Anda di halaman 1dari 37

SAPAAN KASIH

SELAMAT DATANG UNTUK


PARA PESERTA SEKOLAH
TEOLOGI AWAM SAN JUAN
GELOMBANG I (MARET-MEI
2024).
SPIRITUALITAS DOA
Sabtu, 02 Maret 2024
Pengantar kepada
Makna Hidup Rohani
- menyebut manusia
1. Hidup Rohani atau
spiritualitas Kristiani sebagai makluk
- Manusia adalah makhluk rohani berarti
rohani.
manusia sanggup
- kata rohani berasal dari
kata Ibrani 'ruah' yang berhubungan
berarti 'nafas' dengan Sang
- hidup berarti bernafas.
Sumber hidupnya.
Maka hidup manusia amat
tergantung pada Sang - Bernafas adalah
Pemberi nafas berdoa
Pengantar...
- Spiritualitas adalah
istilah baru yang
- Spiritualitas dapat
menandakan diterapkan pada
"kerohanian" atau aneka bentuk
'hidup rohani". Kata ini kehidupan rohani:
menekankan segi Spiritualitas
kebersamaan, jika modern,
dibandingkan dengan spiritualitas awam,
kata lama, yaitu:
"kesalehan".
dll.
Ada dua segi dari spiritualitas: Askese
(usaha melatih diri secara teratur
supaya terbuka dan peka terhadap
sapaan Allah. Dan segi Mistik(aneka
bentuk dan tahap pertemuan pribadi
dengan Allah). Askese menandakan
jalan dan mistik tujuan hidup
keagamaan manusia
Dasar hidup rohani dan semua
bentuk spiritualitas sejati adalah
Roh (Latin: spiritus), yaitu Roh
Kristus seperti tampak dalam
Injil. Orang peka akan mengalami
buah kehadiran Roh dalam
hatinya (Bdk. Rom.8,16)
Makna rohani melebihi
kesanggupan untuk berhubungan
dengan Tuhan atau menyadari
kehadiran dari Yang-Ilahi dalam
lingkup hidup kita. Manusia
terpanggil untuk benar-benar
mengenal Dia Yang hadir dalam
batinnya.
- Berkat kodrat rohani
hubungan erat satu sama
lain dapat dijalin antara
manusia dan Tuhan Yang
adalah Roh semata.
-Spiritualitas menyangkut keberadaan
orang beriman sejauh dialami sebagai
anugerah Roh Kudus Yang meresapi
seluruh dirinya.
- Spiritualitas dapat disebut cara
mengamalkan seluruh kehidupan sebagai
seorang beriman yang berusaha
merancang dan menjalankan hidup ini
semata-mata seperti Tuhan
- Untuk mencapainya orang perlu semakin
mempererat hubungan dengan Tuhan: Antara
lain: dengan mendengarkan sabdaNya dalam
Injil dan dalam hatinya. Supaya berlangsung
dengan tepat, sepatutnya orang 1) memilih
orang lain sebagai pendamping atau sebagai
bapa/ibu rohani, dan 2) semakin
menghidupkan dan meningkatkancara
berdoa.
- Salah satu cara untuk menyatakan arti
"mengenal" Tuhan adalah merumuskan
manusia sebagai pendengar sabda
Tuhan. Sabda Tuhan bukan semacam
kata dalam bahasa, melainkan Tuhan
Yang membuka- Diri atau
mengkomunikasikan kehendakNya
kepada kita.
Cara kita menerimanya, Yeus
bersabda: "angin bertiup ke mana ia
mau, dan engkau mendengar bunyinya.
Tetapi, engkau tidak tahu dari mana
datang atau ke mana perginya.
Demikian halnya dengan setiap orang
lahir dari Roh (Yoh. 3,8)
- Pada abad ke 16, Santo
Yohanes dari Salib
mengatakan bahwa artinya
"sabda Allah" ada;ah
pengaruh Roj Ilahi ini pada
jiwa kita.
- Dan Teresa dari Avila menambahkan: "Sabda
Allah sama sekali berbeda dari apa yang
biasanya kita dengarkan. Dan satu sabda pun
mengandung banyak hal yang tidak dapat
ditangkap dengan segera oleh akal-budi
kita...Sabda yang diungkapkan Allah kepada
jiwa sering memberitahu-aku tidak dapat
mengatakan bagaimana-jauh lebih banyak
daripada apa yang langsung diungkapkan"
2. Doa sebagai kegiatan manusia
seluruhnya
- Manusia bukan hanya mahluk rohani.
Karena segi jasmaninya bersifat historis
juga. Dengan kata "historis" itu tidak hanya
dimaksudkan bahwa manusia memiliki
suatu masa lalu yang disadari atau bahwa ia
berpikir tentang masa lalu sebagai dasar
pengertian akan masa depannya.
3. Beberapa segi Doa:
- fenomenologi doa: Dua skala dapat
diterapkan pada spiritualitas Kristiani:
pertama, skala horisontal (yakni skala
apophatik/katapahatik): skala ini
mempersoalkan sejauh mana suatu metode
menganjurkan teknik meditasi pengosongan
diri (apophatik), atau suatu teknik meditasi
yang bersifat imajinatif (kataphatik).
Kedua, skala vertikal adalah skala
tertentu lebih menekankan penerangan
akal-budi (spekulatif) atau penggugahan
hati atau perasaan (afektif).
Kebanyakan bentuk spirittualitas kristen
menekankan salah satu dari empat
kemungkinan kedua skala tersebut:
apophatik/spekulatif,
kataphatik/spekulatif, kataphatik/afektik
atau apophatik/afektif
- Psikologi Doa:
Teori tentang modus-ganda kesadaran
merupakan suatu model untuk mencari tahu
apa yang sedang berlangsung dalam batin
waktu berdia secara otentik. Teori ini
mengemukakan dua cara yang berlainan,
namun saling berhubungan untuk mengerti
pengalaman rohani dengan lebih baik.
Dua bentuk kesadaran tersebut dapat
dibedakan dengan jelas hanya dalam teori,
yaitu modus reseptif dan modus aktif.
Modus aktif adalah cara yang
mengutamakan pemikiran logis,
kontrol, analisis dan penalaran. Modus
ini berperan dalam bidang gagasan dan
sistem.
Modus reseptif adalah modus asosiatif:
penyerahan, intuisi dan rasa kagum. Ini
berlaku dalam bidang lambang, ritus
dan cerita.
Notes:
- fenomenologi (logos: Yunani) atau ilmu
tentang esensi/hakekat dari apa yang tampak
(phenomen)
-asosiasi: Tatanan antara gagasaan, perkataaa,
pandangan yang tidak perlu bersifat kausal
Transendental: yang melampaui batas-batas
konsep, kategori, pengalaman-pengalaman
terbatas.
- Menguraikan pengalaman batin tentang
kehadiran Tuhan tidak mudah. Refleksi
Santa Teresa dari Avila sangat
membantu ...Semakin orang merasa dekat
dengan Tuhan, semakin sadar ia akan
besarnya jarak di antara keduannya.
Makin mendalam dan pribadi suatu
pengalaman rohani, makin perlunya
diaolog dengan tradisi spiritualitas Gereja
untuk mencegah perkembangan yang
Tentang puncak pengalaman mistis Teresa dari Avila
menulis:
"orang semata-mata menikmati, tanpa mengerti apa
yang dinikmatinya. Orang mengetahui, bahwa ia
menikmati sesuatu yang baik, yang mencakup apa pun
yang baik, tanpa ia mengerti yang baik itu apa. Semua
indera (rohani) dilebur dalam kenikmatan itu,
sehingga satu pun tak mungkin dapat mengarah
kepada hal lain. Mustahil saya meragukan, bahwa
Tuhan dalam aku dan aku seluruhnya tenggelam
dalam Dia"
- Di dalam Doa ada pertemuan dan
peleburan.. Pertemuan dengan Tuhan kurang
daripada peleburan dalam Allah. Sebab,
pertemuan mengandaikan dua wajah yang
berhadapan, sedangkan dalam peleburan jiwa
tenggelam dalam dan menyatu dengan lautan
ilahi. Banyak ahli menganggap 'penyatuan
mistis dengan Tuhan' sebagai puncak
pengalaman rohani apa pun.
- Peleburan atau penyatuan dengan Yang-Ilahi
dialami orang mistik dalam berbagai agama.
Masalahnya, apakah pengalaman ini hanya suatu
keadilan psikis subyektif atau benar-benar suatu
kejadian obyektif? Dalam penglihatan atau visi
mistis, apa yang dibayangkan (dilihat, didengar,
diimajinasikan) itu bukanlah yang primer atau asli
dan bukan dikerjakan semata-mata oleh Tuhan.
- Penglihatan merupakan semacam
kumandang atau gema dari suatu yang
berlangsung jauh lebih mendalam di lubuk
hati jiwa. Visi bagaikan refleks pada
tingkatan indera orang bersangkutan, yaitu
semacam terjemahan pertemuan dengan
Tuhan ke dalam kesadaran dan bahasa
manusia.
ANTROPOLOGI DOA
• Hubungan antar-manusia • 2. pola hubungan
dapat dibedakan menurut menurut kondisi
dua pola: manusiawi pada
• 1. Pola hubungan yang umumnya.
ditegaskan oleh suatu • Pola pertama disebut
struktur sesuai peran dan struktural dan yang
status orang di dalam kedua non-struktural
masyarakat.
Kesadaran modus aktif sangat dihargai di
antara berbagai lembaga, karena
keteraturan dan sifat kepastian masa depan
memberi rasa aman.
Doa otentik bersifat terbuka pada Tuhan.
Yang berbicara dari dalam batin, dan
sekaligus membuat kita menyadari chaos
yang mengelilingi kita. Doa otentik
menghendaki kita beranjak dari pola
struktural ke dalam non struktural dan
kepada modus reseptif.
Karena itu pengalaman padang belantara atau
gurun-yang dapat ditiru dengan praktek-
praktek seperti retret, berziarah, saat bertapa
dan sebagainya-sangat sentral dalam sejarah
spiritualitas kristiani. Kehidupan doa otentik,
tak bisa tidak mengandung risiko. Pola non-
struktural dihuni jin-jin (lambang kekuatan-
kekuatan yang ingin menghancurkan kita)
maupun oleh 'malaikat' (bala bantuan dari
Tuhan)
-Sosiologi Doa:
Bagaimana hubungan antara berbagai pola
spiritualitas dan struktur masyarakat yang
berubah-ubah?
Rupanya, terdapat hubungan antara kedua
belah pihak seperti dalam semua bentuk
pengetahuan. Hubungan menjadi nyata dalam
devosi-devosi, yang khas suatu masyarakat
tertentu.
Terdapat beberapa hubungan timbal-balik
yang bersifat sementara dan kurang
menyeluruh: bentuk-bentuk doa
pengosongan-diri (apophatik) tampak
bertalian dengan ambruknya struktur suatu
masyarakat : contohnya: Masa surutnya
Kekaisaran Roma (abad kelima), dan zaman
goncangnya struktur feodalisme (abad
kelima belas)
Pietisme dalam bentuk berbeda-beda muncul pada
masa teologi bercorak mandek, yakni pada abad ke-
15, waktu filsafat dan teologi skolastisisme
menyusut dan digantikan oleh nominalisme. Pada
abad ke-18 skolatisme protestan kehilangan
mutunya dan pietisme timbul lagi.
Sikap serupa ini menyusul masa "teologi
radikal' atau "kematian Tuhan", yang menjadi
mode pada tahun 1960-an. Karena pietisme
merupakan paham yang melebih-lebihkan
spritualitas afektif, maka cocok dengan masa
yang menyediakan banyak tamsil,-misalnya
zaman Renaisans atau masa seni Barok dan
Rokoko, juga pada zaman nostalgia akan
'agama para pionir" di Amerika Serikat.
- spiritualitas Eropa pada abad ke-12 dan ke-13,
kurang spekulatif dan bersifat lebih afektif
dibanding kesalehan pada zaman keemasan
pertama yang berlangsung di Timur Tengah
antara abad ke-3 sampai ke-5. Mengapa?
Agaknya hal itu bertalian dengan iklim
kemasyarakatan yang relatif stabil dan dengan
lancarnya arus ide-ide baru. Inilah masa yang
menarik: orang menikmati kebebasan dalam
batas-batas tertentu dan bangsa-bangsa hidup
agak berdamai
Okultisme dan kedukunan berkembang, bila terdiri
dari anggota-anggota yang berkepribadiaan lemah, dan
bila peran sosial para warga dalam masyarakat
bercorak kabur; orang merasa ditindas oleh sesuatu 'di
luar dirinya'. Sumber kemalangan diidentifikasikan
sebagai kekuatan jahat di luar orang-perorangan.
Pola kesalehan, yang terlampau afektif, dibebaskan dari
dampak paranoidnya oleh spiritualitas yang
memanfaatkan akal budi yang sehat.
- spiritualitas Eropa pada abad ke-12 dan ke-13,
kurang spekulatif dan bersifat lebih afektif
dibanding kesalehan pada zaman keemasan
pertama yang berlangsung di Timur Tengah
antara abad ke-3 sampai ke-5. Mengapa?
Agaknya hal itu bertalian dengan iklim
kemasyarakatan yang relatif stabil dan dengan
lancarnya arus ide-ide baru. Inilah masa yang
menarik: orang menikmati kebebasan dalam
batas-batas tertentu dan bangsa-bangsa hidup
agak berdamai
- orang tidak perlu mengundurkan diri
ke padang gurun untuk bertemu
dengan Tuhan. Inilah zaman banyak
biara didirikan di tengah-tengah kota,
tempat biara menjadi cikal-balak
universitas dan seorang kudus menjadi
raja, yakni Louis IX (+ 1270)
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai