Materi 1.
Guru menyadari miskonsepsi yang umum terjadi
terkait konsep dan penerapan literasi dan numerasi pada
PAUD-SD
MODUL 3
Bagaimana membangun kemampuan literasi numerasi secara bertahap sejak PAUD
hingga SD?
Pada Pernyataan 1, ‘mengajar membaca dimulai dari menghafal huruf A-Z’ merupakan
pernyataan tidak tepat. Membaca adalah proses yang bertahap mulai dari kemampuan
membedakan bunyi, membunyikan lambang yang berupa gambar dan aksara. Oleh
karena itu pengucapan yang tepat akan membantu anak melafalkan lambang
(gambar/huruf) yang ditemuinya sehingga dapat dikatakan bahwa proses anak belajar
membaca dimulai sebelum anak mengenal huruf A-Z.
Pada pernyataan 3, ‘Anak yang lancar baca tidak selalu memahami isi bacaan’ merupakan
pernyataan yang tepat. Pemahaman isi bacaan terkait dengan makna kata, dan maksud
ujaran (kalimat). Pemahaman isi bacaan terkait dengan makna kata, dan maksud ujaran
(kalimat) sedangkan kelancaran membaca berkaitan dengan pemahaman akan bentuk,
arah dan bunyi huruf. Oleh sebab itu, peserta didik perlu membangun pemahamannya
akan makna kata dan ujaran seiring terus melatih kelancarannya dalam membaca.
Miskonsepsi Literasi Anak Usia Dini
Penjelasan :
● Anak usia dini dapat secara aktif membangun
pemahamannya dari pengalaman sehari-hari mereka
terkait berbagai konsep dan strategi matematika,
Pernyataan 1: Anak usia dini
misalnya
ketika ia memiliki dua cokelat dan memberikannya satu
belum siap untuk belajar
untuk adik dapat membuatnya memahami konsep
matematika.
pengurangan.
Penjelasan :
● Minat dan pengetahuan matematika yang
dibawa anak-anak ke sekolah berbeda karena
pengalaman Pernyataan 2:
mereka yang berbeda-beda, bukan karena faktor Numerasi atau matematika
biologis mereka. hanya dapat dikuasai oleh
anak cerdas dengan gen
● Kita tidak boleh melupakan fakta bahwa semua anak,
matematika (turun-temurun).
terlepas dari latar belakang dan pengalaman
sebelumnya, memiliki potensi untuk belajar matematika.
Miskonsepsi Numerasi Anak Usia Dini
Penjelasan :
Pernyataan 3: ● Pembelajaran matematika anak usia dini
Mengajarkan bilangan yang bersifat
mendalam dan luas, yang mencakup ide-ide besar
sederhana dan bentuk sudah cukup matematika di banyak bidang — termasuk bilangan dan
bagi anak usia dini. operasi, geometri (bentuk dan ruang), pengukuran,
aljabar (terutama pola), dan analisis data — dalam
konteks pembelajaran yang menekankan pemecahan
masalah, analisis dan komunikasi.
Penjelasan :
● Numerasi sama pentingnya dengan literasi. Anak-anak
belajar berbicara, membaca dan menulis bahasa
matematika untuk mengkomunikasikan ide-
matematika. ide
Pernyataan 4:
Literasi lebih penting
● Jenis bahasa terpenting yang dapat dipelajari anak-anak daripada numerasi untuk
dalam matematika adalah bahasa pemikiran, pembenaran, anak usia dini.
dan pembuktian. Bahasa dan literasi jelas sangat tertanam
dalam pembelajaran dan pengajaran matematika.
Miskonsepsi Numerasi Anak Usia Dini
Pernyataan 5:
Guru dapat menyediakan sarana yg lengkap seperti alat belajar untuk anak belajar numerasi,
kemudian membiarkan anak membangun pemahamannya sendiri dengan alat belajar tersebut.
MITOS
Penjelasan
:● Lingkungan fisik yang kaya, meskipun merupakan indikator kualitas
yang penting, tidaklah cukup dengan sendirinya. Faktor yang penting
bukanlah apa yang dimungkinkan oleh lingkungan, tetapi apa yang
sebenarnya dilakukan anak-anak di dalamnya.
FAKTA
Penjelasan :
● Matematika dapat menjadi subjek studi yang menarik dan mengasyikkan
dengan sendirinya. Anak-anak terpesona dengan bilangan dan bentuk.
● Matematika tidak selalu perlu diintegrasikan dengan kegiatan lain untuk
Pernyataan 6: menarik anak-anak.
Matematika hendaknya tidak diajarkan sebagai
● Walau demikian, apabila memungkinkan dan memang
mata pelajaran yang berdiri sendiri berkaitan,
matematika/numerasi dapat diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran yang
juga dirancang untuk mencapai ketercapaian pembelajaran yang lain, misalnya
fisik-motorik.
Penjelasan :
● Asesmen terutama yang bersifat autentik, relevan untuk anak usia dini. Asesmen
yang dipahami dengan baik, diterapkan dengan baik, dan berkelanjutan adalah
alat yang sangat diperlukan dalam memfasilitasi keterlibatan dan keberhasilan
semua anak dalam matematika.
● Di ruang kelas anak usia dini, observasi merupakan teknik asesmen yang sering Pernyataan 7:
digunakan untuk memahami anak-anak, karena tidak menimbulkan tekanan Asesmen dalam
pada anak dan berfokus pada perilaku yang teramati yang mengindikasikan matematika tidak relevan
ketercapaian tujuan pembelajaran. untuk anak usia dini.
● Dalam kasus matematika, guru sering menggunakan ceklis untuk mencatat
pengamatan mereka tentang apakah seorang anak telah menunjukkan
pengetahuan matematika tertentu.
Miskonsepsi Numerasi Anak Usia Dini
Penjelasan :
● Penggunaan bahan konkret memang efektif untuk mendorong anak berpikir
Pernyataan 8:
dan membuat hubungan antara objek dan membangun ide matematika yang
Anak belajar matematika hanya
bersifat abstrak. Walau demikian, yang paling utama adalah bagaimana
melalui interaksi dengan membangun ide tersebut menggunakan pertanyaan pemantik yang membantu
benda-benda konkret. anak menemukan pemahamannya sendiri. Misalnya "menurut kamu, mana
yang lebih banyak? kira-kira apa yang terjadi apabila kita menumpahkan isi air
di ember ini ke dalam gelas? cukup tidak ya?", dst.
● Oleh sebab itu, guru dan juga orang tua di rumah, perlu lebih sering
memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut sehingga aktivitas belajar anak
tidak hanya bersifat hands-on (anak melakukan kegiatan), tetapi yang utama,
minds-on (anak terus diajak untuk mengolah informasi dengan panduan
pertanyaan pemantik dari guru).
Penjelasan :
● Kemampuan menghitung cepat saja belum menjamin seorang anak
Pernyataan 9:
memiliki pemahaman yang utuh mengenai bilangan, termasuk di
dalamnya kesadaran atau intuisi bilangan. Pemahaman konsep
bilangan diukur dari
● Meskipun menghitung mungkin tampak sebagai proses yang
kemampuan menghitung
sederhana, untuk dapat berhasil menghitung dengan pemahaman,
melibatkan proses yang tidak sederhana (berlapis-lapis) sehingga cepat.
pembelajaran pun perlu dibangun secara bertahap.
Miskonsepsi Numerasi Anak Usia Dini
● Kemampuan Bertutur
● Pengetahuan Latar
● Kosakata
● Kesadaran Fonemik
● Kesadaran Cetak
● Keaksaraan
Cakupan Literasi Anak Usia Dini
Agar Anda dapat memahami komponen mana yang perlu menjadi fokus untuk diajarkan kepada anak terlebih dahulu, mari mengenal penjenjangan membaca
yang sudah ditetapkan kementerian yaitu jenjang pembaca dini (A) dimana kemampuan literasi yang perlu lebih dominan dibangun terlebih dahulu adalah
kemampuan bertutur, kosa kata dan pengetahuan latar. Jenjang berikutnya ialah jenjan pembaca awal (jenjang B1) serta jenjang pembaca awal (B1) dimana
kemampuan literasi yang perlu lebih dominan dibangun adalah kemampuan fonemik, cetak dan keaksaraan. Walaupun dibagi ke dalam penjenjangan, enam
kemampuan ini dapat dibangun secara bersamaan.
Jenjang Pembaca 1. Anak mulai tumbuh kecintaan terhadap buku misalnya dengan menanyakan kata-kata yang ● Kesadaran Cetak
Awal (B1) baru dikenal.
● Keaksaraan
2. Anak cenderung mengulang-ulang kata yang baru didengar
3. Anak memahami hubungan kata dengan makna sesuai dengan teks dan konteks ● Fonemik
4. Anak dapat menangkap isi cerita, informasi dari hasil proses menyimak.
Cakupan Literasi Anak Usia Dini
Kesadaran Cetak
Kesadaran cetak adalah ketertarikan anak kepada benda-benda cetak, gambar, logo, merk. Kemampuan ini
dapat diajarkan misalnya dengan memperkenalkan mereka dengan simbol-simbol di sekitar. Tanda-tanda di
tempat umum, seperti simbol toilet lelaki dan perempuan, tanda dilarang membuang sampah, dilarang
berhenti, tanda-tanda lalu lintas, adalah kesadaran cetak yang bisa dilatihkan. Pada intinya, anak dapat
menyadari terdapat makna dibalik simbol atau tulisan cetak yang ia lihat. Selain itu kesadaran cetak bisa
berupa hasil karya anak. inilah pentingnya papan karya anak yang mudah dijangkau anak.
Cakupan Literasi PAUD
Keaksaraan
Huruf Vokal:
Guru perlu mengetahui bunyi vokal bahasa
Indonesia sedangkan kegiatan
pembelajarannya dapat disesuaikan dengan
prinsip pembelajaran yang menyenangkan
dan relevan untuk anak. Berikut terdapat
contoh bagaiamana cara melafalkan huruf
vokal seperti ‘OI’ yang tecakup pada
kata-kata, misalnya ‘kobOI’
Contoh Bunyi:
https://bit.ly/Audio-Vokal
Cakupan Literasi PAUD
Huruf Konsonan:
Guru perlu mengetahui bunyi vokal
bahasa Indonesia sedangkan
kegiatan pembelajarannya
disesuaikan dapatdengan prinsip
pembelajaran yang menyenangkan
dan relevan untuk anak. Berikut
terdapat contoh bagaiamana cara
melafalkan huruf konsonan seperti
‘KH’ yang tecakup pada kata-kata,
misalnya ‘KHotib’
Contoh Bunyi:
https://bit.ly/AudioKonsonan
Cakupan Literasi Anak Usia Dini
Kesadaran Fonemik