Anda di halaman 1dari 33

PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGIS

(PENDEKATAN NUTRISIONAL) PADA SINDROM METABOLIK


dr. Shirley E. S. Kawengian, DAN, Msi, SpKKLP

Bagian Ilmu Gizi


Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi
Definisi Sindrom Metabolik (SM)
Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor
risiko metabolik yang berkaitan langsung terhadap terjadinya
penyakit kardiovaskuler artherosklerotik. Faktor risiko
tersebut antara lain terdiri dari dislipidemia aterogenik,
peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa
plasma, keadaan prototrombik, dan proinflamasi. (Cameron
et al., 2004)
Kriteria Sindrom Metabolik
Terdapat 3 definisi SM yang telah diajukan, yaitu :
1. Definisi World Health Organization (WHO),
2. NCEP ATP–III dan
3. International Diabetes Federation (IDF).
Kriteria Sindrom Metabolik
Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang
berbeda.
Alberti dan Zimmet (1988) melalui WHO menyampaikan definisi SM dengan kriteria sbb :
1) Gangguan pengaturan glukosa atau diabetes
2) Resistensi insulin
3) Hipertensi
4) Dislipidemia dengan trigliserida plasma >150 mg/dL dan/ atau kolesterol High Density
Lipoprotein (HDL– C) <35 mg/dL untuk pria; <39 mg/dL untuk wanita;
5) Obesitas sentral (laki–laki: waistto–hip ratio >0,90; wanita: waist–to– hip ratio >0,85) dan/atau
indeks massa tubuh (IMT) >30 kg/m2; dan
6) Mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >20 mg/min atau rasio albumin/kreatinin >30
mg/g).
Kriteria Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik dapat terjadi apabila salah satu dari 2
kriteria pertama dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat
pada individu tersebut, Jadi kriteria WHO 1999 menekankan
pada adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes
mellitus, dan atau resitensi insulin yang disertai sedikitnya 2
faktor risiko lainnya itu hipertensi, dislipidemia, obesitas
sentral dan mikroalbuminaria.
Kriteria Sindrom Metabolik
Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah NCEP-
ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang
disepakati, antara lain :
a) lingkar perut pria >102 cm atau wanita >88 cm;
b) hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida >150 mg/dL),
c) kadar HDL–C <40 mg/dL untuk pria, dan <50 mg/dL untuk wanita;
d) tekanan darah >130/85 mmHg; dan
e) kadar glukosa darah puasa >110 mg/dL.
Kriteria Sindrom Metabolik
Obesitas central menjadi indikator utama terjadinya SM sebagai dasar pertimbangan
dikeluarkannya diagnosis oleh IDF (2005).
Seseorang dikatakan menderita SM bila ada obesitas sentral (lingkar pinggang >90 cm untuk
pria Asia dan lingkar pinggang >80 cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut :
1) Trigliserida >150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk
hipertrigliseridemia;
2) HDL–C: <40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan <50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita
atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL–C;
3) Tekanan darah: sistolik >130 mmHg atau diastolik >85 mmHg atau sedang dalam pengobatan
hipertensi;
4) Gula darah puasa (GDP) >100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2.
Hingga saat ini masih ada kontroversi tentang penggunaan kriteria indikator SM yang terbaru
tersebut.
Kriteria Sindrom Metabolik
Kriteria diagnosis NCEP–ATP III menggunakan parameter yang lebih
mudah untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga dapat
dengan lebih mudah mendeteksi sindroma metabolik.
Permasalahan dalam penerapan kriteria diagnosis NCEP– ATP III adalah
adanya perbedaan nilai “normal” lingkar pinggang antara berbagai jenis
etnis.
Tahun 2000 WHO mengusulkan lingkar pinggang untuk orang Asia ≥90 cm
pada pria dan wanita ≥ 80 cm sebagai batasan obesitas central.
Belum ada kesepakatan kriteria sindroma metabolik secara international,
sehingga ketiga definisi di atas merupakan yang paling sering digunakan.
Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik menurut
WHO, NCEP–ATP III dan IDF
Faktor Risiko Sindrom Metabolik
1. Genetik
2. Obesitas Sentral  Faktor risiko utama dalam perkembangan sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Obesitas
sentral ini merupakan faktor risiko utama penyebab resistensi insulin sebagai penyebab dari berbagai gangguan yang
dapat berkembang dari sindrom metabolik.
3. Aktivitas Fisik yang Kurang  Ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi karena kurangnya
aktivitas fisik dapat menyebabkan obesitas, sehingga meningkatkan risiko terjadinya sindrom metabolik.
4. Usia  Studi di Amerika serikat, terjadi peningkatan jumlah orang dengan sindrom metabolik seiring dengan
peningkatan usia. Ditemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar 6.7% pada usia 20-29 tahun dan 43.5% pada usia
60-69 tahun. (Rumahorbo, 2003)
5. Gaya hidup
6. Merokok
7. Konsumsi Alkohol
8. Stress
9. Sosial Ekonomi
Sindroma Metabolik bukan penyakit tetapi kumpulan beberapa gejala:
High blood pressure
 high insulin levels
 Excess body weight
 Abnormal cholesterol levels

Masing-masing gejala ini merupakan factor resiko dari penyakit


Tujuan penatalaksanaan nutrisi
 menurunkan morbiditas dan mortalitas
 menurunkan tekanan darah
 mengendalikan kadar gula darah
 menurunkan berat badan pada penderita obese/overweight
 pembatasan asupan nutrisi yg dapat meningkatkan tekanan darah
 mengendalikan kadar lemak darah
 mengurangi asupan kalori
 memenuhi kebutuhan nutrisi individu dengan komposisi seimbang
 mempertahankan keseimbangan nitrogen
Modifikasi Gaya Hidup

Weight modification
Kombinasikan batasi asupan kalori, tingkatkan aktifitas fisik, dan
ubah perilaku.
Perencanaan diet
JUMLAH
JENIS
JADWAL
KONSELING DIET
PERIKSA KOLESTEROL DAN GULA DARAH SETIAP BULAN
TOTAL LEMAK <20%
SFA <7%, PUFA >10%, SISANYA MUFA
Perencanaan Diet
Asupan kolesterol <100mg utk setiap 1000kcal
Kurangi visible fats dan minyak, ganti daging sapi dgn ikan,ayam
Hindari invisible fats pada snack,cake
Perbanyak konsumsi buah dan sayur
Rekomendasi Zat Gizi
Karbohidrat 50-60% dari kebutuhan kalori
Lemak <20%
Protein 15-20%
Hindari gula sederhana: makanan yg manis2, cemilan tinggi kalori,
Makanan dgn indeks glikemik tinggi
Protein hewani:nabati= 1:1
Penatalaksanaan dengan Pendekatan Nutrisi
Terapi Diet
Terapi diet direncanakan berdasarkan individu. Hal ini bertujuan untuk
membuat defisit 500 hingga 1000kcal/hari menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun.
Sebelum menganjurkan deficit kalori sebesar 500 hingga kcal/hari
sebaiknya diukur kebutuhan energy basal dapat menggunakan rumus
dari Harris-Benedict :
Laki-laki: 66.5 + (13,75 × kg) + (5.003 × cm) – (6.775 × age)
Perempuan: 655.1 + (9.563 × kg) + 1.850 × cm) – (4.676 × age)
Penatalaksanaan dengan Pendekatan Nutrisi
Terapi nutrisi selalu merupakan tahap awal penatalaksanaan
seseorang dengan dislipidemia, oleh karena itu disarankan untuk
berkonsultasi dengan ahli gizi. Pada dasarnya adalah pembatasan
jumlah kalori dan jumlah lemak.
Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total tinggi
dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh, dan
meningkatkan asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda
(mono unsaturate fatty acid = MUFA dan poly unsaturated fatty acid
= PUFA).
Penatalaksanaan dengan Pendekatan Nutrisi
Pada pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi perlu dikurangi
asupan karbohidrat, alkohol dan lemak. Disamping pengurangan
lemak jenuh, total lemak seharusnya kurang dari 30 persen dari total
kalori.
Pengurangan persentase lemak dalam menu sehari-hari saja tidak
dapat menyebabkan penurunan berat badan, kecuali total kalori juga
berkurang. Ketika asupan lemak dikurangi, prioritas harus diberikan
untuk mengurangi lemak jenuh. Hal tersebut bermaksud untuk
menurunkan kolesterol-LDL.
Penatalaksanaan dengan Pendekatan Nutrisi
Aktivitas Fisik
Selain diet, peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan
berat badan, walaupun aktivitas fisik tidak menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak
dalam jangka waktu enam bulan.
Kebanyakan penurunan berat badan terjadi karena penurunan asupan kalori. Aktivitas fisik yang
lama sangat membantu pada pencegahan peningkatan berat badan.
Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan risiko kardiovaskular dan
diabetes lebih banyak dibandingkan dengan penguranan berat badan tanpa aktivitas fisik saja.
Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup cenderung lebih berhasil menurunkan berat badan
dalam jangka waktu panjang dibandingkan dengan program latihan yang terstruktur.
Penatalaksanaan dengan Pendekatan Nutrisi
Pada pasien dengan obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan,
dan intensitasnya sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Latihan
dapat dilakukan seluruhnya pada satu sesi atau secara bertahap
sepanjang hari.
Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30
menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan
intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu.
Penatalaksanaan dengan Pendekatan Nutrisi
Program latihan ini dapat
diadaptasi menjadi berbagai
bentuk aktivitas fisik lain, tetapi
jalan kaki lebih dianjurkan karena
keamanannya dan kemudahannya.
DASH
Dietary Approach to Stop Hypertension
TERIMA
KASIH
Development of Type 2 Diabetes
The Metabolic Syndrome
Endothelial
Complex Systemic
Dysfunction Inflammation
Dyslipidemia
TG, LDL
HDL

Insulin Athero-
Disordered
Fibrinolysis
Resistance sclerosis

Hypertension Visceral
Type 2 Diabetes Obesity

Adapted from the ADA. Diabetes Care. 1998;21:310-314;


Pradhan AD et al. JAMA. 2001;286:327-334.
Proses Seluler yang berkenaan dengan Disfungsi
Endotel menyebabkan Vascular Injury dan
Aterosklerosis

Anda mungkin juga menyukai