Anda di halaman 1dari 26

01

Kasus Trigger 2
TRIGGER 2
Seorang perempuan, umur 30 Tahun G1P0A0,Hamil 38 minggu datang ke
PMB dengan keluhan mulas sejak 8 jam yang lalu. Hasil anamnesis
riwayat ANC 8 kali di PMB yang sama. Hasil pemeriksaan: KU baik, TD
110/70 mmHg, Nadi: 84 x/mnt, RR; 20x/mnt, S; 36,5, TFU: 34 cm,
Teraba keras dan bulat pada bagian bawah perut, DJJ 140x/mnt, Kontraksi
3x10/ 35 detik. PD: 4 cm, penipisan 50%, ketuban positif, hodge 2,
Denominator UUK kiri depan.
Pada saat bidan menjelaskan hasil pemeriksaan dan tindakan pertolongan
yang akan dilakukan, ibu mengatakan menginginkan persalinan dengan
intervensi minimal. Kemudian bidan menjelaskan bahwa pertolongan
harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Sikap
bagaimanakah yang paling tepat dilakukan pada kasus tsb.
Our process
1 2
What is What is not
known known

3
What need to be
known
What Is Known
● Data Subyektif: ● Data Obyektif: ● Assesment

Lokasi Kasus : PMB ****** TTV: KU baik, TD 110/70 G1P0A0, Uk: 38 minggu, Pres.
Sex: Perempuan mmHg, Nadi: 84 x/mnt, RR; Kepala, Inpartu Kala 1 Fase
Usia: 30 Tahun 20x/mnt, S; 36,5, aktif ,Keadaan Ibu dan Janin
Riwayat Kehamilan: G1P0A0 TFU: 34 cm, Teraba keras dan baik.
UK : 38 minggu bulat pada bagian bawah perut,
Riwayat ANC; 8 Kali DJJ: 140x/mnt, ● Planning:
Keluhan: Mules sejak 8 jam Kontraksi 3x10/ 35 detik.
yang lalu PD: 4 cm, penipisan 50%, Bidan menjelaskan bahwa
Preferensi Ibu mengatakan ketuban positif, hodge 2, pertolongan harus dilakukan
menginginkan persalinan dengan Denominator UUK kiri depan. sesuai dengan prosedur yang
intervensi minimal TBJ = (TFU-11)X155 = berlaku. Sikap bagaimanakah
3565 gram yang paling tepat dilakukan
pada kasus tsb.
What Is Not Known
DATA SUBYEKTIF
1. Tanggal Pengkajian
2. Identitas pasien 10. Kondisi Psikologis Sosial Ekonomi
3. Pengeluaran pervaginam(bloodshow, keputihan) 11. Ikhtiar yang sudah dilakukan
4. Riwayat Menstruasi, HPHT, Taksiran persalian 12. Perencanaan Persalinan (P4K)
5. Riwayat Perkawinan
6. Riwayat Kehamilan sekarang, pergerakan janin
dalam 24 jam terakhir, riwayat kontak dengan DATA OBJEKTIF
SPOG 1. Pemeriksaan antropometri :
7. Riwayat Kesehatan ibu dan keluarga (BB.TB, IMT. LILA)
8. Riwayat alergi 2. Pemeriksaan Fisik: Head to Toe,
9. Aktifitas dan Kebiasaan sehari-hari (Makan, Ekstremitas
Minum, BAK, BAB, Istirahat,personal hygiene, 3. Pemeriksaan Penunjang : panggul
kebiasaan merokok minum jamu alkohol) luar, (Lab lengkap: Goldar, HB,
3E, Protein urine, Glukosa,
Malaria. Hasil USG)
What Need to Be Known
● Maksud dari intervensi minimal?
● Prosedur Persalinan Normal?
● Manajemen askeb sesuai dengan prosedur pertolongan persalinan
● Peran bidan sebagai pendamping dan pelindung dalam persalinan dan
kelahiran
● Asuhan sayang ibu dan pelayanan kebidanan yang responsive.
● Kesiapan dan ketahanan emosi dalam persalinan.
● konsep dan penilaian kemajuan persalinan
● Meningkatkan hasil kelahiran melalui promosi dan advokasi contohnya pada
gentle dan active birth
● Mendampingi ibu bersalin
● Mempertahankan kenormalan dalam persalinan
What Need to Be Known
● Perubahan psikologi selama persalinan dan dampaknya terhadap kelahiran
bayi
● Teori inisiasi persalinan
● Faktor-faktor dalam persalinan normal
● Mempertahankan kenyamanan dan manajemen nyeri
● Perubahan fisiologi selama proses persalinan
● Mekanisme persalinan,
● Gizi pada ibu bersalin
● Obat-obatan yang biasa dipakai dalam persalinan normal
● Pemeriksaan fisik dan penunjang diagnostik
● Kala 1 persalinan
● Kala 2 persalinan
● Kala 3 persalinan
PERSALINAN
FISIOLOGIS
● Dalam filosofi bidan, persalinan dianggap sebagai
suatu proses yang fisiologis normal, sehingga seorang
bidan diharapkan mampu mempromosikan dan
mengadvokasi persalinan normal tanpa intervensi
(International Confederation of Midwives, 2014).

● Intervensi minimal dapat meningkatkan kualitas asuhan


persalinan dan hal tersebut dapat dicapai dengan
menerapkan midwifery model yang menggunakan
pendekatan holistik yang sesuai dengan filosofi bidan
(Yanti, Claramita and Emilia, 2015).
● Healy, Humphreys and Kennedy, 2015a mengungkapkan bahwa
manjemen risiko memiliki keterkaitan dengan adanya kemungkinan
konsekuensi yang tidak diinginkan, yang dapat meningkatkan
morbiditas untuk ibu dan bayi. Manajemen risiko semakin
memengaruhi aturan mengenai pertolongan persalinan yang ditandai
dengan tingkat intervensi yang terus meningkat bahkan pada ibu yang
berisiko rendah (Healy, Humphreys and Kennedy, 2015b).

● Selain karena merupakan kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan


cenderung berbahaya, intervensi rutin tanpa indikasi yang jelas dapat
mengubah proses persalinan dari yang semula bersifat fisiologis
normal ke prosedur medical (Jansen, Gibson and Bowles, 2013).
Disamping itu, intervensi rutin dan manajemen risiko merupakan
medical model yang kurang sesuai dengan konsep midwifery model.
Model asuhan kebidanan yang dinyatakan oleh International
Confederation of Midwives, 2014 cenderung pada social model yang
sesuai dengan filosofi asuhan kebidanan.
KALA I
PERSALINA
N
Kondisi Psikologis Ibu Bersalin

● Pada ibu bersalin kala I sering mengalami perubahan psikologis. Kondisi


psikologis yang menyertai ibu hamil kala I adalah perasaan takut, mudah
tersinggung dan cemas. Perasaan takut ini dapat disebabkan karena takut nyeri
saat persalinan, takut bayi cacat atau mati, takut tidak bisa merawat anaknya,
takut ditinggal suami, takut terjadi komplikasi saat persalinan. Perasaan mudah
tersinggung pada ibu bersalin kala I dapat ditunjukkan dengan mengungkapkan
perasaan marah dan kecewa, menatap dengan tajam dan peningkatan denyut
jantung. Perasaan cemas pada ibu bersalin dapat ditunjukkan dengan
mengungkapkan perasaan khawatir, perilaku menghindar, serta tidak bisa
tenang (Copel, 2007).
● Kondisi psikologis ibu bersalin juga ada yang merasakan kegembiraan berlebih
yang sering ditunjukkan dengan mengungkapkan perasaan gembira, banyak
bicara tentan
Kebebasan ibu memilih pendamping persalinan

● Bidan memberikan pengarahan


bahwasannya, seorang ibu hamil pasti akan
mengalami ketakutan tersendiri menjelang
proses persalinan, dan jika pada saat
persalinan ada pendamping sudah bisa
dipastikan ibu akan merasa tenang, aman
dan nyaman karena ada suami/keluarga yang
mendampingi.
● Persalinan yang tidak didampingi akan
menimbulkan dampak perasaan takut yang
dapat menimbulkan ketegangan sehingga
menyebabkan gangguan his, dan akhirnya
persalinan berjalan tidak lancar. Pendamping
persalinan memegang peranan penting
dalam persalinan
● Ibu diberikan kebebasan untuk memilih siapa
yang akan mendampinginya selama proses
persalinan berlangsung.
KALA II Persalinan
KALA III Persalinan
● Kala III merupakan salah satu fase atau tahapan persalinan yang memiliki
durasi relatif singkat, namun dapat membahayakan karena peningkatan
risiko perdarahan yang dapat berujung pada kematian ibu (Medforth et al.,
2017).
● WHO tahun 2007 merekomendasikan manajemen aktif kala III sebagai
intervensi untuk pencegahan perdarahan post partum. Manajemen aktif
kala III diyakini sebagai komponen yang memiliki peran penting dalam
menurunkan angka kejadian perdarahan post partum, yang merupakan
salah satu penyebab utama kematian ibu dalam persalinan. Manajemen
aktif berkaitan dengan perdarahan yang lebih sedikit, durasi kala III yang
lebih singkat, angka kejadian transfusi darah yang lebih sedikit dan
mengurangi pemakaian terapi oksitosin (Medforth, 2011).
● Ibu bersalin dengan risiko rendah perdarahan, memiliki riwayat kesehatan
yang baik, serta riwayat persalinan kala I dan kala II yang fisiologis bisa
dipertimbangkan untuk ditatalaksana dengan manajemen menunggu pada
kala III (Varney, 2019).
Penundaan Penjepitan Tali Pusat

● WHO telah merekomendasikan untuk Deferred Cord Clamping (DCC atau bisa juga disebut
penundaan atau pengoptimalan penjepitan tali pusat). Akan tetapi di lapangan masih banyak yang
belum menerapkannya.
● Penundaan penjepitan tali pusat selama 3 menit menyebabkan kenaikan Hemoglobin untuk 6
minggu post partum dan kadar besi untuk 3 bulan pertama pada bayi. (Andersson O, Rana N,
Ewald U, Malqvist M, Strippple G, Basnet O, et al, 2019)
● Di usia 4 tahun, anak-anak dengan penundaan penjepitan tali pusat meningkatkan motorik yang
baik, sosial dan skill komunikasi. (Andersson O,Lindquist B,Lindgren M,Stjernqvist
K,Domello€f M,Hellstro€m- Westas, 2015)
● Selain itu, DCC mempunyai manfaat yang lebih besar pada bayi yang lahir prematur atau yang
membutuhkan resusitasi saat lahir. Sistematic review dari 18 RCT menunjukkan bahwa DCC
pada bayi di bawah 32 minggu mengurangi kematian neonatal sebesar 32% dan transfusi sebesar
10%. (Fogarty M, Osborn DA, Askie L, Seidler AL, Hunter K, Lui K, et al, 2018).
● Uji klinis lebih sulit pada bayi yang membutuhkan resusitasi, tetapi RCT baru-baru ini dari Nepal
menemukan bahwa resusitasi dengan tali pusat yang utuh menyebabkan peningkatan oksigenasi
neonatus, skor Apgar yang lebih tinggi, dan denyut jantung yang lebih rendah dibandingkan
dengan penjepitan tali pusat segera. (Andersson O,Rana N,Ewald U,Målqvist M,Stripple
G,Basnet O,etal, 2019)
Controlled Cord Traction/ Penegangan Tali Pusat Terkendali

● CCT awalnya diperkenalkan untuk mencegah retensio plasenta sebagai


komplikasi dari plasenta yang tertahan. Hipotesis ini diuji dalam RCT
WHO yang menemukan manfaat minimal CCT ketika oksitosin
intramuskular digunakan untuk profilaksis (Gülmezoglu AM,
Lumbiganon P, Landoulsi S, Widmer M, Abdel-Aleem H, Festin M, et
al, 2012)
● CCT mempersingkat durasi kala III tetapi tidak berpengaruh pada
tingkat PPH atau retensio plasenta. Sekitar 6% dari mereka yang
berada di kelompok 'tanpa CCT' masih membutuhkan traksi untuk
melahirkan plasenta. (Andrew D and Susan F, 2020)
Penggunaan Uterotonika

● WHO (2018) menyatakan bahwa sebagian besar penyebab perdarahan dapat


dicegah melalui penggunaan uterotonik profilaksis selama kala III
persalinan.
● Di Indonesia, pemberian uterotonika yang termasuk dalam manajemen aktif
kala III merupakan bagian dari standar Asuhan Persalinan Normal (APN)
yang diatur dalam PMK Nomor 97 Tahun 2014.
● Beberapa penelitian serupa menunjukkan bahwa pemanfaatan oksitosin
endogen melalui rangsangan yang dapat diupayakan, menjadi pertimbangan
untuk dilakukan pada ibu bersalin dengan risiko rendah perdarahan
(Dashtinejad and Abedi, 2018).
● Sudah menjadi hal yang biasa untuk memberikan oksitosin profilaksis
secara intramuskular. Percobaan RCT baru-baru ini menunjukkan bahwa
oksitosin lebih efektif bila diberikan secara intravena (iv) daripada secara
intramuskular (im). Dalam uji coba secara acak Dublin, wanita yang
menerima 10 unit oksitosin iv dibandingkan secara im memiliki setengah
tingkat kepararahan PPP dan 70% lebih sedikit kebutuhan untuk transfusi
darah (Adnan N, Conlan-Trant R, McCormick C, Boland F, Murphy DJ,
2015).
Katerisasi dan Eksplorasi

● Setelah plasenta lahir normalnya uterus berada pada garis tengah dari Abdomen (2/3 antara sympisis pubis dan
umbilicus atau tepat berada di atas umbilicus. Uterus yang berada di atas umbilicus dan agak menyamping
menunjukan bahwa kandung kemih sedang penuh dan harus dikosongkan karena kandung kemih yang penuh
mendorong uterus tergeser dari posisinya dan menghalanginya untuk berkontraksi sehingga memungkinkan
terjadinya perdarahan yang lebih banyak.
● Jika kandung kemih penuh, anjurkan ibu mengosongkan kandung kemihnya setiap kali diperlukan. Jika ibu
tidak dapat berkemih, bantu ibu menyiram air bersih dan hangat ke perineumnya atau masukkan jari jari ibu ke
dalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan. Jika ibu masih tetap tidak dapat
berkemih secara spontan, mungkin diperlukan katerisasi. Setelah mengosongkan kandung kemih, lakukan
rangsangan taktil (pemijatan) untuk merangsang uterus berkontraksi lebih baik. (Rukiyah, Ai Yeyeh. 2021)
● Kateterisasi dan eksplorasi uterus meningkatkan risiko infeksi, menurut Maryam (2013) kateterisasi dapat
meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pada ibu post partum sekitar 95%. Selain itu, risiko endometritis
post partum sebesar 1%- 3% yang terjadi setelah persalinan normal dapat meningkat dengan eksplorasi uterus
rutin (Mackeen, Packard and Ota, 2015).
● Dengan adanya peningkatan risiko infeksi tersebut, kateterisasi dan eksplorasi uterus dianggap sebagai
intervensi yang tidak bermanfaat dan dapat membahayakan apabila rutin dilakukan pada semua ibu bersalin
(Guggenbichler, 2011; Khan, Baig and Mehboob, 2017).
Kala IV Persalinan

Explorasi Sisa Plasenta

● Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena benda mati,
dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio
karsinoma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang
bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi dfundus tidak berkurang
(Prawirohardjo, 2005).
● Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta pada perdarahan pasca persalinan lanjut, Sebagian besar
pasien akan Kembali lagi ketempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang
ke rumah dan subinvolusi uterus (Rukiyah, ai yeyeh. 2021)
Pemeriksaan Perineum dan Heacting Perineum

Segera setelah yakin bahwa uterus berkontraksi dengan baik, maka Bidan harus memeriksa perineum, vagina bagian bawah,
serta servik apakah ada cedera, perdarahan, benjolan haemotama, laserasi dan luka berdarah, serta mengevaluasi kondisi dari
episiotomy jika memang ada. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.

Tujuan menjahit laserasi atau episiotomy adalah untuk menyatukan Kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah
kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan Hemostasis). (Depkes RI 2007)

Pemantauan Kontraksi Uterus dan Rangsang Fundus Uteri

Uterus seharusnya terasa keras (kaku) bila diraba. Uterus yang lembek, berayun menunjukan bahwa uterus tidak berkontraksi
dengan baik. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik (atonia uteri) maka akan terjadi perdarahan segera setelah persalinan
karena Ketika kontraksi uterus, otot uterus akan menjepit pembuluh darah sehingga dapat mengurangi kehilangan darah dan
mencegah perdarahan post partum.

Oleh karena itu pentingnya memeriksa fundus uteri setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan dan 30 menit pada jam
kedua setelah persalinan. Pemantauan kontraksi uterus harus dilakukakn secara simultan karena jika uterus lembek, maka
Wanita itu bisa mengalami perdarahan. Sehingga untuk mempertahankan kontraksi uterus maka dapat dilakukan rangsangan
taktil (pijatan) bila uterus mulai melembek atau dengan cara menyusukan bayi kepada ibunya.

(Rukiyah, Ai Yeyeh. 2021)


Sikap Bidan
Mendukung dan mendampingi proses persalinan
fisiologis dengan menerapkan midwifery model
menggunakan pendekatan holistik yang sesuai dengan
filosofi bidan dengan tetap mempertimbangkan praktik
berbasis evidence yaitu ketika ada 3 hal yg harus berjalan
bersama. Skill operator yaitu bidan, evidence yg kuat
serta keinginan pasien. Selama intervensi tersebut tidak
membahayakan ibu dan janin maka bisa dipertimbangkan
untuk dilakukan.
Resources
● Yanti, Y., Claramita, M. and Emilia, O. (2015) ‘Students ’ understanding of “ WomenCentred Care Philosophy ” in
midwifery care through Continuity of Care ( CoC ) learning model : a quasi-experimental study’, , pp. 1–7. doi:
10.1186/s12912-015-0072-z.
● Healy, S., Humphreys, E. and Kennedy, C. (2015a) ‘Can maternity care move beyond risk ? Implications for
midwifery as a profession’, pp. 203–209.
● Healy, S., Humphreys, E. and Kennedy, C. (2015b) ‘Midwives ’ and obstetricians ’ perceptions of risk and its
impact on clinical practice and decision-making in labour : An integrative review’, Women and Birth. Australian
College of Midwives. doi: 10.1016/j.wombi.2015.08.010.
● Guggenbichler, J. P. et al. (2011) ‘Incidence and clinical implication of nosocomial infections associated with
implantable biomaterials – catheters , ventilatorassociated pneumonia , urinary tract infections Inzidenz und
klinische Folgen implantatassoziierter nosokomialer’, 6(1), pp. 1–19.
● Medforth, J. et al. (2017) Oxford Handbook of Midwifery. third edit. Oxford University Press.
● Mackeen, A. D., Packard, R. E. and Ota, E. (2015) ‘Antibiotic regimens for postpartum endometritis ( Review )’.
doi: 10.1002/14651858.CD001067.pub3.Copyright.
● Dashtinejad, E. and Abedi, P. (2018) ‘Comparison of the effect of breast pump stimulation and oxytocin
administration on the length of the third stage of labor , postpartum hemorrhage , and anemia : a randomized
controlled trial’. BMC Pregnancy and Childbirth, (46), pp. 1–8.
● Varney, H. (2019) Varney’s Midwifery. sixth edit. Edited by T. L. King et al. Burlington: Jones & Bartlett Learning.
● Fogarty M, Osborn DA, Askie L, Seidler AL, Hunter K, Lui K, et al. Delayed vs early umbilical cord clamping for
preterm infants: a systematic review and meta-analysis. Am J Obstet Gynecol 2018;218(1):1e18.
● Andersson O, Hellstro€m-Westas L, Andersson D, Domello€f M. Effect of delayed versus early umbilical cord
clamping on neonatal outcomes and iron status at 4 months: a randomised controlled trial. BMJ 2011;343:d7157.
● AnderssonO,LindquistB,LindgrenM,StjernqvistK,Domello€fM,Hellstro€m-WestasL.Effectofdelayedcordclampingon
neurodevelopment at 4 Years of age: a randomized clinical trial. JAMA Pediatr 2015;169(7):631e8.
● AnderssonO,RanaN,EwaldU,MålqvistM,StrippleG,BasnetO,etal.Intactcordresuscitationversusearlycordclamping in the
treatment of depressed newborn infants during the first 10 minutes of birth (Nepcord III) e a randomized clinical trial.
Maternal Health, Neonatology and Perinatology 2019;5:15.
● Gülmezoglu AM, Lumbiganon P, Landoulsi S, Widmer M, Abdel-Aleem H, Festin M, et al. Active management of the
third stage of labour with and without controlled cord traction: a randomised, controlled, non-inferiority trial. Lancet
2012
May 5;379(9827):1721e7.
● Adnan N, Conlan-Trant R, McCormick C, Boland F, Murphy DJ. Intramuscular versus intravenous oxytocin to prevent
postpartum haemorrhage at vaginal delivery: randomised controlled trial. BMJ 2018;362:k3546.
● Andrew D, Susan F. Management of the third stage of labour (for the Optimal Intrapartum Care series : Best Practice &
Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 67 (2020) 65e79
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai