Anda di halaman 1dari 13

AXILLARY BRACHIAL PLEXUS BLOCK I.

Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam penyediaan jarum anestesia dan kemajuan kateter epidural pasca operasi, memberikan dampak anastesi lokal yang lebih aman. Hal ini telah menyebabkan transformasi dalam pemberian anestesi regional. Tujuan awal telah bergeser dari memberikan anestesi intraoperatif regional kearah pemberian analgesia intraoperatif pasca operasi.1 Anestesi regional telah dilakukan selama lebih dari satu abad dan seperti dengan anestesi umum, teknik ini juga memiliki sejarah periode popularitas yang menurun dan meningkat. Saat ini anestesi regional menjadi semakin digunakan dalam praktek klinis, terutama dengan peningkatan utilisasi operasi rawat jalan.1 Hal yang mendasari keberhasilan anestesi regional adalah posisi yang benar dari ujung jarum dalam selubung perineural sebelum injeksi anestesi lokal dilakukan. Di masa lalu, ini dilakukan baik dengan memunculkan sebuah paresthesia dengan ujung jarum atau dalam kasus blok saraf aksilaris dengan menggunakan pendekatan transarterial. Entah karena takut parestesia persisten atau cedera arteri, atau karena kemajuan khusus dan pengembangan teknologi baru, anestesi saat ini umumnya menggunakan stimulator saraf untuk membantu menentukan lokasi jarum tip. Penggunaan stimulator saraf ini tidak sepenuhnya menjamin hilangnya resiko yang ada. Teknologi lain yang sedang diteliti adalah USG, Doppler, dan stimulasi saraf sensorik. Saat ini cara terbaik untuk menentukan lokasi ujung jarum didasarkan pada respon motor terhadap stimulasi saraf. Respon motorik sekitar 0,5 mA menunjukkan bahwa jarum berada di posisi yang tepat dan anestesi lokal dapat disuntikkan.Saat ini, dengan bimbingan USG dianggap dapat meningkatkan modalitas dalam hal memaksimalkan keberhasilan dan meminimalkan morbiditas.1,2. Regional anestesi, seperti namanya, menyiratkan bahwa anestesi tersebut terbatas pada bagian tubuh yang terlibat dalam prosedur pembedahan. Membatasi anestesi ke lokasi operasi juga membatasi efek samping fisiologis dan stress yang terkait dengan operasi. Anestesi regional memberikan keuntungan lain dibandingkan anestesi umum, termasuk pengurangan kehilangan darah sekitar 20-50%, mengurangi keadaan hiperkoagulasi dan juga mengurangi gangguan imunokompetensi pada berbagai macam anestesi regional.1

Evidence-based medicine mendukung keuntungan klinis anestesi regional. Dalam sebuah artikel baru-baru ini yang membandingkan antara anestesi umum dan infracalvicular peripheral nerve block pada hand surgery, menyatakan sejumlah besar pasien yang dilakukan prosedur anestesi regional mampu melewati ruang pemulihan. Tidak dilaporkan adanya pasien yang menjalani prosedur anestesi regional harus dirawat karena nyeri pasca operasi sebelum dipulangkan. Pasien yang diberikan anestesi regional yang dapat berjalan dan dipulangkan lebih awal, mendapat penghematan biaya secara signifikan dan kepuasan pasien lebih meningkat dibandingkan dengan pasien yang menerima anestesia umum.1

Gambar 1. Ultrasound guide intraclavikula blok (Kepustakaan 3) Pemberian upper extremity nerve blocks, membutuhkan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai anatomi, pemahaman farmakologi anestesi lokal, peralatan, dan persiapan untuk kemungkinan terjadinya komplikasi. upper extremity nerve blocks berguna untuk berbagai prosedur bedah, mulai dari bahu sampai ke phalanges distal.2 Axillary brachialis plexus block pertama kali dijelaskan oleh Halstead di New York City di St Luke's-Roosevelt Hospital Center pada tahun 1884. Axillary brachialis plexus block adalah blok saraf teknik dasar, dan salah satu blok yang paling sering dilakukan oleh ahli anestesi di Amerika Serikat. Aksila blok merupakan pilihan yang sangat baik untuk operasi lengan bawah dan tangan.

II.

Anatomi Anestesi regional pada ekstremitas atas tidak lepas kaitannya dari plexus brachialis. Seperti kita ketahui plexus brachialis nantinya akan membentuk cabang N. Radialis, N. Medianus dan N. Ulnaris. Plexus brachialis bersumber dari radix anterior N. spinalis C-5 sampai C-8 dan T-1. Setiap radix yang keluar pada bagian posterior, akan melewati arteri vertebralis dan melewati bagian lateral dari proc.transversus cervical, di mana ia akan bergabung dengan empat cabang radix lain dan membentuk tiga truncus (truncus superior, medius, dan inferior). Kemudian truncus tersebut akan melewati costa pertama melalui ruangan antara musculus scaleni bagian anterior dan medius. Seperti dengan arteri subclavia yang berada dalam satu selubung fascia, radix dan truncus juga mempunyai beberapa cabang yang nantinya menginervasi daerah leher, bahu dan dinding dada. Ketika truncus melewati costa I dan bagian bawah dari clavicula, truncus ini akan bergabung membentuk tiga cord dari plexus. Cord yang menuju axilla masing-masing memiliki satu cabang utama disamping beberapa cabang kecil yang nantinya akan menjadi saraf utama di ekstremitas atas. Cabang cord bagian lateral dan medial akan membentuk N. Medianus. Cord lateral yang lain akan membentuk N.musculocutaneus, dimana cord bagian posteriornya akan membentuk N. axillaris dan N. radialis.4

Gambar 2. Plexus brachialis (Dikutip dari kepustakaan 1) Pada axilla, nervus medianus terletak dibagian lateral dari a. axillaris, bagian posterior N.radialis, dan bagian medial dari N.ulnaris. Nervus axillaris dan nervus musculocutaneus yang keluar dari axilla, akan melewati M. coracobrachialis sebelum menjadi M.subcutaneus dibagian siku. Nervus median cutaneus pada tangan dan lengan bawah merupakan cabang kecil dari cord medial. Nervus cutaneus perifer mempersarafi ekstremitas atas yang digambarkan pada gambar 3 dibawah ini.4

Gambar 3. Daerah dermatom N. perifer cutaneus pada ekstremitas atas (Dikutip dari kepustakaan 4) Pada bagian pergelangan tangan, N. medianus terletak antara tendon palmaris longus dan tendon flexor carpi radialis, dua sampai tiga sentimeter dari bagian proximal lipatan pergelangan tangan.4 Pada pergelangan tangan, nervus medianus melewati bagian tengah dari carpal tunnel dan terbagi menjadi beberapa cabang. Cabang-cabang tersebut mempersarafi otot-otot tenar (kecuali adductor policis), jari telunjuk, jari tengah dan setengah bagian medial dari jari manis, Nervus ulnaris berjalan pada M. coracobrachialis ke lengan bagian tengah, menembus septum medial intermuskularis dan a. ulnaris superior ulnaris untuk memasuki kompartemen posterior. Nervus ulnaris ini melewati epikondilus medialis dan melewati dua fleksor carpi ulnaris untuk memasuki lengan bawah. Saraf ulnaris melewati bagian superficial dari fleksor retinakulum dan kemudian terbagi menjadi cabang-cabang terminal. Cabang terminal ini adalah: Cabang terminal superficial mempersarafi jari manis bagian lateral dan jari kelingking.

Cabang terminal profunda mempersarafi otot-otot hipotenar, otot interosseus dan adductor policis. III. Jenis Jenis regional anestesi pada ekstremitas atas, dibagi berdasarkan letak anatomisnya, contohnya: 1. Block plexus brachialis 2. Supraclavicular block 3. Infraclavicular block 4. IV. Indikasi V. Kontraindikasi VI. Mekanisme Kerja Obat dan Farmakokinetik VII. Teknik Nerve Blocks VIII. Komplikasi IX. Keuntungan dan Kerugian

LAPORAN KASUS

Identitas pasien: Nama No. RM Jenis kelamin Umur BB Alamat Ruang rawat Tanggal masuk RS Keluhan utama Anamnesis : Hafsah Dg Ngai : 571110 : Perempuan : 46 tahun : 46 kg : Pao Gowa : UGD Bedah RSWS : 29/09/2012 : Luka robek pada lengan kanan : Dialami sejak 7 jam SMRS, OSI terjatuh dari pematang sawah. Demam

(-), riwayat demam (-), riwayat batuk (-), batuk (-), lendir (-), riwayat operasi sebelumnya (-), riwayat sesak napas (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-), riwayat pingsan (-), riwayat mual (-), riwayat muntah (-). Diagnosis : Open fracture 1/3 proximal right radius gr. IIIA

Tindakan

: ORIF ( Open reduksi internal fiksasi)

Tanggal/jam HASIL PEMERIKSAAN, ANALISA DAN TINDAK LANJUT CATATAN PERKEMBANGAN S (subjective) O (objective) A P (planning) 08/10/2012 Pukul 16.00 (Assesment) Pre operasi visite anestesi S : Ku = baik O: B1: RR20x/mnt, vesikuler. BT : Rh-/-, Wh -/B2: TD: 140/80mmHg, HR: 110x/mnt B3 : GCS 15 (E4M6V5) B4 : Urine (+), spontan. B5:Peristaltik (+) kesan normal B6 : Fr (-), edema (+) tangan kanan. A: Pasien termasuk kategori ASA PS kelas 2(dua) E. P : RA: Axillary block 5/10/2012 Anestesi di OK: S : Nyeri pada tangan kiri O: Rh-/-, Wh -/B2: TD: 100/60mmHg, HR: 100x/mnt B3 : GCS 15 (E4M6V5) B4 : Urine spontan. B5 :Peristaltik (+) kesan normal Prosedur Wrist block: 1. Pasien posisi supine dengan IV Line 20 G ditangan kiri. dengan 25 5 mg, mg, Ranitidin Ondansentron
1. O2 via NK 2-3 lpm

2. IVFD RL 16 tpm
3. Inj antibiotik profilaksis

0,5 gr. 4. Siap darah PRC 250 ml di Bank Darah RSWS. 5. Pasang kateter urine.

B1: RR20x/mnt, vesikuler. BT : 2. Premedikasi

Dexamethasone 4 mg.
3. - Identifikasi styloid radial

inj

subcutan

Bupivacain

0,5% SC lateral dan medial

B6 : Fr (-), edema (+) tangan kanan. A: Pasien termasuk kategori ASA PS kelas 2(dua) E. P : RA: Wrist block +sedasi

untuk blok N. Radialis. - Identifikasi proc. ulnaris, insersi needle dibawah tendo flexor carpi ulnaris inj. Bupivacain 0,5 % / 5ml. - Insersi needle diantara tendo Palmaris longus dan flexor carpi radialis inj. Bupivacain 0,5% / 5 ml.
4. Maintenance : - O2 3 lpm

- Miloz 1 mg 5. Operasi sadar, adekuat, stabil. Pemeriksaan Laboratorium (4/10/2012) Pemeriksaan CBC: WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC Hasil 14,5x103 mm3 4,44 x 106 mm3 11,6 g/dl 34,1 % 87 29,2 33,7 345 x 103 mm3 11,9 kontrol 11,4 Nilai normal 4,0-10,0 x 103 mm3 4,0-6,0 x 106 mm3 13,0-17,0 g/dl 40,0-54,0 % 80-100 27,0-32,0 32-38 150-500 x 103 mm3 Negatif Negatif 10-14 selesai, napas pasien spontan,

hemodinamik

PLT HbsAg Anti HCV Waktu prothrombine (PT) -PT

-INR APTT Bilirubin total Alkaline fosfatase Protein total Albumin CT BT GDS SGOT SGPT Ureum Kreatinin

0,99 23,7 kontrol 25,7 0,51 209 5,7 4,2 800 300 96 22 27 26 0,6 DISKUSI

22,0-30,0 <1,1 L<270, P<240 6,6-9,7 3,6-5,0 4-10 1-7 140 <41 <38 10-50 <1,3

Pasien masuk dengan keluhan utama bengkok pada ibu jari kaki kiri yang dialami sejak lahir dan didiagnosis dengan diagnosa kontraktur digiti I pedis sinistra. Kontraktur adalah keadaan resistensi tinggi yang menetap terhadap regangan pasif seberkas otot diakibatkan oleh fibrosis jaringan penunjang otot atau persendian, atau karena kelainan serabut otot.(7) Kelainan ini membatasi pergerakan normal dari sendi. Secara struktural, kontraktur merupakan pemendekan jaringan lunak dari otot, dan atau pengetatan dari ligamen ligamen pada suatu sendi. Kondisi tersebut dapat terjadi akibat dari berbagai kondisi, seperti: (1) tidak pernah digunakan (2) luka pada jaringan lunak atau tulang, teruatam akibat terbakar dan fraktur (3) ketidakseimbangan otot akibat kelemahan saraf yang menginervasi otot tersebut (4) Poliomyelitis (5) Paralisis spastik akibat lesi upper motor neuron setelah trauma lahir, encephalitis, atau trauma kepala (8) Tindakan pembedahan yang direncanakan pada pasien ini adalah release kontraktur dan skin graft. Release kontraktur merupakan suatu tindakan rekonstruksi dengan melepaskan scar tissue yang dilakukan pada ekstremitas. Skin graft merupakan tindakan untuk merekonstruksi untuk menutup luka yang tidak bisa tertutup secara primer. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan release kontraktur dan skin graft ini bervariasi, untuk release kontraktur, durasi operasi yang diperlukan sekitar 60-90 menit, sedangkan skin graft biasa memakan waktu 30 menit-2 jam.(6) Berdasarkan klasifikasi American Society of Anesthesiologist (ASA),pasien ini dikategorikan dalam kategori pasien dengan status fisik ASA 2, yaitu pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional. Status fisik ini dapat ditinjau dari

diagnosis pasien yang mengalami kontraktur digiti pedis I sinistra dan berdasarkan hasil pemeriksaaan laboratorium ditemukan bahwa pasien HbsAg +, namun hasil pemeriksaan komponen lainnya semua dalam batas normal dan pasien tetap dapat melakukan aktivitas seharihari tanpa hambatan yang berarti akibat penyakit yang dialaminya, sehingga disimpulkan bahwa pasien menderita penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional. Rencana jenis anestesi yang dipilih pada pasien ini adalah general anesthesia laringeal mask airway (GA-LMA). Teknik anestesi ini dipilih karena operasi yang akan dijalani pasien durasinya diperkirakan tidak akan lama, selain itu area tubuh yang akan dilakukan tindakan pembedahan adalah di ibu jari kaki dan tidak terlalu luas serta tidak ditemukan kontraindikasi untuk menggunakan LMA pada pasien ini. Untuk persiapan operasi, pasien menjalani puasa sejak pukul 00.00 pada malam hari sebelum operasi. Puasa pada pasien yang akan menjalani pembedahan bertujuan untuk mengurangi isi lambung sehingga akan mengurangi insiden aspirasi. Aspirasi dari partikel partikel makanan padat dapat menyebabkan asfiksi, dan aspirasi dari asam lambung dapat menyebabkan pneumonitis.(9) Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 34 jam. Makanan tidak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anesthesia (10) Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit cairan saat puasa, sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan pindah ke ruang ke tiga (ke rongga peritonium, ke luar tubuh).(10) Pengaturan kebutuhan cairan normal yang dibutuhkan untuk mengganti defisit cairan saat puasa diestimasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1. 4 ml/kgBB/jam untuk 10 kg pertama dari berat badan 2. 2ml/kgBB/jam tambahkan untuk 10 kg kedua dari berat badan
3. 1 ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat badan (3,10)

Idealnya, seluruh defisit cairan harus diganti sebelum operasi dimulai pada semua pasien. (3) Pada pasien ini, dengan berat badan 41 kg, pasien harus mendapat cairan parenteral untuk mengganti defisit cairan akibat puasa sebesar 81 cc/jam. Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritonium, ke luar tubuh. Untuk menggantinya, tergantung besar kecilnya pembedahan. (10)

Derajat trauma jaringan

Kebutuhan cairan tambahan

Minimal Moderate Severe

0-2 ml/kg 2-4 ml/kg 4-8 ml/kg

Pada pasien ini, dengan berat badan 41 kg, maka pasien mendapatkan cairan parenteral selama pembedahan sebesar 82 cc/jam. Sebelum operasi dimulai, pasien terlebih dahulu diberi premedikasi. Premedikasi merujuk kepada berbagai jenis obat obatan yang diberikan sebelum fase induksi anestesi dilakukan. Ada berbagai jenis obat yang diberikan dengan berbagai macam tujuan pula, secara ringkas, terdapat 6A dalam premedikasi 1. Anxylosis, untuk menguraangi kecemasan Obat yang biasa digunakan untuk tujuan ini adalah obat dari golongan benzodiazepin, contoh: Diazepam 5-20 mg peroral, Flurazepam 15-30 mg peroral, Lorazepam 2-4 mg/oral atau IM, dan midazolam 2-5 mg IM ataupun IV (4,11) 2. Amnesia Pada beberapa keadaan, terutama pada pasien anak-anak, perlu dibuat suatu keadaan amnesia selama periode perioperasi oleh karena pengalaman yang tidak menyenangkan selama tindakan pembedahan. Anterogade amnesia (hilangnya ingatan dari segala tindakan setelah pemberian obat) dapat dihasilkan oleh golongan benzodiazepin, seperti lorazepam. (4,11) 3. Anti emetik Mual dan muntah sering terjadi setelah dilakukan tindakan anestesi, hal ini sering diakibatkan karena pemberian obat-obatan opioid selama dan setelah tindakan bedah.(11) Obat anti emetic yang dapat diberikan adalah metoclopramide (antagonis dopamin)10 mg peroral atau IV, Ondansetron (5-hydroxytryptamine antagonis) 4-8 mg peroral atau IV (4) 4. Antasida Pada pasien yang berisisko terjadinya muntah dan regurgitasi (misalnya pasien yang menjalani operasi darurat dengan lambung penuh atau pasien elektif dengan hernia hiatus) perlu dipertimbangakn untuk dilakukan pengosongan lambung dan meningkatkan

pH dari sisa isi lambung. Obat yang dapat diberikan untuk tujuan ini adalah Ranitidine (H2 antagonis), Metoclopramide 10 mg peroral, Omeprazole (proton pump inhibitor):40 mg, diberikan 3-4 jam sebelum operasi (4,11) 5. Anti-otonom Efek antikolinergik Untuk mengurangi salivasi dan mengurangi refleks vagal. Obat yang dapat digunakan untuk tujuan ini adalah Atropin dengan dosis 0,2-0,6 mg IM/IV, glikopirolat 0,2-0,6 mg IM/IV Efek antisimpatomimetik Induksi anestesi dan tindakan laringoskopi intubasi dapat mengakibatkan rangsangan aktivitas simpatoadrenal, yang ditandai dengan takikardi dan hipertensi. Untuk mencegahnya dapat diberikan premedikasi dengan B-blocker atau klonidin dengan dosis 0,2-0,4 mg per oral. (4,11) 6. Analgesik Premedikasi yang sering digunakan sebagai analgesik adalah morfin, pethidine, dan fentanyl. (4) Pada pasien ini premedikasi yang diberikan adalah fentanyl, merupakan opioid agonis. Potensi analgesiknya antara 75-125 kali lebih kuat dibanding morfin. Fentanil bekerja pada talamus, hipotalamus sistim retikuler dan neuron neuronnya.dengan demikian rangsang sakit tidak mencapai daerah kortikal. Blokade terhadap rangsang sakit, somatik dan viseral berhubungan dengan blokade fentanyl pada mesenchepalon. Fentanyl diberikan dengan loading dose 2-8 mcg/kgBB.(11) Pada pasien ini, fentanyl diberikan sebanyak 80mcg dan dilanjutkan maintainance 20 mcg/30 menit. Setelah memperoleh premedikasi, pasien kemudian diinduksi dengn menggunakan propofol, yaitu obat anestesi non volatile (yang tidak mudah menguap) dengan rumus kimia 2,6 diisoprophyl phenol. Obat ini merupakan cairan emulsi isotonik yang berwarna putih.. Obat ini beronset cepat dan durasi kerjanya singkat. Mekanisme propofol hingga dapat menginduksi anestesi general diduga karena propofol memfasilitasi neurotransmitter penghambat yang di mediasi oleh GABA. Untuk induksi, dosis yang dibutuhkan adalah 1-2,5 mg/kgBB dan untuk dosis maintainanace adalah 4-12mg/kgBB. untuk induksi adalah 100mg.
(3,11)

Pada pasien ini dosis propofol yang diberikan

Setelah dilakukan premedikasi dan induksi, insersi LMA pun dilakukan. LMA yang digunakan pada pasien ini adalah LMA klasik ukuran 3 yang disesuaikan dengan berat badan pasien, yaitu 41 kg. Selama operasi berlangsung, dilakukan maintainance O2 sebesar 5 liter permenit dan isofluran 1,5 vol %. Isofluran merupakan obat anestesi inhalasi yang merupakan isomer dari enfluran. Isofluran ialah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar.Untuk pemeliharaan anestesi dosis isofluran yang diperlukan adalah 1,5-3%. (11) Selama menjalani operasi selama 1 jam 35 menit, kondisi hemodinamik pasien cukup stabil dengan tekanan darah berkisar antara 90/55 mmHg hingga 135/90 mmHg dan heart rate berkisar antara 60 kali per menit hingga 110 kali permenit serta saturasi oksigen selalu berkisar diantara 99-100 %.Setelah operasi selesai, pada pasien kemudian dilakukan ekstubasi dalam, lantas pasien dipindahkan ke recovery room (RR) atau post anesthesia care unit (PACU) untuk di observasi hingga akhirnya pasien dapat dipindahkan dari RR/PACU apabila pasien telah mencapai Aldrette score dengan poin minimal 8.

Anda mungkin juga menyukai