Anda di halaman 1dari 27

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon PENDAHULUAN Sebagai tindak lanjut pertemuan yang

telah membahas laporan pendahuluan dan survey yang telah dilakukan, maka draft laporan akhir dibuat. Dalam draft laporan akhir ini akan dijabarkan lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk kerjasama pemerintah-swasta beserta kelebihan dan kekurangannya, analisis dari kondisi persampahan kota Cilegon, serta beberapa potensi pengelolaan sampah yang dapat dikerjasamakan. Pada dasarnya kerjasama pemerintah-swasta harus menguntungkan semua pihak, maka pembahasan pada laporan antara ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas pada kedua belah pihak hingga tidak pihak yang dirugikan. Untuk memudahkan, maka dibuat ringkasan laporan akhir yang menjabarkan pokok dari draft laporan akhir yang telah dibuat. Penjabaran difokuskan pada analisis kondisi persampahan di Kota Cilegon dan pada analisis Kerjasama Pemerintah Swasta di Kota Cilegon. GAMBARAN UMUM KOTA CILEGON Cilegon termasuk kota sedang yang berpenduduk kurang dari 500.000 jiwa. Pada tahun 2010, penduduk Cilegon berjumlah 373.440. Terdiri dari 191. 229 laki-laki dan 182.211 perempuan. Penduduk kota Cilegon tersebar dalam delapan kecamatan yang ada yakni, Ciwandan, Citangkil, Pulomerak, Purwakarta, Grogol, Cilegon, Jombang dan Cibeber. Tabel 1 di bawah data penduduk per kecematan di Kota Cilegon. Tabel 1. Data penduduk Kota Cilegon tahun 2010
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Kecamatan Ciwandan Citangkil Pulomerak Purwakarta Grogol Cilegon Jombang Cibeber Kota Cilegon Luas Wilayah (km2) 51,81 22,98 19,86 15,29 23,38 9,15 11,55 21,49 176 Jumlah Penduduk (jiwa) 42.397 64.948 42.899 38.238 38.538 39.465 60.347 46.608 373.440 Kepadatan (jiwa/km2) 818 2.826 2.160 2.501 1.648 4.313 5.225 2.169 2.128

Sumber: Cilegon Dalam Angka 2011

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 1

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon Kota Cilegon berada pada posisi 5o5224 6o0407 Lintang Selatan dan 105o5405 106o0511 Bujur Timur. Secara administratif luas Kota Cilegon adalah 17.550 Ha. Kota Cilegon memiliki batas-batas sebagai berikut: Utara: Kecamatan Pulomerak dan Bojonegara (Kabupaten Serang) Barat: Selat Sunda Selatan: Kecamatan Anyer dan Mancak (Kabupaten Serang) Timur: Kecamatan Kramatwatu dan Waringin Kurung (Kabupaten Serang) ANALISIS PENGELOLAAN SAMPAH KOTA CILEGON Timbulan sampah suatu kota setiap tahunnya meningkat sesuai dengan pertambahannya jumlah penduduknya. Timbulan sampah Kota Cilegon pada tahun 2010 mencapai 867 m3/hari dengan jumlah total yang terangkut baru sebesar 390 m3/hari (45%). Dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 373.440 jiwa, maka timbulan sampah per kapita sebesar 2,3 liter / orang / hari. Untuk mengantisipasi kebutuhan akan saranaprasarana serta biaya yang harus dikeluarkan, maka perlu dilakukan prediksi timbulan sampah. Untuk melakukan prediksi timbulan sampah di Kota Cilegon, pertama akan dilakukan prediksi jumlah penduduk. Prediksi jumlah penduduk akan dilakukan untuk tahun 2011 sampai tahun 2015 sesuai dengan rencana peningkatan pelayanan persampahan pada tahun 2015. Hasil prediksi ini lalu dikalikan dengan timbulan sampah perkapita, yang diasumsikan sama dengan tahun 2010. Maka didapatkan prediksi timbulan sampah total untuk setiap tahunnya. Data penduduk terbaru yang dimiliki adalah tahun 2008, 2009 dan 2010 yang didapat dari Cilegon Dalam Angka tahun 2009, 2010 dan 2011. Prediksi jumlah penduduk dengan perhitungan rata-rata pertumbuhan penduduk. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Prediksi penduduk hingga tahun 2015
No 1 2 3 4 5 6 7 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah Penduduk 343.599 349.162 373.440 388.360 403.280 418.200 433.120

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 2

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon


No 9 Tahun 2015 Jumlah Penduduk 448.040

Hasil prediksi pada Tabel 2 dikalikan dengan timbulan per orang per hari yakni sebesar 2,3 l / orang / hari. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Prediksi timbulan sampah Kota Cilegon hingga tahun 2015
No 1 2 3 4 5 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 Prediksi Jumlah Penduduk 388.360 403.280 418.200 433.120 448.040 Prediksi Timbulan 893 928 962 996 1.030

Sesuai dengan peningkatan timbulan, maka perlu juga dilakukan peningkatan pelayanan pengelolaan sampah. Tingkat pelayanan pada tahun 2010 mencapai 45 % dari total timbulan sampah sampah. Sesuai dengan rencana peningkatan pelayanan pengelolaan sampah Kota Cilegon yang terdapat dalam RTRW Kota Cilegon 2010 2030, pada tahun 2015 tingkat pelayanan direncanakan akan mencapai 60%. Sesuai dengan prediksi timbulan di atas, maka timbulan sampah yang harus terlayani adalah sekitar 618 m 3/hari. Peta rencana peningkatan pelayanan sampah di Kota Cilegon dapat dilihat pada Gambar 1 pada halaman berikut.

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 3

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon

Gambar 1. Peta rencana layanan persampahan Kota Cilegon Pengamatan telah dilakukan pada daerah rencana peningkatan pelayanan persampahan. Daerah ini didominasi oleh pemukiman/perkampungan padat dan perusahaan/industri. Ada beberapa komplek perumahan, tetapi jumlah rumahnya masih sedikit dan kebanyakan dalam tahap konstruksi. Pemukiman padat yang ada, tidak ekonomis apabila akan dikerjasamakan dengan swasta. Hal ini karena kebanyakan dari pernghuni padat ini termasuk penduduk dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, terlihat dari rumah yang mereka tempati. Selain itu mereka memiliki kebiasaan membuang dan membakar sampah di halaman rumah mereka sendiri atau di lahan kosong yang berada dekat dengan rumah. Dengan kebiasaan seperti ini, akan sulit apabila mereka diminta untuk membayar retribusi pelayanan persampahan. Maka pilihan lain adalah melayani sampah sejenis domestik yang
Ringkasan Laporan Akhir Hal 4

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon dihasilkan oleh perusahaan/industri. Selama industri yang dilayani baru sekitar 10% dari total industri yang ada, maka masih terbuka peluang pengelolaan persampahan yang bisa dikerjasamakan. Kerjasama yang dilakukan pada akhirnya bisa mendatangkan keuntungan pada kedua pihak. Untuk lebih jelas mengenai keadaaan pada daerah yang termasuk pada rencana peningkatan pelayanan, dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Kondisi daerah pengamatan Dari pemaparan kondisi eksisting di atas serta dari prediksi timbulan dan rencana peningkatan pelayanan persampahan di Kota Cilegon, maka didapatkan beberapa masalah yang dapat menghambat. Maka ada hal-hal yang sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah di Kota Cilegon. Hal-hal ini akan dituangkan dalam bentuk usulan yang diharapkan bisa meningkatkan kinerja pengelolaan sampah sesuai dengan yang diharapkan. Usulan dari masalah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah diantaranya adalah: 1. Aspek Kelembagaan Aspek kelembagaan telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Cilegon. Di dalamnya telah jelas kelembagaan dalam Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cilegon serta tugas pokok masing-masing bagian yang menjamin pengelolaan dan pelayanan persampahan berjalan dengan baik. Maka tidak perlu ada perbaikan di bidang ini. 2. Aspek Peraturan Diperlukan peraturan daerah yang secara khusus mengatur pengelolaan sampah, tidak cukup hanya berdasarkan peraturan mengenai K3 saja. Lagipula hal ini telah diatur dalam undang-undang tentang persampahan. Peraturan daerah mengenai retribusi yang paling baru diterbitkan pada tahun 2006, sehingga mungkin saja tarif yang berlaku di
Ringkasan Laporan Akhir Hal 5

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon dalamnya tidak tepat lagi diterapkan untuk kondisi sekarang. Peraturan daerah yang mengatur retribusi juga baiknya diperbarui setiap lima tahun sekali. 3. Aspek peran serta masyarakat Mengedukasi masyarakat untuk tidak mengolah sampah dengan cara membakarnya ataupun sekedar membuangnya ke lahan kosong. Masyarakat harus mengetahui bahwa kebiasaan mereka membakar sampah bukanlah sesuatu yang baik dan dapat membahayakan kesehatan orang lain. Sekedar membuang sampah ke lahan kosongpun bukan sebuah pilihan yang tepat karena dapat menyebabkan pencemaran pada tanah, air dan udara serta menyebabkan penurunan estetika. Maka edukasi harus dilakukan terus menerus dan menyentuh semua elemen masyarakat, tidak bisa hanya melakukan edukasi pada ketua RT, ketua RW atau pemimpin kecamatan saja. Perlu juga diberikan bantuan alat serta insentif agar masyarakat makin termotivasi untuk melakukan pengolahan sampah yang baik. 4. Aspek pembiayaan Penarikan retribusi harus dikaji apakah sudah semua penghasil sampah yang menerima pelayanan telah membayar sesuai dengan besaran tarif yang telah ditetapkan. Untuk industri yang menolak membayar retribusi karena terlalu mahal, sebaiknya tidak disiasati dengan menetapkan tarif maksimal karena akan membuat industri membuang sampah sebanyak-banyaknya. Industri seperti itu harus tetap membayar sesuai dengan jumlah sampah yang dibuangnya. Sebaiknya disiasati dengan memberikan sanksi yang bisa ditetapkan dalam peraturan mengenai pengelolaan sampah. 5. Aspek teknis Memperbaiki dan memperbanyak tong sampah di sepanjang jalan, baik pada jalan protokol maupun pada jalan-jalan daerah perumahan. Dari pengamatan banyak tong sampah dalam keadaan rusak serta tidak di semua kawasan terdapat tong sampah. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat membuang sampah sembarang. Untuk menghindari hal itu perbaikan dan penambahan jumlah tong sampah perlu dilakukan. Masih banyaknya perumahan/pemukiman atau industri yang dilayani penanganan sampahnya oleh pihak lain seperti LSM dan bukan oleh DKP Kota Cilegon. Apabila semua LSM melakukan penanganan sampahnya dengan baik, hal ini tidak terlalu menjadi masalah. Namun, diketahui tidak semua LSM melakukan penanganan dengan baik. Maka diperlukan edukasi pada LSM untuk melakukan penanganan
Ringkasan Laporan Akhir Hal 6

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon sampah dengan baik. Hal ini harus didukung dengan tekanan ataupun sanksi apabila LSM tersebut masih tidak penanganan dengan baik. Selain itu DKP Kota Cilegon perlu menambah jumlah armada yang melakukan pengumpulan serta pengangkutan ke TPA. Dengan kondisi angkutan yang dimiliki sekarang, DKP Kota Cilegon hanya mampu mengangkut sampah sejumlah 390 m3/hari. Ini menjadi salah satu penyebab masih banyaknya daerah yang dilayani oleh LSM. Melakukan peningkatan pada TPA Bagendung, sarana prasara, maupun akses untuk menuju TPA. Dari pengamatan yang dilakukan akses jalan menuju TPA Bagendung tidak seluruhnya berada dalam kondisi yang baik, masih banyak jalan yang berlubang dengan lebar jalan kurang dari 4 meter. Hal ini dapat menghambat pengangkutan yang dilakukan oleh dump truck maupun arm roll mengingat kedua kendaraan ini memiliki dimensi yang besar. Dalam pengamatan yang dilakukan juga, tidak terlihat adanya petugas yang berjaga di TPA. Mungkin saja petugas yang ada sedang istirahat ataupun berada di tempat lain. Namun, hal seperti ini semestinya tidak terjadi mengingat TPA seharusnya selalu dijaga oleh petugas untuk mengontrol kendaraan yang masuk TPA serta sampah yang dibawa ke dalamnya. Sebaiknya sampahsampah yang dibawa ke TPA langsung dilapisi oleh tanah penutup ketika dibuang, untuk menghindari datangnya lalat dan binatang lainnya dan juga untuk mengurangi bau yang keluar dari sampah yang membusuk. Melakukan perbaikan pada saluran dan kolam pengolah air lindi agar bisa mengolah air lindi sehingga ketika dibuang ke lingkungan kondisinya sudah memenuhi baku mutu. Terakhir, sebaiknya sampah yang dibawa ke TPA bener-benar yang sudah tidak bisa diolah lagi. Hal ini untuk memperpanjang umur TPA dan mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul dari penggunaan TPA di kemudian hari. POTENSI KPS DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA CILEGON Ada lima pola kerjasama, yaitu Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan, BOT, Konsensi, Joint Venture dan CBP. Semuanya akan dijabarkan di bawah untuk cakupan kerjasama pelayanan persampahan di Kota Cilegon. Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan Pelaksanaan pekerjaan pengelolaan sampah mencakup: a. Pengumpulan sampah
Ringkasan Laporan Akhir Hal 7

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon b. Produksi dan distribusi kontainer sampah c. Pelayanan pembersihan di jalan d. Perawatan kendaraan (truk-truk) e. Pelaksanaan landfill / pengolahan di TPA Implementasi di Kota Cilegon a. Pengumpulan sampah masih menjadi salah satu hal yang harus ditangani dengan lebih baik dalam pengelolaan sampah Kota Cilegon. Masih banyak daerah yang belum terlayani dalam hal pengangkutan oleh DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) Kota Ciegon. Pada daerah survey yang termasuk di dalamnya daerah yang menjadi rencana pelayanan sampai tahun 2015, masih dijumpai pengangkutan sampah yang dilayani oleh LSM dengan menggunakan gerobak atau masyarakat penghasil sampah sendiri yang mengumpulkan sampah menuju TPS. Peningkatan dalam hal pengumpulan memerlukan penambahan kendaraan pengumpul baru. Kendaraan pengumpul yang digunakan oleh DKP Kota Cilegon adalah mobil pickup, motor roda tiga dan gerobak sampah, tetapi mobil pick-up belum banyak digunakan dan hanya ada 3 unit. Untuk perumahan yang berada di tepi jalan (tetapi bukan jalan utama), pengumpulan dapat dilakukan dengan menggunakan motor roda tiga sedangkan untuk pengumpulan yang berada dalam gang atau jalan yang sangat kecil dapat digunakan gerobak karena kemampuan gerobak untuk bergerak di jalan-jalan kecil lebih tinggi. Mobil pick-up dapat digunakan untuk pengumpulan antar TPS atau menuju TPS terpadu tetapi untuk sementara hanya akan digunakan gerobak dan motor roda tiga. Satu gerobak atau sejenisnya (motor) dengan ukuran 1 m3 dapat melayani pengumpulan sampah untuk 128 KK atau 640 jiwa. Namun, pada pola ini pemerintah harus mengeluarkan biaya untuk penyediaan fasilitas pengumpulan ini, karena pola ini hanya melimpahkan pelayanan pada swasta bukan sekaligus melakukan pembangunan dan penyediaan infrastruktur. b. Kontainer sampah jelas diperlukan dalam pengelolaan sampah di Kota Cilegon karena masih banyak daerah yang belum terlayani kontainer atau belum memiliki TPS di daerahnya. Terlihat dari banyaknya lokasi yang menjadi tempat pembuangan sampah oleh masyarakat. Satu TPS yang bertipe container ataupun yang berjenis tembok dengan ukuran 6 m3 dapat melayani 640 KK atau 3200 jiwa.

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 8

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon Pada pola kerjasama ini juga pemerintah perlu untuk menyediakan infrastruktur terlebih dahulu, maka diperlukan dana yang cukup besar untuk investasi. c. Kota Cilegon tidak memerlukan tambahan pembersihan jalan, karena dari survey terlihat jalan utama di Kota Cilegon selalu terjaga kebersihannya. d. Perawatan kendaraan merupakan hal yang cukup vital dalam pelayanan persampahan. Kendaraan pengangkut ataupun pengumpul harus terus menerus beroperasi dan memastikan semua sampah yang dihasilkan dapat diangkut dengan baik. Perawatan kendaraan memerlukan banyak sumber daya dalam

pelaksanaannya, mulai dari dana, peralatan hingga sumber daya manusianya. Hal ini dapat diserahkan kepada swasta dengan memberikan insentif kepada pengelola pelayanan persampahan. e. Pemrosesan akhir dapat dilakukan dengan beberapa sistem, di Kota Cilegon pemrosesan akhir yang direncanakan akan digunakan adalah sistem landfill. Pada saat ini pengolahan sampah di TPA Kota Cilegon adalah open dumping. Hal ini setidaknya harus ditingkatkan menjadi sanitary landfill. Kesimpulan, apabila pola ini akan diterapkan di Kota Cilegon diperlukan penambahan infrastruktur dalam pengumpulan maupun pengangkutan. Karena pada pola ini infrastruktur harus disediakan oleh pemerintah dan swasta hanya melakukan operasional saja. Pihak swasta juga dapat melakukan perawatan kendaraan, tetapi tetap penyediaan kendaraan, TPS dan fasilitas pengolahan di TPA harus disediakan oleh pihak pemerintah sebagai pemberi pekerjaan. Maka, apabila pola ini dipilih konsekuensinya Pemerintah Kota Cilegon harus menyediakan dana yang cukup besar untuk pelaksanaannya. Build, Operation and Transfer / Bangun, Operasi dan Transfer Pelaksanaan pekerjaan pengelolaan sampah mencakup: a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah b. Tempat Penampungan Sementara (TPS) c. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) d. Fasilitas Pengolahan Sampah

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 9

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon Implementasi di Kota Cilegon a. Dengan pola pembangunan dan operasional TPS dapat dikerjasamakan dengan pihak swasta, baik dalam hal sumber dana, pembangunan, hingga pelaksanaan pengumpulan dan pemindahan di TPS yang dilanjutkan dengan pengangkutan menuju TPA. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa masih banyak daerah yang belum mendapatkan pelayanan persampahan dari DKP Kota Cilegon, maka diperlukan peningkatan di bidang ini. Kendaraan pengumpul yang digunakan oleh DKP Kota Cilegon adalah mobil pick-up, motor roda tiga dan gerobak sampah, tetapi mobil pick-up belum banyak digunakan dan hanya ada 3 unit. Untuk perumahan yang berada di tepi jalan (tetapi bukan jalan utama), pengumpulan dapat dilakukan dengan menggunakan motor roda tiga sedangkan untuk pengumpulan yang berada dalam gang atau jalan yang sangat kecil dapat digunakan gerobak karena kemampuan gerobak untuk bergerak di jalan-jalan kecil lebih tinggi. Mobil pick-up dapat digunakan untuk pengumpulan antar TPS atau menuju TPS terpadu tetapi untuk sementara hanya akan digunakan gerobak dan motor roda tiga. Satu gerobak atau sejenisnya (motor) dengan ukuran 1 m3 dapat melayani pengumpulan sampah untuk 128 KK atau 640 jiwa. Pada pola ini pembiayaan untuk investasi penyediaan alat pengumpul dan infrastruktur lainnya dapat dikerjasamakan dengan swasta maka pola ini tepat apabila akan diterapkan di Kota Cilegon. b. TPS di Kota Cilegon masih sangat kurang dalam hal jumlahnya karena memang masih banyak daerah yang belum masuk dalam pelayanan DKP Kota Cilegon. Terlihat dari banyaknya TPS liar yang masih tersebar di beberapa kecamatan di Kota Cilegon. Satu TPS yang bertipe container ataupun yang berjenis tembok dengan ukuran 6 m3 dapat melayani 640 KK atau 3200 jiwa. Pada pola ini pembiayaan untuk investasi penyediaan alat-alat dan infrastruktur lainnya dapat dikerjasamakan dengan swasta maka pola ini tepat apabila akan diterapkan di Kota Cilegon. c. Kota Cilegon telah memiliki Tempat Pemrosesan Akhir, tetapi proses yang berjalan baru sekedar open dumping. Perlu peningkatan dan rehabilitasi beberapa fasilitas yang dimiliki oleh DKP Kota Cilegon pada TPA Bagendung. Yang perlu ditingkatkan adalah pengolahan yang masih berupa open dumping menjadi sanitary landfill. Perlu juga dilakukan rehabilitasi pada fasilitas pengolahan lindi yang sekarang berada dalam kondisi rusak dan tidak dapat dimanfaatkan. Pada pola ini
Ringkasan Laporan Akhir Hal 10

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon pembiayaan untuk investasi penyediaan alat-alat dan infrastruktur lainnya dapat dikerjasamakan dengan swasta maka pola ini tepat apabila akan diterapkan di Kota Cilegon. d. Fasilitas pengelohan sampah yang cocok diterapkan pada kebanyakan kota di Indonesia adalah komposting. Karena sampah kota di Indonesia masih didominasi oleh sampah organik yang mudah membusuk. Walaupun sebetulnya apabila ada pemilihan dari sumbernya sampah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dengan bentuk pengolahan lain seperti daur ulang. Sampah di Kota Cilegon masih didominasi oleh sampah organik dan seringkali sampah anorganik telah dijual ataupun dimanfaatkan sendiri oleh masyarakat ataupun pihak lain, maka fasilitas pengolahan yang tepat diterapkan di Kota Cilegon adalah komposting. Pada pola ini pembiayaan untuk investasi penyediaan alat-alat dan infrastruktur lainnya dapat dikerjasamakan dengan swasta maka pola ini tepat apabila akan diterapkan di Kota Cilegon. Kesimpulan, apabila pola BOT diterapkan di Kota Cilegon pemerintah tidak perlu melakukan penyediaan fasilitas, alat maupun infrastruktur lain terkait persampahan terlebih dahulu. Karena pada pola ini, pemerintah dapat menarik dana untuk investasi dari pihak swasta untuk penyediaan infrastruktur dan fasilitas lainnya. Operasional juga dapat dilimpahkan pada pihak swasta untuk biaya, pelaksanaan maupun manajemennya. Pemerintah cukup memastikan bahwa pengelolaan sampah dapat mendatangkan keuntungan bagi pihak swasta. Maka, pemerintah Kota Cilegon perlu untuk meyakinkan pihak swasta bahwa pengelolaan sampah di Kota Cilegon dapat menghasilkan keuntungan. Keuntungan lain untuk pemerintah, semua infrastruktur, armada dan fasilitas lainnya terkait pengelolaan sampah yang dibangun swasta dapat menjadi milik pemerintah setelah periode pekerjaan berakhir. Konsensi Pelaksanaan pekerjaan pengelolaan sampah mencakup: Melimpahkan seluruh pengelolaan sampah kepada pihak swasta dengan tarif dan layanan minimal yang ditentukan pemerintah

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 11

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon Implementasi di Kota Cilegon Apabila ingin diterapkan di Kota Cilegon, maka harus ada terlebih dahulu perusahaan penyedia jasa pelayanan persampahan swasta yang berminat secara serius ingin bergerak di bidang ini. Apabila ada perusahaan ini, maka konsensi dapat dilakukan karena konsensi merupakan pelimpahan 100 % tanggung jawab pelayanan dengan standar dan tarif yang ditentukan bersama pemerintah seperti halnya pelaksanaan pelayanan penyediaan air bersih di DKI Jakarta. Selama ini belum ada pengalaman di kota lain yang menyelenggarakan kerjasama pelayanan persampahan dengan prinsip konsensi. Beberapa masalah sering menjadi penghambat, seperti contohnya dalam pelayanan penyediaan air bersih di DKI Jakarta, sering ada ketidakcocokan mengenai tarif yang dikenakan pada masyarakat, antara tarif yang ditentukan pemerintah dengan tarif yang diinginkan oleh penyedia layanan. Karena pada prinsip konsensi, tarif yang dibayarkan masyarakat adalah sumber pengembalian investasi yang telah dikeluarkan swasta. Terkadang pemerintah menetapkan standar yang tinggi sedangkan tarif yang diperbolehkan terlalu rendah bagi penyedia layanan. Maka sebaiknya pelaksanaan pelayanan persampahan di Kota Cilegon tidak dilaksanakan dengan prinsip kerjasama ini. Kesimpulan, apabila pola ini diterapkan di Kota Cilegon, pihak pemerintah kota perlu mengusahakan agar retribusi yang dapat ditarik oleh pihak swasta dapat memberikan keuntungan di saat masa konsensi berakhir. Pada pola kerjasama ini, Pemerintah Kota Cilegon tidak perlu menyediakan infrastruktur dan menyediakan sarana-prasana terkait pelayanan sampah. Sama seperti pola BOT, pada akhir masa konsensi semua infrastruktur dan sarana-prasarana akan menjadi milik PemKot Cilegon. Joint Venture Pelaksanaan pekerjaan pengelolaan sampah mencakup: a. Membentuk badan pelaksana atau perusahaan baru untuk pengelolaan sampah dengan modal bersama b. Melimpahkan pekerjaan pada perusahaan penyedia jasa pengelolaan sampah yang ada dan pemerintah ikut sebagai penyedia modal atau infrastruktur c. Pekerjaan mencakup keseluruhan aspek pengelolaan sampah Implementasi di Kota Cilegon

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 12

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon a. Pelaksanaan kerjasama pengelolaan sampah dengan prinsip joint venture memerlukan pembentukan badan pelaksana atau perusahaan baru. Pembentukan badan baru diperlukan karena badan pelaksana ini akan melaksanakan tugasnya secara mandiri walaupun modalnya berasal dari kedua belah pihak. Dari sisi ini, pola kerjasama ini tidak tepat apabila diterapkan dalam kerjasama pengelolaan sampah di Kota Cilegon karena Pemerintah Kota Cilegon tidak menginginkan dibentuknya badan pelaksana baru dan pelayanan tetap diatur oleh DKP Kota Cilegon. Maka, pembentukan badan baru tidak akan dilakukan dalam kerjasama pengelolaan sampah di Kota Cilegon. b. Pelimpahan pengelolaan sampah kepada perusahaan yang bergerak pada bidang jasa pengelolaan sampah dan pemerintah bertindak sebagai penyedia modal atau infrastruktur merupakan bentuk kerjasama lain dalam pola ini. Hal ini bisa saja diterapkan dan pemerintah perlu menyediakan modal dan infrastruktur terlebih dahulu. Hal ini tidak tepat apabila diterapkan di Kota Cilegon karena tujuan kerjasama ini adalah mengambil modal dari swasta dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur juga sebisa mungkin dilimpahkan kepada swasta. Apabila pemerintah perlu menyertakan modal dan menyediakan infrastruktur, maka tidak sesuai dengan tujuan kerjasama pengelolaan sampah yang akan dilakukan. Sehingga dari sisi ini pola kerjasama Joint Venture tidak tepat diterapkan di Kota Cilegon. c. Pola Joint Venture bisa diterapkan untuk semua aspek pengelolaan sampah. Maka apabila dari sisi ini pola Joint Venture bisa diterapkan di Kota Cilegon, karena dari kerjasama yang dilakukan DKP Kota Cilegon ingin meningkatkan pelayanan pada pengumpulan dan pengangkutan, serta tempat pemrosesan akhir yang ditingkatkan pengolahannya. Kesimpulan, pola kerjasama Joint Venture apabila akan diterapkan pada pelayanan sampah Kota Cilegon, pemerintah kota dan pihak swasta perlu membentuk badan pelaksana baru. Pada pola ini Pemerintah Kota Cilegon dan pihak swasta membentuk manajemen baru yang diwakili oleh masing-masing pihak sesuai tingkat saham yang dimiliki. Karena pada pola ini pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tingkat kepemilikan saham, maka sebaiknya pemerintah memiliki saham yang lebih besar agar dapat menguasai pengambilan keputusan penting.

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 13

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon Community-Based Provision Pelaksanaan pekerjaan pengelolaan sampah mencakup: Pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang melibatkan lembaga swadaya masyarakat. Mencakup pengurangan sampah di sumber, pengumpulan, hingga

pengangkutan, tidak sampai melakukan pemrosesan akhir. Bisa berupa pembentukan bank sampah, melakukan pengelolaan sampah bersama masyarakat berupa pembuatan kompos, atau melakukan pengangkutan sampah dari sumber menuju TPS atau dari sumber langsung ke TPA Implementasi di Kota Cilegon Pola ini termasuk tepat apabila diterapkan di Kota Cilegon, karena masih banyak daerah yang belum mendapatkan pelayanan persampahan dari DKP Kota Cilegon. Daerah yang belum mendapatkan pelayanan kebanyakan berupa perumahan padat yang kebanyakan penduduknya memiliki kebiasaan membakar sampah yang dihasilkan atau membuangnya ke tanah lapang yang tidak jelas status kepemilikannya. Selain perumahan padat, perusahaan/pabrik di daerah industri juga masih banyak yang belum dilayani oleh DKP Kota Cilegon. Untuk kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang diterapkan pada perumahan padat, bisa dilakukan pengelolaan sampah berupa gerakan 3R yang dapat mengurangi timbulan sampah dari sumbernya. LSM dapat bertindak sebagai penggerak masyarakat dan juga bertindak sebagai penyuluh yang memberikan informasi pada masyarakat perumahan padat tersebut. LSM yang ada harus melakukan kerjasama dengan pemerintah melalui DKP Kota Cilegon. DKP Kota Cilegon bertindak sebagai pemberi informasi dan melakukan koordinasi terhadapa LSM yang ada. Selain itu DKP Kota Cilegon juga dapat memberikan insentif pada LSM dan juga masyarakat agar lebih termotivasi untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pengurangan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan gerakan 3R. Masyarakat juga dapat diarahkan membentuk bank sampah dan juga pembuatan kompos. Bank sampah dibentuk dengan menggerakkan masyarakat yang dikoordinasikan dengan RT/RW yang bekerjasama dengan LSM. LSM bersama pemerintah memberikan pengerahan dan juga insentif yang dapat memacu masyarakat. Pemberian fasilitas untuk melakukan komposting juga dapat memacu masyarakat untuk membuat kompos yang pada akhirnya mengurangi sampah yang dibuang oleh penghasil sampah. Kerjasama dengan LSM juga dapat dilakukan pada pengumpulan sampah dan pengangkutan. LSM
Ringkasan Laporan Akhir Hal 14

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon mengadakan pengumpulan sampah dan pengangkutan pada daerah yang belum mendapatkan pelayanan dari DKP Kota Cilegon. Walaupun pada akhirnya bentuk pelayanan oleh LSM ini harus diakhiri karena pada akhirnya DKP harus bisa melayani hingga 90% bahkan 100% pada Kota Cilegon. Perlu dipikirkan solusi agar hal ini tidak menjadi masalah di kemudian hari. Kesimpulan, apabila pola ini diterapkan pada Kota Cilegon, dapat dilakukan suntuk pengurangan sampah di sumber dengan 3R ataupun pembentukan bank sampah dan juga pembuatan kompos secara mandiri. Karena pola ini melibatkan masyarakat secara aktif, maka diperlukan pendampingan terus menerus untuk memastikan kerjasama ini terus berjalan. Kerjasama dapat dimulai pada satu daerah dan dilanjutkan pada daerah lainnya sehingga seluruh Kota Cilegon dapat melakukan kerjasama ini.

Untuk lebih jelas mengenai apa saja yang harus dipersiapkan apabila masing-masing pola dipilih, dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Hal yang perlu disiapkan sesuai pemilihan pola
No Pola Terpilih Kontrak Kerjasama, Operasi dan Pelayanan Hal yang Perlu Disiapkan Perda yang mengatur pelaksanaan kerjasama Perda mengenai persampah Kota Cilegon Armada pengumpulan dan pengankutan Perda yang mengatur pelaksanaan kerjasama Perda mengenai persampah Kota Cilegon 3 Konsensi Perda yang mengatur pelaksanaan kerjasama Perda mengenai persampah Kota Cilegon 4 Joint Venture Perda yang mengatur pelaksanaan kerjasama Perda mengenai persampah Kota Cilegon 5 CBP Perda yang mengatur pelaksanaan kerjasama Perda mengenai persampah Kota Cilegon TPS TPA Analisis Ekonomi yang menunjukkan keuntungan dari pengelolaan sampah Analisis Ekonomi yang menunjukkan keuntungan dari pengelolaan sampah Perda mengenai retribusi yang selalu disesuaikan Analisis Ekonomi yang menunjukkan keuntungan dari pengelolaan sampah Analisis Ekonomi yang menunjukkan keuntungan dari pengelolaan sampah Badan pelaksana baru LSM yang bertanggung jawab untuk pendampingan masyarakat -

BOT

Pemilihan Pola Kerjasama dan Perhitungan Ekonomi Dengan mempertimbangkan analisis implementasi berdasarkan masing-masing pola di atas maka akan dipilih pola kerjasama Build, Operate and Transfer (BOT) dalam kerjasama pengelolaan sampah di Kota Cilegon. Pelayanan yang akan dikerjasamakan menyangkut aspek pengumpulan dan pengangkutan sampah di Kota Cilegon pada daerahRingkasan Laporan Akhir Hal 15

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon daerah yang belum mendapatkan pelayanan persamapahan. Pada rencana peningkatan pelayanan persampahan Kota Cilegon hingga tahun 2015 ada beberapa kecamatan yang akan ditingkatkan pelayanannya. Pada tahun 2015 pelayanan yang ingin dicapai adalah 60% dari 448.040 jiwa atau sekitar 268.824 jiwa. Pada tahun 2010 tingkat pelayanan sudah mencapai 45% dari 373.440 jiwa atau sekitar 168.048 jiwa. Sehingga dari tahun 2010 hingga 2015 ada penambahan pelayanan untuk 100.776 jiwa. Diasumsikan penduduk dengan ekonomi menengah ke atas sebesar 20% dari total penduduk, penduduk berekonomi menengah sebesar 50% dari total penduduk dan ekonomi menengah ke bawah sebesar 30% dari total penduduk. Apabila dengan prinsip BOT maka pemerintah perlu memberikan masa pelaksanaan pekerjaan pada pihak swasta. Biasanya waktu yang diberikan adalah sepanjang 15 sampai 25 tahun. Untuk pelaksanaan kerjasama di Kota Cilegon ini periode pekerjaan akan dicoba diterapkan sepanjang 20 tahun sejak pelaksanaan kerjasama yakni 2011, maka kerjasama akan berlangsung hingga tahun tahun 2030. Untuk itu diperlukan prediksi lebih lanjut untuk timbulan sampah hingga tahun tersebut. Menggunakan cara yang sama untuk prediksi hingga tahun 2011, maka didapat jumlah penduduk sampai tahun 2030 adalah sebesar 671.840 jiwa, hampir dua kali lipat dari jumlah penduduk pada tahun 2010. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 di halaman selanjutnya. Tabel 5. Prediksi jumlah penduduk hingga tahun 2031
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Ringkasan Laporan Akhir Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 Jumlah Penduduk 343.599 349.162 373.440 388.360 403.280 418.200 433.120 448.040 462.960 477.880 492.800 507.720 522.640 537.560 Hal 16

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon


No 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Tahun 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 Jumlah Penduduk 552.480 567.400 582.320 597.240 612.160 627.080 642.000 656.920 671.840

Dengan asumsi tidak ada peningkatan produksi sampah perkapita hingga tahun 2031, yang berarti timbulan sampah per orang per hari tetap 2,3 liter maka akan didapatkan prediksi timbulan sampah pada hingga tahun 2030. Tingkat pelayananpun terus ditingkatkan setiap tahun, apabila pada tahun 2011 target pelayanan mencapai 60%, maka pada tahun 2030 tingkat pelayanan ditargetkan mencapai 95%. Dengan asumsi bahwa satu rumah tangga dihuni oleh 4 orang, maka akan didapat pula jumlah rumah tangga terlayani. Lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Prediksi jumlah penduduk dan timbulan sampah hingga tahun 2030
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 Jumlah Penduduk 388.360 403.280 418.200 433.120 448.040 462.960 477.880 492.800 507.720 522.640 537.560 552.480 567.400 582.320 597.240 612.160 627.080 642.000 656.920 671.840 Prediksi Timbulan (m3/hari) 893 928 962 996 1.030 1.065 1.099 1.133 1.168 1.202 1.236 1.271 1.305 1.339 1.374 1.408 1.442 1.477 1.511 1.545 Tingkat Pelayanan (%) 48 51 54 57 60 62 65 67 69 72 74 76 79 81 83 86 88 90 93 95 Jumlah Penduduk Terlayani 186.413 205.673 225.828 246.878 268.824 288.578 309.029 330.176 352.019 374.559 397.794 421.726 446.355 471.679 497.700 524.417 551.830 579.940 608.746 638.248 Jumlah Sampah Terangkut (m3/hari) 429 473 519 568 618 664 711 759 810 861 915 970 1.027 1.085 1.145 1.206 1.269 1.334 1.400 1.468

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 17

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon


Pelaksanaan pekerjaan dengan pola BOT direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap dengan tahap pertama adalah tahun 2011 hingga tahun 2015. Berapa banyak fasilitas dan infrastruktur yang diperlukan serta biaya yang perlu dikeluarkan? Serta seberapa besar potensi pendapatan yang bisa diraih? Dapat dilihat dibawah ini.

Jumlah armada yang dimiliki: 21 unit Kapasitas masing-masing angkutan: 6 m3/unit Asumsi ritase per unit: 3 ritase/hari Maka didapat kapasitas angkut maksimal per hari sebesar: 21 x 6 x 3 = 378 m3/hari

Mempertimbangkan target pelayanan 60% pada tahun 2015 yang memerlukan pengangkutan sampah mencapai 618 m3/hari, maka diperlukan armada yang cukup untuk mengangkut tambahan 240 m3/hari.

Dengan asumsi angkutan yang ada masih berfungsi hingga tahun 2015, maka angkutan yang diperlukan untuk mengangkut 240 m3/hari adalah: 240 : (6 x 3) = 13 unit

Asumsi semua kendaraan pengangkut adalah armroll, maka diperlukan tambahan kontainer. Semua kontainer yang digunakan berukuran 6 m3 yang mampu melayani 3.200 jiwa. Dengan tambahan jumlah penduduk yang harus dilayani pada tahun 2015 mencapai 100.776 jiwa, maka diperlukan tambahan kontainer 6 m3 sebanyak: 100.776 : 3.200 = 32 buah

Diperlukan juga tambahan alat pengumpulan berupa gerobak dan motor roda tiga yang masing-masing berkapasitas 1 m3 yang bisa melayani 640 jiwa. Dengan tambahan jumlah penduduk yang harus dilayani pada tahun 2015 mencapai 100.776 jiwa, maka diperlukan tambahan alat pengumpulan 1 m3 sebanyak 100.776 : 640 = 158 unit Asumsi bahwa jumlah gerobak mencapai 80% dari total alat pengumpulan dan motor hanya 20%-nya, maka: Gerobak Motor = 80% x 158 = 126 unit = 158 126 = 32 unit

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 18

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon Biaya investasi awal yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 7: Tabel 7. Investasi awal yang diperlukan untuk tahun 2011-2015

No

Fasilitas / Infrastruktur Pengelolaan Sampah

Unit yang Dibutuhkan

Harga per Unit

Investasi yang Dibutuhkan

1 2 3 4

Truk Armroll Container Gerobak Sampah Becak Motor (Cator) Total

13 32 126 32

299.980.000 22.674.600 16.759.643 30.851.250

3.899.740.000 725.587.200 2.111.715.018 987.240.000 7.724.282.218

Potensi pendapatan yang dimiliki dengan asumsi retribusi merupakan satu-satunya sumber pendapatan yang dapat diperoleh dan perolehan retribusi sesuai dengan jumlah rumah tangga yang dilayani, dan asumsi satu rumah tangga dihuni oleh 4 jiwa, maka dapat dengan jelas dilihat pada Tabel 8 di bawah ini: Tabel 8. Perkiraan retribusi yang dapat ditarik hingga tahun 2015
Jumlah Penduduk Tingkat Pelayanan (%) Jumlah Penduduk Terlayani Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga Pertingkat Ekonomi Atas 9.321 23.301 13.981 10.284 25.709 15.425 11.291 28.229 16.937 12.344 30.860 18.516 13.441 33.603 20.162 Besar Retribusi (Rp) 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 Retribusi yang Bisa Diterima 79.228.500 69.903.000 20.971.500 87.414.000 77.127.000 23.137.500 95.973.500 84.687.000 25.405.500 104.924.000 92.580.000 27.774.000 114.248.500 100.809.000 30.243.000 1.034.426.000

No

Tahun

2011

388.360

48

186.413

46.603

Tengah Bawah Atas

2012

403.280

51

205.673

51.418

Tengah Bawah Atas

2013

418.200

54

225.828

56.457

Tengah Bawah Atas

2014

433.120

57

246.878

61.720

Tengah Bawah Atas

2015

448.040

60

268.824

67.206

Tengah Bawah

Total

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 19

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon Dengan perhitungan NPV, akan dilihat kelayakan kerjasama ini secara ekonomi untuk tahap pertama, dengan asumsi biaya modal setiap tahun adalah 10%, maka: NPV = ((170.103.000/(1+0.1)1) + (187.678.500/(1+0.1)2) + (206.066.000/(1+0.1)3) + (225.278.000/(1+0.1)4) + (245.300.500/(1+0.1)5) ) 7.724.282.218) = - Rp. 6.720.251.911 Karena nilai NPV < 0, maka proyek ini tidak layak secara ekonomi untuk tahap pertama. Karena retribusi yang dapat ditarik tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan investasi awal, maka diasumsikan ada penyesuaian retribusi mengikuti inflasi yang diasumsikan sebesar 25% selama 5 tahun. Apabila masih tidak mencukup akan dihitung berapa peningkatan retribusi yang dibutuhkan untuk menutupi investasi awal. Dari perhitungan yang telah dilakukan diperlukan peningkatan hingga 7,47 kali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel V.9 pada halaman berikut ini. Tabel 9. Perhitungan retribusi disesuaikan dengan kebutuhan investasi
Tingkat No Tahun Pelayanan (%) Jumlah Penduduk Terlayani Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga Pertingkat Ekonomi Atas 1 2011 48 186.413 46.603 Tengah Bawah Atas 2 2012 51 205.673 51.418 Tengah Bawah Atas 3 2013 54 225.828 56.457 Tengah Bawah Atas 4 2014 57 246.878 61.720 Tengah Bawah Atas 5 2015 60 268.824 67.206 Tengah Bawah Total 9.321 23.301 13.981 10.284 25.709 15.425 11.291 28.229 16.937 12.344 30.860 18.516 13.441 33.603 20.162 Besar Retribusi sesuai inflasi 10.625 3.750 1.875 10.625 3.750 1.875 10.625 3.750 1.875 10.625 3.750 1.875 10.625 3.750 1.875 Retribusi yang bisa ditarik 99.035.625 87.378.750 26.214.375 109.267.500 96.408.750 28.921.875 119.966.875 105.858.750 31.756.875 131.155.000 115.725.000 34.717.500 142.810.625 126.011.250 37.803.750 1.293.032.500 Besar retribusi untuk BEP 63.471 22.402 11.201 63.471 22.402 11.201 63.471 22.402 11.201 63.471 22.402 11.201 63.471 22.402 11.201 Total Retribusi yang bisa ditarik 591.616.311 521.980.789 156.598.717 652.739.206 575.923.957 172.772.707 716.654.840 632.376.108 189.708.352 783.490.155 691.314.843 207.394.453 853.118.210 752.762.562 225.831.009 7.724.282.218

Apabila perhitungan retribusi dilakukan hingga tahun 2030, dengan asumsi tidak ada perubahan nilai retribusi yang dibayarkan dan seluruh yang membayar adalah

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 20

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon rumah tangga, maka pada akhir kerjasama total retribusi yang terkumpul hanya sekitar Rp 7 Miliar. Dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Perkiraan retribusi yang dapat ditarik hingga tahun 2030
Jumlah Penduduk Tingkat Pelayanan (%) Jumlah Penduduk Terlayani Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga Pertingkat Ekonomi Atas 1 2011 388360 48 186.413 46.603 Tengah Bawah Atas 2 2012 403280 51 205.673 51.418 Tengah Bawah Atas 3 2013 418200 54 225.828 56.457 Tengah Bawah Atas 4 2014 433120 57 246.878 61.720 Tengah Bawah Atas 5 2015 448040 60 268.824 67.206 Tengah Bawah Atas 6 2016 462960 62 287.035 71.759 Tengah Bawah Atas 7 2017 477880 65 310.622 77.656 Tengah Bawah Atas 8 2018 492800 67 330.176 82.544 Tengah Bawah Atas 9 2019 507720 69 350.327 87.582 Tengah Bawah Atas 10 2020 522640 72 376.301 94.075 Tengah Bawah Atas 11 2021 537560 74 397.794 99.449 Tengah Bawah Atas 12 2022 552480 76 419.885 104.971 Tengah Bawah 9.321 23.302 13.981 10.284 25.709 15.425 11.291 28.229 16.937 12.344 30.860 18.516 13.441 33.603 20.162 14.352 35.879 21.528 15.531 38.828 23.297 16.509 41.272 24.763 17.516 43.791 26.275 18.815 47.038 28.223 19.890 49.724 29.835 20.994 52.486 31.491 Besar Retribusi (Rp) 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 Retribusi yang Bisa Diterima 79.225.440 69.904.800 20.971.440 87.410.940 77.127.300 23.138.190 95.976.900 84.685.500 25.405.650 104.923.320 92.579.400 27.773.820 114.250.200 100.809.000 30.242.700 121.989.960 107.638.200 32.291.460 132.014.350 116.483.250 34.944.975 140.324.800 123.816.000 37.144.800 148.888.890 131.372.550 39.411.765 159.927.840 141.112.800 42.333.840 169.062.620 149.172.900 44.751.870 178.451.040 157.456.800 47.237.040

No

Tahun

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 21

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon


No Tahun Jumlah Penduduk 13 2023 567400 Tingkat Pelayanan (%) 79 Jumlah Penduduk Terlayani 448.246 Jumlah Rumah Tangga 112.062 Rumah Tangga Pertingkat Atas 22.412 Ekonomi Tengah 56.031 Bawah Atas 14 2024 582320 81 471.679 117.920 Tengah Bawah Atas 15 2025 597240 83 495.709 123.927 Tengah Bawah Atas 16 2026 612160 86 526.458 131.614 Tengah Bawah Atas 17 2027 627080 88 551.830 137.958 Tengah Bawah Atas 18 2028 642000 90 577.800 144.450 Tengah Bawah Atas 19 2029 656920 93 610.936 152.734 Tengah Bawah Atas 20 2030 671840 95 638.248 159.562 Tengah Bawah Total 33.618 23.584 58.960 35.376 24.785 61.964 37.178 26.323 65.807 39.484 27.592 68.979 41.387 28.890 72.225 43.335 30.547 76.367 45.820 31.912 79.781 47.869 Besar Retribusi 8.500 (Rp) 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 8.500 3.000 1.500 Retribusi yang Bisa 190.504.550 Diterima 168.092.250 50.427.675 200.463.660 176.879.700 53.063.910 210.676.410 185.890.950 55.767.285 223.744.480 197.421.600 59.226.480 234.527.920 206.936.400 62.080.920 245.565.000 216.675.000 65.002.500 259.647.630 229.100.850 68.730.255 271.255.400 239.343.000 71.802.900 7.233.079.075

Melihat Tabel 10 di atas, apabila tidak ada penyesuaian retribusi maka retribusi yang bisa ditarik tidak mencukupi untuk menutupi investasi yang dikeluarkan. Maka dapat dipertimbangkan penyesuaian retribusi setiap 5 tahun sekali.

Akan dilakukan perhitungan investasi yang dibutuhkan pada tahap-tahap selanjutnya yaitu tahun 2016-2020, 2021-2025 dan 2025-2030. Asumsi yang digunakan sama seperti asumsi untuk menghitung investasi pada tahap 2011-2015 dan harga per unit tidak mengalami kenaikan. Dan semua armada yang digunakan tidak memerlukan penggantian sehingga hanya dilakukan penambahan armada baru untuk melayani tahap berikutnya. Dari perhitungan didapat investasi awal yang dibutuhkan untuk semua tahap adalah Rp 22.859.055.518. Dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 11 di bawah ini.

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 22

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon Tabel 11. Kebutuhan investasi awal hingga 2030
Jumlah Penamb N o ahan Tahun Pendud uk Terlaya ni 1 20162020 20212025 20262030 85.980 11 3.299.780 .000 3.899.740 .000 4.499.700 .000 11.699.22 0.000 108 1.810.04 1.444 2.094.95 5.375 2.396.62 8.949 6.301.62 5.768 27 832.983. 750 987.240. 000 1.110.64 5.000 2.930.86 8.750 27 612.214. 200 725.587. 200 589.539. 600 1.927.34 1.000 6.555.019 .394 7.707.522 .575 8.596.513 .549 22.859.05 5.518 Kebutu han ArmRoll Invetasi Kebutu han Geroba k Investasi Kebut Investasi uhan Contai ner Investasi Total

Kebut uhan Cator

99.906

13

125

32

32

113.831

15

143

36

26

Total

Total

Total

Total

Dengan asumsi akan dilakukan penyesuaian retribusi setiap 5 tahun sekali yang disesuaikan dengan tingkat inflasi yang diasumsikan sebesar 25% selama 5 tahun, maka didapat hasil retribusi yang bisa ditarik hingga tahun 2030 yang telah disesuaikan terhitung dari tahun 2016. Dari perhitungan didapat hasil retribusi yang ditarik tetap tidak cukup untuk menutupi investasi yang telah dikeluarkan. Dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Perhitungan retribusi hingga 2030 dengan penyesuaian
Jumlah Penduduk Tingkat Pelayanan (%) Jumlah Penduduk Terlayani Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga Pertingkat Ekonomi Atas 14,352 35,879 21,528 15,531 38,828 23,297 16,509 41,272 24,763 17,516 43,791 26,275 18,815 Besar Retribusi (Rp) 13,281 4,688 2,344 13,281 4,688 2,344 13,281 4,688 2,344 13,281 4,688 2,344 13,281 Retribusi yang Bisa Diterima 190,609,313 168,184,688 50,455,406 206,272,422 182,005,078 54,601,523 219,257,500 193,462,500 58,038,750 232,638,891 205,269,609 61,580,883 249,887,250

No

Tahun

2016

462960

62

287,035

71,759

Tengah Bawah Atas

2017

477880

65

310,622

77,656

Tengah Bawah Atas

2018

492800

67

330,176

82,544

Tengah Bawah Atas

2019

507720

69

350,327

87,582

Tengah Bawah

2020

522640

72

376,301

94,075

Atas

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 23

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon


No Tahun Jumlah Penduduk Tingkat Pelayanan (%) Jumlah Penduduk Terlayani Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga Pertingkat Tengah 47,038 Ekonomi Bawah 28,223 Atas 6 2021 537560 74 397,794 99,449 Tengah Bawah Atas 7 2022 552480 76 419,885 104,971 Tengah Bawah Atas 8 2023 567400 79 448,246 112,062 Tengah Bawah Atas 9 2024 582320 81 471,679 117,920 Tengah Bawah Atas 10 2025 597240 83 495,709 123,927 Tengah Bawah Atas 11 2026 612160 86 526,458 131,614 Tengah Bawah Atas 12 2027 627080 88 551,830 137,958 Tengah Bawah Atas 13 2028 642000 90 577,800 144,450 Tengah Bawah Atas 14 2029 656920 93 610,936 152,734 Tengah Bawah Atas 15 2030 671840 95 638,248 159,562 Tengah Bawah Total 19,890 49,724 29,835 20,994 52,486 31,491 22,412 56,031 33,618 23,584 58,960 35,376 24,785 61,964 37,178 26,323 65,807 39,484 27,592 68,979 41,387 28,890 72,225 43,335 30,547 76,367 45,820 31,912 79,781 47,869 Besar Retribusi 4,688 (Rp) 2,344 16,602 5,859 2,930 16,602 5,859 2,930 16,602 5,859 2,930 16,602 5,859 2,930 16,602 5,859 2,930 20,752 7,324 3,662 20,752 7,324 3,662 20,752 7,324 3,662 20,752 7,324 3,662 20,752 7,324 3,662 Retribusi yang Bisa Diterima 220,488,750 66,146,625 330,200,430 291,353,320 87,405,996 348,537,188 307,532,813 92,259,844 372,079,199 328,305,176 98,491,553 391,530,586 345,468,164 103,640,449 411,477,363 363,068,262 108,920,479 546,251,172 481,986,328 144,595,898 572,577,930 505,215,820 151,564,746 599,523,926 528,991,699 158,697,510 633,905,347 559,328,247 167,798,474 662,244,629 584,333,496 175,300,049 12,811,485,279

Diperlukan cara lain agar proyek ini layak secara ekonomi, meneruskan kerjasama hingga 25 tahun mungkin dapat memberikan keuntungan pada pihak swasta yang melakukan pengelolaan sampah. Bisa juga dilakukan penyesuaian retribusi pada tahuntahun berikut sesuai dengan kenaikan yang dibutuhkan dan memastikan semua pihak membayar. Dapat juga membuat industri / perusahaan besar untuk membayar retribusi sesuai Perda retribusi yang ada. Perlu diingat pula selalu diperlukan investasi baru untuk

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 24

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon menambah fasilitas dan kendaraan untuk pengelolaan sampah seiring dengan peningkatan pelayanan yang diinginkan. Juga adanya biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan kendaraan dan juga biaya untuk mengganti kendaraan yang sudah mencapai umur teknisnya, walaupun penjualan armada yang sudah tidak layak digunakan dapat memberikan keuntungan. Apabila hal ini tetap tidak menghasilakn keuntungan bagi pihak swasta, maka kerjasama pemerintah-swasta untuk pengelolaan sampah bisa saja tidak dilakukan untuk satu kawasan perkotaan tetapi hanya dilakukan untuk satu kawasan yang diperkirakan dapat menghasilkan keuntungan seperti contohnya kawasan industri. KONSEP PENGELOLAAN SAMPAH DI KAWASAN INDUSTRI Kawasan industri di Kota Cilegon terdiri dari beberapa jenis perusahaan/industri yang berbeda. Perusahaan/industri yang ada seluruhnya berjumlah 100 perusahaan dan baru sekitar 10% yang telah terlayani oleh DKP Kota Cilegon. Selama ini perusahaan mengandalkan LSM yang melakukan pengangkutan sampah ke luar dari kawasan industri dan tidak banyak yang mengangkutnya ke TPA Bagendung dengan alasan biaya yang harus dikeluarkan lebih besar dari yang mereka terima. LSM yang melakukan pengangkutan dan pengumpulan dari kawasan industri banyak yang hanya membawa sampah ke lahan milik mereka sendiri dan sering kali membakarnya. Hal ini tidak dibenarkan karena setidak-tidaknya sampah sejenis domestik harus diolah dengan sanitary landfill. Selain itu membakar sampah akan mencemari lingkungan dan juga menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat. Diperlukan sebuah konsep kerjasama yang dapat memaksa perusahaan/industri yang ada untuk melakukan pengelolaan sampah secara baik dan benar. 1. Pelaksanaan pengelolaan sampah, mulai dari pengumpulan, pengangkutan hingga pemrosesan akhir harus dilaksanakan oleh DKP Kota Cilegon karena DKP Kota Cilegon merupakan lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan sampah di Kota Cilegon. DKP Kota Cilegon juga merupakan pihak yang memiliki fasilitas pengelolaan sampah yang paling lengkap dan paling baik. 2. Sekitar 90% perusahaan/industri yang ada di kawasan industri selama ini melakukan pengelolaan sampah tidak sesuai prosedur yang benar. Maka hal in harus diperbaiki untuk menjamin pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 25

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon 3. Fasilitas seperti TPS baik yang bertipe pasangan bata maupun bertipe container belum ditempatkan/dibangun di kawasan industri sehingga perusahaan/industri tidak memiliki tempat untuk menampung sampah sejenis domestik yang mereka hasilkan. 4. Penempatan/pembangunan TPS disesuaikan dengan kebutuhan, maka diperlukan data akurat mengenai jumlah timbulan sampah yang dihasilkan oleh masing-masing industri/perusahaan dan jumlah timbulan yang dibawa ke TPA Bagendung. 5. Penempatan/pembangunan TPS dapat dilakukan oleh pihak DKP Kota Cilegon. Pengumpulan menuju TPS sebaiknya dilakukan oleh perusahaan/industri sendiri sedangkan pengangkutan menuju TPA Bagendung dilakukan oleh armada

pengangkutan milik DKP Kota Cilegon. Apabila dilakukan dengan pola seperti ini, maka perusahaan/industri wajib memberikan kompensasi kepada DKP Kota Cilegon. Kompensasi dapat berupa retribusi yang harus dibayarkan untuk setiap m3 atau kilogram/ton sampah yang diangkut dan diproses di TPA Bagendung. 6. Penempatan/pembangunan TPS dapat dikerjasamakan dengan perusahaan/industri sehingga dana untuk membangun/mengadakan TPS berasal dari swasta, tetapi pengangkutan tetap dilakukan oleh DKP Kota Cilegon. TPS yang

dibangun/ditempatkan harus memiliki spesifikasi dan persyaratan yang sesuai dengan standar DKP Kota Cilegon. Perusahaan tetap harus memberikan kompensasi kepada DKP Kota Cilegon, karena pengangkutan dan pemrosesan masih dilakukan oleh DKP Kota Cilegon. Walaupun bila dengan pola ini DKP dapat memberikan insentif berupa pengurangan retribusi yang harus dibayarkan ataupun dalam bentuk lain. 7. Penempatan/pembangunan TPS dapat dikerjasamakan dengan perusahaan/industri dan untuk pengangkutan menuju TPA Bagendung dapat dikerjasamakan juga dengan pihak perusahaan/industri. Sehingga penyediaan TPS, armada pengangkutan dan biaya operasional yang diperlukan semua berasal dari pihak perusahaan/industri. Pihak DKP Kota Cilegon hanya menyediakan fasilitas pengolahan di TPA Bagendung. Pihak perusahaan/industri tetap perlu memberikan kompensasi kepada DKP Kota Cilegon. Walaupun dengan pola ini DKP dapat memberikan insentif berupa pengurangan retribusi yang harus dibayarkan oleh perusahaan/industri. 8. Tergantung dari pola yang dipilih, DKP Kota Cilegon harus menyediakan armada pengangkutan, TPS dan juga fasilitas yang mampu untuk melakukan pengelolaan sampah dengan jumlah timbulan yang dihasilkan oleh perusahaan/industri. Diperlukan penambahan TPS dan armada pengangkutan apabila DKP Kota Cilegon ingin melayani semua perusahaan/industri yang berada pada kawasan industri. Perlu diperhatikan pula
Ringkasan Laporan Akhir Hal 26

Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Cilegon kapasitas pengolahan di TPA Bagendung, karena apabila sampah sejenis domestik yang dihasilkan oleh perusahaan/industri seluruhnya diolah di TPA dipastikan akan ada peningkatan pengolahan sampah di TPA Bagendung. Harus dihitung berapa lama pengolahan dengan cara lama dapat dilakukan di TPA Bagendung dengan adanya peningkatan ini. Hal ini terkait dengan kapasitas TPA Bagendung. 9. Diperlukan sebuah atau beberapa peraturan yang dapat menjadi dasar dari kewajiban pengelolaan sampah di kawasan industri oleh DKP Kota Cilegon. Seperti peraturan daerah yang mengatur mengenai persampahan/pengelolaan sampah dan juga peraturan terkait kerjasama pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah ataupun dalam pemanfaatan potensi daerah. 10. Diperlukan sebuah atau beberapa aturan yang dapat dijadikan dasar untuk memberikan sanksi kepada perusahaan apabila perusahaan/industri menolak untuk melaksanakan pengelolaan sampah dengan baik dan benar ataupun menolak untuk pengelolaan sampahnya ditangani oleh DKP Kota Cilegon. 11. Perlu dipikirkan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah di kawasan industri. Sesuai dengan tujuan pengelolaan sampah yang baik dan benar yaitu sesedikit mungkin sampah yang dihasilkan ataupun sampah yang dibawa ke TPA. Sampah yang dibawa ke TPA adalah benar-benar sampah yang sudah tidak bisa diolah lagi dengan cara apapun. 12. Perlu juga dipikirkan mengenai nasib dari LSM yang sebelumnya melakukan pengangkutan sampah di kawasan industri. Apabila seluruh pengelolaan sampah di kawasan industri dilakukan oleh DKP dipastikan mereka akan kehilangan mata pencaharian. Hal ini dapat menimbulkan gejolak di masyarakat yang pada akhirnya dikhawatirkan dapat menciptakan suasana yang tidak kondusif di tengah masyarakat.

Ringkasan Laporan Akhir

Hal 27

Anda mungkin juga menyukai