Anda di halaman 1dari 61

Focused Assessment with Sonography in Trauma (FAST)

Ade Nur Imansyah

Pembimbing : dr. Evo Elidar Harahap Sp. Rad(K).


• Di amerika  hampir 200.000 kematian per tahun karena cedera traumatis, (1-
44 thn).
Tahun 2013 (27 juta pasien di UGD : 3 juta trauma tumpul abdomen dan
dinding dada)
• Eropa  80% kaejadian trauma abdomen 3/4 nya trauma tumpul.
• Indonesia  8,2% kasus trauma, tertinggi Sulawesi selatan 12,8% dan
terendah Jambi 4,5%.
• Penyebab :
PENDAHULU • Kecelakaan sepeda motor 40,6%

AN • Trauma benda tajam/tumpul 7,3%


• Transportasi lain 7,1%
• Kejatuhan 2,5%
USG dalam mengevaluasi trauma abdominal telah dilakukan
selama 30 tahun.

diagnostic peritoneal lavage (DPL) dianggap lebih unggul 


karena prosedur invasif, membawa resiko cedera organ lain dan
mengurangi spesifisitas USG dan CT Scan karena adanya caira
PENDAHULU dan udara,

AN CT Scan  Standar pemeriksaan radiologis pada kasus trauma,


tetapi membutuhkan waktu dan persiapan.

USG  non invasif, mudah di akses, portable  dapat


mendeteksi adanya cairan intraperitoneal.
Pendahuluan
• Focused assessment with sonography in trauma (FAST)
adalah pemeriksaan USG yang di lakukan dan di titik
pusatkan pada kasus trauma, untuk mendeteksi cairan yang
berarti darah dalam kasus trauma akut.
• FAST  untuk pasien yang tidak satbil yang tidak dapat
dibawa ke ruang CT Scan.
• sensitifitas 94% dan spesifitas 98%, terutama pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil
• Penilitian lain  Sensitivitas FAST 69% (11 dari 16), 98%
(52 dari 53), hingga 100% (259 dari 259) untuk deteksi
hemoperitoneum dengan membandingkan FAST dengan hasil
temuan.
• Kekurangan FAST : kemampuan operator, posisi pasien dan
penetrasi yang buruk karena udara usus.
Anatomi abdomen

Abdomen merupakan bagian bawah dari


diafragma. Sebuah dinding yang
mengelilingi rongga disebut rongga
abdomen.
• Atas : bagian bawah thoraks
dan kosta
• Bawah : tulang pelvis
Batas tulang dinding
anterior abdomen

• Koste 7, 8,9 dan 10,


batas lateral atas.
• Proses Xiphoid :
Setinggi Th9 batas atas
bidang median
• Illiac crest : batas
bawah sisi samping
dinding abdomen.
• Pubis : batas bawah
dinding abdomen
anterior sisi medial.
Tanda batas garis dan
jaringan lunak

• Midline furrow (linea alba)


• Garis semilunaris
• Garis inguinal
• Titik Mc burney
• Spermatic Cord
abdomen terdiri dari 2
rongga

Rongga abdomen Rongga Pelvic


Dinding superior : diafragma membentuk bagian atas dinding lateral dan
posterior.

Batas rongga
abdomen
Dinding anterior : otot transversal yaitu muskulus obliq internal,
muskulusobliq eksternal, muskulus transversus abdominalis dan otot vertical
yaitu rectus abdominalis.

Dinding Lateral : bagian atas dinding lateral antara tulang rusuk dan iliac
crest dibentuk oleh 3 lapisan otot tranversal.

Dinding Posterior : di bentuk oleh kolumna vertebra dan otot-otot yang


melekat padanya (diafragma, psoas major, dan quadratus lumborum), dan
fascia thoraco-lumbar. Dibawahnya dibentuk oleh posterior ileum dengan
muskulus iliacus yang menutupinya
Superior: rongga abdomen

Inferior: perineum
Batas rongga Posterior: tulang sakrum
pelvis
Anterior: tulang pubis

Lateral: tulang panggul


Pembagian 9 regio dan 4 quadran abdomen
Pembagian organ sesuai 9 Pembagian 3 zona pembentuk 9
regio abdomen
regio dari garis transversal.
Organ pada abdomen Organ pada abdomen
anterior posterior
Organ rongga
pelvis wanita Organ rongga pelvis pria
Trauma abdominal

mungkin saja dapat mengancam jiwa


• Trauma adalah sebuah mekanisme
Terjadinya perdarah yang tak terlihat
yang disengaja ataupun tidak
disengaja sehingga menyebabkan
luka atau cedera pada bagian tubuh.
Jika trauma yang didapat cukup berat
akan mengakibatkan kerusakan
anatomi maupun fisiologi organ Harus di evaluasi secara menyeluruh
tubuh yang terkena.

Dari semua kasus trauma 75% adalah


trauma tumpul
Insiden lesi
organ pada
kasus trauma
tumpul
• USG adalah alat pencitraan • Kontak yang baik antara
Ultrasonograf diagnostik yang transduser dan
i menggunakan probe
(transduser) yang dapat
permukaan tubuh sangat
penting untuk
menghasilkan frekuensi mendapatkan gambar
akustik dengan sonografis yang baik
menempatkan transduser • pemberian gel konektor
pada permukaan tubuh, diterapkan untuk
gelombang suara yang yang menghilangkan celah
dikirm transduser dan di udara.
pantulkan sehingga dapat
melokalisasi dan
menggambar jaringan
manusia.
Gelombang suara mengalami
kecepatan berbeda tergantung pada
kepadatan media yang di lewati

Transmisikan Pantulkan

Berapa banyak suara yang


ditransmisikan dan di pantulkan
tergantung dari permukaan komponen
jaringan  impendansi akustik
• Echo yang di pantulkan Kembali ke
transduser  diubah menjadi
gelombang listrik  dihasilkan oleh
komputer dan ditampilkan di layar
dan ditangkap menjadi sebagai suatu
gambar, statis atau direkam yang
terdiri dari serangkaian gambaran
yang dapat di putar sebagai video
Echogenitas
• Echogenitas (Kecerahan atau kegelapan) dari
sebuah jaringan di USG ditentukan oleh
gerlombang suara yang di transmisikan atau di
pantulkan.
Transduser tidak secara
eksklusif memancarkan
Transduser
gelombang suara pada
menghasilkan frekuensi 3,75 MHz, itu hanya
gelombang suara dari frekuensi median yang
berbagai frekuensi yang ditentukan  dapat di atur
dengan bandwidth dapat
ditentukan dalam
digeser 4-8 MHz tetapi itu
megahertz (MHz). dapat mempengaruhi resolusi
dan penetrasi.

• Semakin besar frekuensi/ Megahertz maka semakin baik resolusinya tetapi mengurangi penetrasi
kedalaman gelombang suara.
• Semakin kecil frekuensi/Megahertz maka resolusinya semakin kurang tetapi penetrasi kedalamn semakin
baik.
Pengoprasial Ultrasound
Tipe Transduser
Transduser linier Transduser sektor Transduser Konveks
 Untuk resolusi dekat  penetrasi lebih dalam.  Menggabungkan resolusi
 Untuk mengevaluasi  Propagasi fanslike dekat yang baik dengan
jaringan lunak dan tiroid gelombang suara, jantung resolusi lapangan jauh
dapar divisualisasikan yang relative baik
melalui sela intercostal
tanpa bayangan akustik
dari tulang koste
frekuensi tinggi (5,0-10,0 MHz) Frekuensi 2.0 – 3.0MHz Frekuensi 3,5 – 3,75 MHz

• Tidak dapat di gunakan • Kurang baik dalam resolusi • Tergantung pada frekuensi
untuk perrmukaan yang lebih dekat yang dimainkan.
besar. bayang akustik tulang
koste dan paru dapat
menurun kan kualitas
gambar.
Pencitraan organ

Bidang melintang (transversal)  dilihat


dengan kanan pasien di sisi kiri kita dan
kiri pasien di sisi kanan kita

Bidang sagittal/ longitudinal  bagian


tubuh yang dipindai dan dilihat dengan
kepala pasien ke arah kiri kita dan kaki ke
arah kanan kita, bagian atas gambar lebih
dekat ke transduser dan bagian bawah
lebih jauh dari transduser.
Hal yang perlu di perhatikan
yang dapat mempegaruhi gambar

Tekanan pada transduser

9. hepar
26. Usus
45.Bayang
akustik
Meminta pasien untuk menarik 66. Saluran
nafas maksimal. empedu
33. Pankreas

Pemberian gel yang cukup


1.Memvisualisasika
n liver dan
gallbladder
1. Kedua organ ini terpidai secara
sekaligus, mulailah dari bidang
sagittal / longitudinal seperti
Teknik melihat vena cava inferior
2. perlahan miringkan tranduser
kekiri untuk melihat lobus kiri
hepar.
3. Meminta pasien meraik nafas
4. Tetap menggerakan transduser ke
kanan dari midline untuk
memvisualisasikan lobus kanan
hepar.
9. parenkim hati
10. Vena hepatika
Bidang longitudinal 11. Vena porta
13. diafragma
14. GB
80. Dinding GB
• Memvisualisasikan lobus
kanan bisa dalam bidang
transversal subcostal, sejajar
dengan lengkungan kostal.
a.
Memvisualisasikan
hilum hepar

bisa dengan Teknik intercostal


window  jika tidak berhasil
pasien bisa di posisikan pada
posisi left lateral decubitus.
9. Hepar
10. Vena hepatica
11. Vena porta
13. diafragma
16. Vena cava

• Bidang oblik subkostal kanan.


b. Memvisualisasikan • Memvisualisasikan segmen Panjang vena hepatika  bertemu
langsung dengan penampan vena cava inferior.
vena hepatica dan
• Memvisualisasikan vena porta juga dilakukan dengan Teknik
vena porta memvisualisasikan gallbladder.
9. parenkim hati
10. Vena hepatika
11. Vena porta
13. diafragma
14. GB
80. Dinding GB

• Diukur dalam bidang sagital garis midklavikula.


Mengukur • Diameter kraniocaudal dan anteroposterior  dewasa (11 – 15cm)

ukuran hepar • Bergantung kedalaman inspirasi karena elastisitas parenkim hepar.


• Terlihat sudut inferior dan lateral inferior lobus kanan terlihat.
d. gallbladder
• Tempat kan transduser pad
Longitudinal margin kostal di garis
midklavikula.
• Pasien dalam posisi
terlentang atau left lateral
decubitus
• Putar transduser untuk
menyesuaikan kebutuhan dan
mendapatkan gambar
gallbladder yang sesuai.

Transversal
• Putar transduser 90 derajat
berlawan dengan arah jarum
jam
• Pasien dalam posisi terlentang
atau left lateral decubitus
Intercostal view • Jika posisi subcostal sulit, kita bisa
lakukan dengan intercostal view
• Transduser di garis axilla anterior
pada permukaan koste,
• Mulai dengan posisi transduser
longitudinal dan putar transduser
untuk mendapatkan gambaran yang
sesuai.
• pasien tidak dalam posisi menarik
atau menahan nafas

• Gallbladder divaluasi pada pasien puasa 


lebih mudah menilai ketebalan diinding
(N=4mm)

9. parenkim hati
10. Vena hepatika
11. Vena porta
13. diafragma
14. GB
80. Dinding GB
2. Memvisualisasikan
aorta dan vena cava
inferior
• Transduser posisi longitudinal
epigastrium sepanjang line alba
• Miringkan kekiri atau kekanan.
9. Hepar
10. Vena hepatika
11. Vena porta
13. Diafragma
15. Aorta
16. Vena cava inefior
17. Arteri mesentrika superior
• Vena cava inferoir 18. Arteri hepatica
• Transduser posisi longitudinal epigastrium sepanjang line 25. Vena ginjal kiri
alba 26. Udara usus
• Miringkan transduser ke sisi kiri pasien 33. Seliac trunk
33. Pankreas
116. Persimpangan atrium
kanan
9. Hepar
10. Vena hepatika
11. Vena porta
13. Diafragma
• Aorta 15. Aorta
16. Vena cava inefior
• Transduser posisi longitudinal epigastrium sepanjang line
17. Arteri mesentrika superior
alba
18. Arteri hepatica
• Miringkan transduser ke sisi kanan pasien
25. Vena ginjal kiri
26. Udara usus
32. Seliac trunk
33. pankreas
3.
Memvisualisasika
n pankreas
• Tranduser posisi transversal
• Pasien di instruksikan
menarik nafas dan
menahannya
• Gerakan transduser ke arah
kraniokaudal.
1. Kulit 18. Arteri hepatika

Transduser miring 2. Jaringan lemak subkutan 19. Arteri splenika

kearah kranial 7. Ligamentum teres


9. Lobus kiri Hepar
20. Vena splenika
26. Gas usus
32. trunkus seliac
15. Aorta 33. Pannkreas
16. Vena cava inferior 35. Anterior vertebra

17. Arteri mesentrika superior


1. Kulit 18. Arteri hepatika

Transduser 2. Jaringan lemak subkutan 19. Arteri splenika

tegak lurus. 7. Ligamentum teres


9. Lobus kiri Hepar
20. Vena splenika
26. Gas usus
32. trunkus seliac
15. Aorta 33. Pannkreas
16. Vena cava inferior 35. Anterior vertebra

17. Arteri mesentrika superior


1. Kulit 18. Arteri hepatika

Transduser miring 2. Jaringan lemak subkutan 19. Arteri splenika

ke kaudal 7. Ligamentum teres


9. Lobus kiri Hepar
20. Vena splenika
26. Gas usus
32. trunkus seliac
15. Aorta 33. Pannkreas
16. Vena cava inferior 35. Anterior vertebra

17. Arteri mesentrika superior


4.
Memvisualisasika
n ginjal
• Parenkim ginjal kanan
isoechoic dari parenkim hepar
• Tebal parenkim setidaknya
1,3cm.
• Panjang 10-12cm dan lebar 4- 9. Hepar
6cm. 29. Perbatas parenkim luar
30. Medula
• Medula  hypoechoic 44. psoeas.
• Kalicela  hyperechoic krn
ketidak cocokan impedensi
antara dinding struktur
vaskular, jaringan ikat dan
lemak
• Subcostal view
(ginjal kanan) •

Pasien posisi terlentang
Posisi transduser longitudinal
• Letakkan tranduser pada subkostal di garis axila
• Pasien menarik nafas dalam dan tahan
• Intercostal view
• Pasien posisi terlentang atau decubitus lateral kiri
• Posisi transduser longitudinal dengan indikator di
arahkan ke aksila posterior
• Tempatkan transduser di ruang interkosta pada
garis axilla posterior
• Pasien Tarik nafas dalam dan tahan
• Intercostal view
Ginjal Kiri • Pasien posisi terlentang atau decubitus lateral kanan
• Posisi transduser longitudinal dengan indikator di
arahkan ke aksila posterior
• Tempatkan transduser di ruang interkosta pada garis
axilla posterior
• Pasien Tarik nafas dalam dan tahan
5. Memvisualisasikan
spleen
• Posisi pasien terlentang atau decubitus
lateral kanan.
• Pemeriksa posisi duduk atau berdiri di kanan
pasien
• Tempatkan trandusser parallel keruang
interkosta dari posisi posterolateral
• Pemeriksaan dilakukan saat eksiprasi 
menghilangkan gambaran akustik basal paru
 dapat mengaburkan gambaran spleen.
• Ukuran  4cm(D) x 7cm x 11cm (P) dalam
bidang longitudinal
• Taknik yang sering digunakan
• Pasien diminta menarik nafas untuk
mengaburkan bagian kranial spleen
• Pesien diminta ekspirasi pelan –pelan
• Gambar di ambil saat spleen bergerak
pelan kearah kranial dan meminta
pasien menahan nafas,

20. Vena spleen


37. Spleen
43. Bayang akustik loop
usus
45. Bayang akustik
47. Paru- paru kiri
6. Memvisualisasikan kandung kemih

• Bidang transversal dan


longitudinal di daerah supra pubik
• Untuk mendeteksi adanya
penebalan atau massa
intraluminal.
• Kadung kemih harus terisi penuh
secara maksimal, yang terpasang
kateter harus menjepit kateter
nya terlebih dahulu.
• Memeriksa kandung kemih yang
kosong tidak memiliki nilai
diagnostik.
Transversal

1. Kulit
3. Otot rectus abdominalis
42. Prostat
43. Anterior dari rektum
45. Bayangan akustik dari tulang
pubis.
Longitudinal
48. Tulang pubis.
• Rumus mengukur volume
VU : L x D x W x 0,5
• Ketebalan dinding normal
<4mm
FAST
• Metode FAST (Focused Assessment with
Sonography in Trauma) merupakan a. b.
teknik baru yang dengan cepat dan
handal untuk mengkonfirmasikan
pendarahan di dalam rongga dada dan
rongga perut.

c. d.
• Salah satu studi membandingkan FAST
dengan CT  Sensitivitas FAST lebih rendah
dalam mendeteksi cedera organ yang
terisolasi tanpa adanya cairan bebas.
• Mayoritas angka false negative yang tinggi
pada pasien stabil.
• FAST tetap menjadi rujukan utama kasus
kasus trauma tumpul abdomen di unit gawat
darurat sebelum di indikasikan melakukan
pemeriksaan CT Scan.
Hal-hal yang harus dievaluasi

1. Mengevaluasi pericardium
2. Mengevaluasi reses hepatorenal
3. Mengevaluasi reses splenorenal
4. Mengevaluasi kantong douglas
• tempatkan transduser di epigastrium dalam bidang
1. Mengevluasi transversal dan secara caudal.

perikardium
Right intercostal view
2. Mengevaluasi • Transduser di posisikan pada garis mid-axilla
setentang permukaan koste 8 sampai 11.
reses hepatorenal • Posisi transduser oblik ke posterior axilla kanan.

(kantong Morrison)
• Dari interkostal obliq view kemudian gerakkan ke sudut
cephalad untuk melihat diafragma kanan dan regio
supraphrenic, mengevaluasi adanya gambaran
anechoic hematothoraks kanan.
• Setelah mengevaluasi regio supraphrenic, kita Gerakan
transduser ke arah caudal untuk mengevaluasi cairan
bebas paracolic gutter kanan dan regiopararenal.
3. Mengevaluasi reses splenorenal

• Left intecostal obliq view


• Transduser di posisikan oblik
mengarah ke axilla posterior
kiri.
• Untuk mengoptimalkan
gambaran spleen Gerakan
sedikit ke sudut cephalad
untuk melihat diafragma kiri.
• Mengevaluasi kumpulan
darah pada
subhemidiafragma dan ruputr
spleen.
• Setelah melihat diafragma kiri kemudian putar
transduser dan Gerakan ke arah kaudal untuk melihat
reses pslenorenal dan paracolic gutter kiri dan
mengavaluasi perdarahan ke dalam reses antara limpa
dan ginjal kiri.
4. Mengevaluasi
kantong douglas
1. Kulit
Posisi transduser longitudinal 3. Otot rectus abdominalis
dan miring secara caudal 38. Vesika urinaria
39. Uterus
43. rektum
45. Bayangan akustik dari tulang pubis.
46. Bayangan akustik loop usus
48. Tulang pubis.
51 a. artefak
68. Perdarahan
Kesimpulan
FAST • Bergantung pada kemampuan operator
• berguna dalam mendiagnosis • Posisi pasien saat pemeriksaan
trauma tumpul abdomen  untuk • Sensitivitas yang rendah dalam
mengevaluasi perdarah mendeteksi cedera organ padat yang
intraperitoneal. terisolasi tanpa adanya cairan bebas
• Digunakan untuk pasien yang
hemodinamiknya tidak stabil
• Prosedur yang nonivasif, portable
dan cepat  menjadi rujukan utama

Membutuhkan pemeriksaan
lanjutan seperti CT Scan
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai