Anda di halaman 1dari 4

AHMAD SOORKATTY Ahamad sukarti dilahirkan di pulau Arqu daerah Dunggulah, Sudan.

Ia sudah menghapal al-quran di usia mudanya berkat ketekunan dan kasih sayang ayahnya menggembleng anaknya yang juga merupakan ulama besar yang terkenal. Setelah ayahnya meninggal dunia, ia melanjutkan belajarnya ke al-Azhar, Mesir. Sampai kemudian melanjutkan di Makkah dan dengan tesisnya tentang Al-Qadha wal Qadar, meraih gelar AlAllamah (1326 H/1908 M) dengan asuhan gurun besar Syaikh Muhammad Bin Yusuf Alkhayaath dan Syah Syuaib Bin Musa Almaghribi. Pengembaraannya ke indonesia bermula dari permintaan jamiat khair di indonesia untuk mengajar melalui perantaraan Syaikh Muhammad Bin Yusuf AlKhayyath dan syaikh Muhammad Al-habsyi sampailah maksud Surkati untuk memenuhi permintaan jamiat khair dengan membawa bekal keyakinan mati di Jawa dengan berjihad lebih suci dari pada mati di Makkah tanpa jihad . Akan tetapi setelah beberapa lama terjadi ketidakharmonisan hubungan antara pihak jamiat khair dengan surkati, akhirnya Surkati keluar dan kemudian setelah berdiri dan berkembangnya pendidikan madrasah Al-Irsyad, ia menjadi pengajar di madrasah AlIrsyad, keberadaan Surkati di A-Irsyad meroketkan organisasi tersebut jauh meniggalkan jamiat khair. Disamping memang jamiat khair terdapat banyak kelemahan didalam sosiokulturalnya, diantaranya masih memandang tentang per bedaan status sosial. Kedatangan Sukarti di pulau Jawa bulan maret 1911 kenyataan kemudian menjadi peristiwa penting dalam sejarah perkembangan di indonesia, yaitu sejarah perkembangan paham pembaharuan islam di indonesia terutama karena kegiatannya yang suka bergelut dalam bidang pendidikan ketimbangan keorganisasian Al-Irsyad itu sendiri. Pada saat Ahmad Surkati mengunjungi sahabatya, Wahab Sungkar Al-urmei di Solo tahun 1912, dalam perjalannya bertemu dengan tokoh pribumi (Ahmad Dahlan) yang sedang asyik membaca majalah Almanar dan mengagumi

kemampuannya membaca bahasa arab. Disamping itu memang karena jalan pikirannya yang sama tentang pemahaman pemurniaan aqidah sehingga keduanya menjadi akbrab. Dalam pertemuan dan perkenalanya inilah menjadi pertukaran pikiran antara kedunya sampai pada kesimpulan yang mengandung tekad mereka berdua untuk sama-sama mengembangkan pemikiran Muhammad Abduh di Indonesia. Perkembangan organisasi Al-Irsyad kurang begitu pesat jika dibandinkan dengan organisai lainnya seperti Muhammadiyah dan NU. Hal ini bisa dilihat kebanyakan para pengurus dan pendukung organisasi ini adalah dari kalangan keturunan Timur Tengah (Arab) adanya jarak antara masyarakat keturunan Arab dengan pribumi menyebabkan sosialisasi organisasi ini kurang menyentuh atau melebar kemasyarakat pribumi. Dilihat dari pergerakan keorganisasiannya, Al-Irsyad lebih cenderung penekanannya dalam bidang social pendidikan. Mengenai masalah perpolitikan, organisasi ini cenderung bersifat netral atu kurang menyentuhnya sehingga pada halhal yang justru mengandung nilai perjuangan yang tinggi yaitu perjuangan untuk ummat islam dapat menjalankan syariatnya dengan kafah di Negara RI, kurang mendapat respon. Hal ini tidak jauh berbeda dengan organisasi-organisasi keagamaan islam besar lainnya seperti NU dan Muhammadiyah yang cenderung menerima pancasila sebagai satu-satunya dasar/azas Negara RI dan UUD 1945 sebagai sumber segala sumber hukum dengan alasan tidak ada larangan menjalankan kebebasan agama didalamnya. Sementara perjuangan penegakan syariat islam di Indonesia sebagian besar hanya dilakukan oleh tokoh-tokoh dari kaum militan islam dan sayangnya kelompok ini adalah kelompok minoritas. Memang dalam pemahaman yang netral universal pancasila itu sendiri dilihat dari redaksionalnya telah mewadahi berbagai umat beragama dan kepercayaan untuk melaksanakan sesuai keyakinannya, tetapi sesungguhnya yang terjadi selama ini adalah pemahaman yang secara sepihak dibiaskan oleh pemerintah menurut

pemahamannya sehingga pelaksanaan kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya sebagai nilai yang terkandung dalam sila pertama pancasila tidak pernah terwujud hanyalah masalah hukum-hukum seperti pernikahan, waris dan sejenisnya yang belum menyentuh kepada hukum-hukum yang lebih jauh yang telah sedemikian detail ada dalam hukum syara. Terdapat suatu kejadian yang mungkin menjadi sejarah yang penting bagi pelaksanaan hukum-hukum syariat di Indonesia tatkala kelompok laskar jihad pimpinan Jafar Umar Thalib, di Maluku terjadi pelaksanaan hukum rajam bagi pelaku zina sesuai syarat-syarat yang telah ditentukan menurut syara. Disini seharusnya peran pemerintah sebagai fasilitator. Dimana ada rakyatnya yang dengan suka rela mau mennggunakan hukum syariat islam sebagai keyakinannya dan pemerintah tidak perlu menghalanginya karena itu adalah keyakinan agamanya yang telah dijamin kebebasannya dalam pancasila. Tetapi malah justru pimpinan laskar jihad ditangkap dan dipojokkan, kecuali jika si pelaku kejahatan itu, tidak mau dan berlindung kepada hukum negara, barulah negara turut campur didalamnya. Maka dalam hal ini para ulama telah lepas dan bebas dari kewajibannya menjakankan hukum fardu kifayah kepada si pelaku zina tersebut dengan berlalihnya permasalahan hukum ketangan pemerintah atas dasar tidak ada paksaan didalam segala islam. Jika pemerintah memiliki alasan kuat karena belum adanya undang-undang yang secaara khusus mengatur hal itu, di situlah kesalahan yang fundamental. Hal ini karena mengesampingkan permasalahan dasar kehidupan beragama dan bernegara tidak tuntas dan lebih mementingkan ekonomi dan duit yan terbukti dijaman reformasi sekarang ini duit dan kekayaan hanya lari pada segolongan atau segelintir orang sementara kebanyakan rakyat menderita kemiskinan, pengangguran dan krisis sosial yang berat. Kesenjangan sosial yang dahsyat ini sesunggguhnya mengadung ancaman yang sangat besar terhadap potensi perpecahan. Akibat dari dasar pengaturan kehidupan sosial, ekonomi, keagamaan, kenegaraan dan tata kehidupan internasional yang jelas inilah sumber dari segala sumber mala petaka. Hukum fardu kifayah ummat untuk ummat islam diindonesia

untuk menjalankan syariat secara kaffah masih mengena kepada setiap yang mengaku besungguh-sungguh memeluk agama islam selama perjuangan itu belum terwujud.

Anda mungkin juga menyukai