1. Kebutuhan Fisiologis
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
3. Kebutuhan Cinta dan Kasih Sayang
4. Kebutuhan Harga Diri
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan paling dasar yang harus dipenuhi karena menyangkut
kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan dasar pertama yang dicari oleh manusia untuk mencapai
kepuasan hidup adalah kebutuhan fisiologis, termasuk kebutuhan biologis. Beberapa contoh
kebutuhan fisiologis, yaitu makan, minum, oksigen, pakaian, dan tempat tinggal. Kebutuhan fisik
merupakan kebutuhan dasar yang menyokong kehidupan manusia. Bila salah satu dari kebutuhan
fisiologis ini tidak terpenuhi, maka akan sangat mengganggu. Pemenuhan kebutuhan seks
menurut Maslow termasuk kebutuhan fisiologis yang sangat penting.
Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Setelah kebutuhan fisiologis, kebutuhan dasar yang harus dipenuhi adalah kebutuhan keamanan
dan keselamatan. Setiap manusia ingin bisa hidup dalam situasi yang tertib dan aman. Kebutuhan
rasa aman meliputi keamanan harta dan jiwa. rasa aman, bebas dari rasa takut, jauh dari rasa
cemas, dan hidup dalam keteraturan. Suasana stabilitas sangat didambakan setiap orang dalam
sebuah tatanan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan dapat memotivasi
manusia untuk memilih tempat tinggal, bekerja keras, menjaga kesehatan, dan menabung.
Anak-anak sangat membutuhkan rasa aman karena kesadaran mereka terhadap batasan diri masih
kurang. Anak-anak juga butuh perlindungan dari orang lain untuk memberikan rasa aman. Pada
orang dewasa, kebutuhan keamanan diperlukan pada saat terjadi situasi darurat, misalnya saat
terjadi bencana. Adanya situasi yang tidak menyenangkan menyebabkan orang dewasa mencari
tempat yang dapat memenuhi kebutuhan keamanannya.
Kebutuhan Cinta dan Kasih Sayang
Kebutuhan cinta dan kasih sayang muncul setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan sudah
terpenuhi. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan rasa cinta, kasih sayang, dan rasa
memiliki. Manusia akan memenuhi kebutuhan dasarnya dengan cara saling mencintai satu sama
lain. Maslow menyatakan bahwa orang akanmencari berbagai cara untuk mengatasi rasa kesepian
atau kesendirian. Manusia tidak hanya butuh dicintai, namun juga berbagi rasa cinta, kebutuhan
yang dibutuhkan orang lain. Namun demikian kadar cinta dan kasih sayang tidaklah sama antara
satu orang dengan orang lain. Bagi seseorang ketika dia memiliki keluarga yang rukun, damai,
dan menyenangkan mungkin sudah merasa cukup. Sementara bagi yang lain kebutuhan cinta
terpenuhi apabila mereka memiliki teman dekat atau pacar.
Kebutuhan cinta dan kasih sayang berkaitan dengan keintiman, persahabatan, kepercayaan,
penerimaan, serta rasa bisa saling memberi dan menerima. Ada dua jenis cinta yaitu deficiency
atau dikenal juga dengan D-love dan being atau B-love. D-love adalah cinta yang terpusat pada
diri sendiri, lebih mementingkan cara memperoleh daripada cara memberi pada orang lain.
Sedangkan B-love merupakan penilaian seseorang apa adanya tanpa ada keinginan untuk
memanfaatkan orang tersebut. B-love adalah cinta yang tidak berniat memiliki, cinta yang
memberikan dukungan pada orang lain, cinta yang memberikan dampak positif.
Kebutuhan Harga Diri
Manusia memiliki kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain, dipercaya oleh orang lain. Jika
kebutuhan ini sudah tercapai maka tingkat percaya diri seseorang akan meningkat dan memiliki
harga diri yang tinggi. Terpenuhinya kebutuhan harga diri akan mempengaruhi peran dan
aktivitas sosialnya. Maslow membagi kebutuhan ini menjadi dua kategori, yaitu kebutuhan harga
diri yang berkaitan dengan martabat, prestasi, penguasaan, kepercayaan diri, kemandirian,
kebebasan, kekuatan, kemampuan, kompetensi, dan kemandirian; dan kebutuhan rasa hormat dari
orang lain yang berkaitan dengan status, atensi, reputasi, kepopuleran, keterkenalan, dominasi,
prestise, pujian, apresiasi atas kerja kerasnya, dan penilaian baik dari orang lain. Orang yang bisa
memenuhi kebutuhan ini cenderung yakin dengan kemampuannya sehingga merasa memiliki
harga diri yang tinggi dan mendapat penghormatan dari orang lain. Sementara, jika status harga
diri dan penghormatan dari orang lain rendah, maka mereka akan merasa kurang percaya diri.
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan selanjutnya yang perlu dipenuhi setelah keempat kebutuhan yang lain adalah
kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan suatu bentuk nyata yang mencerminkan
keinginan seseorang terhadap dirinya sendiri. Proses menjadi diri sendiri dengan
mengembangkan sifat-sifat dan potensi yang dimiliki disebut dengan aktualisasi diri. Kebutuhan
aktualisasi diri berkaitan dengan keinginan untuk mewujudkan, mengembangkan potensi, bakat,
mencari pengalaman, serta untuk mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan.
Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai kebutuhan seseorang untuk mendapatkan
sesuatu dari yang dia lakukan. Contoh: untuk menjadi seorang guru professional maka harus
terampil mengajar, seorang seniman harus bisa melukis, dan seorang penari harus berlatih gerak.
Kemampuan dan dorongan untuk mencapai tujuan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri. Dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk bisa mewujudkan
aktualisasi. Komitmen yang tinggi, kerja keras, tanggung jawab, kesabaran, dan kedisiplinan
sangat diperlukan dalam proses aktualisasi diri. Apabila kebutuhan aktualisasi diri tidak tercapai
biasanya akan muncul rasa gelisah, tidak tenang, tegang, dan merasa harga dirinya kurang.
PENDIDIKAN SEBAGAI KEBUTUHAN DAN HAK
Umumnya orang akan mengatakan bahwa pendidikan itu sangat penting, hanya sedikit yang mengatakan
tidak. Orang yang mengatakan pendidikan tidak penting menganggap bahwa sekolah hanya akan
menghabiskan uang, sementara waktu yang digunakan bersekolah bisa dipakai bekerja untuk
mendapatkan uang. Setelah tamat mereka yang sekolah akan mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang,
sedangkan bagi mereka uang bisa dicari tapa harus bersekolah.
3 Fungsi Pendidikan
dalam Pembangunan Bangsa
Pendidikan sebagai Kebutuhan
Dewasa ini pendidikan sudah dianggap sebagai kebutuhan pokok bagi setiap orang karena pendidikan
bisa menjadi indikator baik buruknya seseorang secara normatif. Melalui pendidikan potensi seseorang
dapat ditingkatkan baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendidikan merupakan usaha
sadar yang didesain sedemikian rupa untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif guna
mengembangkan potensi anak didik. Pendidikan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk
mendewasakan sikap, memperbaiki perilaku, memperluas wawasan, dan meningkatkan keterampilan
seseorang melalui proses pembelajaran dan latihan.
Pendidikan dianggap penting karena merupakan salah satu bentuk investasi dan sebuah cara untuk
mencerdasan kehidupan bangsa yang pada akhirnya dapat memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Oleh sebab itu hampir setiap orang menempatkan pendidikan sebagai salah satu prioritas
karena tingginya capaian pendidikan akan dianggap sebagai indikator tingkat keberhasilan. Karena itu
pendidikan dianggap sebagai kebutuhan primer.
Peningkatan kualitas pendidikan membutuhkan visi futuristikyang baik, tidak cukup sekadar kegiatan
administrasi. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor: 20 tahun 2003 dirancang
untuk mengarahkan kemana tujuan pendidikan bangsa Indonesia harus dibawa. pada pasal (34) ayat (3)
penyelenggaraan wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang pelaksanaannya bisa dilakukan oleh
lembaga pendidikan pemerintah (pusat- daerah) maupun masyarakat. Karena itu, pemerintah memberi
kesempatan luas kepada masyarakat untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan
yang didirikan masyarakat bersama-sama dengan pemerintah memiliki tanggung jawab menyiapkan manusia-
manusia yang cerdas, tangguh dan berakhlak mulia (akhlakul karimah). Dengan demikian pendidikan akan
mampu mendorong terwujudnya kehidupan sosial yang ideal, mendorong pengembangan diri untuk mencapai
kebahagiaan lahir dan batin serta selamat dunia akherat (Zuchdi, 2009:141).
Pendidikan sebagai Hak
UUD 1945 (hasil amandemen) pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Berdasarkan pada pasal ini, maka pendidikan menjadi hak setiap warga
negara. Sebagai konsekuensinya, negara berkewajiban untuk memenuhi hak warga negara tersebut.
Selama beberapa periode (orde lama, orde baru, orde reformasi) melalui berbagai cara dan teori
pemerintah telah dilakukan upaya untuk memperbaiki taraf pendidikan namun belum berhasil dengan
baik karena pembangunan pada masa itu cederung dikonsentrasikan pada bidang fisik (Sujatmoko,
2010). Bahkan pembangunan sektor pendidikan baru akan menjadi perhatian utamapada periode kedua
pemerintahan Joko Widodo setelah jabatan periode pertama masih menekankan pembangunan
infrastruktur, khususnya pembangunan jalan. Padahal prioritas pembangunan pendidikan merupakan
amanat undang-undang dasar. Pada pasal 31 ayat (4) UUD 1945 (hasil amandemen) dengan tegas
dinyatakan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Prioritas
anggaran pendidikan ini tentu untuk mendukung percepatan tercapainya cita-cita nasional bangsa
Indonesia di bidang pendidikan sebagaimana tersurat pada alinea ke-empat pembukaan undang-undang
dasar (UUD) 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Fungsi Pendidikan dalam Pembangunan Bangsa
Secara konstitusional fungsi pendidikan tertuang pada Pembukaan (preambule) UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kata ”cerdas” tentu tidak harus diinterpretasikan secara sempit hanya
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, walaupun ketiga aspek di atas memang mengarah
kepada terbentuknya manusia yang utuh. Untuk kepentingan pembangunan bangsa, makna
mencerdaskan kehidupan bangsa bisa mengarah pada (1) pemilikan pengetahuan luas yang dapat
digunakan untuk peningkatan mutu dan taraf kehidupan, (2) keterampilan yang dapat dijadikan bekal
untuk mencari penghidupan, dan (3) sikap mental pembaruan dan pembangunan.
Menurut Undang-undang Sidiknas, tujuan nasional pendidikan diarahkan pada pencapaian pencapaian
tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan kognitif lebih kepada bagaimana para
siswa memiliki pengetahuan (knowledge) yang komprehensip dan luas. Tujuan afektif diarahkan
supaya para siswa memiliki kepekaan sosial tinggi, memiliki moral terpuji, sikap yang toleran, prilaku
baik, taat beribadah, hormat pada orang tua, hormat pada guru, dan sebagainya. Sementara tujuan
psikomotorik memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan bakat dan ketrampilan yang
dimiliki untuk meraih prestasi tertinggi.
Sementara Mutrofin (2009) menyebutkan bahwa fungsi elementer bidang pendidikan mencakup: (1)
sosio-kultural, (2) politik, (3) ekonomi, dan (4) transformasi. Dalam konteks sosio-kultural, semakin
bagus pendidikan seseorang, semakin kuat orang tersebut memiliki nilai-nilai modernitas yang salah
satu cirinya adalah memiliki orietasi masa 58 depan, bukan masa kini. Di bidang politik, pendidikan di
sekolah diharapkan memberikan bekal kepada siswa agar menjadi siswa yang memiliki wawasan (dan
partisipasi) politik, memiliki keterampilan intelektual yang berhubungan dengan kepiawaian
menjelaskan, menggambarkan, serta menginterpre-tasi fenomena politik agar peserta didik bisa berpikir
independen sebagai modal hidup menjadi warga negara
MASALAH-MASALAH DALAM PENDIDIKAN
Indonesia Policy Briefs mencatat ada sejumlah persoalan yang masih menjadi masalah, diantaranya (a)
tidak semua anak bisa bersekolah, (b) anak dari kelompok miskin keluar sekolah lebih dini, (c) kualitas
sekolah di Indonesia masih rendah dan cenderung memburuk, (d) persiapan dan kehadiran tenaga
pengajar yang masih kurang, dan
(e) pemeliharaan sekolah tidak dilakukan secara berkala.
1. Konsep Kepedulian
2. Peduli adalah Soal Moral
3. Peduli adalah Soal Kemanusiaan
4. Peduli adalah Soal Keadilan
Konsep Kepedulian
Kata kepedulian berasal dari akar kata peduli, yang diberi awalan ke- dan akhiran -an. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata peduli bermakna sikap mengindahkan, memperhatikan, dan menghiraukan. Peduli
adalah sikap mengindahkan terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat sekitar. Peduli adalah sikap peka yang
bisa ditunjukkan dengan perasaan mengasihi dan menyayangi melalui tindakan-tindakan, misalnya membantu
orang lain yang membutuhkan. Peduli adalah sikap mental, sebuah respon ketika ada stimulus menyentuh
kesadaran. Muncul peningkatan aktivitas kesadaran yang menggerakkan jiwa ke arah dari mana stimulus itu
datang, dan biasanya mampu menyentuh nurani dan menggugah perasaan orang yang ada di sekitarnya mereka.
Peduli adalah sikap moral yang secara alami bisa muncul dan mampu menuntun orang untuk melakukan
kebaikan. Kepedulian merupakan wujud nilai kemanusiaan yang tiba-tiba muncul begitu saja, namun harus
disertai intuisi kejiwaan. Moralitas kepedulian terhadap kelompok marginal, nasib pendidikan orang miskin,
misalnya, tidak akan muncul di ruang hampa, akan tetapi melibatkan usaha yang sungguh-sungguh dari intuisi
bathin. Kepedulian membutuhkan sensitivitas sisi kemanusiaan yang ada pada seseorang, oleh karena itu belum
tentu bisa muncul pada setiap orang. Pada orang yang tidak cukup peka terhadap penderitaan dan kesulitan
orang lain akan sulit muncul rasa peduli. Rasa peduli akan muncul berkelindan bersamaan dengan nilai-nilai
kemanusiaan (Sikti, 2019:12-13).
Menurut Sikti (2019:25), kepedulian tidak persis sama dengan empati. Empati (dan juga simpati) sama-sama
memberikan sikap kepedulian pada orang lain (altruistik). Sama-sama perilaku menolong meringankan, bahkan
menghilangkan penderitaan orang lain. Namun keduanya memiliki penekanan berbeda bila dipandang dari
sudut subjek moral (orang yang memiliki prilaku simpati dan empati) maupun objek moral (kepentingan
penderita yang ditolong).
Peduli adalah Soal Moral
Kata kepedulian bersinonim dengan kata altruisme yaitu paham yang berkeinginan untuk mengangkat dan
meningkatkan kesejahteraan orang lain. Nilai altruistik adalah sikap seseorang yang lebih mementingkan orang
lain dari pada kepentingannya sendiri. Sikap altruistik adalah tindakan individu yang melakukan bantuan
terhadap orang lain yang membutuhkan tanpa berharap imbalan dan keuntungan dari orang yang ditolong. Jadi
semua tindakan kepedulian dan altruistik adalah sama-sama memiliki niat untuk membantu orang lain yang
membutuhkan murni atas dasar kemanusiaan (Sikti, 2019:25).
Gillingan (Sikti, 2019:27-33) mengurutkan perkembangan moralitas kepedulian dalam beberapa tingkatan,
seperti berikut: (a) tingkat 1: orientation of individual survival, yaitu moralitas yang masih berorientasi pada
diri sendiri, (b) transisi 1: dari selfishness ke responsibility, (c) tingkat 2: goodness as self sacrifice, adalah
moralitas tindakan yang sudah berorientasi pada kebutuhan orang lain, (d) transisi 2: dari goodness ke truth, (e)
tingkat 3: morality of non-violence, ialah perbuatan yanag sudah mempertimbangkan apakah perbuatan yang
dilakukan membahayakan atau tidak baik untuk diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Peduli adalah Soal Kemanusiaan
Berbicara soal kemanusiaan maka akan terkait dengan hubungan sesama manusia terlibatkan dalam perilaku,
seperti: sikap peduli, cinta kasih, toleran, saling menolong, gotong-royong, dan sejenisnya. Menurut Mahatma
Gandhi (lihat Sikti, 2019:34) seseorang yang peduli terhadap orang lain yangmemiliki kekurangan dan
keterbatasan (fisik, mental) berarti orang tersebut sedang menanggung penderitaan orang lain sekaligus
melawan segala macam bentuk kejahatan kemanusiaan. Bagi kaum disabilitas, untuk masuk dalam ruang
publik begitu cukup sulit. Pekerjaan di hampir semua institusi tidak mengakomodasi kaum defabel, bahkan
institusi resmi negeri milik pemerintah. Begitupun fasilitas publik seperti di kendaraan umum, jalan, gedung
mall, dan sejenisnya hampir- hampir tidak ada fasilitas untuk kaum disabilitas.Kalaupun ada biasanya sangat
terbatas. Padahal pemberian akses terhadap kaum disabilitas di ruang publik pada hakekatnya memberikan
jalan nilai-nilai kemanusiaan, yaitu mengangkat harkat dan martabat kaum disabilitas sama dengan manusia
normal yang lain.
Begitupun bagi kelompok kaum miskin sulit untuk bisa masuk mengakses pendididikan publik milik
pemerintah yang dibiayai oleh anggaran negara. Siswa dari keluarga yang kurang beruntung identik dengan
kemiskinan dan kebodohan. Orang miskin sangat dekat dengan kebodohan yang secara kultural sudah
mengakar turun temurun dan sulit keluar dari kondisi demikian. Hal ini diperburuk karena secara struktural
program pemerintah kurang menyentuh mereka untuk terangkat dari lubang penderitaan. Akses masuk sekolah
negeri pun hanya diberi jatah kurang lebih 10% dalam PPDB tahun 2017, bahkan prosentase ini tidak terlalu
berubah hingga PPDB tahun 2020. Jatah prosentase lain (90%) adalah milik mereka yang memiliki modal
simbolik (modal akademik), modal kultural (budaya akademik), modal ekonomi (uang), modal sosial (jaringan)
(Mukarom, 2018). Orang miskin semestinya tidak hanya dilihat dari sisi “ketidaknormalannya”, namun harus
dipandang dari sisi kemanusiaan bahwa setiap orang memiliki harkat dan martabat sama dengan yang lain. Bila
tidak ada upaya sungguh- sungguh yang mengedepankan rasa kepedulian, tidak salah bila Bourdieu menyebut
sekolah sebagai habitus bagi orang kaya dan secara terus menerus akan dipertahankan melalui mekanis
kekuasaan dan kekuatan modal sosial.
Peduli adalah Soal Keadilan
Sila kelima, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” merupakan sila yang tampaknya paling sulit
dicapai dibandingkan keempat sila lain dari Pancasila. Sila ini merupakan akumulasi dari perwujudan sila-sila
sebelumnya. Tujuan didirikan negara Indonesia sesungguhnya adalah kesejahteraan atas dasar keadilan dalam
semua aspek kehidupan.Sebagai sebuah cita-cita dan harapan, tentuperlu terus diupayakan secara menerus dan
berkesinambungan. Hilangnya rasa keadilan bisa memicu konflik dan mengusik kohesi sosial dalam bernegara.
Dalam arti luas konflik yang muncul dari rasa ketidakadilan bahkan dapat merongrong keutuhan bangsa.
Dalam konteks keadilan sosial dalam bidang pendidikan, maka kepedulian bagi kaum marginal masih pelu
terus diperjuangkan. Pemerintah melalui perangkat undang-undang, pemilik kekuasaan, dan penggerak potensi
ekonomi tentu bisa mewujudkan.Sistem PPDB zonasi sesungguhnya sudah relatif lebih baik dibandingkan
dengan model sebelumnya (sistem rayon) bila dilihat dari sisi keberpihakan terhadap siswa-siswi dari
masyarakat keluarga miskin. Namun demikian model keberpihakam ini akan sangat berbeda dibandingkan
dengan pandangan masyarakat dari keluarga kaya. Bagi siswa dari keluarga kaya yang memiliki banyak modal
sosial, sistem rayon dianggap lebih memberikan pelung besar untuk mendapatkan sekolah favorit yang
diinginkan. Sementara itu, sistem zonasi lebih menjanjikan dari sisi keadilan akses pendidikan bagi keluarga
miskin, walaupun sistem zonasi juga masih perlu terus disempurnakan.
KEPEDULIAN IKIP BUDI UTOMO
Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan baik oleh perorangan maupun lembaga yang
bernilai kepedulian. Berikut adalah beberapa contoh kepedulian yang dilakukan IKIP
Budi Utomo kepada mahasiswa dan masyarakat luas. Namun, sebelumnya akan
diuraikan terlebih dahulu kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan IKIP Budi Utomo
untuk menghasilakan lulusan yang memiliki kharakter peduli terhadap sesama.