Anda di halaman 1dari 4

Ketika Ilmu Bedah Bertemu Ilmu Hati

Judul Buku Pengarang Penerbit Terbit Tebal Resentator

: Mekar Karena Memar : Alex L. Tobing : Balai Pustaka : Jakarta 1990 (Cetakan kelima) : 154 halaman (dengan cover) : Wildan Nafian

Sinopsis Herman, salah saeorang mahasiswa Fakultas Kedokteran, baru saja ia dinyatakan lulus ujian tingkat pertama. Selanjutnya ia harus menekuni pelajaran yang lebih mendalam di tingkat dua. Kemudian ia membeli buku Spalteholz sebagai pembimbingnya. Sampailah dia pada saat berhadapan dengan mayat. Mayat-mayat itu diambil dari mayat yang tak dikenal atau mayat yang tak diambil oleh keluarganya selama 3 hari di kamar mayat. Di situlah Herman pertama kali mengetahui harga manusia, sebuah tengkorak dapat diperjualbelikan dengan harga hanya Rp. 40,00. Namun mayat itu tak pernah mengeluh walaupun anggota badannya menjadi bahan praktikum. Tidak semua mahasiswa kedokteran dapat dengan mudah melaksanakan tugas praktikum. Mereka harus lolos dari ujian yang diberikan oleh guru besar. Setelah dinyatakan dirinya lulus, sang guru besar akan memberi selembar nota guna disampaikan kepada asisten. Lalu asisten memberiku nomor mayat untuk praktik. Kemudian melaksanakan tugas praktikum. Ia memberanikan diri untuk menyayat kulit sesosok mayat. Lalu ia bertemu dengan lita. Nama aslinya May Kim Lian. Gadis Tionghoa yang menjadi asisten. Ia tinggal menyelesaikan beberapa dari enam puluh mata pelajaran Ilmu Faal. Herman sering mendapat bimbingan dari Lita. Lalu herman mulai merasakan sesuatu hal yang berbeda tentang perasaannya dengan Lita.

Ilmu jaringan pancaindra adalah ilmu yang penting dalam ilmu kedokteran. Tangan adalah panca indra yang penting. Bagi Herman, tangan bukan hanya alat peraba dan perasa, tetapi juga jembatan perantara yang dapat merasakan hangatnya tangan yang lain. Herman ingin sekali menjabat tangan Lita. Ketika Lita dinyatakan lulus Herman ingin menyalaminya. Namun Lita bergegas ingin pulang. Herman lalu mengejarnya agar dapat berjabatan tangan dengan Lita. Akan tetapi, harapan itu hilang melihat Lita terbaring di jalan dengan penuh darah. Keesokan hari ia kembali dan menemui Lita di kamar pendingin dengan badan yang sudah kaku. Bagi Herman, putusnya hubungan seseorang dengan dunia bukan berarti berakhir juga riwayatnya. Buat Herman, kematian Lita merupakan pacuan untuk terus melangkah. Herman menjadi tidak bersemangat dalam melakukan pekerjaannya. Namun, lamakelamaan semangatnya pulih kembali. Semangat adalah sesuatu yang bersatu dengan jiwa sehingga tak dapat di dipadamkan. Herman berteman dengan Gloria (Ria), mahasiswi kedokteran tingkat pertama. Orang tua (Ibu) Ria tidak senang melihat Ria berhubungan akrab dengan Herman. Ibunya lebih senang jika Ria memilih Trisno. Dia adalah anak seorang pengusaha kaya. Namun, cinta bukanlah sesuatu yang dapat dibanding dengan harta atau dengan jaminan hidup. Ria tetap memilih Herman sebagai kekasihnya walaupun dengan segala kekurangannya. Bahkan, saat sebelah mata Herman mendapat gangguan, Ria semakin berusaha keras untuk meyakinkan kekasihnya bahwa penyakit itu dapat disembuhkan. Herman selalu menolak pertolongan Ria. Bahkan, Herman memohon agar Ria mau melupakannya. Kemudian, Herman meninggalkan Ria dan tinggal di Bandung. Ria ingin membuktikan ketulusan cintanya kepada Herman. Namun, Herman mengatakan sebaliknya. Namun, Ria tak pantang menyerah. Segala upaya untuk menyembuhkan mata kekasihnya ia lakukan. Kemudia ia berkonsultasi dengan profesor bernama Wilsen dari University of California di Amerika. Ia sangat yakin penyakit mata kekasihnya dapat disembuhkan. Akhirnya Ria berhasil membujuk Herman dan membawanya ke Amerika untuk operasi. Pada operasi pertama dan kedua tidak membawa hasil yang bagus. Walaupun Herman putus asa, Ria tetap yakin ia akan sembuh. Kenyataannya, memang berhasil. Herman dapat melihat seperti semula. Semuanya telah selesai, Profesor Wilson berkata kepada Gloria Take good care of your patient, Glory. You finished your operation very well do the same when you start your aftercare is a minute. Bersamaan dengan perginya sang Profesor dan tertutupnya pintu, Herman dan Gloria berpelukan.

Keunggulan Cerita antara bagian satu dengan yang lain berkaitan sehingga membuat kita tetap harus membaca dari awal Ceritanya menarik diawali dengan bersusah payah namun diakhiri dengan hal-hal yang menyenangkan Menggunakan bahasa kiasan yang indah Kekurangan Karena buku lama terkadang ada kata-kata yang sudah tidak digunakan sehingga sukar untuk dipahami Nilai Dalam novel ini terdapat nilai-nilai yang dapat kita ambil beberapa diantaranya adalahpertama kita tidak boleh putus asa dalam meraih cita-cita kita jadikanlah cita-cita sebai penyemangat ketika kita sedang putus asa, kedua adalah kita harus optimis setiap penyakit itu selalu ada jalan keluarnya untuk sembuh

Hasil Resensi XI IPA 1 SMA Negeri 1 Sewon

Tahun Pelajaran 2012/2013 Jl. Parangtritis Km. 5 Yogyakarta 55187

Anda mungkin juga menyukai