Djarwani S. Soejoko
Departemen Fisika
FMIPA UI, Depok
djarwani@fisika.ui.ac.id
1
Proteksi Radiasi dalam Diagnostik
Radiologi
2
Evolusi proteksi radiasi dalam radiologi
diagnostik (abad 20)
3 tahap evolusi (Azuara, 2001)
• Sampai dengan 1950, efek karsinogenesis dan heridity
mulai diketahui, proteksi radiasi didasarkan pada
proteksi individual dari efek deterministik, dosis di
bawah dosis ambang, dosis rendah bermanfaat
• 1950 – 1970, mulai memperhitungkan efek
stokhastik, prinsip justifikasi dan optimasi. Manfaat
maksimum mulai menggunakan prinsip etika, dosis
pasien mulai dipertimbangkan, namun implementasi
masih fakultatif
3
lanjutan
• 1990 an, proteksi individual dan hak azasi manusia
mulai masuk berbagai aspek legal ataupun sains. Setiap
individu berhak untuk diproteksi dari efek genetik
radiasi. Proteksi pasien radiologi diagnostik menjadi
penting dan wajib diperhatikan.
4
Pedoman ICRP
“Consideration should be given to the use of dose constraints, or
investigation levels, selected by the appropriate professional or
regulatory agency, for application in some common diagnostic
procedures. They should be applied with flexibility to allow higher
doses where indicated by sound clinical judgment.” (ICRP 60, 1991, S34)
5
lanjutan
Tujuan utama DRL:
• Bersifat sebagai petunjuk (advisory), merupakan nilai
pedoman investigasi untuk identifikasi dosis tingkat
tinggi yang tidak umum, yang memerlukan pemeriksaan
lokal bila dosis konsisten melebihi DRL Demikian pula
untuk tingkat dosis rendah, tidak cukup untuk produksi
citra medis yang diharapkan.
• Nilai DRL bukan untuk pengaturan ataupun tujuan
komersial, bukan dosis pembatas dan tidak berkaitan
dengan berbagai limit dan batasan
• DRL dimaksudkan untuk pemeriksaan radiologi
diagnostik dan kedokteran nuklir
6
lanjutan
7
Pemilihan dan penentuan DRL
• Cara pemilihan DRL berbeda untuk Radiologi
Diagnostik dan Kedokteran Nuklir
o Untuk Radiologi Diagnostik DRL dipilih dari
distribusi kuantitas dosimetri untuk pasien dalam
observasi praktis (klinis) dalam suatu daerah atau
negara . Biasanya hanya upper levels yang dipilih,
dan nilai lower levels tidak ditetapkan secara khusus
o Untuk Kedokteran Nuklir ditentukan dari nilai
pragmatis aktivitas radiofarmaka yang diberikan
dalam praktek klinis pada umumnya.
8
lanjutan
9
lanjutan
• DRL dimaksudkan untuk menolong pasien
terhindar dari dosis radiasi yang tidak
berkontribusi pada pembentukan citra untuk
keperluan klinis.
• Caranya dengan membandingkan antara DRL
nasional (ataupun lokal) dengan dosis hasil
observasi dalam praktek klinis untuk grup pasien
spesial atau fantom khusus yang telah ditentukan
sebagai acuan nasional
• Evaluasi dan tindakan lokal dilakukan bila hasil
observasi dalam praktek terus-menerus berada di
luar upper level atau lower level
10
Kegunaan DRL
• To improve a regional, national or local distribution of
observed results for a general medical imaging task,
by reducing the frequency of unjustified high or low
values;
• To promote attainment of a narrower range of values
that represent good practice for a more specific
medical imaging task; or
• To promote attainment of an optimum range of values
for a specified medical imaging protocol.
11
Contoh
General medical imaging, pencitraan untuk tujuan klinik umum,
misalnya radiografi thorax PA. Besaran dan penggunaan DRL
untuk meningkatkan distribusi nilai hasil observasi pencitraan
umum nasional ataupun lokal
• Entrance air kerma atau entrance surface dose dalam mGy,
(contoh proyeksi thorax PA)
• Dose –area product (DAP) dalam mGy cm 2, fluoroscopy
untuk daerah anatomi yang diketahui, misalnya barium
enema
• Pemberian aktivitas (MBq) sumber farmaka tertentu untuk
tujuan klinik umum dalam Kedokteran Nuklir
12
lanjutan
Spesific medical imaging task berkaitan dengan pembentukan
citra dengan ketentuan khusus, misalnya PA dengan KVp tinggi.
Tujuan klinis ditentukan, namun pesawat sinar x, berbagai faktor,
dan kriteria kualitas citra dimungkinkan bervariasi untuk
berbagai instalasi. Usaha untuk memperoleh rentang sempit
dalam praktek pencitraan ini berhubungan dengan besaran :
• Entrance air kerma rate atau entrance surface dose, dalam
mGy, untuk radiografi spesifik
• Dose length product (DLP) dalam mGy cm, pada
pemeriksaan CT dengan daerah anatomi tertentu.
• Dose area product (DAP) untuk fluoroskopi spesial.
Diharapkan perubahan DAP mendekati proporsional dengan
dosis absorpsi
13
lanjutan
• Specified medical imaging protocol berkaitan dengan
protokol klinis dengan berbagai spesifikasi yang harus
diikuti, atau berlaku sebagai dasar nominal, pada suatu
fasilitas. Contoh berbagai besaran untuk memperbaiki
jangkauan nilai optimum dalam suatu protokol adalah
o Milliampere second (mAs) untuk protokol khusus CT.
Tujuan klinis, jenis pesawat, berbagai karakeristik
faktor teknis, dan pasien ditentukan
o Administered activity (A) dalam MBq untuk protokol
pencitraan khusus untuk SPECT. Tujuan klinis, jenis
pesawat, berbagai karakeristik faktor teknis, dan pasien
ditentukan
14
Prosedur intervensional, panduan fluoroskopi
• Pada prinsipnya DRL meningkatkan manajemen dosis
pasien untuk menghindari efek stokastik. Namun
distribusi dosis pasien dalam rentang lebar, tergantung
pada waktu dan kompleksitas prosedur fluoroskopi, lagi
pula juga sangat tergantung pada kondisi klinis
individual.
• DRL tidak diaplikasikan untuk risiko radiasi
deterministik dalam prosedur intervensional. Untuk
menghindari efek deterministik, dilakukan pemantauan
real time agar dosis kulit pada daerah yang menerima
dosis kumulatif tidak melebihi dosis ambang untuk
efek deterministik.
15
Istilah (contoh)
document year Term used
ICRP 73 1996 DRL, diagnostic reference levels
16
lanjutan
document year Term used
ARSAC (Nuclear Medicine, UK), 1998 DRL
Administration of Radioactive
Substances Advisory Committee
AAPM (general, US), American 1999 Reference value
Association of Physicists in Medicine
CRCPD (general, US), Conference of 1988 patient exposure guides
Radiation Control Program Direction
FDA (mammo, US), Food and Drug 1997 Dose limit
Administration
17
Contoh NDRL (National Diagnostic Reference Levels), UK, dikeluarkan 27 Januari 2016.
18