Anda di halaman 1dari 11

KARYA DAN

EKSPRESI
BUDAYA
Kelompok 5

MELAYU RIAU
BAHASA MELAYU
DAN DIALEKNYA
Sebagai bahasa resmi di Indonesia, Bahasa Melayu tidak hanya dikenal dalam
bentuk standarnya, tetapi juga memiliki beragam dialek yang khas di setiap
wilayah, termasuk di Riau. Variasi dalam dialek ini mencerminkan kekayaan
etnis dan budaya yang ada dalam wilayah tersebut, serta mencatat interaksi yang
kompleks antara berbagai kelompok sosial di dalamnya. Dengan demikian,
Bahasa Melayu dan variasi dialeknya menjadi cerminan dari dinamika sosial,
budaya, dan historis yang melekat dalam masyarakat Melayu Riau.
DIALEK
DIALEK DIALEK
Dialek suku adalah SUKU
variasi bahasa yang terkait erat PUAK
Dialek puak mengacu pada variasi bahasa yang
dengan suku atau etnis tertentu di Riau. Setiap suku terkait dengan kelompok atau puak tertentu di
memiliki dialek khasnya sendiri yang Riau. Tiap puak memiliki dialeknya sendiri yang
mencerminkan identitas dan sejarah panjang suku mencerminkan sejarah migrasi, hubungan
tersebut. Misalnya, suku Melayu memiliki dialek antarkelompok, dan pengaruh budaya yang
yang berbeda dengan suku Minang, Jawa, kompleks. Contohnya adalah dialek yang
Tionghoa, dan suku-suku lainnya yang memiliki digunakan oleh puak Bugis, puak Batak, puak
dialek masing-masing. Aceh, dan puak Banjar.
DIALEK
DIALEK
RANTAU
Dialek rantau merujuk pada variasi bahasa yang
digunakan di daerah perantauan atau rantau tertentu di
Riau. Dialek-dialek ini sering kali dipengaruhi oleh
bahasa-bahasa daerah setempat, namun tetap
mempertahankan ciri khas Melayu Riau. Misalnya,
dialek yang berkembang di rantau Kuala Lumpur,
Singapura, dan Kalimantan memiliki pengaruh dari
bahasa-bahasa daerah setempat, namun tetap
mempertahankan ciri khas Melayu Riau.
ADAB
BERBAHASA
Dalam bertutur dan berkata, banyak dijumpai nasehat dan
petuah karena kata-kata sangat berpengaruh dalam keselarasan
pergaulan. “Bahasa Menunjukkan Bangsa”. Pengertian bangsa
yang dimaksud di sini adalah orang baik-baik atau orang yang
berderajat atau disebut juga dengan “orang berbangsa”. Orang
baik-baik tentu mengeluarkan kata-kata yang baik dan tekanan
suaranya akan menimbulkan simpati orang. Orang yang
menggunakan kata-kata yang kasar dan tidak senonoh biasanya
disebut “tidak berbangsa” atau “rendah derajatnya”.
KATA
MENDAKI
Kata mendaki adalah adab bertutur terhadap orang tua-tua yang harus
dihormati dan disegani. Kata-kata yang dipakai hendaklah terkesan
meninggikan martabat atau dengan gaya menghormati. Tidak ada gaya
menantang apalagi melawan, sebagaimana Alquran berpesan hendaklah
hormat kepada ibu bapa dan berbuat baik kepada mereka. Dalam
kehidupan sehari-hari kata mendaki ini digunakan untuk anak kepada
orang tua, kemenakan kepada paman, yang muda kepada yang tua,
kepada orang- orang yang dihormati seperti tetua adat, pemimpin.
KATA
MENDATAR
Kata mendatar adalah cara berkomunikasi terhadap teman
sebaya. Dalam hal ini kita boleh memakai dengan bebas
penggunaan kata-kata, gaya, kiasan, sindiran atau kritikan
yang sesuai dengan ruang, waktu dan medan komunikasi.
Dalam keadaan ini kita relatif boleh bebas memakai kata dan
gaya, mulai dari terus terang, jenaka, sindiran dan kritik, yang
semuanya dipandang tidak sampai menyinggung perasaan
teman kita ini.
KATA
MENURUN
Inilah medan komunikasi terhadap orang yang lebih muda dari kita,
seperti terhadap adik, anak dan kemenakan, serta orang yang berkedudukan
sosial lebih rendah dari kita. Kata-kata yang dipakai memberi petunjuk,
ajaran, pedoman dan berbagai pesan mengenai kehidupan yang mulia atau
bermartabat. Terhadap yang lebih rendah kedudukan sosialnya barangkali
diberi gugahan, agar menjunjung tinggi kejujuran, kerja keras serta
memegang amanah dengan teguh, sehingga dia dapat meningkatkan taraf
dan kualitas hidupnya. Terhadap anak- anak itu kita jangan sampai
memaki, menyumpah maupun memakai kata-kata yang keji.
KATA
MELERENG
Kata Melereng, yaitu adab berbicara dengan orang semenda. Pertalian keluarga
karna perkawinan dengan anggota suatu kaum. Caranya tidak boleh langsung terus
terang begitu saja. Terhadap orang semenda dalam masyarakat adat, disamping
dipanggil dengan gelar juga dipakai bahasa berkias atau kata perlambangan,
gunanya untuk menjaga perasaan dalam rangka menghormati orang semenda
tersebut. Karena itulah dalam masyarakat adat, orang semenda tidak dipanggil
namanya, tetapi dipanggil dengan gelarnya, yang gelar itu sudah punya arti yang
baik, seperti gelar pakih, tengku, malin dsb. Terhadap orang semenda seperti
menantu atau ipar ini dapat dipakai perlambangan atau kata kiasan. Ini semuanya
untuk menjaga perasaan dalam rangka menghormati orang semenda itu.
ADA SARAN
DAN
PERTANYAA
Silahkan disampaikan kepada
kami

N?
TERIMA
telah mendengarkan dan memberikan saran

KASIH
kepada kami

Anda mungkin juga menyukai