pembimbing :
Wira Hadikusuma, M. Ag
18

AKHLAK TASAWUF
FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
BENGKULU
2015
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
BPKP. 2007. Interpersonal Skill. Edisi ke 4 (Modul):

Pusat pendidikan dan

Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan


Lesmana, Jeanette Murad. 2005. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Tohirin, 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis
Integrasi). Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
Wuryanano. (2007). The 21 Principles to Build adan Develop Fighting Spirit.
Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo
Budiningsih, C Asri. (2004). Perkembangan Moral. Jakarta: PT Asdi Mahasatya
Segal, Jeanne, 2001, Kepekaan Emosional, Bandung : Kaifa

19

Baharuddin, H. (2009). Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap


Fenomena. Yogjakarta : Ar Ruzz Media
Winarti, Euis. (2007). Pengembangan Kepribadian. Jakarta : Graha Ilmu

20

Anda mungkin juga menyukai