Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN 4

PEDULI PENDIDIKAN: Implementasi Nilai


Kebudiutamaan IKIP Budi Utomo

MANUSIA DAN MASALAH-MASALAH


KEBUTUHAN DALAM PENDIDIKAN

PENDIDIKAN PEDULI PENDIDIKAN


SEBAGAI SEBAGAI SEBUAH
KEBUTUHAN KEHARUSAN
DAN HAK
KEPEDULIAN IKIP BUDI
UTOMO MALANG
MANUSIA DAN KEBUTUHAN
Setiap manusia sesungguhnya memerlukan kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan yang paling
diperlukan oleh setiap manusia agar mampu bertahan hidup. Kebutuhan ini harus terpenuhi karena sifatnya
dasar dan diperlukan untuk bisa bertahan hidup. Mengingat jumlah kebutuhan dasar relatif banyak maka
untuk memudahkan pemahaman bisa diurutkan secara bertingkat dari yang paling dasar terlebih dahulu
hingga kebutuhan berikutnya. Contohnya, manusia hidup memerlukan makan dan minum, maka kebutuhan
makan dan minum harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan sandang. Kebutuhan
makan, minum, dan sandang termasuk kebutuhan dasar bagi manusia. Kebutuhan dasar merupakan syarat
yang dibutuhkan dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis.

1. Kebutuhan Fisiologis
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
3. Kebutuhan Cinta dan Kasih Sayang
4. Kebutuhan Harga Diri
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan paling dasar yang harus dipenuhi karena menyangkut
kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan dasar pertama yang dicari oleh manusia untuk mencapai
kepuasan hidup adalah kebutuhan fisiologis, termasuk kebutuhan biologis. Beberapa contoh
kebutuhan fisiologis, yaitu makan, minum, oksigen, pakaian, dan tempat tinggal. Kebutuhan fisik
merupakan kebutuhan dasar yang menyokong kehidupan manusia. Bila salah satu dari kebutuhan
fisiologis ini tidak terpenuhi, maka akan sangat mengganggu. Pemenuhan kebutuhan seks
menurut Maslow termasuk kebutuhan fisiologis yang sangat penting.
Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Setelah kebutuhan fisiologis, kebutuhan dasar yang harus dipenuhi adalah kebutuhan keamanan
dan keselamatan. Setiap manusia ingin bisa hidup dalam situasi yang tertib dan aman. Kebutuhan
rasa aman meliputi keamanan harta dan jiwa. rasa aman, bebas dari rasa takut, jauh dari rasa
cemas, dan hidup dalam keteraturan. Suasana stabilitas sangat didambakan setiap orang dalam
sebuah tatanan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan dapat memotivasi
manusia untuk memilih tempat tinggal, bekerja keras, menjaga kesehatan, dan menabung.
Anak-anak sangat membutuhkan rasa aman karena kesadaran mereka terhadap batasan diri masih
kurang. Anak-anak juga butuh perlindungan dari orang lain untuk memberikan rasa aman. Pada
orang dewasa, kebutuhan keamanan diperlukan pada saat terjadi situasi darurat, misalnya saat
terjadi bencana. Adanya situasi yang tidak menyenangkan menyebabkan orang dewasa mencari
tempat yang dapat memenuhi kebutuhan keamanannya.
Kebutuhan Cinta dan Kasih Sayang
Kebutuhan cinta dan kasih sayang muncul setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan sudah
terpenuhi. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan rasa cinta, kasih sayang, dan rasa
memiliki. Manusia akan memenuhi kebutuhan dasarnya dengan cara saling mencintai satu sama
lain. Maslow menyatakan bahwa orang akanmencari berbagai cara untuk mengatasi rasa kesepian
atau kesendirian. Manusia tidak hanya butuh dicintai, namun juga berbagi rasa cinta, kebutuhan
yang dibutuhkan orang lain. Namun demikian kadar cinta dan kasih sayang tidaklah sama antara
satu orang dengan orang lain. Bagi seseorang ketika dia memiliki keluarga yang rukun, damai,
dan menyenangkan mungkin sudah merasa cukup. Sementara bagi yang lain kebutuhan cinta
terpenuhi apabila mereka memiliki teman dekat atau pacar.
Kebutuhan cinta dan kasih sayang berkaitan dengan keintiman, persahabatan, kepercayaan,
penerimaan, serta rasa bisa saling memberi dan menerima. Ada dua jenis cinta yaitu deficiency
atau dikenal juga dengan D-love dan being atau B-love. D-love adalah cinta yang terpusat pada
diri sendiri, lebih mementingkan cara memperoleh daripada cara memberi pada orang lain.
Sedangkan B-love merupakan penilaian seseorang apa adanya tanpa ada keinginan untuk
memanfaatkan orang tersebut. B-love adalah cinta yang tidak berniat memiliki, cinta yang
memberikan dukungan pada orang lain, cinta yang memberikan dampak positif.
Kebutuhan Harga Diri
Manusia memiliki kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain, dipercaya oleh orang lain. Jika
kebutuhan ini sudah tercapai maka tingkat percaya diri seseorang akan meningkat dan memiliki
harga diri yang tinggi. Terpenuhinya kebutuhan harga diri akan mempengaruhi peran dan
aktivitas sosialnya. Maslow membagi kebutuhan ini menjadi dua kategori, yaitu kebutuhan harga
diri yang berkaitan dengan martabat, prestasi, penguasaan, kepercayaan diri, kemandirian,
kebebasan, kekuatan, kemampuan, kompetensi, dan kemandirian; dan kebutuhan rasa hormat dari
orang lain yang berkaitan dengan status, atensi, reputasi, kepopuleran, keterkenalan, dominasi,
prestise, pujian, apresiasi atas kerja kerasnya, dan penilaian baik dari orang lain. Orang yang bisa
memenuhi kebutuhan ini cenderung yakin dengan kemampuannya sehingga merasa memiliki
harga diri yang tinggi dan mendapat penghormatan dari orang lain. Sementara, jika status harga
diri dan penghormatan dari orang lain rendah, maka mereka akan merasa kurang percaya diri.
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan selanjutnya yang perlu dipenuhi setelah keempat kebutuhan yang lain adalah
kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan suatu bentuk nyata yang mencerminkan
keinginan seseorang terhadap dirinya sendiri. Proses menjadi diri sendiri dengan
mengembangkan sifat-sifat dan potensi yang dimiliki disebut dengan aktualisasi diri. Kebutuhan
aktualisasi diri berkaitan dengan keinginan untuk mewujudkan, mengembangkan potensi, bakat,
mencari pengalaman, serta untuk mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan.
Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai kebutuhan seseorang untuk mendapatkan
sesuatu dari yang dia lakukan. Contoh: untuk menjadi seorang guru professional maka harus
terampil mengajar, seorang seniman harus bisa melukis, dan seorang penari harus berlatih gerak.
Kemampuan dan dorongan untuk mencapai tujuan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri. Dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk bisa mewujudkan
aktualisasi. Komitmen yang tinggi, kerja keras, tanggung jawab, kesabaran, dan kedisiplinan
sangat diperlukan dalam proses aktualisasi diri. Apabila kebutuhan aktualisasi diri tidak tercapai
biasanya akan muncul rasa gelisah, tidak tenang, tegang, dan merasa harga dirinya kurang.
PENDIDIKAN SEBAGAI KEBUTUHAN DAN HAK
Umumnya orang akan mengatakan bahwa pendidikan itu sangat penting, hanya sedikit yang mengatakan
tidak. Orang yang mengatakan pendidikan tidak penting menganggap bahwa sekolah hanya akan
menghabiskan uang, sementara waktu yang digunakan bersekolah bisa dipakai bekerja untuk
mendapatkan uang. Setelah tamat mereka yang sekolah akan mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang,
sedangkan bagi mereka uang bisa dicari tapa harus bersekolah.

1 Pendidikan sebagai Kebutuhan

2 Pendidikan sebagai Hak

3 Fungsi Pendidikan
dalam Pembangunan Bangsa
Pendidikan sebagai Kebutuhan
Dewasa ini pendidikan sudah dianggap sebagai kebutuhan pokok bagi setiap orang karena pendidikan
bisa menjadi indikator baik buruknya seseorang secara normatif. Melalui pendidikan potensi seseorang
dapat ditingkatkan baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendidikan merupakan usaha
sadar yang didesain sedemikian rupa untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif guna
mengembangkan potensi anak didik. Pendidikan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk
mendewasakan sikap, memperbaiki perilaku, memperluas wawasan, dan meningkatkan keterampilan
seseorang melalui proses pembelajaran dan latihan.
Pendidikan dianggap penting karena merupakan salah satu bentuk investasi dan sebuah cara untuk
mencerdasan kehidupan bangsa yang pada akhirnya dapat memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Oleh sebab itu hampir setiap orang menempatkan pendidikan sebagai salah satu prioritas
karena tingginya capaian pendidikan akan dianggap sebagai indikator tingkat keberhasilan. Karena itu
pendidikan dianggap sebagai kebutuhan primer.
Peningkatan kualitas pendidikan membutuhkan visi futuristikyang baik, tidak cukup sekadar kegiatan
administrasi. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor: 20 tahun 2003 dirancang
untuk mengarahkan kemana tujuan pendidikan bangsa Indonesia harus dibawa. pada pasal (34) ayat (3)
penyelenggaraan wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang pelaksanaannya bisa dilakukan oleh
lembaga pendidikan pemerintah (pusat- daerah) maupun masyarakat. Karena itu, pemerintah memberi
kesempatan luas kepada masyarakat untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan
yang didirikan masyarakat bersama-sama dengan pemerintah memiliki tanggung jawab menyiapkan manusia-
manusia yang cerdas, tangguh dan berakhlak mulia (akhlakul karimah). Dengan demikian pendidikan akan
mampu mendorong terwujudnya kehidupan sosial yang ideal, mendorong pengembangan diri untuk mencapai
kebahagiaan lahir dan batin serta selamat dunia akherat (Zuchdi, 2009:141).
Pendidikan sebagai Hak
UUD 1945 (hasil amandemen) pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Berdasarkan pada pasal ini, maka pendidikan menjadi hak setiap warga
negara. Sebagai konsekuensinya, negara berkewajiban untuk memenuhi hak warga negara tersebut.
Selama beberapa periode (orde lama, orde baru, orde reformasi) melalui berbagai cara dan teori
pemerintah telah dilakukan upaya untuk memperbaiki taraf pendidikan namun belum berhasil dengan
baik karena pembangunan pada masa itu cederung dikonsentrasikan pada bidang fisik (Sujatmoko,
2010). Bahkan pembangunan sektor pendidikan baru akan menjadi perhatian utamapada periode kedua
pemerintahan Joko Widodo setelah jabatan periode pertama masih menekankan pembangunan
infrastruktur, khususnya pembangunan jalan. Padahal prioritas pembangunan pendidikan merupakan
amanat undang-undang dasar. Pada pasal 31 ayat (4) UUD 1945 (hasil amandemen) dengan tegas
dinyatakan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Prioritas
anggaran pendidikan ini tentu untuk mendukung percepatan tercapainya cita-cita nasional bangsa
Indonesia di bidang pendidikan sebagaimana tersurat pada alinea ke-empat pembukaan undang-undang
dasar (UUD) 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Fungsi Pendidikan dalam Pembangunan Bangsa
Secara konstitusional fungsi pendidikan tertuang pada Pembukaan (preambule) UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kata ”cerdas” tentu tidak harus diinterpretasikan secara sempit hanya
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, walaupun ketiga aspek di atas memang mengarah
kepada terbentuknya manusia yang utuh. Untuk kepentingan pembangunan bangsa, makna
mencerdaskan kehidupan bangsa bisa mengarah pada (1) pemilikan pengetahuan luas yang dapat
digunakan untuk peningkatan mutu dan taraf kehidupan, (2) keterampilan yang dapat dijadikan bekal
untuk mencari penghidupan, dan (3) sikap mental pembaruan dan pembangunan.
Menurut Undang-undang Sidiknas, tujuan nasional pendidikan diarahkan pada pencapaian pencapaian
tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan kognitif lebih kepada bagaimana para
siswa memiliki pengetahuan (knowledge) yang komprehensip dan luas. Tujuan afektif diarahkan
supaya para siswa memiliki kepekaan sosial tinggi, memiliki moral terpuji, sikap yang toleran, prilaku
baik, taat beribadah, hormat pada orang tua, hormat pada guru, dan sebagainya. Sementara tujuan
psikomotorik memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan bakat dan ketrampilan yang
dimiliki untuk meraih prestasi tertinggi.
Sementara Mutrofin (2009) menyebutkan bahwa fungsi elementer bidang pendidikan mencakup: (1)
sosio-kultural, (2) politik, (3) ekonomi, dan (4) transformasi. Dalam konteks sosio-kultural, semakin
bagus pendidikan seseorang, semakin kuat orang tersebut memiliki nilai-nilai modernitas yang salah
satu cirinya adalah memiliki orietasi masa 58 depan, bukan masa kini. Di bidang politik, pendidikan di
sekolah diharapkan memberikan bekal kepada siswa agar menjadi siswa yang memiliki wawasan (dan
partisipasi) politik, memiliki keterampilan intelektual yang berhubungan dengan kepiawaian
menjelaskan, menggambarkan, serta menginterpre-tasi fenomena politik agar peserta didik bisa berpikir
independen sebagai modal hidup menjadi warga negara
MASALAH-MASALAH DALAM PENDIDIKAN
Indonesia Policy Briefs mencatat ada sejumlah persoalan yang masih menjadi masalah, diantaranya (a)
tidak semua anak bisa bersekolah, (b) anak dari kelompok miskin keluar sekolah lebih dini, (c) kualitas
sekolah di Indonesia masih rendah dan cenderung memburuk, (d) persiapan dan kehadiran tenaga
pengajar yang masih kurang, dan
(e) pemeliharaan sekolah tidak dilakukan secara berkala.

1 Masalah Akses Pendidikan

2 Kebutuhan Pendidikan bagi Orang Miskin

3 Kekerasan dalam Pendidikan


Masalah Akses Pendidikan
Ada tiga persoalan krusial dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia menurut Vitera (2018), yaitu:
(1) biaya pendidikan yang terus meningkat,
(2) putus studi, dan
(3) privatisasi universitas/institusi negeri.
Persoalan pertama yang mengganjal di masyarakat terkait partisipasi kuliah di perguruan tinggi (negeri) adalah
biaya pendidikan yang terus meningkat, bahkan kecepatannya melebihi inflasi Akibatnya, pendidikan tinggi
semakin sulit dijangkau oleh masyarakat yang berasal dari keluarga kelas menengah, apalagi bagi masyarakat
kelas bawah. Persoalan kedua, adalah kuliah putus di tengah jalan.
Sementara itu, Triwiyanto dan Sobri (2010:33) juga menangkap perbedaan pembiayaan pendidikan antara
sekolah negeri dan swasta sudah lama menjadi berlangsungsebagai akibat perhatian pemerintah lebih berat
sebelah. Perhatian pemerintah kepada sekolah-sekolah negeri selama ini terkesan penuh, sedangkan kepada
sekolah- sekolah swasta kurang. Kondisi seperti memunculkan keprihatinan mendalam mengingat tugas negara
sebagaimana amanat konsititusi adalah memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, termasuk untuk
urusan pendidikan. Besarnya biaya pendidikan memunculkan kritik bahwa dunia pendidikan mulai mengarah
kepada korporasi.
Mahalnya biaya pendidikan umumnya didasarkan pada keinginan kuat dari pengelola satuan pendidikan untuk
meningkatkan mutu pendidikan, sehingga mereka berusaha maksimal memenuhi kebutuhan infra struktur
seperti mempermegah gedung, melengkapi semua kelengkapan pembelajaran, akses informasi, dan termasuk
meningkatkan pendapatan guru/dosen. Para pengelola mengerti benar psikologi masa bahwa dengan gedung
yang megah para siswa baru akan banyak berdatangan. Itu sebabnya semakin tinggi institusi menampilkan
gedung megah dan image ”berkualitas” maka para konsumen akan semakin banyak. Akibatnya pendidikan
banyak terkonsentrasi pada sekolah negeri dan perguruan tinggi negeri di kota-kota besar. Padahal Undang-
undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 mengamanatkan perlu adanya pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi, dan efisiensi managemen pendidikan.
Masalah Kebutuhan Pendidikan bagi Orang Miskin
Menurut Zuchdi (2009:141), kondisi pendidikan di Indonesia masih jauh dari ideal. Dilihat dari indikator
kecerdasan maka rakyat Indonesia belum mencapai taraf yang memuaskan, diantaranya belum semua
rakyat Indonesia terbebas dari buta huruf. Bahkan bila menggunakan indikator wajib belajar dua belas
tahun, masih banyak anak Indonesia yang belum memenuhi kriteria kecerdasan yang baik sehingga masih
sangat tertinggal dibandingkan dengan negara maju. Menurut Zuchri penyebab utamanya adalah kondisi
ekonomi orang tua mereka yang masih lemah. Kemiskinan di Indonesia memang bukan hal baru, bahkan
sudah berlangsung sejak jaman penjajahan. Ada dua jalur proses pemiskinan yang berlangsung secara
masif yang melibatkan negara, pemerintah dan partai politik. Pertama, untuk kelas atas proses pemiskinan
terjadi pada mental, spiritual, nilai dan kesadaran sosial mereka.
Pada kelompok ini pemiskinan terjadi pada pendangkalan makna hidup, pemiskinan alternatif mencari
sumber kehidupan, dan penyempitan orientasi hidup. Bagi mereka hidup hanya dipandang sebagai lahan
mengumbar hawa nafsu dan kenikmatan duniawi. Orientasi hidup hanya ditujukan untuk diri sendiri,
keluarga, partai dan kelompoknya. Kedua, bagi masyarakat bawah pemiskinan terjadi secara kejam, keji
dan tanpa perasaan. Bentuknya berupa pengurangan dan penghilangan akses mereka pada lapangan kerja,
tempat usaha, pendidikan, kesehatan, permodalan, bahan baku usaha, lahan, bahkan cita-cita (SM, No
12/th ke-96, 16-30 Juni 2011).
Masalah Kekerasan dalam Pendidikan
Wibowo mengatakan bahwa sekolah sering menjadi tempat kekerasan. Selain kekerasan fisik, sekolah juga
arena tempat terjadinya kekerasan simbolik. Kekerasan fisik lebih mudah dikenali, seperti pemukulan oleh
guru/siswa dan tawuran, sementara kekerasan simbolik lebih sulit dilihat wujudnya meskipun mudah untuk
dicermati. Bahkan bagi Wobowo, mewajibkan peserta didik memakai pakaian seragamadalah salah satu bentuk
kekerasan simbolik.Peserta didik akan diwajibkan memakai seragam agar mirip dengan habitus kelompok
tertentu (http://wahyuwibowo.blog.unas.ac.id). Dalam habitus para kaum elite, pakaian seragam adalah gaya
hidup, status sosial, kebiasaan, bahkan ideologi. Maka tidak mengerankan bila ada sebuah pertemuan atau
acara kelompok orang kaya akandengan mudah didapati pakaian seragam,sebagai indikator bahwa mereka
merasa satu kelompok, sama-sama elite, sama-sama intelek, sama derajatnya, atau sama-sama berkuasanya.
Mengacu pada pasal 5 ayat (1) UU Sisdiknas No. 20 Tahun 3003 yang menyebutkan bahwa ”Setiap warga
negera mampunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu” seharusnya setiap warga
negara memiliki kesempatan sama dalam mengakses pendidikan yang bermutu. Terjemahan frasa ”akses yang
sama” akan dianggap adil tidak bagi kelompok masyarakat miskin apabila penerimaan peserta didik baru
(PPDB) tetap menggunakan rangking nilai sebagai indikatornya. Nilai dalam terminologi Bourdieu masuk
dalam modal sombolik, dan hanya mereka yang berasal dari kalalangan orang kaya yang mendapatkan modal
simbolik yang baik. Belum lagi kalau modal simbolik ini ditambah modal sosial lain, maka kalangan miskin
akan sangat sulit memenuhi kriteria tersebut.
Menurut Bourdieu (Fashri, 2014:32) kekerasan selalu berada dalam ruang kekuasaan. Konsepsi dan pola kerja
kekerasan simbolik selalu berkelindan dalam relasi kekuasaan. Untuk mendapatkan dominasi dalam kekuasaan
selalu dibutuhkan mekanisme objektif agar dapat diterima oleh individu atau kelompok lain yang dikuasainya.
Oleh karena mekanismenya halus, maka kelompok yang dibawah dominasinya tidak sadar, tetap patuh, dan
menerima begitu saja apa adanya. Mekanisme kekerasan simbolik berjalan secara halus, tidak tampak, tidak
terasa karena berada dibalik kekuasaan. Oleh sebab itu, mereka yang terdominasi tidak menyadari adanya
kekerasan, bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang semestinya. Mereka yang terdominasi tidak merasa
keberatan dan ”ikhlas” dikuasai dan berada dalam lingkaran dominasi kekuasaannya.
PEDULI PENDIDIKAN SEBAGAI SEBUAH
Kepedulian bersifat abstrak (non materi) dan sulit diukur, kecuali setelah diwujudkan dalam bentuk
KEHARUSAN
kegiatan konkret. Kepedulian terhadap pendidikan semestinya tidak melihat unsur perbedaan suku, ras,
agama, jenis kelamin, dan warna kulit, namun lebih pada sisi kemanusiaan. Kepedulian adalah bentuk
altruistik sebagai makhluk hidup yang memiliki perasaan dan akal. Komitmen membantu meringankan
kaum lemah adalah wujud penolakan terhadap prilaku kekerasan maupun kejahatan kemanusiaan.
Menurut Sikti (2019:24), kepedulian akan melahirkan sikap menyesal (remorse) apabila gagal membantu
orang lain yang ada dalam kesulitan. Sikap kepedulian (compassion) muncul karena sesorang
memosisikan orang lain sesuai harkat dan martabatnya.

1. Konsep Kepedulian
2. Peduli adalah Soal Moral
3. Peduli adalah Soal Kemanusiaan
4. Peduli adalah Soal Keadilan
Konsep Kepedulian
Kata kepedulian berasal dari akar kata peduli, yang diberi awalan ke- dan akhiran -an. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata peduli bermakna sikap mengindahkan, memperhatikan, dan menghiraukan. Peduli
adalah sikap mengindahkan terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat sekitar. Peduli adalah sikap peka yang
bisa ditunjukkan dengan perasaan mengasihi dan menyayangi melalui tindakan-tindakan, misalnya membantu
orang lain yang membutuhkan. Peduli adalah sikap mental, sebuah respon ketika ada stimulus menyentuh
kesadaran. Muncul peningkatan aktivitas kesadaran yang menggerakkan jiwa ke arah dari mana stimulus itu
datang, dan biasanya mampu menyentuh nurani dan menggugah perasaan orang yang ada di sekitarnya mereka.
Peduli adalah sikap moral yang secara alami bisa muncul dan mampu menuntun orang untuk melakukan
kebaikan. Kepedulian merupakan wujud nilai kemanusiaan yang tiba-tiba muncul begitu saja, namun harus
disertai intuisi kejiwaan. Moralitas kepedulian terhadap kelompok marginal, nasib pendidikan orang miskin,
misalnya, tidak akan muncul di ruang hampa, akan tetapi melibatkan usaha yang sungguh-sungguh dari intuisi
bathin. Kepedulian membutuhkan sensitivitas sisi kemanusiaan yang ada pada seseorang, oleh karena itu belum
tentu bisa muncul pada setiap orang. Pada orang yang tidak cukup peka terhadap penderitaan dan kesulitan
orang lain akan sulit muncul rasa peduli. Rasa peduli akan muncul berkelindan bersamaan dengan nilai-nilai
kemanusiaan (Sikti, 2019:12-13).
Menurut Sikti (2019:25), kepedulian tidak persis sama dengan empati. Empati (dan juga simpati) sama-sama
memberikan sikap kepedulian pada orang lain (altruistik). Sama-sama perilaku menolong meringankan, bahkan
menghilangkan penderitaan orang lain. Namun keduanya memiliki penekanan berbeda bila dipandang dari
sudut subjek moral (orang yang memiliki prilaku simpati dan empati) maupun objek moral (kepentingan
penderita yang ditolong).
Peduli adalah Soal Moral
Kata kepedulian bersinonim dengan kata altruisme yaitu paham yang berkeinginan untuk mengangkat dan
meningkatkan kesejahteraan orang lain. Nilai altruistik adalah sikap seseorang yang lebih mementingkan orang
lain dari pada kepentingannya sendiri. Sikap altruistik adalah tindakan individu yang melakukan bantuan
terhadap orang lain yang membutuhkan tanpa berharap imbalan dan keuntungan dari orang yang ditolong. Jadi
semua tindakan kepedulian dan altruistik adalah sama-sama memiliki niat untuk membantu orang lain yang
membutuhkan murni atas dasar kemanusiaan (Sikti, 2019:25).
Gillingan (Sikti, 2019:27-33) mengurutkan perkembangan moralitas kepedulian dalam beberapa tingkatan,
seperti berikut: (a) tingkat 1: orientation of individual survival, yaitu moralitas yang masih berorientasi pada
diri sendiri, (b) transisi 1: dari selfishness ke responsibility, (c) tingkat 2: goodness as self sacrifice, adalah
moralitas tindakan yang sudah berorientasi pada kebutuhan orang lain, (d) transisi 2: dari goodness ke truth, (e)
tingkat 3: morality of non-violence, ialah perbuatan yanag sudah mempertimbangkan apakah perbuatan yang
dilakukan membahayakan atau tidak baik untuk diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Peduli adalah Soal Kemanusiaan
Berbicara soal kemanusiaan maka akan terkait dengan hubungan sesama manusia terlibatkan dalam perilaku,
seperti: sikap peduli, cinta kasih, toleran, saling menolong, gotong-royong, dan sejenisnya. Menurut Mahatma
Gandhi (lihat Sikti, 2019:34) seseorang yang peduli terhadap orang lain yangmemiliki kekurangan dan
keterbatasan (fisik, mental) berarti orang tersebut sedang menanggung penderitaan orang lain sekaligus
melawan segala macam bentuk kejahatan kemanusiaan. Bagi kaum disabilitas, untuk masuk dalam ruang
publik begitu cukup sulit. Pekerjaan di hampir semua institusi tidak mengakomodasi kaum defabel, bahkan
institusi resmi negeri milik pemerintah. Begitupun fasilitas publik seperti di kendaraan umum, jalan, gedung
mall, dan sejenisnya hampir- hampir tidak ada fasilitas untuk kaum disabilitas.Kalaupun ada biasanya sangat
terbatas. Padahal pemberian akses terhadap kaum disabilitas di ruang publik pada hakekatnya memberikan
jalan nilai-nilai kemanusiaan, yaitu mengangkat harkat dan martabat kaum disabilitas sama dengan manusia
normal yang lain.
Begitupun bagi kelompok kaum miskin sulit untuk bisa masuk mengakses pendididikan publik milik
pemerintah yang dibiayai oleh anggaran negara. Siswa dari keluarga yang kurang beruntung identik dengan
kemiskinan dan kebodohan. Orang miskin sangat dekat dengan kebodohan yang secara kultural sudah
mengakar turun temurun dan sulit keluar dari kondisi demikian. Hal ini diperburuk karena secara struktural
program pemerintah kurang menyentuh mereka untuk terangkat dari lubang penderitaan. Akses masuk sekolah
negeri pun hanya diberi jatah kurang lebih 10% dalam PPDB tahun 2017, bahkan prosentase ini tidak terlalu
berubah hingga PPDB tahun 2020. Jatah prosentase lain (90%) adalah milik mereka yang memiliki modal
simbolik (modal akademik), modal kultural (budaya akademik), modal ekonomi (uang), modal sosial (jaringan)
(Mukarom, 2018). Orang miskin semestinya tidak hanya dilihat dari sisi “ketidaknormalannya”, namun harus
dipandang dari sisi kemanusiaan bahwa setiap orang memiliki harkat dan martabat sama dengan yang lain. Bila
tidak ada upaya sungguh- sungguh yang mengedepankan rasa kepedulian, tidak salah bila Bourdieu menyebut
sekolah sebagai habitus bagi orang kaya dan secara terus menerus akan dipertahankan melalui mekanis
kekuasaan dan kekuatan modal sosial.
Peduli adalah Soal Keadilan
Sila kelima, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” merupakan sila yang tampaknya paling sulit
dicapai dibandingkan keempat sila lain dari Pancasila. Sila ini merupakan akumulasi dari perwujudan sila-sila
sebelumnya. Tujuan didirikan negara Indonesia sesungguhnya adalah kesejahteraan atas dasar keadilan dalam
semua aspek kehidupan.Sebagai sebuah cita-cita dan harapan, tentuperlu terus diupayakan secara menerus dan
berkesinambungan. Hilangnya rasa keadilan bisa memicu konflik dan mengusik kohesi sosial dalam bernegara.
Dalam arti luas konflik yang muncul dari rasa ketidakadilan bahkan dapat merongrong keutuhan bangsa.
Dalam konteks keadilan sosial dalam bidang pendidikan, maka kepedulian bagi kaum marginal masih pelu
terus diperjuangkan. Pemerintah melalui perangkat undang-undang, pemilik kekuasaan, dan penggerak potensi
ekonomi tentu bisa mewujudkan.Sistem PPDB zonasi sesungguhnya sudah relatif lebih baik dibandingkan
dengan model sebelumnya (sistem rayon) bila dilihat dari sisi keberpihakan terhadap siswa-siswi dari
masyarakat keluarga miskin. Namun demikian model keberpihakam ini akan sangat berbeda dibandingkan
dengan pandangan masyarakat dari keluarga kaya. Bagi siswa dari keluarga kaya yang memiliki banyak modal
sosial, sistem rayon dianggap lebih memberikan pelung besar untuk mendapatkan sekolah favorit yang
diinginkan. Sementara itu, sistem zonasi lebih menjanjikan dari sisi keadilan akses pendidikan bagi keluarga
miskin, walaupun sistem zonasi juga masih perlu terus disempurnakan.
KEPEDULIAN IKIP BUDI UTOMO
Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan baik oleh perorangan maupun lembaga yang
bernilai kepedulian. Berikut adalah beberapa contoh kepedulian yang dilakukan IKIP
Budi Utomo kepada mahasiswa dan masyarakat luas. Namun, sebelumnya akan
diuraikan terlebih dahulu kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan IKIP Budi Utomo
untuk menghasilakan lulusan yang memiliki kharakter peduli terhadap sesama.

Perguruan Tinggi Pencetak Alumni


Berkarakter

IKIP Budi Utomo Memberi Solusi


Perguruan Tinggi Pencetak Alumni Berkharakter
IKIP Budi Utomo merupakan satu-satunya lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) diantara 63 (enam puluh
tiga) berbagai macam bentuk perguruan tinggi (PT) yang ada di Malang Raya (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Da, data
diolah). Sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan, IKIP Budi Utomo mengajak putra-putri terbaik bangsa yang
berminat berkecimpung di dunia pendidikan untuk bergabung mengembangkan potensi yang dimiliki agar kelak mampu
menjadi guru yang berkharakter dan profesional di bidangnya. Didukung dosen dan sumber daya lain yang memadai,
IKIP Budi Utomo telah menghasilkan guru profesional yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Selain sebagai guru,
sebagian lulusan IKIP Budi Utomo juga handal di beberapa bidang lain, seperti profesional sebagai penulis, atlit, wasit,
pelatih, wirausahawan, dan bahkan pengusaha sukses.
Sebagai wujud capaian perguruan tinggi (PT) yang unggul, IKIP Budi Utomo telah mengembangkan kerjasama dengan
sejumlah perguruan tinggi dari manca negara, seperti: Thailand, Malaysia, Brunai Darussalam, Tomor Leste, dan lain-
lain.Selain itu, IKIP Budi Utomojuga telah berhasil mengemban tugas pendidikan dan kebudayaan melalui program
BIPA yang hingga tahun 2020 sudah memberi pembelajaran terhadap120 darmasiswa berasal di lima benua (Amerika,
Eropa, Asia, Afrika, dan Australia) yang tersebar di 32 negara seperti Amerika Serikat, German, Italia, Polandia,
Hungaria, Uzbekistan, Mesir, Aljazair, Madagaskar, Bangladesh, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Filipina, Jepang,
China, Korea Selatan, Papuanugini, Austalia, dan lain-lain (Kepala Pusat Kerjasama dan Hubungan Masyarakat, 2020).
Sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan IKIP Budi Utomo tidak sekedar mengajarkan tentang materi
pelajaran, metode mengajar sebagai bekal kelak saat melaksakan tugas sebagaiseorang guru, tetapi juga yang tidak kalah
penting adalah membentuk guru yang berkharakter mulia (berbudiutama). Guru yangmemiliki dedikasi tinggi saat
bertugas mencerdaskan anak-anak bangsa, yang mencintai bangsa dan negaranya, yang mengikuti semua aturan negara
dan masyarakat, memiliki jiwa kepedulian antar sesama, mampu menjaga norma dan kesopanan, dan tidak-tanduknya
bisa dijadikan contoh bagi masyarakat banyak. IKIP Budi Utomo tidak sekedar membekali mahasiswanya profesional
sesuai bidang ilmu masing-masing, tetapi jugamemberi bekal pada aspek personal, sosial, dan pedagogi.IKIP Budi
Utomo memberi bekal nilai pesan moral kepada para mahasiswa bahwa profesi guru tidaklah sekadar terampil mengajar,
tetapi profesi guru harus dilandasi oleh niat yang tulus ikhlas,niat atas dasar panggilan jiwa, dan melaksanakan misi
kemanusiaan. Oleh karena itu, IKIP Budi Utomo Guru menebarkan motto “mendidik, mengabdi, dan mengajar”
Perguruan Tinggi Pencetak Alumni Berkharakter
Seperti sudah dipaparkan Vitera (2018), salah satu persoalan di dunia pendidikan adalah terbatasnya akses bagi peserta
didik dari keluarga kurang mampu. Mereka sulit mendapatkan tempat di PTN yang mengharuskan lulus test masuk dan
tarif biaya kuliah mahal. IKIP Budi Utomo tidak ikut larut dengan serta merta memasang biaya kuliah yang tinggi. Pada
saat PTN atau PTS lain berpikir bagaimana menaikkan uang kuliah mahasiswa, IKIP Budi Utomo memberi solusi
dengan menawarkan biaya kuliah yang sangat terjangkau, salah satu bentuk kepedulian kelompok masyarakat menengah
dan bawah.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa PTN menganut model penerimaan mahasiswa baru menggunakan jalur SMN-
PTN, SBM-PTN, dan jalur mandiri. Dari model penerimaan mahasiswa baru ini melahirkan dua kelompok mahasiswa
dengan beban biaya kuliah berbeda. Mereka yang masuknya berdasarkan jalur SMN-PTN dan SBM-PTN, biaya
kuliahnya mengikuti UKT yang umumnya dikelompokkan menjadi golongan I-VI (penggolongan tiap PTN tidak sama)
dengan beban nominal rupiah sesuai golongannya. Pengggolongan biasanya didasarkan pada latar belakang beban sosial
ekomomi orang tuanya. Sementara UKT mahasiswa yang masuk lewat jalur mandiri beban uang kuliahnya akan sangat
berbeda dan jauh lebih mahal. Kalau sebelum tahun 1990-an PTN identik dengan biaya kuliah murah dan PTS mahal,
maka setelah tahun 2000-an tidak lagi demikian. Biaya kuliah di PTN justru menjadi lebih mahal dari kebanyakan PTS.
Semester genap tahun akademik 2019-2020 merupakan tahun penuh tantangan bagi PTN dan PTS di Indonesia.
Memasuki pertengahan semester, seluruh dunia dilanda pandemi Covid-19. Yaitu kasus menyebarnya virus corona ke
seluruh penjuru dunia, yang diawali di wilayah Wuhan, China. Untuk mengurangi penyebaran virus tersebut, pemerintah
mengharuskan semua PT melakukan kegiatan perkuliahan secara daring, tidak ada tatap muka. Sebagian besar
mahasiswa memilih untuk pulang kampung, tetapi tidak sedikit yang tetap bertahan ditepat mondok/kos masing-masing.
Diantara mereka yang memilih tetap tinggal di pondokan,tidak sedikit yang mengalami kesulitan finansial dan
kebutuhan pokok karena kiriman rangsum dari orang tua mereka terhambat sebab orang tua mereka sendiri juga terkena
dampak wabah covid. Pada saat banyak PT lain berharap bantuan pemerintah untuk mahasiswa akibat dampak
pandemik covid-19, IKIP Budi Utomo menunjukkan sikap kepeduliannya dengan memberikan bantuan sembako kepada
mahasiswa yang membutuhkan dengan melibatkan alumni dan mahasiswa yang mampu. Demikian pula, pada saat
mahasiswa harus mengakses materi perkuliahan secara daring membutuhkan jaringan internet, maka IKIP Budi Utomo
memberikan solusi dengan pemasangan jaringan internet gratis untuk para mahasiswa agar proses perkuliahan tidak
Perguruan Tinggi Pencetak Alumni Berkharakter
Mewabahnya virus corona juga menimbulkan berdampak pada langkanya alat bantu untuk mensteril tangan agar
terhindar dari virus (handsanitizer dan bahan baku untuk membuatnya). Pada saat yang masyarakat berebut
mendapatkan handsanitizer karena kelangkaan di pasar dan harganya menjadi sangat mahal, IKIP Budi Utomo tampil
berbagi kepada khalayak handsanitizer produk sendiri hasil karya mahasiswa.
Begitu banyak persoalan persoalan yang dihadapi pendidikan tinggi, maka IKIP Budi Utomo mencoba tampil
memberikan solusi untuk mengurangi beban masyarakat dan pemerintah dalam mengemban amanat bidang pendidikan.
Terlalu banyak untuk menyebutkan satu-persatu bentuk kegiatan yang telah dilakukan IKIP Budi Utomoyang memilliki
nilai kepedulian. Tetapi ada beberapa yang perlu ditekankan disini, pertama, bahwa sebagai bentuk keperpihakan
terhadap masyarakat menengah dan bawah IKIP Budi Utomo memberi akses seluas-luasnya pada seluruh masyarakat,
terutama kelompok menengah dan bawah yang ingin kuliah menimba ilmu. Perguruan tinggi lain pada umumnya
memilih calon mahasiwa mengadakan seleksi melalui tes yang menonjolkan sisi akademis. Hanya mereka yang
memiliki modal akademis baik yang dapat mengakses menuntut ilmu di perguran tinggi tersebut. Mereka yang memiliki
modal akademis tinggi kebanyakan adalah para mahasiswa yang memiliki modal ekonomi yang baik, sehingga mereka
yang deterima selain pintar juga bermodal finansial cukup (Vitera, 2018; Mukarom, 2018). Jika PT (N)lain
mengandalkan modal akademis (dan finansial) saat proses penerimaan mahasiswa baru, IKIP Budi Utomo lebih memilih
calon mahasiswa yang memiliki minat dan motivasi besar, serta jiwa keinginan mengabdi sebagai pendidik yang
dipersilakan bergabung masuk sebagai keluaga besar.Itu sebabnya pendekatan proses pembelajaran di IKIP Budi Utomo
lebih mengedepankan sifat among-humanis tanpa meninggalkan sisi akademis ketimbang hanya mengandalkan orientasi
akademisinstruktif semata.
Jika di perguruan tinggi lain mahsiswa harus mengeluarkan biaya berlipat, maka IKIP Budi Utomo menawarkan biaya
pendidikan yang sangat terjangkau sehingga kalangan bawah masih bisamasuk menikmati status sebagai mahasiswa
hingga mendapatkan gelar sarjana. Mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial selalu akan diberi solusi agar tidak
sampai putus kuliah. Hal ini tidak semata-mata sebagai bentuk kepedulian terhadap mahasiswa menengah ke bawah
akan tetapi IKIP Budi Utomo ingin ikut berkontribusi mencerdaskan semua anak bangsa sehingga pada gilirannya akan
menaikkan status sosial mereka di mata masyarakat.
Perguruan Tinggi Pencetak Alumni Berkharakter
IKIP Budi Utomo adalah kampus multi-kultur yang bisa diakses semua anak bangsa tanpa membedakan golongan, suku,
agama, dan ras (sara). Semua akan mendapatkan perlakuan sama tanpa dibeda-bedakan atas dasar status sosial dan unsur
sara. Terlebih lagi, para mahasiswa dibekali pendidikan kharakter kebudiutamaan, hingga mampu mengamalkan nilai-
nilai tersebut dalam pergaulan sehari-hari baik di lingkungan kampus maupun di masyarakat luar. Mahasiswa juga
ajarkan nilai-nilai kecintaan terhadap tanah air, kemanfaatan,kepedulian, kepatuhan dan kepatutan, juga diajak
menghidari semua bentuk kekerasan baik yang sifatnya fisik, maupun non fisik.
Untuk menumbuhkembangkan sifat kepekaan sosial, mahasiswa selalu dilibatkan dalam setiap kegiatan sosial, semisal
pemberian bantuan sosial seperti bantuan sembako, penyembelihan hewan qurban, santunan anak yatim, dan lain-
lain.Dalam masa Pandemi Covid-19, program “IKIP Budi Utomo Peduli”, misalnya diwujudkan dalam bentuk bantuan
handsanitizer buah karya mahasiswa Pogram Studi Pendidikan Biologi kepada masyarakat umum sebagai upaya untuk
menangkal atau mengurangi penyebaran virus. Kegiatan kemanusiaan tersebut kemudian disusul bantuan peduli kampus
yang melibatkan para alumni dan mahasiswa mampu dengan cara memberikan sejumlah bantuan sembako dan jaringan
internet.

Anda mungkin juga menyukai