Anda di halaman 1dari 14

Mendengarkan dan

Memberikan Pendapat
BINA PRIBADI ISLAM
01 02 03
Standar Kompetensi Dasar Tujuan
Kompetensi
6. Memiliki wawasan yang luas 6.1 menjadi pendengar yang baik 1. Pembelajaran
Memahami adab berdiskusi
6.2 mampu mengemukakan yang disyariatkan dalam Islam
pendapat 2. Memahami adab
mendengarkan pendapat dalam
Islam
3. Memahami adab menolak
suatu pendapat dlam Islam
By. Azmi
Peta Konsep
Mendengarkan dan Memberikan
pendapat
01 02 03

Berdiskusi Adab Menolak


Adab
yang Islami Mendengarkan
Pendapat
Pendapat
Ft. Fira
Pengantar
Berfikir dan berpendapat merupakan potensi dasar yang sebaiknya dikembangkan oleh manusia. Islam
mengajarkan bahwa setiap muslim memiliki hak untuk berependapat, yang itu tidak dapat dipisahkan
dari potensinya. Allah SWT berfirman, “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan sholat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka...” (QS. As Syu’ara: 38)
Meski Islam mengajarkan kebebasan berpendapat, namun tetap dalam aturan. Karena itulah Islam
mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai asas kebebasan berpendapat.
Pendalaman Materi
A. Berdiskusi yang Islami
Berdiskusi identik dengan sesuatu pembicaraan. Islam telah memberikan tuntutannya dalam berbicara.
Berbicara dengan baik akan memberikan dampak yang baik pula dalam kehidupan sehari-hari.
Dibawah ini merupakan cara berbicara yang baik dalam diskusi.

1. Berbicara harus jelas dan benar, todak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat.
2. Rasulullah SAW Bersabda: “bahwasannya perkataan Rasulullah saw. Itu selalu jelas, sehingga
bisa dipahami oleh semua yang mendengar.” (HR. Abu Daud)
3. Seimbang dan menjauhi berlarut-larutan. Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya orang yang
paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari kiamat ialah orang yang banyak bercakap
dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan, “wahai Rasulullah kami telah mengetahui arti
ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al mutafayhiqun? Maka jawab nabi saw,
“orang-orang yang sombong.” HR. Tirmidzi
4. Menghindari mengucapkan yang bathil. Rasulullah bersabda, “ sesungguhnya seorang
hamba mengucapkan suatu kata yang diridhai Allah swt. Yang ia tidak mengira akan
mendapatkan demikian, sehingga dicatat oleh Allah swt. Keridhaannya bagi orang
tersebut sampai nanti hari kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan suatu kata yang
dimurkai Allah swt. Yang tidak dikiranya akan demikian, maka Allah swt mencatatnya
yang demikian itu sampai hari kiamat. HR Tirmizi
5. Menjauhi perdebatan sengit. Rasulullah saw bersabda, “tidaklah sesat suatu kaum
setelah mendapatkan hidayah untuk mereka melainkan karena terlalu banyak berdebat.”
HR Ahmad dan Tirmidzi
6. Menjauhi kata-kata keji, mencela dan melaknat. Rasulullah bersabda, “bukanlah
seorang mukmin yang suka mencela, melaknat dan berkata-kata keji. HR Tirmidzi
7. Menghindari banyak canda. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya seburuk-buruk
orang disisi Allah swt dihari kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia
banyak tertawa. HR. Muslim
8. Meghindari menceritakan aib orang lain dan saling memanggil dengan gelar yang buruk.
Rasulullah saw bersabda, “jika seseorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi
maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya “. HR. Abu Daud dan
Tirmidzi
9. Menghindari dusta. Rsulullah bersabda, “tanda-tanda munafiq itu ada tiga, jika ia
bebicara ia dusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” HR.
Bukhari
10. Menghindari gibah dan mengadu domba. Rasulullah bersabda, “janganlah kalian saling
mendengki , janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berkata-kata
keji, dan janganlah kalian saling menghindari, dan janganlah kalian saling mengibah
satu dengan yang lainnya dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. HR.
Mutafaqun ‘alaih
11. Berhati-hati dan adil dalam memuji. Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Bakrah dari
bapaknya berkata “ada orang yang memuji orang lain didepan orang tersebut, “maka
kata Nabi saw. Bersabda, “celakalah kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu!
kamu telah mencelakakan saudaramu! (2 x) lalu kata beliau “ jika ada seseorang ingin
memuji orang lain didepannya, maka katakanlah “cukuplah si Fulan, semoga Allah
mencukupkannya, kami tidak mensucikan seseorang pun di sisi Allah, lalu barulah
katakan sesuai kenyataannya” HR. Mutafaqun ‘alaih
B. Adab Mendengarkan Pendapat
1. Diam dan memperhatikan. Ketika seseorang berbicara atau mengutarakan
pendapatnya, sebaiknya kita diam dan memperhatikan apa yang diucapkan.
Dengan ini kita akan menghargai dan menghormati orang lain
2. Menghindari sikap memotong pembicaraan orang lain
3. Menghadapkan wajah kepada pembicara dan tidak memalingkan wajah
darinya sepanjang sesuai dengan syariat (bukan berbicara dengan lawan
jenis)
4. Menhindari sikap menyela pembicaraan saudaranya walaupun ia sudah
tahu, sepanjang bukan perkataan dosa.
5. Menghindari sikap merasa dalam hatinya bahwa ia lebih tau dari yang
berbicara.
C. Adab Menolak Pendapat
Di bawah ini adalah adab dalam menolak pendapat seseorang.

1. Ikhlas dan menghindari sifat senang menjadi pusat perhatian.


2. Menjauhi rasa ingin tersohor dan terkenal.
3. Penolakan harus menghormati dan lembut serta tidak meninggikan şuara.
4. Penolakan dipenuhi dengan alasan yang tepat dan kuat.
5. Menghindari terjadinya perdebatan sengit.
6. Hendaknya dimulai dengan menyampaikan sisi benarnya lebih dulu mengomentari yang
salah.
7. Penolakan tidak bertentangan dengan syariat.
8. Hal yang dibicarakan hendaknya merupakan hal yang penting dilaksanakan dan bukan
sesuatu yang belum terjadi.
9. Ketika menolak hendaknya dengan memperhatikan tingkat ilmu lawan bicara, tidak
berbicara di luar kemampuan lawan bicara yang dikuatirkan menjadi fitnah bagi diri dan
agamanya.
10. Saat menolak hendaknya menjaga hati dalam keadaan bersih, dan menghindari kebencian
serta penyakit hati.
Wawasan
Kaidah Berpendapat yang Baik
Sebagai agama yang membawa pada kemaslahatan, İslam selalu menuntun umatnya
dalam hal penggunaan hak, tidak terkecuali dalam kebebasan berpendapat. Untuk
memahami kaidah-kaidah dalam berpendapat sebagaimana Islam ajarkan, maka
ayat-ayat di Al-Qur'ân dan riwayat rasul dan para sahabat dapat dijadikan rujukan
sebagai berikut.
I . Berkomitmen dan Konsisten Hanya untuk Kebenaran
Allah Swt. berfirman pada surah Şâd ayat 26 yang artinya, kamu mengikuti hawa
nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-
orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan. "
2. Berpendapat dengan Cara yang Baik
Berpendapat dalam bentuk apapun sebaiknya dengan cara yang baik. Sebaik
apapun isi pendapat jika disampaikan dengan kata-kata yang melukai, maka tidak
akan berguna sama sekali. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka berkata/ah yang baik atau diam." (H.R.
Bukhari)
3. Mengedepankan Persatuan
Saat terjadi perbedaan pendapat, prinsip yang harus dipegang teguh adalah
harus tetap menjaga persatuan dan solidaritas umat. Jangan sampai terjadi
perpecahan yang akan mengakibatkan bencana yang lebih besar. Allah Swt.
berfirman dalam surah al-Anfal ayat 46 yang artinya, "Dan taatlah kepada
Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabka kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhny Allah beserta orang-orang yang sabar. "
Tokoh Inspirasi
Kisah Musyawarah Nabi Muhammad saw. Bersama Para Sahabat

Usai Perang Badar, Rasulullah saw. pun menyelenggarakan musyawarah dengan sahabat-
sahabatnym Kali init Muslimin memperoleh kemenangan. Bahkant pasukan jihad ini dapat
menawan sebanyak 70 orang lelaki musyrikin auraisy. Rasulullah saw. meminta pendapat
beberapa sahabatnya tentang nasib para tawanan itu.
Abu Bakar r,a. berkata, "Wahai Rasu/u//ah, mereka itu adalah saudara kita, Hendaknya
mereka diwajibkan untuk membayar tebusan, sehingga dengan tebusan itu kita dapat
menambah kekuatan. Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah-Nya kepada mereka,
sehingga nantinya mereka dapat turut memperkuat kita. "
"Ya Rasu/ul/ah, meæka telah mendustakan dan mengusirmu dari kampung ha/aman.
Menurcn pendapatku, hukum mati saja mereka, " kata Umar r.a. dengan nada tegas.
Lalu, berkatalah Abdullah bin Rawahah r.a., "Wahai Rasulu//ah di dekat kita ada lembah
yang banyak kayu. Kita dapat menya/akan api besar di sana, lalu me/emparkan mereka ke
dalamnya. "
Rasulullah saw. kemudian terdiam, lalu masuk ke tendanya. Maka, Abu Bakar, Umar, dan Ibnu
Rawahah saling bertanya-tanya tentang pendapat yang akan diambil
oleh Rasulullah saw..
Tidak lama kemudian, Rasulullah saw. keluar. Beliau mengibaratkan sifat Abu Bakar seperti Nabi
Isa a.s. yang pernah berdoa, "Jika Engkau (Allah) menyiksa mereka, sesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah yang
Mahaperkasa dan Mahabijaksana." (Q.Sw al-Mä'idah: 118) Sifat Umar diibaratkannya dengan Nabi
Nuh a.s. kala berkata, u Ya Tuhanku, jangan/ah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang
kafir itu tinggaf di atas bumi." (Q.S. Nuh: 26) Adapun sifat Abdullah bin Rawahah disandingkan
beliau dengan Nabi Musa a.s. saat bermunajat, "Ya Tuhan kami, binasakanlah hana benda mereka,
dan kunci mati/ah hati mereka, maka mereka tidak beriman sehingga mereka me/ihat siksaan yang
pedih. " (Q.S. Yunus: 88)
Namun, Rasulullah saw. lebih condong pada pendapat Abu Baker. Keesokan harinya, Allah Swt.
berfirman, "Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan
musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi, sedangkan Allah menghendaki
(paha/a) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa [agi Maha Bijaksana. " (Q.S. al-Anfäl: 67)
Syukron
Wassalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh

Anda mungkin juga menyukai