Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I
PENDAHULUAN


A. Pengertian dan Arti Penting Pengantar Ilmu Hukum
Pengantar Ilmu hukum merupakan terjemahan langsung dari istilah
Inleiding tot Derechtswetenschap. Pengantar Ilmu hukum atau PIH adalah
mata kuliah pendahuluan atau mata kuliah pembuka yang harus dipelajari oleh
siapa saja yang akan mempelajari ilmu hukum.
1

Sebagai mata kuliah dasar, PIH laksana pondasi yang akan menentukan
kokoh atau tidaknya sebuah rumah yang bernama ilmu hukum. Jika pondasi
rumah dibuat dalam, maka rumah yang ada di atasnya akan kuat pula. Sebuah
gedung yang menjulang tinggi akan mampu berdiri dengan megah dan kokoh
jika pondasinya dibuat dalam. Sebaliknya suatu gedung yang menjulang tinggi
akan sangat berbahaya jika pondasinya dangkal. Pendek kata, untuk
menentukan kekuatan dan ketinggian sebuah bangunan akan ditentukan
seberapa dalam pondasi dari bangunan yang akan dibuat.
Untuk mempelajari ilmu hukum pun demikian, orang tidak mungkin
mampu mempelajari ilmu hukum secara baik tanpa memahami dasar-dasar dari
ilmu hukum itu sendiri. Dengan demikian, mempelajari pengantar ilmu hukum

1
Siswo Wiratmo, Pengantar Ilmu Hukum (P.I.H), (Yogyakarta: Perpustakaan Fak. Hukum
UII, 1990), hlm. 3.
2
merupakan syarat mutlak jika ingin mempelajari ilmu hukum secara baik, benar
dan mendalam.
PIH mengkaji dasar-dasar dari ilmu hukum secara universal, abstrak dan
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, sehingga pembahasannya pun masih
bersifat abstrak dan global. Jika boleh diibaratkan, PIH seperti sebuah komplek
perumahan yang di dalamnya berisi banyak rumah dan berbagai fasiitas
pendukungnya. Ketika memilih salah satu rumah ibaratnya kita telah
menentukan salah satu hukum, misalkan hukum Indonesia, dan ketika membuka
pintu depan dari rumah tersebut, kemudian akan didapati ruang tamu, kamar
utama, kamar anak, ruang tengah, kamar mandi, dapur dan lain sebagainya. Itu
artinya ketika mempelajari hukum Indonesia, maka akan didapati bebagai
macam bentuk dari hukum Indonesia, seperti hukum privat dan hukum publik.
Ketika memasuki salah satu ruang, misalkan kamar utama, maka akan didapati
tempat tidur, lemari, meja dan kursi rias dan sebagainya. Artinya ketika
mempelajari hukum sipil akan dipelajari hukum perdata, hukum dagang dan lain
sebagainya. Ketika akan mempelajari hukum dagang, maka akan didapati
hukum perusahaan, asuransi, perbankan, HKI dan lain sebagainya. Ketika
mempelajari hukum peusahaan, akan ditemukan berbagai bentuk perusahaan
dan pengaturannya yang jumlahnya sangat banyak.
Pengumpaan tersebut membuktikan bahwa ruang lingkup atau cakupan
ilmu hukum sangat luas dan panjang, dan PIH adalah pintu pertama yang harus
dilalui sebelum membuka pintu-pintu yang lain yang ada di dalam rumah.
3
Logikanya pintu kamar tidak dapat dibuka tanpa memasuki komplek perumahan
dan membuka pintu depan dari rumah yang dituju kemudian membuka pintu
kamar. Ini artinya bagaimana mungkin mempelajari ilmu-ilmu hukum lanjutan
tanpa mempelajari, mendalami dan memahami dasar-dasar dari ilmu hukum.
Dengan perumpamaan tadi, mempelajari pengantar ilmu hukum tidak
bisa dianggap sepele. Mata kuliah ini sangat penting dan akan menentukan
keberhasilan mempelajari ilmu-ilmu hukum yang kalau diibaratkan sebatang
pohon yang sangat banyak memiliki cabang, ranting dan daun.

B. Ilmu-ilmu Pembantu dalam Ilmu Mempelajari Hukum
Dalam hukum yang menjadi objek kajian adalah tentang tingkah laku
manusia, khususnya tentang kaidah-kaidah hidupnya. Kaidah-kaidah hidup
manusia akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan
hukum akan selalu berhubungan dengan manusia dan perkembangannya. Ilmu
hukum pun bukan merupakan suatu ilmu yang statis, tetapi selalu tumbuh, hidup
dan berkembang sesuai dengan perkembangan manusia.
Karena itulah untuk memahami dan mencapai tujuannya, ilmu hukum
juga membutuhkan ilmu-ilmu pembantu, seperti:
1. Sejarah
Berfungsi untuk menyelidiki sistem hukum yang pernah berlaku dan
perkembangannya serta memahami makna yang sebenarnya diinginkan oleh
pembuat undang-undang. Contoh: UUD Manapun tidak dapat dipahami
kalau hanya dibaca teksnya saja, untuk mengetahuinya harus dipelajari
4
bagaimana terjadinya teks itu (sejarah kelahiran), keterangan-keterangannya
dan suasana kebatinan (Geistlichen Hintergrund) ketika teks itu dibuat.
2. Sosiologi
Hukum adalah gejala riil dalam masyarakat, sehingga untuk mengetahui
kebenaran sosial dan efektifitas hukum dalam masyarakat diperlukan
bantuan dari sosiologi.
3. Perbandingan Hukum
Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan hukum yang berlaku pada
beberapa negara dan pada beberapa zaman.
4. Ekonomi
Untuk mengetahui ada atau tidaknya kerugian terhadap keuangan negara
dalam kasus korupsi, ilmu ekonomi lah yang sangat membantu di dalam
proses pembuktiannya.
5. kedokteran
Untuk mengetahui dan membuka tabir kasus-kasus pidana seperti
pembunuhan, ilmu kedokteran yang banyak membantu untuk
menyingkapnya.
6. Politik
Hukum adalah suatu proses politik dan hukum harus mampu melenyapkan
ketegangan-ketegangan yang ada dalam masyarakat.
7. Teknik
5
Ilmu teknik diperlukan untuk membuktikan apakah suatu perbuatan itu
terjadi karena forme majeur/overmacht (keadaan memaksa) atau karena
kealfaan/kelalaian, seperti dalam kasus lumpur Sidoarjo, apakah semburan
terjadi karena kelalaian ataukah karena bencana alam, ilmu tekniklah yang
dapat menjaabnya.

















6
BAB II
NORMA ATAU KAIDAH

A. Manusia dan Hukum


Interaksi
































Manusia Manusia
Alasan:
1. Ekonomi: pangan, sandang dan
papan
2. Hasrat membela diri (keamanan).
3. Melanjutkan keturunan
Norma

Norma Keagamaan

Norma Kesusilaan

Norma Kesopanan

Norma Hukum


Tuhan

Diri Manusia

Masyarakat

Negara

7
Menurut kodratnya, manusia di mana saja dan kapan saja sejak
dilahirkan sampai meninggal dunia selalu hidup bersama-sama. Manusia sebagai
perorangan atau individu cenderung untuk berkumpul dengan individu-individu
lain. Dengan itu, manusia sebagai individu berkumpul dengan individu lain
untuk membentuk kelompok manusia yang hidup bersama. Karena
kecenderungannya untuk berkelompok ini manusia dinamakan makhluk sosial.
Fakta ini sudah diketahui sejak dahulu kala dan philosof Yunani Aristoteles
menamakan manusia sebagai zoon politicon (makhluk sosial).
2

Menurut Sobhi Mahmassani, manusia bermasyarakat karena tabiatnya,
sesuai dengan sifat aslinya sebagai makhluk madani, manusia tidak mungkin
hidup menyendiri seperti hewan-hewan. Ia memerlukan hubungan madani.
3

Keinginan manusia untuk hidup berkelompok didasarkan pada beberapa
alasan, di antaranya:
4

1. Hasrat untuk memenuhi makan dan minum atau untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi;
2. Hasrat untuk membela diri;
3. Hasrat untuk mengadakan keturunan.

2
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung:
Alumni, 2000), hlm. 12.
3
Menurut Mahmassani, Madani berarti makhluk yang tidak bisa hidup menyendiri. Ini
sifatnya umum tanpa terkecuali, baik manusia yang sudah maju maupun yang masih primitif.
Hidup bersama dalam masanya dan tolong menolong serta gantung menggantungkan satu
dengan lainnya. Baca: Sobhi Mahmassani, Falsafah at- Tasyr f al-Islm, Alih Bahasa: Ahmad
Sudjono, (Bandung: al-Maarif, 1976), hlm. 24-25.
4
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), hlm. 215.
8
Sebagai pribadi, pada dasarnya manusia dapat berbuat apa saja secara
bebas. Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, kebutuhan untuk membela diri
maupun kebutuhan untuk melanjutkan keturunan, manusia dapat melakukan
apa saja dan berhubungan dengan siapa saja. Namun dalam prakteknya, tidak
jarang karena hasrat untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya, manusia
justru saling berhadapan dengan manusia lain sehingga keseimbangan dalam
masyarakat akan terganggu dan timbul pertentangan-pertentangan di antara
mereka.
Dengan pembawaan sikap pribadinya tersebut, tanpa mengingat
kepentingan orang lain, kepentingan itu kadang-kadang sama tetapi juga tidak
jarang terjadinya kepentingan yang saling bertentangan untuk memenuhi semua
kebutuhan hidupnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia mempunyai tujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu diperlukan hubungan atau kontak
antara masyarakat yang satu dengan yang lain guna mencapai tujuan dan
melindungi kepentingannya.
5
Karena itulah manusia membutuhkan suatu aturan
suatu tatanan yang dapat mengatur hubungan di antara manusia. Pada awalnya
aturan-aturan tersebut sifatnya sangat sederhana. Namun seiring dengan
semakin banyaknya manusia dan semakin kompleknya permasalahan yang ada,
aturan-aturannya pun menjadi semakin sulit dan rumit untuk dirumuskan serta

5
Ibid.
9
membutuhkan pihak lain baik di dalam pembuatan, pelaksanaan maupun
penegakannya agar tercipta ketertiban dan keteraturan.
Masyarakat dan ketertiban merupakan dua hal yang berhubungan sangat
erat, bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Susah
untuk mengatakan, adanya masyarakat tanpa ada suatu ketertiban. Ketertiban
dalam masyarakat diciptakan bersama-sama oleh berbagai lembaga secara
bersama-sama, seperti hukum dan tradisi. Oleh karena itu, dalam masyarakat
akan dijumpai berbagai macam pedoman, patokan atau ukuran yang masing-
masing memberikan kontribusinya dalam menciptakan ketertiban tersebut.
6

Pedoman, patokan atau ukuran untuk berprilaku atau bersikap dalam
kehidupan bersama disebut norma atau kaedah sosial. Norma atau kaedah sosial
tersebut di antaranya: norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan
norma hukum.
7

1. Norma keagamaan adalah peraturan atau kaidah yang sumbernya dari
firman atau perintah Tuhan melalui Nabi/utusannya. Bagi orang yang
beragama, perintah atau firman Tuhan itu menjadi petunjuk atau pedoman
di dalam sikap dan perbuatannya (way of life). Kaidah agama tidak hanya
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya tetapi juga mengatur
hubungan di antara sesama manusia. Bagi mereka yang melanggar norma

6
Satjipto Rahardjo, Ilmu, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 13.
7
Siswo Wiratmo, Pengantar, (Yogyakarta: Perpustakaan FH. UII, 1990), hlm. 8-9.
10
agama akan mendapatkan sanksi yang berupa kemurkaan Tuhan atau
siksaan neraka.
2. Norma kesusilaan adalah kaidah yang bersumber pada suara hati atau insan
kamil manusia, kaidah itu berupa bisikan-bisikan suara batin yang diakui dan
diinsyafi oleh setiap orang dan menjadi dorongan atau pedoman dalam
perbuatan dan sikapnya. Bagi mereka yang melanggar norma kesusilaan
akan mendapatkan sanksi yang bersifat otonom yang datangnya dari diri
orang itu sendiri berupa penyesalan, siksaan batin atau sejenisnya.
3. Norma kesopanan atau tatakrama ialah peraturan yang timbul dalam
pergaulan hidup segolongan manusia, kaidah-kaidan ini diikuti dan ditaati
sebagai pedoman dalam tingkah laku sesama orang yang ada di
sekelilingnya. Apabila seseorang melanggar norma kesopanan akan
mendapatkan sanksi dari masyarakat yang berupa cemoohan, celaan,
tertawaan, diasingkan dari pergaulan hidup dan sejenisnya.
4. Norma hukum ialah peraturan yang dibuat oleh negara dan berlakunya
dipertahankan dengan paksaan oleh alat-alat negara seperti, polisi, jaksa,
hakim, dan sebagainya. Ciri khas dari norma ini adalah memaksa. Sanksi
terhadap orang yang melanggar norma hukum bersifat heteronom yang
berasal dari luar, yakni pemerintah lewat aparatnya.
Norma-norma atau kaedah sosial tersebut merupakan perumusan suatu
pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau
seyogyanya tidak dilakukan, yang dianjurkan atau diperintahkan dan yang
11
dilarang atau dibenci. Dengan adanya kaedah sosial ini hendak dicegah
gangguan-gangguan, bentrokan-bentrokan dan hal-hal negatif lainnya serta
diharapkan akan melindungi kepentingan-kepentingan manusia. Kaedah sosial
ini ada yang berbentuk tertulis adapula yang merupakan kebiasaan yang
diteruskan dari generasi ke generasi.
8



















8
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty,
1991), hlm. 4.
12
BAB III
HUKUM SUATU PENGANTAR

A. Norma Hukum
Norma
Keagamaan
Norma
Kesusilaan
Norma
Kesopanan
Norma
Hukum
Tujuan
Umat manusia;
Penyempurnaan manusia;
Jangan sampai manusia jahat
Pembuatnya kongkrit
Ketertiban masyarakat
Jangan sampai ada korban
Isi Ditujukan kpd sikap batin Ditujukan kepada sikap lahir
Asal Usul Tuhan Diri sendiri Kekuasaan luar yang memaksa
Sanksi
Tuhan Diri sendiri Masyarakat scr
tidak resmi
Masyarakat scr
resmi
Daya Kerja
Membebani
kewajiban
Membebani
kewajiban
Membebani
kewajiban
Membebani
kewajiban &
memberi hak
Sumber: Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), hlm. 13.

Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum ditujukan
kepada siifat lahir manusia atau perbuatan lahir manusia. Sehingga apa yang
ada di lahir atau di batin manusia tidak akan menjadi masalah asal lahirnya tidak
melanggar norma hukum. Sebagai contoh: apakah seseorang menghentikan
kendaraan pada saat lampu lalu lintas menyala merah karena kesadaran atau
13
terpaksa, bagi hukum tidaklah penting. Yang penting bagi hukum ia mau
menghentikan kendaraannya. Bila tidak, ia akan ditilang. Norma hukum ditujuan
terutama kepada pelakunya yang kongkrit, yaitu si pelaku pelanggaran yang
nyata-nyata berbuat.
Meskipun norma hukum pada hakikatnya hanya memperhatikan keadaan
lahir, namun dalam kasus tertentu setelah perbuatan lahir terbukti, perbuatan
batin juga turut menentukan tingkat/kadar kesalahan pelaku pelanggaran hukum.
Sebagai contoh dalam kasus pembunuhan, setelah kasus pembunuhan terbukti
langkah seterusnya adalah menilai skap batin si pelaku, apakah pembunuhan
tersebut dilakukan dengan sengaja, direncanakan atau karena kealfaan.
Norma hukum sebagian besar merupakan peraturan kesusilaan yang oleh
penguasa diberi sanksi hukum. Perbuatan-perbuatan pidana yang diatur dalam
KUHP hampir seluruhnya berasal dari norma kesusilaan, kesopananan, maupun
agama. Norma hukum menuntut legalitas yang berarti yang dituntut adalah
pelaksanaan atau pentaatan kaedah semata-mata. Hubungan antara norma
hukum dengan norma keagamaan, kesusilaan maupun kesopanan terkadang
saling menguatkan namun terkadang pula timbul perbedaan. Kumpul kebo atau
hidup bersama tanpa nikah jelas melanggar norma kesopanan maupun
keagamaan, namun tidak melanggar norma hukum. Pembunuhan apapun
motifnya jelas melanggar semua norma tanpa terkecuali.
Norma hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang
seyogyanya atau seharusnya dilakukan. Pada hakikatnya norma hukum
14
merupakan perumusan pendapat atau pandangan bagaimana seharusnya atau
seyogyanya seseorang bertingkah laku. Sebagai pedoman kaidah hukum bersifat
umum dan pasif.
Norma hukum berisi kenyataan normatif atau apa yang seyogyanya
dilakukan (das sollen) dan bukan berisi kenyataan alamiah atau peristiwa
kongkrit (das sein). Kata: Barangsiapa membunuh harus dihukum,
Barangsiapa membeli sesuatu harus membayar merupakan das sollen, suatu
kenyataan normatif dan bukan menyatakan sesuatu yang terjadi secara nyata.
Apabila nyata-nyata seseorang telah membunuh atau membeli sesuatu tidak
membayar, barulah terjadi peristiwa kongkrit (das sollen). Jadi, norma hukum
dapat berfungsi apabila ada peristiwa kongkrit (das sein). Sebaliknya, peristiwa
kongkrit (das sein) untuk menjadi peristiwa hukum memerlukan norma hukum
(das sollen).
9










9
Ibid., hlm. 12-20.
15
BAB IV
PENGERTIAN HUKUM




























Hukum (Positif)

Dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib.Hukum ditemukan
Bersifat memaksa
Saksi terhadap pelanggaran tegas
peraturan tersebut adalah tegas Dasar
Peraturan mengenai tingkah laku mns
UNSUR HUKUM POSITIF
Pengertian Hukum
secara Bahasa
Hukum
Recht
Ius
Lex

16
Satu pertanyaan mendasar yang hingga kini sangat sulit untuk dijawab
oleh para ahli hukum adalah tentang definisi ukum itu sendiri. Hingga saat ini
pendapat tentang perlunya suatu definisi tentang hukum masih dipertentangkan
orang. Sebagian orang megatakan bahwa suatu definisi tentang hukum
diperlukan, terutama bagi mereka yang baru mempelajari hukum, setidak-
tidaknya merupakan suatu pegangan pendahuluan sebelum mempelajari hukum
lebih lanjut.
Di lain pihak, Immanuel Kant dua abad yang lalu pernah mengatakan:
Noch Suchen die Juristen eine Definition zu Ihrem Begriffe von Recht.
Pernyataan ini jika diterjemahkan berbunyi, tidak ada seorang ahli hukum pun
yang mampu membuat definisi tentang hukum.
10
Aveldoorn juga mengatakan
bahwa hukum banyak seginya dan begitu luas cakupannya, sehingga tidak
mungkin orang menyatukannya dalam satu rumusan secara memuaskan.
11

Secara bahasa, ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut
hukum, yaitu:
1. Hukum;
2. Recht;
3. Ius;
4. Lex.

10
Pernyataan Kant ini dikutip oleh Lili Rasjidi, Filsafat Hukum; Apakah Hukum itu,
(Bandung: Remadja Karya, 1987), hlm. 1.
11
L.J. van Aveldoorn, Inleidng Tot de Stude van Het Nederlandse Recht, alih bahasa
Oetarid Sadino, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1990), hlm. 1.
17
Kata hukum berasal dari bahasa Arab = - '-= -= (h akama-
hukman wa hukmatan) yang menurut Kamus al Munawwir berarti memimpin,
memerintah, menetapkan, memutuskan. Kata =' (al-h ukmu) bisa berarti
putusan, ketetapan, kekuasaan, pemerintahan, dan hukum. Sedang orang yang
bertugas untuk memutuskan dinamakan dengan '=.
12

Kata Recht berasal dari bahasa latin Rectum yang mempunyai arti
bimbingan, tuntutan atau pemerintahan. Bertalian dengan kata Rectum dikenal
pula kata Rex, yaitu orang yang pekerjaannya memberikan bimbingan atau
memerintah. Kata Rex juga dapat diartikan raja yang mempunyai regimen yang
artinya kerajaan. Kata Rectum juga dapat dihubungkan dengan kata Directum
atau Rector yang berarti orang yang pekerjaannya membimbing atau
mengarahkan.
Kata Recht atau bimbingan atau pemerintahan selalu didukung oleh
kewibawaan. Seorang yang membimbing, memerintah harus mempunyai
kewibawaan. Kewibawaan mempunyai hubungan erat dengan ketaatan,
sehingga orang yang mempunyai kewibawaan akan ditaati oleh orang lain.
Dengan demikian, kata recht mengandung pengertian kewibawaan dan hukum
atau recht itu akan ditaati secara sukarela.
Kata Ius berasal dari bahasa latin Iubere yang berarti mengatur atau
memerintah. Perkataan mengatur dan memerintah berpangkal pokok pada

12
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: PP al-Munawwir, 1984),
hlm. 308-309.
18
kewibawaan. Kata Ius bertalian erat dengan Iustitia atau keadilan. Dalam
mitologi Yunani, Iustitia merupakan dewi keadilan yang dilambangkan dengan
kedua matanya yang tertutup dengan tangan kiri memegang neraca dan tangan
kanan memegang pedang.
Kata Lex berasal dari bahasa latin Lesere yang berarti mengumpulkan
maksudnya ialah mengumpulkan orang-orang untuk diberi perintah. Sehingga
kata Lex berarti hukum yang sangat erat kaitannya dengan perintah atau
larangan.
Dari beberapa pengertian di atas, kata hukum berkaitan erat dengan
keadilan, kewibawaan, ketaatan, perintah, dan norma. Keempat kata tersebut
sering digunakan untuk menyebut istilah hukum dalam berbagai arti atau
tempat, seperti: Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-undang Hukum Pidana);
adagium Ubi societas ibi ius (di mana ada masyarakat, di situ ada hukum); Lex
specialis derogat legi generally (Hukum yang khusus mengalahkan hukum yang
umum), dan lain-lain. Pendek kata keempat kata tersebut bukan sesuatu yang
asing ketika mempelajari ilmu hukum.
Meskipun sangat sulit untuk membuat sebuah definisi tentang hukum
yang sempurna, sebagai pengantar tidak ada salahnya dikemukakan beberapa
pengertian hukum dari para pakar hukum, di antaranya:
13




13
C.S.T. Kansil, Pengantar, hlm. 35-36.
19
1. E.M. Mayers dalam bukunya De Algemene Begrippen van Het Burgerlijk
Recht
Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,
ditujukan kepada tingkah laku dalam masyarakat, dan yang menjadi
pedoman bagi peguasa-penguasa negara dalam melakukan tujuannya.

2. Leon Duguit:
Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang ada
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat
sebagai jaminan kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan
reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.

3. Immanuel Kant
Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas
dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari
orang lain, menurut peraturan hukum tentang kemerdekaan.

4. Aristoteles
Particular law is that which each community lays down and applies to its
own members. Universal law is the law of nature.

5. Grotius
Law is a rule of moral action obliging to that which is right.

6. Philip S. James
Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed
upon, and enforced among the members of a given State.


20
7. Utrecht
Hukum itu himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-
larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus
ditaati oleh masyarakat itu.

Pendapat tersebut diungkapkan beberapa puluh tahun yang lalu dan
tentu saja ruang lingkup hkum dan perkembangannya sudah jauh berubah.
Sehingga semakin sulit untuk bisa mendefinisikan apakah hukum itu? Hukum
tidak lagi hanya bisa didekati secara normatif atau legisme semata, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, agama, ekonomi, dan lain-lain.
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para sarjana
hukum di atas, memang sangat sulit untuk membuat definisi tentang apakah itu
hukum? namun dapat untuk memudahkan pemahaman, dapat dipersempit
menjadi hukum positif yang unsur-unsurnya meliputi:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Saksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.





21
BAB V
ILMU PEMBANTU DALAM MEMPELAJARI HUKUM


Dalam hukum yang menjadi objek kajian adalah tentang tingkah laku
manusia, khususnya tentang kaidah-kaidah hidupnya. Kaidah-kaidah hidup
manusia akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan
hukum akan selalu berhubungan dengan manusia dan perkembangannya. Ilmu
hukum pun bukan merupakan suatu ilmu yang statis, tetapi selalu tumbuh, hidup
dan berkembang sesuai dengan perkembangan manusia.
Ilmu hukum mempunyai hakikat interdisipliner karena digunakannya
berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk membantu menerangkan berbagai
aspek yang berhubungan dengan kehadiran hukum di dalam masyarakat. Untuk
memahami dan mencapai tujuannya, ilmu hukum juga membutuhkan ilmu-ilmu
pembantu, seperti:
8. Sejarah
Berfungsi untuk menyelidiki sistem hukum yang pernah berlaku dan
perkembangannya serta memahami makna yang sebenarnya diinginkan oleh
pembuat undang-undang. Contoh: UUD Manapun tidak dapat dipahami
kalau hanya dibaca teksnya saja, untuk mengetahuinya harus dipelajari
bagaimana terjadinya teks itu (sejarah kelahiran), keterangan-keterangannya
dan suasana kebatinan (Geistlichen Hintergrund) ketika teks itu dibuat.
22
9. Sosiologi
Hukum adalah gejala riil dalam masyarakat, sehingga untuk mengetahui
kebenaran sosial dan efektifitas hukum dalam masyarakat diperlukan
bantuan dari sosiologi.
10. Antropologi
Untuk membantu tentang kerja dari hukum yang tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan masyarakat. Pengadilan negara misalnya, tidak dapat dilihat
sebagai satu-satunya lembaga yang dapat menyelesaikan perkara, tetapi
merupakan salah satu lembaga yang dapat menyelesaikan perkara, sebab
dimungkinkan ada lembaga-lembaga lain di masyarakat yang mempunyai
fungsi serupa.
11. Perbandingan Hukum
Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan hukum yang berlaku pada
beberapa negara dan pada beberapa zaman.

12. Ekonomi
Sebagai contoh, untuk mengetahui ada atau tidaknya kerugian terhadap
keuangan negara dalam kasus korupsi, ilmu ekonomi lah yang sangat
membantu di dalam proses pembuktiannya.



23
13. Kedokteran
Dapat digunakan untuk mengetahui dan membuka tabir kasus-kasus pidana
seperti pembunuhan, ilmu kedokteran yang banyak membantu untuk
menyingkapnya.
14. Politik
Hukum adalah suatu proses politik dan hukum harus mampu melenyapkan
ketegangan-ketegangan yang ada dalam masyarakat.
15. Teknik
Ilmu teknik diperlukan untuk membuktikan apakah suatu perbuatan itu
terjadi karena force majeur/overmacht (keadaan memaksa) atau karena
kealfaan/kelalaian, seperti dalam kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, apakah
semburan terjadi karena kelalaian ataukah karena bencana alam, ilmu
tekniklah yang dapat menjawabnya.
16. Ilmu pembantu lainnya
Sangat terbuka ilmu hukum membutuhkan ilmu-ilmu lain selain ilmu-ilmu
pembantu di atas sesuai dengan kasus atau peristiwa hukum yang terjadi.






24
BAB VI
SUMBER HUKUM




































Sumber Hukum

Hukum ditemukan

Dasar putusan hakim

Dasar mengikatnya hukum

ANEKA ARTI SUMBER HUKUM

Asal mula hukum

Sumber Hukum
Formal

Kebiasaan (Custom)

Keputusan Hakim (Jurisprudensi)

Traktat (Treaty)

SUMBER HUKUM FORMAL

Undang-undang (Statute)

Pendapat Sarjana (Doktrin)

25
Sumber hukum selalu dikaitkan atau berhubungan dengan pertanyaan
berikut ini:
1. Dari manakah asal mula hukum?
2. Di manakah hukum dapat ditemukan?
3. Di manakah hakim dapat mencari atau menemukan hukum yang dijadikan
dasar putusannya?
4. Bagaimanakah kita mengetahui bahwa suatu peraturan tertentu mempunyai
kekuatan mengikat atau berlaku?
Menurut Sudikno Mertokusumo, sumber hukum adalah tempat kita dapat
menemukan atau menggali hukumnya.
14

Sedang menurut Suroso, sumber hukum adalah segala sesuatu yang
menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila
aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi
pelanggarnya.
15

Yang dimaksud dengan segala sesuatu adalah faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber
kekuatan berlakunya hukum secara formal artinya dari mana hukum itu dapat
ditemukan, dari mana asal mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari atau
hakim menemukan hukum, sehingga dasar putusannya dapat diketahui bahwa

14
Sudikno Mertokusumo, Mengenal, hlm. 63.
15
R. Soeroso, Pengantar, hlm. 117.
26
suatu peraturan tertentu mempunyai kekuatan mengikat atau berlaku dan lain
sebagainya.
16

Menurut Sudikno, kata sumber hukum sering digunakan dalam beberapa
arti, yaitu:
17

1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,
misalnya kehendak tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya.
2. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan kepada hukum yang
sekarang berlaku, seperti hukum Perancis, hukum Romawi.
3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal
kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat)
4. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen,
undang-undang, lontar, batu bertulis dan sebagainya.
5. Sebagai sumber terjadinya hukum; sumber yang menimbulkan aturan
hukum.
Sumber hukum menurut Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno
dibedakan menjadi dua, yaitu:
18





16
Ibid.
17
Sudikno Mertokusumo, Mengenal, hlm. 63.
18
Mengenal, hlm. 64.
27
1. Sumber hukum materiil
Artinya tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil
merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, seperti situasi
sosial, politik, ekonomi, keagamaan dan sebagainya.
2. Sumber hukum formil
Artinya tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Sumber hukum formal berkaitan dengan bentuk atau cara
yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku.
Menurut van Apeldorn, sumber hukum dibedakan menjadi empat
macam, yaitu:
1. Sumber hukum historis
Ahli sejarah memakai perkataan sumber hukum dalam dua arti, yaitu:
a. Sumber pengenalan hukum, yakni semua tulisan, dokumen, inskripsi dan
sebagainya , dari mana kita dapat belajar mengenal hukum suatu bangsa
pada suatu waktu.
b. Sumber dari mana pembentuk undang-undang memperoleh bahan
dalam membentuk undang-undang.

2. Sumber hukum sosiologis (teleologis)
Faktor-faktor yang menentukan isi dari suatu hukum, seperti sosial, politik,
ekonomi, agama dan sebagainya.

28
3. Sumber hukum filosofis
Dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Sumber isi hukum, isi hukum itu datangnya dari mana? Ada tiga
pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan tersebut:
1) Pandangan teokratis isi hukum berasal dari tuhan
2) Pandangan hukum kodrat isi hukum berasal dari akal manusia
3) Pandangan mazhab historis isi hukum berasal dari kesadaran
hukum.
b. Sumber kekuatan mengikat dari hukum
Mengapa hukum mempunyai kekutan mengikat, mengapa kita tunduk
pada hukum. Kekuatan mengikat dari kaedah hukum bukan semata-mata
didasarkan pada kekuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena didorong
oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan.
4. Sumber hukum formal
Sumber hukum dilihat dari cara terjadinya hukum positif. Sumber yang
melihat dari mana hukum berlaku dan mengikat hakim serta penduduk.
Sumber hukum inilah yang paling penting di dalam mempelajari hukum.
Sumber hukum formal dari hukum positif adalah:
1. Undang-undang
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
19


19
C.S.T. Kansil, Pengantar, hlm. 46.
29
Menurut Buys sebagaimana dikutif oleh Kansil, undang-undang mempunyai
dua arti, yakni:
20

a. Undang-undang dalam arti formal, yakni setiap keputusan pemerintah
yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya. Misalnya
dibuat oleh pemerintah bersama parlemen.
b. Undang-undang dalam arti meterial, yakni setiap keputusan pemerintah
yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
2. Adat kebiasaan (custom)
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakuka berulanga-ulang
dalam hal yang sama, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan
dirasakan sebagai pelanggaran oleh perasaan hukum. Contoh tanda
menyerah dalam suatu peperangan adalah adalah dengan cara mengibarkan
bendera (kain) berwarna putih. Cara ini bersumber dari kebiasaan
internasional, sehingga setiap negara/tentara yang melanggarnya dapat
dijatuhi sanksi.
3. Perjanjian (traktat/treaty)
Termasuk perjanjian antarnegara dan perjanjian antarwarganegara. Apabila
dua orang atau dua pihak mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang
sesuatu hal, maka mereka lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian
tersebut, mereka terikat pada isi perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam
masalah perjanjian dikenal istilah Pacta Sunt Servanda, artinya bahwa

20
Ibid.
30
perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau perjanjian harus
ditaati dan ditepati.
Perjanjian yang dibuat oleh negara disebut perjanjian antarnegara atau
perjanjian internasional (traktat). Traktat juga mengikat warga negara dari
negara-negara yang bersangkutan. Jika teraktat hanya diadakan/dibuat oleh
dua negara, traktat tersebut disebut traktat bilateral dan bersifat tertutup,
contoh perjanjian antara Indonesia dengan Cina tentang Dwi-
Kewarganegaraan, perjanjian tentang perbatasan antara Indonesia dengan
Malaysia. Apibila diadakan/dibuat oleh lebih dari dua negara disebut traktat
multilateral. Apabila traktat ini memberikan kesempatan kepada negara-
negara yang tidak menandatangani traktat untuk menggabungkan atau
mengikatkan diri dengan traktat tersebut, maka traktat tersebut adalah traktat
kolektif atau traktat terbuka, contoh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
ASEAN.
21

4. Keputusan hakim (yurisprudensi)
Yurisprudensi adalah keputusan-keputusan hakim sebelumnya yang
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh hakim berkutnya dalam
mengambil keputusan. Dasar hukum yurisprudensi yaitu:
a. Dasar historis, secara historis banyak diikuti oleh umum.
b. Adanya kekurangan dari hukum yang ada, karena pembuat UU tidak
dapat mewujudkan segala sesuatu dalam undang-undang, maka

21
Ibid., hlm. 50-51.
31
yurisprudensi digunakan untuk mengisi kekosongan dari undang-
undang.
22
Dasar kedua ini merupakan akibat dari Pasal 22 AB yang
menyatakan:
Bilamana seorang hakim menolak menyelesaiakan suatu perkara yang
diajukan kepadanya dengan alasan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak menyebut, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia
dapat dituntut karena penolakan mengadili.

5. Pendapat para ahli hukum (doktrin)
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum yang terkemuka yang besar
pengaruhnya terhadap hakim dalam mengambil keputusan. Seringkali hakim
dlam keputusannya menyebut pedapat para sarjana hukum sebagai dasar
pertimbangan dalam memutuskan perkara tertentu. Untuk menjadi sumber
hukum formal, doktrin harus memenuhi syarat tertentu yakni doktrin
menjelma menjadi keputusan hakim.
23
Doktrin diakui sebagai salah satu
sumber hukum formal pada hukum internasional. Menurut Pasal 38 ayat (1)
Statute of the International Court of Justice disebutkan beberapa sumber
hukum formal hukum internasional, yaitu:
1. Perjanjian internasional.
2. Kebiasaan internasional
3. Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa berdab.
4. Keputusan hakim.

22
R. Soeroso, Pengantar, hlm. 164-165.
23
Ibid., hlm. 179-181.
32
5. Pendapat para sarjana hukum (ahli hukum) terkemuka.
Di Indonesia, banyak pendapat Imam Syafii yang digunakan oleh hakim di
Pengadilan Agama sebagai dasar dari putusan yang dibuatnya.



















33
BAB VII
CIRI HUKUM









Untuk dapat mengenal hukum, harus dikenal pula ciri-cirinya, yaitu:
1 Berisi perintah dan/atau larangan;
2 Perintah dan/atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh setiap orang.
Oleh karena itulah, hukum berisi serangkaian peraturan yang berisi
perintah dan/atau larangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Peraturan-
peraturan yang hidup di masyarakat itulah yang dinamakan kaedah hukum.
Sebagai contoh: Barangsiapa dengan sengaja melangggar .....akan
dikenai sanksi (sebagai akibat melanggar kaedah hukum) yang berupa hukuman.
Hukuman atau pidana bermacam-macam jenisnya. Menurut Pasal 10 KUHP
hukuman terdiri dari:

Ciri Hukum
Harus dipatuhi oleh setiap orang
Berisi perintah dan/atau larangan

34
1. Pidana pokok, yang terdiri dari:
a. Pidana mati
b. Pidana penjara:
1). Seumur hidup
2) Sementara (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu
tahun) atau pidana penjara selama waktu tertentu.
c. Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya
satu tahun.
d. Pidana denda.
e. Pidana tutupan.
2. Pidana tambahan, yang terdiri dari:
a. Pencabutan hak tertentu.
b. Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
c. Pengumuman putusan hakim








35
BAB VIII
SIFAT HUKUM






Agar peraturan-peraturan hidp kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan
ditaati sehingga menjadi kaedah hukum. Maka peraturan kemasyarakatan
tersebut harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian, hukum
mempunyai sifat mengatur dan memaksa setiap orang supaya mentaati tata
tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukman)
terhadap siapa saja yang tidak mau mematuhinya.








Sifat Hukum
Hukum
Mengatur dan memaksa

36
BAB IX
TUJUAN HUKUM


Keadilan

Kemanfaatan

Keadilan &
Kemanfaatan


Yang mempunyai tujuan sebenarnya adalah manusia, hukum hanya
sebagai alat manusia untuk mencapai tujuannya. Namun, karena manusia dan
hukum tidak dapat dipisahkan, maka dikatakan tujuan hukum.
24

Dalam literatur, dikenal beberapa teori tentang tujuan hukum, di
antaranya:
1. Teori Etis (Ethische Theorie)
Menurut teori ini, hukum bertujuan semata-mata untuk mewujudkan keadilan
yang semaksimal maksimalnya dalam masyarakat. Tokoh dari teori ini
adalah Geny. Teori ini sudah dikenal sejak zaman Aristoteles. Menurut
Aristoteles, keadilan dibedakan menjadi dua yaitu:

24
Siswo Wiratmo, Pengantar, hlm. 20.
Tujuan Hukum
Teori Etis
Teori Utilitis
Teori Campuran

37
a. Justitia distributiva menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang
menjadi hak atau jatahnya. Jatah ini tidak sama untuk setiap orangnya
tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan, kemampuan dan
sebagainya yang sifatnya proporsional. Di sini bukan kesamaan yang
dituntut, tetapi perimbangan.
b. Justitia commutativa memberi kepada setiap orang sama banyaknya. Di
sini yang dituntut adalah kesamaan. Yang adil adalah setiap orang
diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.
Dalam perjalanan atau praktiknya, terkadang sangat sulit untuk menentukan
nilai keadilan ditentukan secara distributif atau komutatif, karena masing-
masing punya argumentasi yang dapat diterima oleh nalar.
Hukum tidak selalu identik dengan keadilan. Sebagai contoh, mengendarai
kendaraan di sebelah kiri tidaklah dapat dikatakan adil, sedangkan
mengendarai di sebelah kanan dikatakan tiak adil. Peraturan tersebut
hanyalah agar lalu lintas berjalan teratur, lancar sehingga tidak terjadi
tabrakan dan dengan demikian kepentingan manusia terlindungi.

2. Teori Utilitas (Utiliteits Theory)
Menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi
manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the
greatest number). Pada hakikatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah
manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar
38
bagi jumlah orang yang terbanyak. Penganut teori ini antara lain adalah
Jeremy Bentham.
25


3. Teori Campuran (Gemengde theory)
Menurut teori ini tujuan hukum bukan hanya keadilan tetapi juga
kemanfaatan. Penganut teori ini di antaranya adalah J. Schrasset. Mereka
berpendapat bahwa bilamana elment/unsur keadilan saja yang diperhatikan,
maka hasilnya hanyalah ketentuan-ketentuan yang memenuhi keadilan
mutlak yang tidak dapat memenuhi tuntutan-tuntutan dalam pergaulan
sehari-hari.
26












25
Sudikno Mertokusumo, Mengenal, hlm. 61.
26
Siswo Wiratmo, Pengantar, hlm. 21.
39
BAB X
KLASIFIKASI HUKUM






















Pembagian
Hukum
Hukum Traktat
Hukum Kebiasaan
Hukum Tertulis
Hk. Jurisprudensi
Hukum Nasional
Hukum Tidak Tertulis
Hukum Gereja
Hukum Asing
Ius Constituendum
Hukum Material
Hukum Mengatur
1. Sumber
7. Wujud
8. Isi
Hk. Undang-undang
Ius Constitutum
Hukum Alam
Hukum Formal
Hukum Memaksa
Hukum Objektif
Hukum Subjektif
Hukum Material
Hukum Formal
2. Bentuk
3. Tempat
Berlaku
4. Waktu Berlaku
5. Cara
Mempertahankan
6. Sifat
40
Meskipun sulit untuk membuat definisi tentang hukum, namun hukum
dapat diklasifikasikan atau digolongkan menurut beberapa asas pembagiannya.
Di antaranya:
27

1. Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi dalam:
a. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
b. Hukum kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-
peraturan kebiasaan (adat).
c. Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara di dalam suatu
perjanjian antarnegara.
d. Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan
hakim.
2. Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam:
a. Hukum tertulis. Hukum tertulis terdiri dari:
1) hukum yang dikodifikasi
Hukum yang dikodifikasi, yakni hukum yang tercantum dlam
peraturan perundang-undangan dan disusun dalam suatu kitab
hukum mengenai suatu jenis lapangan hukum. Contohnya, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

27
C.S.T. Kansil, Pengantar, 72-75.
41
Kebaikan dari kodifikasi adalah adanya kepastian hukum, kesatuan
hukum dan penyederhanaan hukum. Adapun keburukannya,
peraturan hukum yang telah dikodifikasi menjadi statis, tidak
gampang mengikuti perkembangan masyarakat yang dinamis.
2) hukum yang tidak dikodifikasi
b. Hukum tak tertulis
3. Menurut tempat berlakunya, hukum dibagi dalam:
a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b. Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum
dalam dunia internasional.
c. Hukum asing, yaitu hukm yang berlaku di negara lain.
d. Hukum gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang diterapkan oleh gereja
untuk para anggotanya.
4. Menurut waktu berlakunya
a. Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi
suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
b. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu
yang akan datang.
c. Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana
dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini berlaku
abadi terhadap siapa pun juga di seluruh tempat.

42
5. Menurut cara mempertahankannya, hukum dapat dibagi dalam:
a. Hukum material, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang
berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan.
b. Hukum formal (hukum proses atau hukum acara), yaitu hukum yang
memuat peraturan-peraturan bagaimana cara-cara melaksanakan dan
mempertahankan hukum material atau hukum yang mengatur bagaimana
cara mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana
cara-caranya hakim memberi putusan.
6. Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam:
a. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan
bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak.
b. Hukum yang mengatur (Hukum pelengkap), yaitu hukum yang dapat
dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat
peraturan sendiri dalm suatu perjanjian.
7. Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi dalam:
a. Hukum objektif, yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum
dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
b. Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan
berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Hukum Subjektif disebut
juga HAK.

43
8. Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam:
a. Hukum privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-
hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
b. Hukum publik (hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau hubungan
antara negara dengan perseorangan (warga negara).















44
BAB XI
PEMBAGIAN HUKUM MENURUT ISI




Hukum Perdata


Hukum Lingkungan
Hukum Perlindungan
Konsumen
Hukum Pidana
Hukum Tata Negara
Hukum Administrasi Negara
Hukum Internasional


Dari beberapa pembagian hukum sebagaimana disebutkan pada BAB IX,
yang terpenting adalah pembagian hukum menurut hukum sipil dan hukum
publik. Hukum sipil dalam arti luas terdiri dari hukum perdata dan hukum
dagang, sedangkan hukum sipil dalam arti sempit hanya terdiri dari hukum
perdata saja. Jadi jika diartikan secara luas, hukum perdata hanya sebagian dari
Hukum
Hukum Privat
Hukum Publik
Hukum Privat &
Publik

45
hukum sipil dan jika diartikan secara sempit, hukum perdata adalah sama
dengan hukum sipil.
Hukum publik terdiri dari:
1. Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan
pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat
perlengkapan satu sama lain, dan hubungan antara negara (pemerintah
pusat) dengan bagian-bagian negara.
2. Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Pemerintahan, yaitu hukum
yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari
kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
3. Hukum Pidana, yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang
dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta
mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka
pengadilan.
4. Hukum internasional, terdiri dari:
a) Hukum Perdata Internasional, yaitu hukum yang megatur hubungan
antara warganegara-warganegara suatu negara dengan warganegara-
warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional.
b) Hukum Publik Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan
internasional.
46
Antara hukum perdata dengan hukum pidana mempunyai beberapa
perbedaan di antaranya:
28

1. Isi, Hukum perdata mengatur hubungan antara orang yang stu dengan orang
yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangm, sedang
hukum pidana mengatur hubungan hukum antara seorang anggota
masyarakat (warganegara) dengan negara yang menguasai tata tertib
masyarakat itu.
2. Pelanggaran, pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru diambil
tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan dari pihak yang merasa
dirugikan yang disebut penggugat, sedangkan pelanggaran terhadap hukum
pidana pada umumnya segera diambil tindakan oleh penegak hukum tanpa
ada pengaduan dari pihak yang dirugikan atau ihak yang dirugikan cukup
melapor kepada pihak berwajib.
3. Menafsirkan, hukum perdata memperbolehkan untuk mengadakan macam-
macam penafsiran terhadap undang-undang hukum perdata, sedangkan
hukum pidana hanya mengenal penafsiran authentik, yaitu penafsiran yang
tercantum dalam undang-undang hukum pidana sendiri.
4. Hukum Acara, hukum acara adalah hukum yang mengatur bagaimana
mempertahankan hukum material. Ada beberapa perbedaan antara hukum
acara perdata dan hukum acara pidana, di antaranya:
29


28
C.S.T. Kansil, Pengantar, hlm 76-77.
29
Ibid., hlm. 77-79.
47
a) Perbedaan mengadili
1) Hukum acara perdata mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara
di muka pengadilan perdata oleh hakim perdata.
2) Hukum acara pidana mengatur cara-cara mengadili perkara pidana di
muka pengadilan pidana oleh hakim pidana.
b) Perbedaan pelaksanaan (inisiatip berperkara)
1) Pada acara perdata inisiatif datang dari pihak yang berkepentingan
yang dirugikan (Penggugat).
2) Pada acara pidana inisiatif datang dari penuntut umum (jaksa).
c) Perbedaan penuntutan
1) Pada acara perdata, yang menuntut tergugat adalah penggugat dan
tidak ada penuntut umum atau jaksa.
2) Pada acara pidana, jaksa menjadi penuntut terhadap terdakwa. Jaksa
sebagai penuntut umum mewakili negara.
d) Perbedaan alat bukti
1) Pada acara perdata terdapat 5 alat buki, yaitu tulisan, saksi,
persangkaan, pengakuan dan sumpah.
2) Pada acara pidan terdapat 4 macam alat b ukti kecuali pengakuan.
e) Perbedaan penarikan kembali suatu perkara
1) Pada acara perdata, sebelum ada putusan hakim pihak-pihak yang
berperkara boleh menarik kembali perkaranya.
2) Pada acara pidana, tidak dapat ditarik kembali.
48
f) Perbedaan kedudukan para pihak
1) Pada acara perdata, para pihak mempunyai kedudukan yang sama.
Hakim hanya sebagai wasit dan bersifat pasif.
2) Pada acara pidana, jaksa kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa
dan hakim bersifat aktif.
g) Perbedaan dasar keputusan hakim
1) Pada acara perdata, putusan hakim cukup mendasarkan diri kepada
keputusan formal saja, seperti akta tertulis.
2) Pada acara pidana, putusan hakim harus didasarkan kepada
kebenaran material (menurut keyakinan hakim)
h) Perbedaan macam hukuman
1) Pada acara perdata, tergugat yang terbukti bersalah dijatuhi denda
atau hukuman kurungan sebagai pengganti denda.
2) Pada acara pidana, terdakwa yang terbukti bersalah dapat dijatuhi
pidana mati, seumur hidup, kurungan atau denda, dijatuhi hukuman
tambahan seperti dicabut hak-hak tertentu.
i) Perbedaan dalam banding
1) Pada acara perdata, banding perkara perdata dari pengadilan negeri
ke pengadilan tinggi disebut appel.
2) Pada acara pidana, banding perkara pidana dari pengadilan negeri
ke pengadilan tinggi disebut revisi.
(Appel dan revisi dalam bahasa Indonesia disebut banding).
49
BAB XII
SUBJEK HUKUM











Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan
kewajiban dari hukum. Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum
hanyalah manusia. Jadi manusia oleh hukum diakui sebagai penyandang hak
dan kewajiban, sebagai subjek hukum atau sebagai orang.
Dewasa ini subjek hukum dibagi menjadi:
1. orang/manusia (natuurlijke persoon); dan
2. Badan Hukum (rechtspersoon).
Adapun penjelasan dari keduanya adalah sebagai berikut:

Subjek
Hukum
Orang
Orang
Badan Hukum
Publik
Privat

50
1. Orang
Dalam hukum, perkataan orang (persoon) berarti pembawa hak dan
kewajiban (rechtsdrager) atau subjek di dalam hukum. Pada masa sekarang tiap
orang tidak peduli kebangsaan, agama atau statusnya adalah subjek hukum.
Pada zaman dahulu ketika masih ada perbudakan, budak bukanlah
subjek hukum tetapi merupakan objek hukum dan dapat diperjualbelikan. Selain
itu, dahulu dikenal istilah kematian perdata (burgelyke dood), yaitu pernyataan
pengadilan (lijke dood) yang menyatakan bahwa seseorang tidak oleh memiliki
hak apapun lagi. Hal yang demikian tidak dimungkinkan lagi berdasarkan Pasal
3 BW yang berbunyi: Tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian
perdata, atau kehilangan segala hak-hak kewargaan.
Hukuman yang berupa pencabutan hak memang masih ada, tetapi
terbatas kepada pencabutan terhadap hak-hak tertentu saja. Hukuman yang
semacam itu tidak langsung hanya untuk sementara aktu saja.
30
Hak-hak tertentu
yang dapat dicabut di antaranya:
31

a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;
b. Hak memasuki angkatan bersenjata;
c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan
aturan-aturan umum;

30
Lihat Pasal 10 KUHP.
31
Siswo Wiratmo, Pengantar, hlm. 42.
51
d. Hak menjadi penasehat, wali pengawas, pengampu atau pengampu
pengawas atas anak yang bukan anak sendiri;
e. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwakilan atau
pengampuan atas anak sendiiri;
f. Hak untuk menjalankan pencaharian tertentu.
Berlakunya manusia sebagai pembawa hak mulai dari saat ia dilahirkan
dan berakhir pada saat ia meninggal dunia; bahkan seorang anak yang masih
dalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah
lahir) apabila kepentingannya menghendaki, seperti untuk menjadi ahli waris,
menerima pemberian asal saja ia dilahirkan hidup.
32

Walaupun menurut hukum setiap orang dapat memiliki hak, namun tidak
semua orang diperbolehkan sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu.
Mereka yang oleh hukum dinyatakan tidak cakap (handelingsonbekwaam) ialah:
a. Orang yang masih di bawah umur (belum dewasa).
33

b. Orang yang tidak sehat pikirannya (gila), pemabuk dan pemboros, yakni
mereka yang ditaruh di bawah pengmpuan (curatele).
34


32
C.S.T. Kansil, Pengantar, hlm. 117.
33
Ketentuan mengenai kedewasaan sangat beragam, menurut Pasal 330 BW belum cukup
umur apabila belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin, menurut UU 1 Tahun 1974
untuk melangsungkan pekawinan batas umur bagi laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun,
menurut UU Pemilu untuk dapat memilih minimal 17 tahun, untuk menjadi saksi di pengadilan
orang harus berumur 15 tahun (Pasal 145 ayat (1) no. 3, 145 ayat (4) HIR, Pasal 172 ayat 1 no.
4 jo. 173 Rbg, Pasal 1912 BW). Pada umumnya batas umur kedewasaan adalah 21 tahun.
(Baca: Sudikno Mertokusumo, Mengenal, hlm. 55-56).
52
c. Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin).
35


2. Badan hukum
Manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Dalam lalu lintas hukum
diperlukan sesuatu hal lain yang bukan manusia yang menjadi subjek hukum. Di
samping orang, dikenal juga subjek hukum yang bukan manusia yang disebut
badan hukum. Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang
mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Badan
hukum bertindak sebagai satu kesatuan dalam lalu lintas hukum seperti orang.
36

Hanya saja bedanya, badan hukum tidak dapat kawin, tidak dapat mempunyai
anak. Badan hukum tidak dapat mempunyai kekuasaan marital. Badan hukum
tidak dapat dipenjara kecuali dijatuhi hukuman denda.
Badan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurunya.
Badan hukum dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:
37




34
Bagi pemboros dan pemabuk yang diletakkan di bawah pengampuan, ketidakcakapan
bertindak hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan dalam bidang hukum harta kekayaan saja.
35
Ketentuan tersebut sekarang sudah dicabut dengan SEMA no. 3 Tahun 1963 tanggal 4
Agustus 1963. Hal ini ditegaskan lagi dalam Pasal 31 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
di mana hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat; dan masing-masing pihak
berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
36
Sudikno Mertokusumo, Mengenal, hlm. 54.
37
C.S.T. Kansil, Pengantar, hlm. 118.
53
a. Badan hukum publik
Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik yang menyangkut
kepentingan publik, orang banyak atau negara pada umumnya. Badan
hukum ini merupakan badan-badan hukum negara yang mempunyai
kekuasaan wilayah atau merupakan lembaga yang dibentuk oleh yang
berkuasa, berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan eksekutif,
pemerintah atau badan pengurus yang diberi tugas untuk itu. Contoh badan
hukum publik seperti: negara, propinsi, kabupaten, Bank Indonesia dan lain-
lain.
b. Badan hukum privat (perdata), yang dapat dibagi lagi menjadi:
Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang
menyangkut kepentingan pribadi di dalam badan hukum itu. Badan hukum
ini merupakan badan hukum swasta yang didirikan oleh pribadi orang untuk
tujuan tertentu, yaitu mencari keuntungan, sosial pendidikan, ilmu
pengetahuan, politik, kebudayaan, kesehatan, olah raga dan lain-lain.
Menurut, tujuannya, badan hukum privat dapat dibagi menjadi:
1) Perserikatan dengan tujuan tidak materialistis/amal. Contoh:
perkumpulan gereja, badan wakaf, yayasan dll.
2) Persekutuan dengan tujuan memperoleh laba. Contoh: Perseroan
Terbatas.

54
Ada beberapa teori yang berhubungan dengan badan hukum, yakni:
38

1. Teori Fiksi atau anggapan dari Von Savigny, C.W. Opzoomer dan Houwing.
Pada dasarnya subjek hukum hanya manusia. Badan hukum hanyalah
anggapan (fiksi) saja, hanya gambaran saja yang tidak berujud dengan nyata.
Ia dibuat oleh negara. Ia dipersamakan dengan orang.
2. Teori Kekayaan tujuan dari A. Brinz dan EIJ van der Heyden
Menurut teori ini kekayaan badan hukum bukan kekayaan seseorang, tetapi
kekayaan itu terikat pada tujuannya (Zweck-Vermogen). Tiap hak tidak
ditentukan oleh suatu subjek tetapi ditentukan oleh suatu tujuan. Menurut
teori ini hanya manusialah yang menjadi subjek hukum dan badan hukum
adalah untuk melayani kepentingan tertentu.
3. Teori Orgaan dari Otto von Gierke
Badan hukum itu seperti manusia. Ia suatu jelmaan yang sungguh-sungguh
ada dalam pergaulan hukum. Badan hukum itu membentuk kehendak
sendiri dengan perantaraan alat-alat (organ) yang ada padanya (pengurus)
seperti manusia. Menurutnya, badan hukum bukanlah sesuatu fiksi tapi
merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari
konstruksi yuridis. Fungsi badan hukum dipersamakan dengan fungsi
manusia.



38
R. Soeroso, Pengantar, 243-244; Siswo Wiratmo, Pengantar, hlm. 43.
55
4. Teori milik kolektif dari W.LP.A. Molengraff dan Marcel Planiol
Dalam teori ini badan hukum ialah harta yang tidak dapat dibagi-bagi dari
anggota-anggota secara bersama-sama. Hak dan kewajiban badan hukum
pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban para anggota secara bersama-
sama. Oleh karenanya badan hukum hanya konstruksi yuridis, jadi pada
hakikatnya abstrak.
5. Teori Duguit
Sesuai dengan ajarannya tentang fungsi sosial, dalam teiri ini Duguit tidak
mengakui adanya badan hukum sebagai subjek hukum tetapi hanya fungsi-
fungsi sosil yang harus dilaksanakan. Manusia sajalah sebagai subjek hukum,
selain manusia bukan subjek hukum.
6. Teori Eggens
Badan hukum adalah suatu hulpfiguur, karena adanya diperlukan dan
dibolehkan hukum, demi untuk menjalankan hak-hak dengan sewajarnya
(behoorlijk). Bahwa dalam hal-hal tertentu keperluan itu dirasakan, oleh
karena hukum hendak memperlakukan suatu rombongan orang yang
bersama-sama mempunyai kekayaan dan tujuan tertentu sebagai suatu
kesatuan, karena seorang subjek hukum saja tidak dapat berwenang secara
sendiri-sendiri bertindak dalam rangkaian peristiwa hukum itu.



56
BAB XIII
OBJEK HUKUM





















Pembagian
Objek Hukum
Tidak berwujud
Berwujud
Tidak bergerak
Bergerak
Tidak Habis
Habis
Akan Ada
Sudah Ada
Di Luar
Perdagangan
Perdagangan
Tidak Dapat
Dibagi
Dapat dibagi
Dan lain-lain

57
Objek hukum (recht object) adalah segala sesuatu yang berguna bagi
subjek hukum (manusia/badan hukum) dan yang menjadi pokok permasalahan
dan kepentingan bagi para subjek hukum, oleh karenanya dapat dikuasai oleh
subjek hukum.
39

Biasanya objek hukum disebut benda. Menurut hukum perdata, benda
ialah segala barang-barang dan hak-hak yang dimiliki orang (vide Pasal 499
KUHPerd).
Menurut Pasal 503 KUHPerd, benda dibagi menjadi:
1. Benda berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat diraba oleh pancaindera,
seperti: rumah, buku dan lain-lain.
2. Benda tidak berwujud (benda immaterial), yaitu segala macam hak seperti:
Hak cipta, merek dan lain lain.
Menurut Pasal 504 KUHPerd, benda dapat juga dibagi atas:
1. Benda tidak bergerak (benda tetap), yaitu benda yang tidak dapat
dipindahkan, seperti tanah dan segala sesuatu yang ditanam atau yang
dibangun di atasnya, seperti: pohon, gedung, mesin-mesin dalam pabrik dan
lain-lain. Kapal yang besarnya 20 m3 termasuk juga golongan benda tetap.
2. Benda bergerak (benda tidak tetap) yaitu benda-benda yang dapat
dipindahkan, seperti: sepeda, meja, hewan dan lain-lain.



39
R. Soeroso, Pengantar, hlm. 246.
58
BAB XIV
PERISTIWA HUKUM


Wasiat





Perjanjian



Zaakwarneming
(Pasal 1354 KUHPerd)




Onrechtmatige daad
Kematian (Pasal 1365 KUHPerd)
Kelahiran
Lewat Waktu
Peristiwa
Hukum
Bukan Perbuatan
Subjek Hukum
Perbuatan
Subjek Hk
Perb. Bukan
Perb. Hukum
Perbuatan
Hukum
Perbuatan Hukum
Bersegi dua
Perbuatan Hukum
Bersegi Satu
Perbuatan yg ber-
tentangan dg hk
Perbuatan yg
sesuai dg hukum

59
Anggota-anggota masyarakat setiap hari mengadakan hubungan satu
dengan lainnya yang menimbulkan berbagai peristiwa kemasyarakatan.
Peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum diberikan akibat-akibat
dinamakan peristiwa hukum atau kejadian hukum (reshtsfeit).
40

Peristiwa hukum dibagi menjad dua macam, yaitu:
1. Peristiwa yang merupakan perbuatan subjek hukum; dan
2. Peristiwa yang bukan merupakan perbuatan subjek hukum.
Peristiwa yang merupakan perbuatan subjek hukum adalah perbuatan
yang oleh hukum diberi akibat dan akibat itu dikehendaki oleh yang
melakukannya. Apabila akibat perbuatan tidak dikehendaki oleh yang
melakukannya atau salah satu dari yang melakukannya, maka perbuatan itu
bukanlah suatu perbuatan hukum. Dengan demikian, kehendak dari yang
melakukan perbuatan merupakan unsur pokok dari perbuatan tersebut. Ada dua
macam perbuatan, yaitu:
1. Perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzijdig);
2. Perbuatan hukum yang bersegi dua (tweezijdig).
Perbuatan hukum yang bersegi satu ialah perbuatan hukum yang akibat
hukum yang ditimbulkannya merupakan kehendak dari satu subjek. Seperti
perbuatan hukum yang disebutkan dalam Pasal 875 KUHPerd tentang
perbuatan mengadakan surat wasiat.

40
C.S.T. Kansil, Pengantar, hlm. 121.
60
Perbuatan hukum yang bersegi dua ialah perbuatan hukum yang akibat
hukum yang ditimbulkannya merupakan kehendak dari dua subjek hukum atau
lebih. Tiap perbuatan hukum yang besegi dua merupakan perjanjian.
41
Dalam
Pasal 1313 KUHPerd ditegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan yang
menyebabkan seorang atau lebih mengikat dirinya pada seorang lain atau lebih.
Adapun perbuatan yang bukan perbuatan hukum dibagi menjadi:
1. Perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walaupun bagi hukum tidak
perlu akibat tersebut dikehendaki oleh pihak yang melakukan perbuatan itu.
Jadi akibat yang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu diatur
oleh hukum, tetapi perbuatan tersebut bukanlah perbuatan hukum.
Contoh: Perbuatan memperhatikan (mengurus) kepentingan orang lain
dengan tidak diminta oleh orang yang diurusnya untuk memperhatikan
kepentingannya (zaakwarneming), seperti yang diatur dalam Pasal 1354
KUHperd). Dalam praktik, misalkan A sedang sakit dan tidak dapat mengurus
kepentingannya, apabila B mengurus kepentingan A meskipun tanpa diminta
oleh A, maka B harus mengurus kepentingan A sampai tuntas, sampai A
sembuh dan dapat mengurus kembali kepentingannya.
2. Perbuatan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatige daad).
Akibat suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum diatur juga oleh
hukum, meskipun perbuatan itu tidak dikehendaki oleh yang melakukan
perbuatan tersebut. Dalam hal ini, siapa yang melakukan suatu perbuatan

41
Ibid., hlm. 122.
61
yang bertentangan dengan hukum harus mengganti kerugian yang diderita
oleh yang dirugikan karena perbuatan itu. Jadi karena suatu perbuatan yang
bertentangan dengan hukum akan menimbulkan suatu perikatan untuk
mengganti kerugian yang diderita oleh orang yang dirugikan. Dalam sejarah
hukum, perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang disebutkan dalam
Pasal 1365 KUHPerd telah diperluas pengertiannya menjadi membuat
sesuatu atau tidak membuat sesuatu (melalaikan) sesuatu yang:
a. melanggar hak orang lain;
b. bertentangan dengan kewajiban hukum dari yang melakukan perbuatan
itu;
c. bertentangan dengan kesusilaan maupun asas-asas pergaulan
kemasyarakatan mengenai kehormatan orang lain atau barang orang lain.
Mengenai peristiwa yang bukan merupakan suatu perbuatan hukum, di
antaranya:
1. Kelahiran, menimbulkan langsung hak-hak anak untuk memperolah
pemeliharaan dari orang tuanya (Pasal 298 ayat (2) KUHPerd).
2. Kematian, diatur dalam Pasal 830 dan 833 KUHPerd.
3. Lewat waktu, yaitu lewat waktu akuisitif dan ekstinktif. Lewat waktu akuisitif
adalah lewat waktu yang mengakibatkan memperoleh sesuatu. Lewat waktu
ekstinktif adalah lewat waktu yang membebaskan seseorang dari tanggung
jawab sehabis masa tertentu dan apabila syarat yang telah ditentukan
undang-undang terpenuhi.
62
BAB XV
PENAFSIRAN HUKUM

Bahasa
Resmi
Sosilogis
Menghubungkan
dengan UU lain
Sejarah
Memperbandingkan
Mengantisipasi
Membatasi

Memperluas

Metode Berfikir
Analogi, dibagi:






Penafsiran Hukum
Historis
Teleologis
Sistematis
Autentik
Argumentum
per Analogiam
Komparatif
Penemuan
Hukum Bebas
Futuristis
Penyempitan
Hukum
Restriktif
Argumentum a
Contrario
Metode
Argumentasi
Gramatikal
Ekstensif
63
Penafsiran atau interpretasi hukum berfungsi untuk mencari dan
menetapkan dalil-dalil hukum yang termuat dalam undang-undang yang akan
digunakan untuk menghukumi kasus-kasus kongkrit. Sebagai penegak hukum,
hakim harus memutuskan perkara berdasarkan hukum yang telah ditetapkan.
Namun permasalahannya, hukum yang ada belum tentu mudah untuk
diterapkan pada kasus-kasus kongkrit. Ini bisa difahami karena dengan adanya
kodifikasi, hukum menjadi kaku, statis dan sukar berubah. Di lain pihak,
masyarakat terus berubah dan berkembang. Agar hukum dapat diaplikasikan
dalam kasus-kasus kongkrit yang ada di masyarakat, maka diperlukan
interpretasi hukum. Interpretasi hukum diperlukan karena hukum bersifat
dinamis, maka hakim sebagai penegak hukum harus memandang kodifikasi
sebagai pedoman agar ada kepastian hukum, sementara di dalam menjatuhkan
putusan, ia harus mempertimbangkan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
42

Ada beberapa cara atau metode untuk menafsirkan hukum, di
antaranya:
43

1. Penafsiran gramatikal, yaitu penasiran berdasarkan bunyi undang-undang
secara tata bahasa, artinya hanya mengingat bunyi kata-kata saja.

42
Ibid.,, hlm. 66
43
Ibid, hlm. 66-71; Sudikno, Mengenal, hlm. 142-159; Siswo Wiratmo, Pengantar, hlm.
52-53; R. Soeroso, Pengantar, hlm. 98-109.
64
2. Penafsiran autentik atau penafsiran resmi, yaitu penafsiran yang pasti
terhadap arti kata-kata itu sebagaimana diberikan oleh pembentuk undang-
undang atau negara.
3. Penafsiran teleologis atau penafsiran sosiologis, yaitu penafsiran dengan
mengingat maksud dan tujuan undang-undang. Adakalanya suatu undang-
undang yang telah lama/usang yang masih berlaku diterapkan pada suatu
peristiwa yang terjadi masa kini. Sehingga undang-undang yang telah
lama/usang tersebut ditafsirkan dengan berbagai cara agar sesuai dengan
kondisi masa kini. Sebagai contoh, penyadapan aliran listrik secara illegal
termasuk kategori pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP.
4. Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan menilik bunyi pasal lain dalam
undang-undang tersebut, maupun dalam undang-undang lainnya.
5. Penafsiran historis, yaitu penafsiran denagan berdasarkan sejarahnya.
Penafsiran historis ada dua cara, yaitu:
b. Sejarah hukumnya, maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum
tersebut.
c. Sejarah undang-undangnya, yang diseidiki adalah maksud pembuat
undang-undang.
Contoh: Untuk mengetahui makna hakiki dari UUD 1945 yang bersifat
ringkas dan singkat atau suatu undang-undang, harus tahu pula sejarah
terjadinya hukum tersebut atau perumusannya.
65
6. Penafsiran komparatif, yaitu penafsiran dengan cara memperbandingkan
antara hukum lama dengan hukum positif yang berlaku, antara hukum
nasional dengan hukum asing dan hukum kolonial. Seperti makna kata
Perseroan Terbatas yang berasal dari negara lain yang mengutamakan
makna persaingan bebas tidak seluruhnya cocok dengan kondisi Indonesia.
Contoh lain, seperti makna zina dalam hukum Islam berbeda dengan
hukum posiitif.
7. Penafsiran futuristis, yaitu penafsiran yang bersifat antisipasi yang
berpedoman kepada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan
hukum.
8. Penafsiran restriktif adalah penafsiran dengan cara mempersempit atau
membatasi kata-kata.
9. Penafsiran ekstensif, yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti kata-kata.
Contoh: Aliran listrik seperti contoh di atas yang tidak bisa dilihat dan
diraba bisa dimasukkan ke dalam kategori benda, sehingga orang yang
menyadap dapat dikategorikan sebagai pencuri.
10. Penafsiran dengan menggunakan metode argumentasi, yaitu metode
penafsiran hukum yang digunakan apabila peraturan yang ada tidak jelas
atau peraturannya belum ada. Agar tidak terjadi kekosongan atau
ketidaklengkapan hukum digunakan metode berfikir:
66
a. Argumentum per analogiam, menganalogikan peristiwa yang serupa,
sejenis atau mirip yang belum ada pengaturannya dengan peristiwa yang
sudah ada pengaturannya.
b. Penyempitan hukum, kadang-kadang peraturan perundang-undangan
yang ada ruang lingkupnya terlalu umum atau luas, sehingga perlu
dipersempit untuk dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu.
c. Argumentum a contrario, ada kalanya suatu perisiwa khusus tidak diatur
oleh suatu undang-undang, tetapi kebalikan dari peristiwa tersebut diatur
oleh undang-undang.
11. Penemuan hukum bebas. Penemuan hukum yang telah diuraikan di atas
adalah penemuan hukum dengan metode interpretasi dan argumentasi yang
berpijak pada undang-undang. Undang-undang memang harus dihormati,
tetapi undang-undang akan selalu ketinggalan zaman. Makin tua umur
undang-undang makin banyak kekosongan di dalamnya. Menghadapi
persoalan tersebut, lama-kelamaan dirasakan perlunya hakim diberi
kebebasan untuk melakukan penemuan hukum. Pada penemuan hukum
bebas, hakim mempunyai tugas mencipta hukum. Penemu hukum yang
bebas tugasnya bukanlah menerapkan undang-undang, tetapi menciptakan
hukum meskipun tidak mustahil penggunaan metode penemuan hukum
bebas ini akan menghasilkan pemecahan yang sama seperti metode-metode
yang lain. Seorang yang menggunakan penemuan hukum yang bebas tidak
67
akan berpendirian saya harus memutuskan demikian karena bunyi undang-
undangnya demikian.

Anda mungkin juga menyukai