Anda di halaman 1dari 18

Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak


Republik Indonesia
KEKERASAN DALAM WUJUD HUKUMAN
Masih banyaknya Norma Sosial dan Praktek Budaya Yang
menyebabkan rentan terjadi kekerasan terhadap anak

DISIPLIN VS HUKUMAN
Guru percaya hukuman sebagai Mitos: “Hukuman fisik cara yang paling baik dalam mendisiplinkan
metode pendisiplinan yang efektif anak. Metode yang lain tidak bisa memberikan dampak sebaik
itu.”
(45 % anak menyebutkan guru
Fakta: “Hasil penelitian malah menunjukkan bahwa hukuman fisik
sebagai pelaku kekerasan; berdampak negatif pada perkembangan anak. Sebaliknya hasil
ICRW, 2015) penelitian juga menunjukkan bahwa pendekatan dengan disiplin
positif (tanpa hukuman) mendorong berkembangannya
kedisiplinan diri anak.”
Mitos: “Hukuman mengajarkan ketaatan dan rasa hormat.”
Fakta: ”Dengan hukuman anak hanya taat ketika ada yang mengawasi,
padahal ketaatan pada peraturan dan etik harus didasarkan pada
kesadaran.”
Mitos:
Mitos: “Di ujung rotan ada emas.” “Hukuman adalah bentuk kasih sayang. Anak yang
Fakta: “Memang benar bahwa prinsip yang digunakan kukasihi kuhajar dan kudidik.”
orang tua kita dulu untuk mendidik, namun hasil Fakta: “Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
penelitian menunjukkan bahwa tindakan kekerasan hukuman berdampak negatif bagi perkembangan anak,
membawa dampak psikologis yang panjang hingga baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal
anak dewasa. Hal ini menghasilkan budaya kekerasan ini menunjukkan bahwa hukuman bukanlah bentuk
yang berlangsung secara turun-menurun. kasih sayang. Mendidik dan mengajar anak tidak harus
Corporal Punisment dalam membentuk kedisiplinan anak dengan hukuman dan kekerasan.”
masih banyak dilakukan

Ubah cara pandang , tindakan dan praktek dimasyarakat yang menerima, menoleransi dan
mengabaikan kekerasan menjadi praktek positif yang melindungi anak dari kekerasan
HUKUMAN
? PEMBIARAN

Hukuman = Mengontrol
perilaku seseorang dengan DISIPLIN Membiarkan anak
memberi rasa POSITIF melakukan hal-hal
takut/ancaman fisik sekehendak hatinya
maupun emotional
DISIPLIN POSITIF
suatu pendekatan yang memberikan alternatif pengganti
hukuman fisik, yaitu memastikan bahwa hukuman yang
diterima anak bersifat logis sehingga anak belajar untuk tidak
mengulangi perilaku yang tidak diinginkan. Pendekatan yang
menanamkan disiplin bagi anak dengan mengajarkan
Dengan DISIPLINpenyelesaian
POSITIF anakmasalah tidak dengan kekerasan
akan:
belajar bertanggungjawab dalam mengelola tindakan
mereka sendiri, tidak tergantung pada pihak otoritas (guru,
orang tua, dll) untuk mengatur tindakan mereka.
Anak mampu memahami bagaimana ANAK
berperilaku yang pantas, DILATIH TIDAK
bertanggungjawab sehingga anak mampu PERLU
mengendalikan dirinya
DIHUKUM

“Tujuan utama kedisiplinan adalah agar anak memahami tingkah lakunya


sendiri, berinisiatif dan bertanggung jawab atas apa yang mereka pilih, serta
menghormati dirinya sendiri dan juga orang lain. Dengan kata lain, disiplin
menanamkan proses pemikiran dan perilaku positif sepanjang hidup anak.”
Katharine C. Don’t Jime It Out On Your Kids: A Parent’s and Teacher’s Guide to Positive Discipline.
http://www.cei.net/~rcox/dontake.html [10/10/2005. Pukul 12.00] dan UNESCO. Op. Cit. Hal 20
PERBEDAAN
 Pendekatan hukuman dibangun atas
ketidakpercayaan guru atau orang tua
bahwa anak/anak dapat
mengembangkan perilakunya dan dapat
bertanggungjawab akan tindakan yang
dipilihnya.

 Sementara disiplin dibangun di atas


kepercayaan guru dan orang tua bahwa
tidak ada anak yang nakal karena anak tidak
memikili watak yang JAHAT
PERBEDAAN
Disiplin Positif: Hukuman:
Tidak mengandung kekerasan baik secara fisik Mengandung kekerasan fisik maupun verbal serta
maupun verbal agresif
Anak berperilaku postif karena dia sadar bahwa Anak patuh/menurut hanya karena takut dihukum
perilaku negatif memberikan dampak yang buruk
bagi dirinya dan bagi orang lain
Anak termotivasi datang ke sekolah Anak berada dibawah tekanan
Memanfaatkan kesalahan sebagai peluang untuk Memaksa anak untuk mematuhi peraturan, sesuai
pembelajaran dengan keinginan guru dan orang tua.
Mendekatkan guru dan siswa Menjauhkan siswa dengan guru
Bersifat jangka panjang Bersifat Jangka pendek
Positif dan menghargai potensi anak Negatif dan tidak menghargai potensi anak
Membangun logika, bimbingan yang membangun Mengendalikan, memalukan dan melecehkan
Prinsip DISIPLIN POSITIF

Partisipatoris Menghargai Anak Fokus Pada Kekuatan dan tindakan


(Dialogis) positif Anak

Kesetaraan & Inklusif Connection (Empati Kesalahan Sebagai Kesempatan


dan Komunikasi) Belajar
Prinsip Konsekuensi Logis
Cerita dari Guru

“Dulu saya mencubit siswa saat bertengkar. Saya melarang sambil


menjewer telinga mereka. Namun, saya menyadari bahwa peran saya
adalah menengahi. Saya adalah panutan bagi siswa. Dengan mendukung
siswa, mereka belajar memaafkan dan mendamaikan”
(Guru SD Persiapan Luri, Jayapura)

"Dulu saya menggunakan rotan untuk membuat siswa tetap tenang


karena sulit mengatur mereka. Tapi sekarang mereka mengikuti
kesepakatan kelas, jadi saya tidak lagi menggunakan rotan “
(Mery, 50 tahun, Guru kelas 1 SD Inpres Makbon, Sorong)
Cerita dari Kepala Sekolah;
• Setelah mendapatkan pelatihan, Kepala Sekolah Wambena mulai meneladankannya, dan
menegur guru secara pribadi dan menggunakan bahasa yang positif. Dampaknya,
sekarang guru-guru juga tidak lagi membentak siswa dalam pembelajaran.

Cerita dari Orang tua;


Orang tua di SD YPK Amai meminta untuk dilatih mengenai disiplin positif, agar mereka
bisa menerapkannya di rumah.
Pak Junaidi : Guru di SMAN 1 Lombok Praya, Lombok Tengah –
NTB/Fasilitator SRA Tk Nasional

Sebelum saya mempraktekkan Disipline positif di sekolah, setiap hari selalu ada anak yang
saya pukul memakai bambu sebesar jari, karena memang begitu perjanjian antara sekolah,
orang tua dan murid untuk mendisiplinkan anak-anak di sekolah Guru boleh melakukan
apa saja.
Hasilnya setiap pulang ke rumah hati saya selalu galau ada perasaan menyesal karena
telah memukul anak di sekolah, kasus “kenakalan” anak di sekolah tidak berkurang

Setelah saya mengenal disilpin positif pada waktu pelatihan fasilitator SRA di Bekasi,maka
saya mulai menerapkan dengan berbagai tantangan, setelah beberapa bulan hasil yang
saya rasakan adalah saya tidak pernah memukul lagi, karena anak anak dan saya bisa
berdialog secara bebas jika ada masalah. Hasilnya perasaan saya sekarang tenang, kasus
turun drastis dan prestasi anak2 meningkat
Kesepakatan kelas sudah disusun bersama guru dan siswa
Guru-guru tidak lagi menggunakan tongkat /rotan &
mulai menggunakan kata-kata positif pada siswa
WA: 0813 815 801 66/HP: 08111 874 78
elvi_hendrani@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai