Anda di halaman 1dari 54

STRUCTURE

The American Psychiatric Association


Publishing Textbook of Mood Disorders
Bab I dan Bab II
Pengampu : dr. Rihadini, Sp.K.J.
Klasifikasi DSM-5 dan ICD-
11
Gangguan bipolar dan gangguan terkait di DSM-5 meliputi:

• Gangguan bipolar I
• Gangguan bipolar II
• Gangguan siklotimik
• Gangguan bipolar dan gangguan terkait akibat zat/obat
• Gangguan bipolar dan gangguan terkait akibat kondisi medis lain,
• Gangguan bipolar tertentu dan gangguan terkait lainnya ,
• Gangguan bipolar dan gangguan terkait lainnya yang tidak dijelaskan.
Klasifikasi Depresi Menurut
DSM5 & ICD-11
1. With anxious distress
2. With mixed features
3. With rapid cycling (Note: applicable only to bipolar disorders)
4. With melancholic features
5. With atypical features
6. With mood-congruent psychotic features
7. With mood-incongruent psychotic features
8. With catatonia
9. With peripartum onset
10. With seasonal pattern
Gangguan Depresif :
• Disruptive Mood Dysregulation Disorder
• Gangguan depresi mayor ( MDD)
• Persistent depressive disorder (Distimia )
• Premenstrual dysphoric disorder
• Substance/medication-induced depressive disorder
• Depressive disorder due to another medical condition ( Kondisi media lain )
• other specified depressive disorder
• unspecified depressive disorder
Disruptive Mood Dysregulation Disorder

• gangguan disregulasi suasana hati yang mengganggu, suatu kondisi yang


tidak boleh didiagnosis sebelum usia 6 atau setelah usia 18 tahun.
• ledakan amarah yang berulang-ulang dan episode kemarahan verbal atau
fisik (yang dapat mencakup agresi fisik) yang intensitas atau durasinya tidak
sebanding dengan situasi atau provokasi.
• terjadi tiga kali atau lebih dalam seminggu, dan suasana hati yang mudah
tersinggung atau marah terus terjadi di antara ledakan emosi tersebut
hampir sepanjang hari selama 12 bulan atau lebih.
Gangguan depresi mayor
• Gangguan depresi mayor sebagian besar tidak berubah dari DSM-IV
• Penambahan penentu “dengan tekanan cemas” membutuhkan setidaknya
dua dari lima gejala mencakup perasaan tegang atau tegang, perasaan
gelisah yang luar biasa, kesulitan berkonsentrasi karena khawatir, takut
akan terjadi sesuatu yang buruk, dan perasaan bahwa individu mungkin
kehilangan kendali. dari dirinya sendiri.
• Tingkat keparahan dinilai berdasarkan jumlah gejala, yaitu ringan (2/5),
sedang (3/5), sedang-berat (4–5/5), atau berat (4–5/5
Persistent depressive disorder (Distimia )

• diperkenalkan ke DSM-5 untuk menggabungkan distimia DSM-IV yang


memerlukan durasi 2 tahun
• episode depresi mayor kronis DSM-IV yang juga memerlukan durasi 2
tahun.
• Beberapa penelitian penting tidak dapat menemukan perbedaan korelasi
atau hasil untuk kedua kondisi ini.
Skala Penilaian Depresi
Dewasa
• Hamilton Depression Rating Scale (HAM-D)
• Montgomery-Asberg Depression Rating Scale (MADRS)
• Quick Inventory of Depressive Symptomatology (QIDS)
• Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9)
• Beck Depression Inventory (BDI)
• Depression Inventory Development Scale (DID)
• Clinically Useful Depression Outcome Scale (CUDOs)
• Remission From Depression Questionnaire (RDQ)

8
Hamilton Depression Rating
Scale (HAM-D)
Hamilton Depression Rating
Scale (HAM-D)
• Kuesioner 17 item (dinilai oleh dokter) untuk menilai tingkat keparahan
depresi dalam penelitian dan praktik klinis
• 8 item skor 0-2
• 9 item skor 0-4 Total skor 52

• Kelemahan HAM-D:
- Terdapat 3 item insomnia, 2 item kecemasan, 2 item somatic 
berkontribusi secara tidak proporsional terhadap skor total
- Kurang sensitive dalam menilai efek pengobatan pada item bunuh diri

10
Montgomery-Asberg Depression
Rating Scale (MADRS)
Montgomery-Asberg Depression
Rating Scale (MADRS)
Montgomery-Asberg Depression Rating
Scale (MADRS)

• Terdiri dari 10 item untuk menilai tingkat keparahan Depresi


• Skor untuk setiap item : 0-6
• Skor maksimum : 60
• Sering digunakan pada pasien: Depresi Bipolar, Depresi resisten
pengobatan, gangguan skizoafektif
• Walaupun merupakan skala yang dinilai oleh dokter, skala ini cocok
digunakan sebagai skala yang dinilai oleh pasien

13
Quick Inventory of Depressive
Symptomatology (QIDS)

• Terdiri dari 16 item


• 2 Format  QIDS – C : clinician rated, QIDS – SR : self rated
• Skala 0-3 untuk tiap item
• Skor ≤ 5 : remisi, skor ≥ 21 depresi sangat berat

15
Patient Health Questionnaire-9
(PHQ-9)
Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9)

• 9 item dan dikerjakan oleh pasien (self- report)


• Pasien dengan setidaknya 5 dari 9 gejala dengan frekuensi “ lebih dari
separuh waktu” harus dievaluasi lebih mendalam untuk gangguan mood
• Respon terapi dinilai dari bila skor ≤ 10 ataupun penurunan ≥ 50 % dari
skor awal
• Kurang sensitif dibanding MADRS, HAM-D, QIDS
• Poin Pertanyaan Bunuh diri kurang memadai

17
Beck Depression Inventory (BDI)

• Terdiri dari 21 item , self rated scale (diperiksa mandiri oleh pasien)
• Skala 0-3
• Skor 0-13 : minimal ; 14-19 : ringan; 20-28: sedang ; 29-63: berat
• Skor ≥ 20 : membutuhkan pengobatan
• Diselesaikan 8 menit atau kurang

18
Depression Inventory Development Scale
(DID)

• Terdiri dari 19 item


• Sedang dalam menjalani validasi dalam Canadian Bio-marker Integration
Network for Depression (CAN-BIND)
• Publikasi lebih lanjut diharapkan

19
Clinically Useful Depression Outcome Scale
(CUDOs)

• 18 item menilai semua kriteria inklusi DSM IV/DSM-5


• Skor 0-5 untuk setiap item
• Dibandingkan dengan BDI, CUDOS memerlukan waktu lebih singkat
• Pasien lebih memilih CUDOS dalam setiap pertemuan untuk memonitor
pengobatan

20
Remission From Depression Questionnaire
(RDQ)

• Terdiri dari 41 item


• Item dinilai dalam waktu 1 minggu sebelum
• Skala penilaian 0-2
• Skor lebih tinggi menandakan skor patologi lebih besar
• Dibandingkan QID-SR , RDQ dianggap lebih akurat dalam mengukur remisi
dan hasil terapi

21
Pediatric Depression Rating
Scale
• Children Depression Rating Scal (CDRS-R) paling sering digunakan usia 6-12
tahun
• Dinilai oleh klinisi
• Memakan waktu 10-15 menit
• CDRS asli : 15 item dengan total skor 61 ; CDRS-R : 17 item dengan total
skor 113

22
Mania Rating Scale
• The Young Mania Rating Scale (YMRS)
• Bipolar Inventory of Symptoms Scale (BISS)
• Bech- Rafaelsen Mania and Melancholia Scales (BRMaS)
• Mood Disorder Questionnaire (MDQ)

23
The Young Mania Rating Scale (YMRS)

• 11 item clinician rated


• Paling sering digunakan dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa
• Efektif dalam menilai kemanjuran pengobatan anti manik

24
Bipolar Inventory of Symptoms Scale (BISS)

• 44 item
• Membedakan dengan baik antara episode depresi, manik/hipomanik, dan
campuran
• Dapat mengidentifikasi : mania, depresi, iritabilitas, kecemasan, psikosis

25
Bech- Rafaelsen Mania Scales (BRMaS)

• 11 item
• Skor 0-4
• < 15 : hipomania ; sekitar 20 mania sedang; sekitar 28 : mania berat

26
Mood Disorder Questionnaire (MDQ)

• 13 item self rated dengan opsi “Ya/tidak”


• Skor ≥ 7 memiliki sensitifitas dan spesifitas untuk skrining bipolar I dan II
• Dapat digunakan dalam praktik klinis namu tidak untuk menilai hasil terapi

27
Irritability Scales
• Concise Associated Symptom Tracking (CAST)
• Sheehan Irritability Scale ( SIS)

28
Functional impairment scale

29
Instrumen untuk ide dan
perilaku bunuh diri
• Columbia-Suicide Severity Rating Scale (C-SSRS)
• Suicide Ideation and Behavior Assesment Tool (SIBAT)
• Sheehan-Suicidality Tracking Scale (S-STS)
• Sheehan-Suicidality Tracking Scale Clinically Meaningful Change Meassure
(S-STS CMCM)
• InterSePT Scale for Suicidal Thinking (ISST Plus)

30
Skala penilaian lain
• The Clinical Global Impression – Severity (CGI-S) untuk menilai keparahan
penyakit
• The Clinical Global Impression- Improvement (CGI-I) untuk menilai
perbaikan secara global

31
NEUROKIMIA
GANGGUAN MOOD
• Studi Metabolik
Terbukti bahwa dengan rendahnya kadar CSF-5HIAA dapat menurunkan perilaku bunuh diri tidak
spesifik pada gangguan mood, akan tetapi tidak dapat membuktikan hubungannya dengan
depressi unipolar maupun bipolar.
• Studi Transporter
• SERT
• Pada penelitian Trombosit terdapat penurunan pengikatan SERT pada Trombosit dari pasien yang
mengalami depresi unipolar dibandingkan subjek control yang sehat
• Pada penelitian Postmortem terdapat penurunan pengikatan SERT di striatum, amigdala, dan batang otang
pada pasien depresi dibandingkan subjek control yang sehat
• NET
Pengikatan NET di lokus coeruleus ditemukan lebih rendah pada sampel tipe campuran dengan depresi
Bipolar I , Bipolar II, atau gangguan Depresi Mayor unipolar disbanding subjek control yang sehat
• DAT
Tidak adanya kaitan antara pengikatan DAT striatal pada depresi
• Studi Metabolik
Terbukti bahwa dengan rendahnya kadar CSF-5HIAA dapat menurunkan perilaku
bunuh diri tidak spesifik pada gangguan mood, akan tetapi tidak dapat
membuktikan hubungannya dengan depressi unipolar maupun bipolar.
• Studi Transporter
• SERT
• Pada penelitian Trombosit terdapat penurunan pengikatan SERT pada Trombosit dari
pasien yang mengalami depresi unipolar dibandingkan subjek control yang sehat
• Pada penelitian Postmortem terdapat penurunan pengikatan SERT di striatum,
amigdala, dan batang otang pada pasien depresi dibandingkan subjek control yang
sehat
• NET
Pengikatan NET di lokus coeruleus ditemukan lebih rendah pada sampel tipe campuran
dengan depresi Bipolar I , Bipolar II, atau gangguan Depresi Mayor unipolar disbanding
subjek control yang sehat
• DAT
Tidak adanya kaitan antara pengikatan DAT striatal pada depresi
• Studi Reseptor
• Terdapat penurunan 5HT1A dalam mesiotemporal cortex serta hippocampus,
raphe nucleus, insula, cingulate anterior cortex dan occipital cortex pada
pasien depresi unipolar.
• Tidak ada perbedaan dalam pengikatan reseptor 5HT2A antara control dan
pasien dengan depresi unipolar sedangkan pada penelitian postmortem
terdapat peningkatan pengikatan resptor 5HT2A dibandingkan subjek control.

• Studi Pengurangan / depletion


• Pengurangan 5HT atau NE/DA secara akut pada subjek control dengan riwayat
keluarga depresi dapat mempengaruhi perubahan mood ringan sedangkan
pada pasien bebas obat dengan depresi yang sudah sembuh akan muncul
perubahan mood yang moderat.
Corticotropin Releasing
Hormone
• Berperan sebagai mengkoordinasikan perilaku, otonom, endokrin,
dan imun terhadap stress.
• Pada penelitian didapatkan adanya peningkatan CRH di CSF pada
pasien depresi terutama dengan ide bunuh diri.
• Berdasarkan penelitian, keberhasilan pengobatan pasien dengan
menggunakan ECT atau antidepresan dapat mengurangi konsentrasi
CSF CRH sebelum pengobatan
Gamma Aminobutyric Acid
• GABA merupakan turunan Glutamat yang berperan dalam
patofisiologi gangguan mood
• Pada pemeriksaan MRS dan TMS didapatkan adanya gangguan
konsentrasi GABA di korteks pasien depresi dan pasien depresi
dengan ide bunuuh diri
Glutamat
• Glutamat merupakan neurotransmitter utama di otak dan Glutamat
berperan penting dalam patofisiologi depresi.
• Pada studi yang menggabungkan MRS dan MRI menunjukkan bahwa
kadar glutamat di Prefrontal medial cortex berhubungan dengan
luasnya konektivitas ke subkortikal dan berkurangnya glutamate
subgenual anterior cingulate cortex berhubungan dengan
berkurangnya konektivitas di insula serta berkurangnya respon emosi
pada pasien depresi dengan anhedonia yang menonjol.
• Psikoneuroendokrinologi adalah studi tentang hubungan antara
sistem neuroendokrin dan gejala kejiwaan.
• Terdapat 4 komponen utama sistem neuroendokrin
1. Hipotalamus Hipofisis Adrenal (HPA Axis)
2. Hipotalamus Hipofisis Tiroid (HPT Axis)
3. Hipotalamus Hipofisis Gonad (HPG Axis)
4. Hipotalamus Neurohypophysial (HNS Axis)
Peran Neuroendokrin dalam Sistem Kekebalan Tubuh
dalam Gangguan Mood

1. HPA Axis
Depresi
• HPA Axis telah terbukti berperan penting dalam patofisiologi gangguan depresi.
• Hiperaktivitas HPA Axis merupakan kelainan neuroendokrin yang paling menonjol dan konsisten yang
ditemukan pada depresi
• Pasien dengan depresi biasanya menunjukkan tingkat kortisol awal yang lebih tinggi
• Peningkatan kadar kortisol ditemukan pada pasien yang mengalami depresi dengan ciri psikotik
dibandingkan dengan depresi nonpsikotik
• Wanita pada masa perinatal, termasuk kehamilan dan nifas, memiliki risiko lebih tinggi terkena depresi. Hal
ini disebabkan karena selama kehamilan HPA Axis menjadi hiperaktif, terutama karena produksi CRH
plasenta.
• Stres pada masa awal kehidupan, termasuk penganiayaan pada masa kanak-kanak, dapat mengaktifkan HPA
Axis secara kronis yang berkembangan menjadi depresi selama masa remaja dan dewasa
Gangguan bipolar
• Bukti yang ada menunjukkan HPA Axis yang hiperaktif pada pasien dengan
gangguan bipolar
• Aktivitas HPA Axis telah terbukti berubah sesuai dengan fase gangguan
bipolar pada pasien,
• Dalam sebuah penelitian yang menggunakan uji penekanan gabungan
DEX/CRH, menemukan peningkatan respons ACTH yang signifikan pada
pasien dengan gangguan bipolar pada fase manik dan depresi.
• Kadar kortisol pada air liur ditemukan lebih tinggi pada keturunan dari
orang tua dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan keturunan dari
orang tua yang tidak memiliki gangguan kesehatan mental
2. Hipotalamus Hipofisis
Tiroid (HPT Axis)
Depresi
• Fungsi tiroid umumnya tampak hipoaktif pada depresi
• Pasien dengan depresi mengalami gangguan sumbu HPT Axis terutama dengan
berkurangnya sekresi TSH
• Sebagian besar pasien depresi tidak memiliki kelainan fungsi tiroid yang nyata,
meskipun mereka mungkin memiliki prevalensi hipotiroidisme subklinis yang
lebih besar dibandingkan dengan populasi umum
• Namun, terdapat juga bukti yang menunjukkan peningkatan risiko depresi pada
pasien hipertiroidisme
• Autoimunitas juga mungkin terlibat dalam gangguan HPT Axis pada depresi.
Gangguan bipolar
• Meskipun tidak ada bukti yang jelas mengenai hubungan sebab akibat langsung, pasien dengan
gangguan bipolar memiliki risiko kelainan tiroid dibandingkan dengan orang sehat
• Pasien dengan gangguan bipolar memiliki rata-rata volume tiroid dan kadar TSH yang lebih tinggi
dibandingkan dengan subjek kontrol yang sehat
• Banyak penelitian menunjukkan bahwa ketidakseimbangan fungsi tiroid berhubungan dengan
gangguan bipolar.
• Peningkatan autoantibodi tiroid yang bersirkulasi sering terlihat pada pasien dengan gangguan
bipolar.
• Kelainan sumbu HPT cukup umum terjadi pada pasien dengan gangguan bipolar. Namun,
mekanisme biologis di balik bukti ini masih belum jelas, dan peranlitium dalam menginduksi
disfungsi sumbu HPT merupakan perancu yang penting.
3. Hipotalamus Hipofisis
Gonadal (HPG Axis)

Depresi
• Keseimbangan dalam kadar hormon seks tampaknya berperan penting dalam kesehatan mental.
• Estrogen secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam neurobiologi depresi.
• Ketidakseimbangan kadar testosteron dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi, baik pada pria
maupun wanita
• Perempuan lebih mungkin mengalami depresi dibandingkan laki-laki, dan perbedaan jenis
Kelamin ini lebih jelas terlihat selama masa reproduksi, mencapai puncaknya pada masa remaja
dan kemudian menurun dan tetap stabil di masa dewasa
Gangguan Bipolar
• Tingginya tingkat gangguan reproduksi telah dilaporkan pada wanita dengan
gangguan bipolar.
• Disfungsi siklus menstruasi dini lebih sering terjadi pada pasien dengan gangguan
bipolar dibandingkan dengan pasien dengan depresi unipolar
• Dalam suatu penelitian melaporkan bahwa wanita dengan gangguan bipolar
memiliki kadar testosteron yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan subjek
kontrol wanita, sedangkan pria dengan gangguan bipolar memiliki kadar
testosteron lebih rendah dibandingkan dengan subjek kontrol pria.
4. Hipotalamus
Neurohipofisis (HNS Axis)

• Hormon HNS berperan penting dalam gangguan mood


• Arginine vasopressin (AVP) terbukti mempengaruhi beberapa fungsi yang
berhubungan dengan SSP, termasuk fungsi kognitif dan perilaku
• Oksitosin (OT) mungkin terlibat dalam gangguan depresi dimana tingkat OT yang
rendah selama kehamilan dikaitkan dengan risiko depresi pasca melahirkan
Implikasi Klinis
1. Hipotalamus Hipofisis Adrenal (HPA Axis)
• Beberapa penelitian telah difokuskan pada sumbu HPA sebagai target potensial untuk pengobatan
• gangguan mood memiliki hubungan kuat antara sumbu HPA dan gangguan mood lebih didukung
oleh fakta bahwa hampir setiap obat psikotropika mempunyai efek pada sumbu HPA

2. Hipotalamus Hipofisis Tiroid (HPT Axis)


• Setiap dokter harus menyadari pentingnya mengevaluasi fungsi tiroid ketika menilai pasien dengan
gangguan mood
• Suplementasi hormon tiroid bermanfaat dalam memperbaiki gejala depresi pada pasien
hipotiroidisme
3. Hipotalamus Hipofisis Gonadal (HPG Axis)
• Perbedaan jenis kelamin sangat penting ketika menganalisis peran hormon seks dalam gangguan
mood
• Beberapa obat psikotropika yang biasa diresepkan untuk gangguan mood, terutama antipsikotik
dan antidepresan, serta penstabil mood, dapat mempengaruhi sumbu HPG

4. Hipotalamus Neurohipofisis (HNS Axis)


• Bukti praklinis dan klinis menunjukkan bahwa OT, yang diberikan secara perifer atau sentral, dapat
melawan depresi
• Antagonis reseptor AVP V1b telah terbukti memiliki efek antidepresan
STRUCTURE

Peran Sistem Kekebalan


Tubuh dalam Gangguan Mood
Sistem kekebalan mengenali dan melindungi sel-sel sendiri
sambil menghilangkan pathogen yang menyerang, sel yang
terinfeksi, atau sel kanker. Terjadinya inflamasimungkin
berhubungan dengan penyakit neurodegeneratif dan
neuropsikiatri
Sitokin Jenis Fungsi Utama Temuan Klinis
IL-1β Peradangan Mengkoordinasikan/mengaktifkan Aktivasi Gangguan
kaskade inflamasi Depresi Mayor
IL-2 Differentiator Meningkatkan Sel T ↑ pada Gangguan
Depresi Mayor
IL-4 Differentiator Meningkatkan Th2 terkat dengan respon ↓Gangguan Depresi
alergi Mayor
IL-6 Peradangan Mengaktivasi respon fase akut ↑ pada Gangguan
Depresi Mayor, ↑
pada mania
IL-10 Anti-Inflamasi Menghambat produksi sitokin ↑ pada Gangguan
proinflamasi Depresi Mayor

IFN-γ Peradangan Merespon terhadap infeksi, terutama ↓Gangguan Depresi


yang viral Mayor
TNF-α Peradangan Memainkan peran penting dalam ↑ pada Gangguan
beberapa fungsi seluler (kelangsungan Depresi Mayor, ↑
hidup, proliferasi, diferensiasi, dan pada mania
kematian )
CRP ( bukan Fase Akut Sebagai pelengkap dalam jalur aktivasi ↑ pada Gangguan
sitokin Reaktan atau mempromosikan fagositosis Depresi Mayor
patogen oleh makrofag
Hubungan Antara Otak dan Sistem
Kekebalan Tubuh

Sel Imun masuk ke SSP Sitokin beredar ke dalam


dan memproduksi sitokin SSP melalui BBB
*Dapat dideteksi melalui cairan serebrospinal * Melalui sistem limfatik sitokin mencapai SSP

• Otak mempengaruhi sistem kekebalan tubuh . Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA) dan sistem


saraf otonom berkontribusi terhadap pengendalian sel-sel imun. Keduanya terlibat dalam
menekan produksi sitokin serta menyelesaikan respons imun.
• Kortisol, yang merupakan komponen utama respons stres, mencakup penghambatan infiltrasi sel
kekebalan di seluruh tubuh serta pelepasan sitokin.

Katekolamin norepinefrin dan epinefrin juga  sistem kekebalan tubuh, khususnya dengan berdampak
langsung pada sel kekebalan
Disfungsi Kekebalan Tubuh pada
Gangguan Mood

1. Peningkatan sitokin proinflamasi yang ringan namun kronis


2. Peningkatan kronis pada beberapa sitokin antiinflamasi
3. Penekanan respon sel imun

• CRP adalah Penanda inflamasi yang paling banyak dipelajari pada Gangguan Depresi
Mayor. CRP pada orang dewasa sehat <1–3 mg/L.
• Kadar >3 mg/L  Peradangan kronis
• >100 mg/L berhubungan dengan infeksi bakteri aktif yang parah.
• Penyakit Autoimun dan penyakit infeksi berat meningkatkan terjadinya depresi
(50%).
Faktor Disfungsi Kekebalan Tubuh
pada Depresi

Diet Stres Psikologis


Kualitas pola makan yang buruk dan Stres atau trauma di awal kehidupan menjadi
penyebab utama peradangan pada gangguan
obesitas berkaitan dengan terjadinya mood dan faktor risiko psikopatologi dimana
peningkatan depresi pada inflamasi meningkatkan risiko penyakit metabolik dan
kronis inflamasi pada masa dewasa, termasuk
terjadinya obesitas dan ↑CRP

Penyakit Autoimun dan Lainnya


Inflamasi Iatrogenik
Kortikosteroid dan imunosupresan Mania Kelainan autoimun mengakibatkan Gangguan
Depresi Mayor mencapai 40%. Penderita
pada pemberian akut. Penggunaan jangka
kanker  peningkatan peradangan dan
panjang Depresi terapi yang merusak jaringan dan memiliki
Pemberian terapi interferon-α (IFN-α) tingkat depresi dengan komorbiditas yang
menginduksi terjadinya depresi tinggi yang dikaitkan dengan hasil akhir yang
buruk
Intervensi untuk Depresi Inflamasi

• Pemberian obat penghambat sitokin atau NSAID pada pasien depresi unipolar berat tanpa penyakit
penyerta medis  hasil negatif
• Pasien depresi bipolar tidak menunjukkan efek apa pun, mungkin karena depresi bipolar kurang
berhubungan dengan disfungsi imun dibandingkan depresi unipolar.
• Pasien dengan tingkat peradangan tertinggi dan dinilai dengan tingkat CRP tampaknya mendapat manfaat
dari pengobatan dengan infliximab antagonis TNF-α
• Olahraga, kewaspadaan, dan psikoterapi seperti terapi perilaku kognitif dapat mengalami penurunan
penanda inflamasi dan memberikan dukungan yang lebih luas untuk efek nonspesifik yang lebih
didasarkan pada perbaikan keadaan penyakit daripada mekanisme pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai