Abstrak
Pendahuluan: dalam beberapa tahun belakangan ini, banyak penelitian megenai
asosiasi antara temperamen dan karakteristik klinis gangguan mood. Kebanyakan
pasien bipolar tidak menyadari tanda dan gejala dari bipolar itu sendiri. Hubungan
anatra afektif temperamen dan tilikan pada pasien bipolar masih jarang diangkat
sebagai topik dalam sebuah jurnal sejauh ini.
Tujuan: untuk mengevaluasi hubungan antara afektif temperamen dan tilikan
pada gangguan bipolar.
Metode: sekelompok pasien bipolar yang terdiri dari 65 orang di follow – up
selama setahun. Pasien – pasien ini telah dinilai secara klinis dan didiagnosis
dengan kriteria dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi
5 (DSM – 5). Tilikan pasien dievaluasi dengan Insight Scale fo Affective
Disorders (ISAD), dan afektif temperamen dievaluasi dengan TEMPS – Rio de
Janeiro. Hubungan antara afektif temperamen dan tilikan dieksplorasi
menggunakan Spearman rho korelasi antara skor pada setiap item pada ISAD dan
pada subskala pada TEMPS – Rio de Janerio.
Hasil: pada fase eutimik, bipolar dengan temperamen depresi berasosiasi dengan
skor tilikan yang lebih tinggi mengenai konsekuensi dari penyakit tersebut; ketika
manik, pasien menunjukkan tilikan yang lebih baik jika mereka memiliki
gangguan afek, adanya keterlibatan psikomotor, dan menderita akan rasa bersalah
atau rasa kebesaran. Sama halnya, pasien bipolar dengan dengan skor temperamen
gelisah, ketika manik, memiliki tilikan yang lebih baik dalam keterlibatan dalam
atensi. Pasien bipolar dengan skor temperamen hipertimik yang tinggi, ketika
manik, menunjukkan tilikan yang paling rendah mengenai penyakit mereka.
Kata kunci: gangguan bipolar, tilikan, afektif temperamen
1
PENDAHULUAN
2
intelegensi, atensi, dan fungsi eksekutif. Berdasarkan konsep Kraepelinian, kita
menghipotesiskan jika individu dengan temperamen depresi memiliki tilikan yang
lebih baik dan pada pasien dengan temperamen hyperthymic memiliki tilikan
yang lebih buruk.
Tujuan dari penilitian saat ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara
temperamen afektif dan tilikan pada gangguan bipolar, yang mana, menurut
sepengetahuan kami, belum pernah diangkat sebagai topik pada jurnal lain sejauh
ini. Karena tidak ada penelitian yang mengivestigasi topik ini, penelitian ini
merupakan eksplorasi secara alami, memberikan efek untuk asosiasi antara faktor
ini dan menyediakan landasan dasara untuk penelitian selanjutnya dengan sample
yang lebih banyak.
METODE
Sampel
Penelitian ini dilakukan pada klinik rawat jalan di Instituto de Psiquiatria,
Universidade Federal do Rio de Janerio, antara Juli 2014 dan Juni 2015. Kriteria
inklusinya adalah pasien dengan diagnosis gangguan bipolar tipe I atau tipe II dan
telah berusia 18 tahun atau lebih. Semua pasien menandatangani surat informed
consent. Pasien yang tidak setuju ikut serta pada penelitian ini atau memiliki
kondisi non – psikiatri yang serius (seperti, congestive heart failure, gangguan
ginjal) dieksklusi. Komite etik lokat telah menyetujui penelitian ini.
Evaluasi klinis
Diagnosisi psikiatri telah dirumuskan pada penilitian ini menggunakan
kriteria DSM – 5 dan melalui evaluasi klini yang dilakukan oleh psikiatris. Data
sosio – demografi dikumpulkan seperti, usia, jenis kelamin, dan tingkat edukasi.
Kondisi afektif setiap pasien juga dinilai berdasarkan setiap poin pada DSM – 5.
Skala yang digunakan: Hamilton Depresion Scale (HAM – D), Young Mania
Rating Scale (YMRS). Dan Clinical Global Impression Scale for Use in Bipolar
Illness (CGI – BP). HAM – D digunkanan untuk menilai gejala depresi dengan 17
item. YMRS memiliki 11 item untuk menilai gejala manik. CGI – BP
3
memberikan skor secara global pada keparahan episode afektif. Pasien dievaluasi
setiap bulan.
Pasien juga dinilai pada setiap poin dengan Insight Scale for Affective
Disorders (ISAD) yang dikembangkan oleh Olaya et al. ISAD ini telah di
terjemahkan dalam bahasa Portuguese dan diadaptasi untuk digunakan di Brazil
oleh Silva et al. Instrumen skala untuk menilai Unawareness of Mental Disorders
(SUMD), adalah penilaian multidimensional yang terdiri 12 item. Skor dari 1
(tidak ada gejala atau tilikan penuh) hingga 5 (tidak ada tilikan) untuk setiap item.
Meski demikian, berapapun skor di atas 1 menunjukkan keterlibatan dari tilikan
berdasarkan item tertentu.
TEMPS – Rio de Janeiro juga digunakan pada pertama kali pada pasien
eutimik. Itu terdiri dari mengurangi tujuan kuisioner pada saat penilaian afektif
temperamen, berdasarkan Temperamen Evaluation of Memphis, Pisa, Paris, dan
San Diego (TEMPS), dan diadaptasi ke Portugues Brazil. Kuisioner tersebut
memiliki 45 pertanyaan benar – salah yang akan mengklasifikasikan temperamen
pasien menjadi 6 tip: depresif, syclothymic, hyperthymic, irritable, anxious, atau
khawatir. Penelitian di U.S dan di Eropa telah menyarankan versi yang lebih
singkat dari TEMPS – A bisa sama efisiennya dengan versi lengkap, namun
memiliki kompliansi dari responden yang lebih tinggi. Konsistensi internal dari
enam subskala dari TEMPS – Rio de Janeiro pada umumnya baik, dari 0,67
(subskala cemas) hingga 0,81 (subskala khawatir), dengan subskala cyclothymic,
irritable, depresif, dan hyerthymic berada pada nilai tengah (0,74; 0,74; 0,72; dan
0,7).
Pada satu pasien bisa dinilai lebih dari satu kali selama penelitian, yang
menunjukkan lebih dari satu episode afektif, penelitian ini memilih untuk
memasukkan penilaian berdasarkan episode depresi pertama kali, episode manik
pertama, dan fase euthymic pertama pada setiap pasien demi kelancaran analisis.
Analisis Statistik
Statistik deksriptif digunakan untuk mengilustrasikan karakteristik sampel.
Hubungan antara afektif temperamen dan tilikan dieksplorasi menggunakan
korelasi Spearman rho antara skor yang diperoleh dari ISAD dan TEMPS,
mencerminkan karakteristik ordinal dari skala tilikan. Korelasi Pearson dihitung
4
antara total skor ISAD dan afektif temperamen. Analisis korelasi dilakukan secara
terpisah setiap kelompok pasien (eutimia, depresi, dan manik). Pada hasil yang
signifikan, sebagian korelasi dihitung dengan usia dan tingkat pendidikan untuk
menginvestigasi jika faktor ini dapat menjelaskan asosiasi pada sebagian hasil
yang dilaporkan dengan focus kekuatan korelasi menggunakan p – value
ditetapkan 0,05.
HASIL
5
Asosiasi antara tilikan dan afektif temperamen
Eutimia
Korelasi yang signifikan ditemukan hanya antara temperamen depresi dan
ISAD #3 (“awareness of consequences of the illness on work, family and social
life”), pada pasien dengan temperamen depresi menunjukkan tilikan yang lebih
baik. Hasil tetap tidak berubah setelah dikorelasikan dengan usia atau tingkat
Pendidikan
Manik
Terdapat korelasi signifikan antara temperamen hipertimia dengan tilikan
yang buruk pada ISAD #12 (“awareness of suffering from idea flight – worse
insight with hyperthymic temperament”). Pada analisi korelasi parsial, asosiasi ini
tetap signifikan ketika berdasarkan usia, tetapi tidak signifikan lagi ketika
dihubungkan dengan tingkat pendidikan. Hasil tersebut bertolak belakang dengan
temperamen depresif memiliki tilikan yang lebih baik. Hal ini diobservasi dari
ISAD #1 (“awareness of suffering from an affective disorder”), ISAD #8
(“awareness of suffering from feeling of grandiosity”). Asosiasi ini masih tetap
signifikan setelah inklusi dari usia dan tingkat pendidikan pada korelasi parsial.
Sama juga pada temperamen cemas diasosiasikan dengan tilikan yang lebih baik
untuk ISAD #13 (“awareness of attentional change”) pada bipolar tipe manik,
tetapi hasilnya berbanding terbalik ketika inklusi dari korelasi parsial (usia dan
tingkat pendidikan).
Depresi
Korelasi signfikan ditemukan antara temperamen irritable dan ISAD #2
(“awareness of treatment efficacy for current symptoms or preventing relapse”),
di mana ditemukan tilikan yang lebih baik pada temperamen irritable, sedangkan
untuk ISAD #8 (“awareness of suffering from sluggishness or psychomotor
agitation”) dan ISAD #10 (“awareness of suffering from feeling of uselessness”)
di mana tilikan lebih buruk pada temperamen irritable. Asosiasi ini masih
signifikan dengan inklusi dari usia dan tingkat pendidikan pada korelasi parsial
untuk ISAD #8 dan #10, tetapi tidak signifikan untuk ISAD #2 .
6
DISKUSI
7
yang lebih baik dibandingkan dengan episode manik murni. Meski demikian
penelitian ini tidak membedakan antara manik murni dengan episode campuran,
kemungkinan tempramen depresi dan cemas memiliki faktor penting untuk
mempertahakan tilikan pada episode manik. Dengan demikian, afektif
temperamen dapat menentukan tilikan pada pasien dengan gangguan bipolar.
Kraepelin, pada deskripsinya mengenai afektif temperamen, kondisi
pasien dengan temperamen depresi: “are more aware of mistakes and
deficiencies”, “rumination about unhappy moments”, dan mereka sangat suka
mengkritik. Sebagai tambahan, mereka lebih memperhatikan gejala fisik, seperti
mudah merasa lelah. Kerakteristik yang sedemikian rupa bisa menyebabkan
individu tersebut memikirkan konsekuensi yang lebih serius dari kondisi mereka
atau lebih sering mengeluh mengalami kesulitan. Karaktesitik dari temperamen
depresi mungkin dapat menunjukkan temuan penelitian ini, saat episode eutimia,
pada sampel dengan skor tinggi pada temperamen depresi memiliki tilikan yang
lebih tinggi mengenai konsekuensi dari penyakitnya dalam kehidupan sosial,
keluarga, dan pekerjaan.
Akiskal et al., mengatakan temperamen irritable terlihat lebih tidak
konsisten, sejak ditemukannya skor dari depresi, hipertimia, dan siklotimia yang
diklasifikasikan sebagai irritable. Kraepelin, menggambarkan temperamen
irritable sebagai campuran dari kondisi depresi dan hipertimia. Memungkinkan
untuk dibandingkan dengan penelitian mengenai tilikan pada pasien bipolar, pada
penelitian ini ditemukan pasien dengan tempramen irritable, ketika depresi,
menunjukkan tilikan yang baik pada efikasi terapi. Itu bisa menjadi karakteristik
dari individu dengan depresi dan tilikan yang buruk pada gangguan psikomotor,
rasa bersalah atau rasa kebesaran, yang mana dapat menunjukkan karakteristik
pada individu dengan temperamen hipertimia.
Asosiasi afektif temperamen dengan aspek klinis pada pasien bipolar
terlihat konsisten. Russo et al., menujukkan pasien dengan skor gangguan bipolar
dengan skor siklotimia atau irritable yang lebih tinggi memiliki kemampuan
yang lebih baik saat dilakukan tes kecepatan proses informasi, memori kerja,
pertimbangan, dan pemecahan masalah. Vohringer et al., menunjukkan pada
pasien dengan gangguan bipolar dengan temperamen hipertimia memiliki riwayat
8
bunuh diri lebih banyak. Azorin et al., menemukan pasien gangguan bipolar
dengan temperamen hipertimia dan siklotimia memiliki asosiasi yang kuat dengan
kondisi manik. pada akhirnya, Kesebir et al., melaporkan pada pasien bipolar
dengan temperamen irritable memiliki gejala psikotik yang lebih banyak dan
kecenderungan dari episode pertamanya lebih ke arah manik. Sebagai tambahan,
individu dengan hipertimia lebih sering berubah menjadi manik.
Disamping mempengaruhi gejala klinis dari bipolar, afektif temperamen
juga memiliki asosiasi dengan pengaruh sistemik pada individu denagn gangguan
mood. Sebagai contoh, Kesebir et al., mengobservasi kadar asam urat yang tinggi
pada individu dengan hipertimia dan irritable. Penelitian yang sama dilakukan
pada pasien unipolar dengan depresi dan temperamen depresi dengan kadar asam
urat yang lebih rendah.
Beberapa gejala klinis berhubungan dengan perubahan dari tilikan pada
pasien bipolar. Sebagai contoh, beberapa penelitian menunjukkan korelasi antara
tingkat tilikan yang rendah dan tingkat keparahan dari episode afektifnya atau
adanya gejala psikotik. Penelitian lain mengatakan tilikan yang rendah
berhubungan dengan kebencian dan rendahnya pengendalian impuls, perilaku
yang lebih agresif, dan perjalanan klinis yang buruk. Penelitian lain menemukkan
korelasi antara tilikan rendah dan tingginya gangguan kognisi, terutama memori,
pembelajaran emosi, intelegensi dan fungsi psikomotor, pemahaman dan
kemampuan motorik, atensi, fungsi verbal dan eksekutif, dan kemampuan
memproses informasi.
Penelitian ini menujukkan sama halnya dengan gejala klinis, temperamen
afektif juga memiliki korelasi dengan tilikan pada bipolar. Meski demikian,
penelitian ini memilik keterbatasan. Jumlah sampel yang kecil dan evaluasi
temperamen tidak dievaluasi sebeluh onset penyakitnya, hal ini menyebabkan
pengaruh dari perjalanan penyakitnya pada temperamen tidak dapat dieleminasi.
Penelitian ini memberikan bukti awal, dan merekomendasikan penelitian lebih
lanjut pada tema ini untuk mengeksplorasi secara detail asosiasi antara
temperamen dan tilikan.
9
KESIMPULAN
10