- Muhammad Hafizh
- Clarita Yulia Novita Bere
- Faza Huzdaifah
- Mona Anjela
- Tiara
- Zhakia Amelya
- Nailah
- Weldi
Pada masa Soekarno, sistem pemerintahan di Indonesia
mengalami beberapa peralihan. Indonesia pernah
menerapkan sistem pemerintahan presidensial, parlementer
(demokrasi liberal), hingga demokrasi terpimpin.
Era Demokrasi Liberal (1950–1959) yang dikenal pula
dengan Era Demokrasi Parlementer adalah era ketika
Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950.
Periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 (sejak
pembubaran Republik Indonesia Serikat) sampai 5 Juli 1959
(keluarnya Dekret Presiden).
Pada masa ini terjadi sejumlah peristiwa penting, seperti
Konferensi Asia–Afrika di Bandung, pemilihan umum pertama di
Indonesia dan pemilihan Konstituante, serta periode
ketidakstabilan politik yang berkepanjangan, dengan tidak ada
kabinet yang bertahan selama dua tahun.
Pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara
kesatuan dengan sistem demokrasi parlementer yang liberal.
Presiden hanya sebagai kepala negara, sementara perdana
menteri memimpin kabinet dan bertanggung jawab kepada
parlemen. UUDS 1950 digunakan sebagai konstitusi
sementara yang mengamanatkan sistem parlementer dan
jaminan hak asasi manusia yang terinspirasi oleh
Pernyataan Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948.
Pada tahun 1955, Indonesia mengadakan pemilihan umum
nasional. Konstituante terpilih pada tahun yang sama dan mulai
bersidang pada November 1956 untuk menyusun UUD yang
baru, sesuai dengan UUDS 1950. Perdebatan panjang terjadi,
terutama tentang dasar negara.
Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara
demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi
baru sampai berlarut-larut. Presiden Soekarno lalu
menyampaikan konsep Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil
pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945. Pada
tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5
Juli 1959, yang antara lain berisi pembubaran Konstituante serta
penggantian konstitusi dari UUDS 1950 menjadi UUD 1945
Kembali.
Peristiwa ini menandai berakhirnya Demokrasi Parlementer dan
mulainya Era Demokrasi Terpimpin. Pemerintah kemudian
membentuk lembaga-lembaga MPRS dalam demokrasi terpimpin
yang menerapkan sistem politik keseimbangan. Pada masa ini
Soekarno merencanakan konsep pentingnya persatuan antara
kaum nasionalis, agama, dan komunis.
Tujuh Kabinet pada masa Demokrasi Parlementer
Kabinet Natsir Mohammad Natsir
Kabinet Sukiman-Suwirjo Sukiman Wirjosandjojo
Kabinet Wilopo Wilopo
Kabinet Ali Sastroamidjojo I Ali Sastroamidjojo
Kabinet Burhanuddin Harahap Burhanuddin Harahap
Kabinet Ali Sastroamidjojo II Ali Sastroamidjojo
Kabinet Djuanda Djuanda Kartawidjaja
Kabinet Natsir
• Kabinet Natsir dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Natsir dari Partai
Masyumi pada 1950-1951.
• Program kerja kabinet mencakup persiapan pemilihan Dewan Konstituante,
perbaikan pemerintahan, keamanan, kesejahteraan rakyat, organisasi angkatan
perang, dan penyelesaian masalah Irian Barat.
• Hasil kerja kabinet salah satunya adalah perundingan awal dengan Belanda
mengenai Irian Barat.
• Kendala yang dihadapi meliputi kegagalan dalam upaya penyelesaian masalah Irian
Barat dan pemberontakan dalam negeri.
• Kabinet Natsir jatuh pada Maret 1951 karena mosi tidak percaya dari PNI terkait
dengan pencabutan peraturan pemerintah.
• Program Benteng kemudian diterapkan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional selama tiga tahun.
Kabinet Sukiman-Suwirjo