Anda di halaman 1dari 51

LOMBA CERDAS CERMAT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 TINGKAT SLTA SE-INDONESIA - 16 Juni 2008

Giri Prahasta Putra

Chapter I Jadilah Acan terbaik Lomba Cerdas Cermat Undang Undang Dasar dan Ketetapan MPR. Itulah yang disebutkan oleh Bu Ilmiah serta seseorang yang mendampinginya. Kami berkesempatan untuk mengikuti lomba tersebut. Lomba ini diselenggarakan skala nasional, dan kami ditunjuk untuk maju ke tingkat provinsi. Saya bertanya-tanya, mengapa tidak ada tingkat kabupaten dan langsung ke tingkat provinsi? Dan bu Ilmiah hanya menjawab, Langsung ditunjuk untuk tingkat provinsi, memang itu kata surat yang kami dapat. Waduh, padahal saya kurang begitu senang dengan pelajaran kewarganegaraan, kok malah saya yang ditunjuk? Wahaha, ya sudahlah, anggap saja sebagai rekreasi. Kapan lagi bisa jalanjalan, tidak diabsen sebagai bolos, dan meraih nilai plus? Sudah itu dibayarin lagi! Sebenarnya saya sudah pernah menonton acara perlombaan yang disebutkan bu Ilmiah tersebut di TVRI, jadi saya ada gambaran sedikit tentang jalannya perlombaan nanti. Tidak seperti cerdas cermat yang pada umumnya tiga orang, lomba ini memberikan tempat sebanyak 15 orang untuk setiap grup. Untuk kelas X saat itu ada saya, Adi, Gerry, Joko, dan Orin. 12 orang lainnya adalah kelas XI, yaitu Agung, Dama, Epafras, Fajar, Ummu, Chinda, Petricia, Adelina, Erni, dan Dewi. Yang dilombakan adalah kecakapan dalam undang-undang dasar serta ketetapan MPR, juga ada yel-yel yang diperlombakan, kata bu Ilmiah. Yap, ada yel-yel nya juga. Jadi kami berlima belas harus menyajikan lagu atau penyemangat sebelum perlombaan dimulai. Sebelum kami bertanding kami akan berlatih dengan tiga orang pembimbing. Pembimbing kami ada bu Supini, pak Minggu, dan bu Srie Soekartinah. Bu Supini dan pak Minggu adalah guru yang mengajar kewarganegaraan. Beliau berdua akan mengajarkan kami materi-materi soal untuk berlatih di perlombaan nanti. Bu Srie Soekartinah, kami menyebut beliau Bunda, atau Mbok, atau apapun asal bukan Nenek, beliau yang meminta untuk dipanggil dengan cara begitu. Beliau adalah guru kesenian di sekolah kami. Perawakannya terkesan tua, dengan rambut nya yang seluruhnya telah berubah menjadi putih menjadi trademarknya. Umurnya lebih dari umur ibu dan bapak saya, bahkan kenyataannya beliau pernah mengajar dan menjadi wali kelas bapak saya. Dengan deskripsi itu kamu tidak akan menyangka beliau masih sanggup berteriak-teriak, mengomando, dan mengarahkan kami. Ya, di balik penampilan luarnya, beliau adalah orang yang nyentrik, enerjik, dan smart! Seperti bu Supini dan pak Minggu, Bunda juga mengajarkan kami tentang kewarganegaraan. Tapi

Bunda istimewa, beliau juga bertugas membuatkan yel-yel untuk kami. Ya, semua yel-yel yang akan kami bawakan beliau sadur dari lagu-lagu daerah dan liriknya dihubungkan dengan UUD RI dan TAP (ketetapan) MPR. Harus lagu dari daerah kita, kata Bunda saat bergumam-gumam sendiri mencari lirik yang tepat, ,supaya membuat ciri khas untuk kita sendiri. Selain itu Bunda juga kami tuakan. Memang beliau paling tua, tapi maksud saya bukan dipandang dari umurnya, namun beliaulah yang kami anggap paling bijaksana dan memiliki aura kepemimpinan paling besar. Beliau bertiga selalu menyuruh kami untuk turun hampir setiap hari ke sekolah, untuk belajar soalsoal tentang kewarganegaraan, maupun yel-yel. Terkadang kami belajar di dalam kelas, namun yang paling sering kami duduk-duduk di tangga. Kami akan berjejer tiga-tiga bila berada di tangga kecil di dekat ruang TU, atau lima-lima di tangga yang cukup lebar pada undakan menuju ruang kelas. Saya rasa tangga merupakan tempat yang representatif untuk latihan. Disana kami bisa mengatur tempat duduk kami sedemikian rupa. Kami juga bisa langsung mengatur strategi kami, misalnya yang bisa cepat menjawab berada paling depan, yang menyimpulkan di tengah, yang bagian belakang mencoba memutuskan untuk didiskusikan. Di sana kami juga bisa langsung memeragakan yel-yel kami sembari menciptakan gerakan-gerakan untuk memeriahkannya. Akhirnya hari yang dinanti-nanti tiba, kami berangkat ke Palangkaraya bersama-sama. Sebelum kami pergi, kami menghadiri acara pelepasan keberangkatan. Saat itu ada pak Calon, pegawai dari Pemda yang berceramah sebelum kami pergi. Janganlah menjadi acan disana, namun jadilah Macan, kata pak Calon. Acan adalah terasi. Bapak tersebut memainkan kata dengan rima yang sama. Can.. Can.. Cukup catchy didengar menurut saya. Namun tak disangka, kata-kata pegawai Pak Calon ini jadi bahan tertawaan Dama. Biar jadi acan, jadilah acan terbaik, bisik-bisik Dama. Jelas saja ini membuat kami terkikik mendengarnya. Kami pun berangkat. Setelah 4 jam perjalanan akhirnya kami sampai di hotel Dandang Tingang. Itu adalah hotel yang terletak di Palangkaraya. Disanalah peserta LCC UUD (Lomba Cerdas Cermat Undang-Undang Dasar) dari Kalimantan Tengah berkumpul. Disana kami segera memasuki kamar masing-masing. Saya sekamar dengan Pak Minggu dan Gerry. Belum ada kegiatan hari itu, kecuali pada malam harinya kami mendapatkan sebuah tas jinjing hitam berlogo MPR RI yang berisi bukubuku tentang UUD RI dan TAP MPR. Setelah kami mendapat buku tersebut, kami berkumpul di kamar perempuan yang cukup besar untuk latihan yel-yel dan membaca-baca buku yang ada bersama-sama.

*** Keesokan harinya diadakan sosialisasi kegiatan LCC. Kegiatan dilaksanakan di gedung Batang Garing. Pengisi acara itu berasal dari anggota MPR pusat. Wah, pembawa acaranya mirip Sammy! Itu loh, yang menjadi penyanyi utama band Kerispatih. Namun jangan salah loh, walaupun masih sangat muda namun dia sudah menjadi anggota MPR, hebat... Pengarahan pun dimulai. Masing-masing dari kami mendapat selembar soal untuk dikerjakan. Soal tersebut banyak sekali, padahal waktu yang diberikan hanya sedikit. Hm.. tapi saya tahu soal itu bentuk soal apa. Itu adalah soal untuk tes iseng-iseng yang menyuruh kita untuk teliti membaca soal. Dari belasan soal yang ada sebenarnya hanya ada satu soal yang perlu dikerjakan untuk menjadi petunjuk semua soal, yaitu hanya disuruh mengisi nama. Ketika diberitahu jawabannya ternyata banyak orangorang yang tertipu, banyak yang mengeluh karena sangat serius menjawab, namun ada juga yang tertawa. Setelah itu kemudian kami diberi yel-yel untuk digunakan selama lomba. Anak Indonesia? tanya pembawa acara. Tetap bersatu, tetap semangat, sahut kami. Yang cerdas dan cermat? Ya saya, kemudian diakhiri dengan tepuk tangan bersama. Yel-yel ini digunakan untuk setiap intermezzo kegiatan. Yel-yel ini juga jadi semacam trademark LCC UUD nantinya. Kemudian pengarahan pun dimulai. Pengarahan diadakan selama beberapa jam. Pemberi materi menjelaskan tentang sistem-sistem ketatanegaraan dan undang-undang yang berlaku. Ada sebuah pertanyaan dari pembawa materi yang membuat saya terkejut. Apakah boleh kita mengubah lambang negara kita? katanya. Sontak saja saya terkejut. Itu adalah pertanyaan paling kritis yang pernah saya dengar! Hm.. saya mulai berkontemplasi. Kalau diubah berarti mengubah dasar negara, namun saya rasa dasar negara bukan berdasarkan lambang. Belum selesai saya merenung, pertanyaan ditambahkan lagi. Apakah kita juga boleh mengubah lagu kebangsaan kita, bahasa nasional kita, dan juga bendera kita? Wah! Saya tidak tahu jawabannya! Namun saya condong ke jawaban tidak. Ya jelas, bendera negara ini didapat dengan jerih payah, kok mau diubah? Kemudian pemberi materi menjawab. Boleh, tentu saja boleh, karena pada dasarnya itu diatur dalam undang-undang dan undangundang tersebut tidak bersifat rigit dan bisa saja berubah, jawabnya. Ooh! Saya kagum, saya tidak pernah berpikir sampai jauh ke sana.

Namun, sambung pemberi materi lagi,tidak segampang itu untuk mengganti sebuah simbol, bahasa, lagu, dan bendera negara. Pada teorinya memang bisa, namun pada prakteknya akan sangat luar biasa terbentur berbagai macam hal. Kemudian materi kembali dilanjutkan. Selama itu kami duduk saja di dalam ruangan. Br.. ruangannya dingin sekali. Kak Petrice dan Kak Ummu sampai meminta minyak kayu putih karena saking dinginnya. Akhirnya sampai di Sesi pertanyaan. Psst! Saya maju loh! Pak, kata saya dengan wajah dan suara yang yakin, buku saya ada yang kurang halamannya.. Twewewew, bukannya tentang penjelasan yang telah diberikan yang saya tanyakan malah memberi komplain. Iya, buku panduan dasar tentang UUD saya ada yang hilang halamannya. Jadi segera saja ada petugas yang mendatangi saya dan menukar buku saya. Maaf telah mengecewakan Anda yang menanti-nanti pertanyaan saya yang spektakuler, hihihi. Kemudian kami pulang kembali ke hotel. Di hotel kami tidak hanya berdiam diri, kami belajar bersama-sama dan berlatih yel-yel lagi. Kami juga bertanya kepada pak Minggu tentang materi yang belum jelas. Kami saling melempar pertanyaan dan menjawab. Bagaimana cara kami belajar? Tidak mungkin kan menghafal seluruh buku? Maka kami membagibagi materi untuk dipelajari per halaman. Kami juga membagi-bagi undang-undang yang ada untuk dihafal. Cukup efisien dan efektif. Saya mendapatkan pasal 28. Waduh.. itu adalah pasal yang paling panjang! Pasal tersebut menjelaskan tentang HAM dan terbagi atas 28A sampai 28J. Oh iya, sebelum kami bertanding, kami sempat membeli gitar lo! Gitar tersebut kami gunakan untuk mengiringi yel-yel kami. Kak Epafras yang akan memainkan gitar tersebut. Kapan kami membeli gitar? Hm.. waktu itu kami mengumpulkan uang kami, kemudian bunda ditemani beberapa orang pergi ke toko musik dan membeli gitar. 'Tolong ya pak, carikan gitar yang murah, buat untuk anak-anak...', kata Bunda, kata kak Epafras waktu bercerita ke kami. Wah.. sempat-sempat saja. *** Hari lomba pun dimulai. Sebuah gedung dipakai untuk perlombaan. Tempat itu sudah diset sedemikian rupa. Tiga panggung dan meja kecil yang menunjukkan indeks skor dengan lampu LED telah disusun menghadap penonton. Peserta yang berlomba nantinya akan duduk di panggungpanggung tersebut. Panggungnya tinggi sekali! Saya nantinya akan duduk di tempat paling atas, paling pinggir pula, seram rasanya kalau terjatuh. Untuk peserta yang belum mendapatkan giliran menjadi penonton. Ada yang duduk di kursi

penonton, ada juga yang duduk di depan panggung untuk menjadi penyemangat. Panitia meminta tiga sekolah untuk duduk di depan panggung dan berpura-pura datang untuk menjadi supporter. Berpurapura? Ya, karena acara tersebut disyuting dan agar tayangan menjadi hidup harus ada yang menjadi supporter. Itu adalah kali pertama saya syuting! Aneh sekali rasanya. Lomba tersebut disyuting oleh TVRI dan disiarkan secara nasional. Tidak langsung disiarkan sih, tapi direkam terlebih dahulu dan disiarkan secara off air. Saat kami bertanding Alhamdulillah menang di semua babak penyisihan. Kami akan masuk ke babak final untuk memperebutkan kesempatan bertanding di Jakarta. Oh ya, ada kejadian yang agak menyeramkan waktu perlombaan. Ruangan gedung untuk perlombaan waktu itu dikelilingi dengan kain hitam. Seperti biasa set untuk studio memang dibuat seperti demikian untuk menghilangkan pemandangan yang mengganggu di latar belakang saat syuting. Misalnya jendela-jendela di sekeliling ruangan, dinding yang kotor, atau kabelkabel yang berseliweran untuk menghubungkan kamera-kamera, lampu-lampu, dan microphone di sekeliling ruangan. Nah, karena banyak kabel yang berseliweran itulah mungkin ada korslet, tiba-tiba terjadi hubungan pendek. Zret! Api menyala di belakang panggung. Saat itu saya menjadi penonton di tempat duduk penonton. Syuting masih dilaksanakan, tapi di belakang tirai sana petugas berusaha memadamkan api. Fiuh! Untung saja apinya bisa padam, kalau sempat menyambar tirai hitam itu, kami bisa keluar terpanggang. Audzubillahimindzalik, hehe. Sebelum mengikuti pertandingan babak final kami makan siang terlebih dahulu dari catering yang diberikan. Sembari makan siang kami juga saling melempar pertanyaan. Ada momen nakal saat itu. Saya dan Orin membuat coretan di tembok pilar gedung yang ada disana. Psst.. jangan bilang siapa-siapa ya! Setelah kami makan dan beristirahat sejenak, barulah kemudian pertandingan final diadakan. Saat final kami bertanding melawan SMAN-1 Kapuas dan SMAN-1 Muara Teweh. Dan lomba pun dimulai. Persaingan yang terjadi sangat ketat! Apalagi saat babak rebutan, kami harus berpacu dengan tim yang lain untuk menekan tombol dengan cepat dan juga harus berpikir cepat. Akhirnya pertandingan selesai. Kami tidak tahu berapa nilai kami karena nilai berada di bagian bawah depan meja. Kami rasa kami juga kalah dengan tim dari Muara Teweh, karena kami begitu ketatnya dalam bertanding. Saat melihat bunda yang duduk di tempat duduk penonton berekspresi datar semakin membuat kami tegang. Namun bu Ilmiah begitu gembira seraya mengangkat tangannya ke atas. Apa yang terjadi? Berapa nilai kami?

Dan pemenangnya adalah..., kata pembawa acara, SMAN-1 Sampit! Kami berteriak, menghentak-hentakkan kaki, merasakan euforia yang terjadi ini. Wahaha! Juara 1 provinsi! *** Malamnya kami jalan-jalan ke Palangkaraya Mall, letakanya tidak jauh dengan hotel jadi kami berjalan kaki saja. Setelah itu kami makan sate dan pulang ke hotel. Hm.. juara 1 tingkat provinsi. Saya tidak pernah membayangkannya kami akan mendapatkannya. Hebat sekali. Namun itu juga pertanda buruk. Kami harus bersiap-siap untuk lomba tingkat nasional. Tidak bisa santai-santai, terbayang lagi latihan yang harus didatangi setiap sore, aih...

Chapter 2 Dan Persiapan Nasional Ternyata kami tidak akan berangkat pergi ke Jakarta dengan orang yang sama seperti saat kami ke Palangkaraya. Peserta yang akan berangkat ke Nasional akan diseleksi kembali. Ada beberapa orang yang dicalonkan untuk masuk ke tingkat nasional dan ditambahkan ke daftar. Tes ini akan menggugurkan beberapa calon kandidat. Sebenarnya ini bukan kebijakan dari nasional, namun sekolah ingin merombak tim yang ada agar semakin kuat. Sebenarnya saya merasa kurang setuju dengan ide semacam ini, apalagi kami sudah pernah pergi bersama-sama dan belajar bersama. Tapi kalau orang atas sudah berkata apa, ya... telan saja bulat-bulat. Dan hari untuk tes seleksi pun tiba. Seleksi diadakan di ruang kelas X ruang 3. Semua peserta duduk di tempat duduk yang terpisah. Masing-masing peserta mendapatkan satu berkas soal. Soal yang diberikan berbentuk pilihan ganda tentang kewarganegaraan. Yah.. seperti yang sudah saya bilang saya tidak begitu suka dengan kewarganegaraan dan tidak terlalu bisa, jadi saya mengerjakannya semampu saya (ng... atau boleh dibilang asal). Ya sudahlah, saya juga tidak ingin berangkat ke Jakarta. Pasrah mode on. *** Gir! Pengumuman ada ditempelkan! kata Adi. Pengumuman apa? kataku. Pengumuman yang ikut nasional untuk LCC! Oh.. itu. Pikir saya, pastilah sudah tidak masuk. Wong waktu mengerjakan soal seleksi asal ngarang saja. Misalnya saja sewaktu saya memilih opsi, saya memilih yang paling banyak hurufnya, atau memilih yang memiliki kata-kata yang sama dengan soal, hahaha! Jangan ditiru ya kawan! Yuk lihat! kata Adi. Ah, nggak ah, kamu aja, Di, kataku ogah-ogahan. Eh, nggak berapa lama kemudian Adi datang lagi. Kita ke Nasional! Oh! ternyata saya masuk! Tak percaya saya pun mendatangi tempat kertas pengumuman yang Adi sebut-sebutkan itu ditempel. Ups! Benar! Ternyata saya masuk! Dan rangking saya berada di urutan yang paling rendah. Sampai sekarang saya masih heran, kok bisa ya??? Orang-orang yang akan berangkat ke Jakarta untuk lomba Nasional untuk kelas X yang semula lima orang kini tersisa menjadi empat orang, yaitu saya, Adi, Gerry, dan Joko. Dari kelas XI yang

bertahan Agung, Dama, Epafras, Fajar, Ummu, Chinda,Adelina, Erni, dan Dewi. Petricia dan Orin kini digantikan oleh dua orang kelas XI yaitu Taruli dan Putri. *** Latihan untuk persiapan perlombaan di tingkat nasional dilaksanakan secara gila-gilaan. Hampir setiap sore kami selalu turun. Latihan biasanya berlangsung dari jam 3 sampai jam 5. Saya sempat sekali tidak datang latihan. Bukan karena saya malas, bukan karena tidak ingin, namun karena tanda tanya. Jadi ceritanya saat itu saya sudah pulang sekolah. Kemudian ada SMS dari Adi. Gir, nggak latihan Demikian isi SMS nya. Ya sudah, saya tidak turun ke sekolah. Keesokan harinya saya ditanya oleh Adi. Loh, Gir, kok nggak turun latihan? Bunda marah-marah loh! Loh? Bukannya kamu yang bilang nggak latihan? Hlo, kapan? Nggak ada ah. Ada, katamu 'Gir, nggak latihan' Adi merenung sebentar sambil menggumam-gumam. Oh! Itu kurang tanda tanyanya! Astaga, aku lupa memberi tanda tanya! Jreng jreng jreng.. ternyata saat itu Adi bertanya apakah hari itu latihan atau tidak. Ckckck... ternyata hanya karena kurang satu karakter saja dalam SMS membuat akibat yang jauh menyimpang. Agung, Dama, dan Epafras tertawa saat sore harinya kami mendengar cerita ini. Duh.. maaf ya, Gir, kata Adi. *** Latihan rasanya tidak kunjung selesai-selesai juga. Setiap sore selalu ada saja kami harus ke sekolah. Terkadang saat jam pelajaran pun kami tinggalkan untuk berkumpul. Saat latihan, selain berlatih soal-soal, kami juga berlatih yel-yel baru! Bunda telah membuat serangkaian yel-yel teranyar, juga dengan intro penyemangat yang baru.

Pring reketek bukit raya ambrol! Siapa yang manteb cerdas cermat Jempol! Pring artinya karena reketek bambu baris pertama maksudnya berkeretak. hanyalah

pelesetan dari Paring reketek yang Sebenarnya itu tidak ada maknanya sampiran dalam pantun. Selain yel baru, kami juga membuat papan-papan bertuliskan nama-nama lembaga-lembaga negara. Papan tersebut digunakan untuk properti yel-yel kami. Hm... saya rasa setiap latihan yang paling banyak porsinya adalah yel-yel nya daripada latihan soal, begitu juga dengan propertinya, yel-yel kami sudah siap tempur deh. Oh ya, yel-yel ini ditampilkan saat perpisahan lo! Jadi saat acara perpisahan kelas XII kami maju ke atas panggung dan memeragakan yel-yel yang akan kami bawakan di nasional nanti. Agak memalukan sih, tapi lumayan juga untuk tes mental, hahaha! *** 6 Juni 2008. Hari keberangkatan tiba. Kami akan pergi ke Palangkaraya kemudian naik pesawat ke Jakarta. Kami berangkat ke Palangkaraya menggunakan bis Pemda. Oh.. saya berterima kasih sekali kami dipinjamkan bis Pemda untuk berangkat ke Palangkaraya, tetapi.. bis Pemda bukan salah satu bis yang menjadi favorit saya. Bis Pemda adalah bis inventaris yang dipinjamkan Pemda (Pemerintah Daerah) ke masyarakat. Untuk meminjam memang harus bayar namun biayanya tidak begitu mahal. Hm.. mengapa tidak begitu mahal ya? Boleh dikata Pemda yang sangat baik, atau... kondisi bis nya yang... saya tidak tega menyebutnya, saya deskripsikan saja deh ya? Kondisi bis Pemda tidak bisa dikatakan menarik. Hm.. AC di dalam bis sudah tidak berfungsi, sebagai gantinya ada kipas angin kecil yang dipasang di sana. Beberapa kursi sudah rusak. Penampilan luar bis ada beberapa bagian yang sudah keropos terkikis karat. Jendela-jendelanya juga sudah tidak bisa dikatakan dalam kondisi yang sehat. Hohoho... begitulah bis Pemda.

Setelah melakukan 4 jam perjalanan akhirnya kami sampai di LPMP pada malam hari. Saya ingat saat itu bulan sabit dengan sisi putih bagian bawahnya, seperti kabuto,helm tentara Jepang kuno. Setelah kami menaruh barang-barang kami di kamar masing-masing kami kemudian mandi. Setelah mandi, saya sejenak ke kamar sebelah. Disitu adalah tempat Epafras dan Taruli. Ketika saya masuk tampaknya mereka sedang sibuk memindah-mindahkan kantong plastik yang penuh menggembung. Apa ini? tanyaku seraya menunjuk seplastik kain biru. Oh, ini baju olahraga, kata Epafras. Hm? Ada pertandingan olahraga ya? Iya katanya, mungkin Volly segala macam. Oh.... saya tidak tahu. Ho... Beberapa saat kemudian kami dipanggil untuk duduk di ruang tamu. Ternyata kami diberi uang! Alhamdulillah.. asyik sekali rasanya, sudah bisa jalan-jalan gratis, diberi uang lagi, hehehe. Kemudian kami jalan-jalan sebentar untuk makan malam dan kembali ke LPMP untuk tidur. *** 7 Juni 2008. Akhirnya hari keberangkatan. Kami kembali naik bis untuk berangkat ke bandara yang ada di Palangkaraya. Kami akan naik pesawat Garuda! Wow! Setelah menaruh bagasi dan segala administrasi lainnya kami menunggu sejenak di lobby. Kami masing-masing diberi boarding pass. Setelah itu kami menuju ruang tunggu dan akhirnya masuk kedalam pesawat. Saya jarang naik maskapai Garuda. Tarif untuk berangkat menggunakan Garuda sangatlah mahal. Hm.. tapi terbukti dengan pelayanannya yang wah. Saat makan siang kami tidak sekedar diberi snack, tapi benar-benar catering mewah! Ada nasi, lauk pauk, sampai kue-kue dan buah-buahan yang kualitasnya top markotop, hehehe. Ada yang unik saat mendapatkan makanan dari Garuda. Kami mendapatkan segelas air mineral yang ukurannya setengah dari yang biasanya dijual di pasaran, jadi bentuknya seolah-olah air mineral gelas yang dipotong. Unik! Joko saja sampai menyimpannya, Untuk oleh-oleh, katanya. Hahaha! Ada-ada saja. Selagi penerbangan saya mengeluarkan buku Edensor saya. Itu adalah buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi. Sejenak membaca, hm.. ternyata tidak begitu menyenangkan untuk membaca selagi penerbangan (habisnya biasa membaca sambil tidur-tiduran sih!). Jadi setelah membaca-baca sebentar saya tandai halaman yang sudah saya baca dengan boarding pass yang ada di saku saya ditambah

pembatas buku dari buku dan saya masukkan lagi buku saya. Beberapa saat kemudian kami sampai di bandara Soekarno-Hatta. Setiba disana kami langsung disambut oleh panita dari MPR yang mengurus lomba cerdas cermat. Kami diminta untuk langsung berfoto. Setelah berfoto kami keluar, dan itu masih diiringi sorotan kamera video. Blitz dari kamera juga masih berpendar-pendar mengiri langkah kaki kami. Mungkin orang-orang yang ada di bandara bakal mikir,Ada artis ketoprak baru datang ya? Kemudian kami naik bis. Ooh! Sangat berbeda sekali dengan bis Pemda! AC nya dingin sekali. Kursinya juga sangat bagus. Hehe, maaf Pemda.

Chapter 3 Jemaah LCC Kami di antar ke asrama haji. Asrama haji adalah tempat kloter untuk haji biasanya tinggal sementara. Nah... namun kali ini bukan jemaah haji yang akan tinggal disini, tapi seluruh peserta LCC seluruh Indonesia akan tinggal disini. Saat memasuki komplek asrama haji, kami berhenti sebentar di depan sebuah kantor. Agung dan beberapa orang dari panitia langsung turun untuk masuk ke gedung itu. Setelah beberapa saat ternyata Agung membawa kotak yang sangat besar. Seperti kotak TV. Apa memang dapat TV ya? Asyik.. asyik... Setelah memasukkannya ke dalam bis kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju ke dalam lingkungan asrama haji. Asrama haji sangat besar. Dari mesjid, Gedung Asrama, sampai replika ka'bah untuk latihan tawaf ada di dalamnya. Untuk asrama terbagi atas gedung-gedung yang terpisah-pisah. Setiap gedung terdiri dari 4 lantai. Di setiap lantai terdapat lebih dari sepuluh kamar. Kami memasuki salah satu gedung yang telah ditentukan oleh panitia. Kelompok perempuan tidur di kamar yang tempatnya dekat ruang tengah, kami yang kelompok laki-laki pergi ke kamar yang paling ujung. Kamar kami cukup luas. Di dalamnya ada banyak tempat tidur susun. Ada AC nya, ada kipasnya juga. Kami segera menentukan ingin tidur di mana. Saya mengambil tempat tidur yang paling ujung bagian bawah. Oh, untuk kamar mandi ada di sebelah kamar kami. Peserta bisa bersih-bersih hingga mencuci pakaiannya di dalam sana. Kamar mandi yang digunakan adalah ruang mandi bersama. Di dalam ruang mandi ada banyak bilik kamar mandi dan toilet yang letaknya saling berhadap-hadapan. Di dalam ruang mandi juga terdapat keran, yang saya rasa itu adalah tempat wudlu. Erm.. soal mencuci pakaian. Ya, kami harus mencuci sendiri, dan kami sudah merencanakan itu karena kami akan tinggal selama seminggu disini. Kami ada yang membawa sabun cuci, sikat, sampaisampai kami ada yang membawa setrikaan. Hehehe, jadi serasa pindah rumah. Setelah kami menaruh bawaan kami di kamar, kemudian kami berkumpul kembali. Kami membuka kotak yang tadi telah diberikan. Ternyata isinya ada tas-tas dan baju-baju untuk seragam kami! Woow! Tidak hanya itu, ketika kami membuka tas yang diberikan ternyata di dalamnya ada jam dinding dan gantungan kunci MPR yang sangat bagus.

Hm... Saya sejenak jadi berpikir, berapa ya uang yang dikeluarkan untuk membuat perlengkapan ini? Ada 33 provinsi yang datang berarti 33 sekolah, masing-masing membawa 15 orang peserta dan 3 guru pendamping berarti ada 18 orang. Hm.. berarti ada 594 tas, masing-masing mendapat dua kaos berarti 1188 kaos, kemudian ada jam, gantungan kunci... masing-masing.... dikalikan harganya.... Itu baru untuk perlengkapan, belum sewa gedung, sewa tempat perlombaan, makanan tiga kali sehari selama seminggu, snack yang diberikan, apalagi gaji panitianya. Waah... proyek besar-besaran. Uang yang dikeluarkan pasti besar-besaran. Apa ada yang tercecer ya? *** Malam harinya kami datang ke pengarahan teknis dan tata tertib lomba. Acara tersebut dilaksanakan di aula asrama haji. Letak aula berada di ujung wilayah asrama haji, untuk mencapainya dari kamar kami kira-kira berjalan selama lima menit. Aula tersebut ukurannya kira-kira tiga kali lapangan bulu tangkis. Di sana sudah ditaruh kursikursi untuk tempat peserta duduk. Di bagian paling depan aula terdapat layar. Layar itu disinari cahaya dari proyektor yang menampilkan kegiatan peserta saat di dalam aula ini. Tampilan kegiatan peserta di dalam aula itu didapat dari kamera video yang diletakkan di atas tripod di tengah aula. Di bagian paling depa aula terdapat sebuah panggung. Saat itu sudah ada band yang sedang menyanyi di atas panggung itu. Entah kenapa pas masuk suasananya jadi serasa kawinan, hihihi. Sebelum diadakan pengarahan, kami makan malam terlebih dahulu. Oh waw! Ternyata makanan yang diberikan enak-enak! Ada ayam, tempe, juga tidak ketinggalan buah-buah. Woow... Hm, memang hebat panitia dari MPR menyediakan konsumsi bagi kami, tapi saya jadi terbersit tentang uang yang tercecer lagi, hehehe. Astaghfirullah. Setelah semuanya senang, tenang, dan kenyang, pembukaan dimulai dan pengarahan mulai dilaksanakan. Pengarahan yang dijelaskan bersifat teknis seperti peraturan bagi peserta lomba hingga bagaimana lomba nantinya dilaksanakan. Saat pengarahan, seperti di Palangkaraya, kami juga diberi soal. Eng.. tapi kayaknya soal yang diberikan tidak mirip dengan waktu kami pengarahan di Provinsi. Masih ingat bukan soal yang diberi waktu itu bergaya main-main? Hm.. soal yang ini sepertinya beda. Soal yang ada.... susah dan berkaitan dengan UUD. Tapi kami rasa ini memang soal jebakan untuk main-main, ya sudah jawabnya pun main-main, hahaha! Ups! Ternyata hasilnya fatal! mengapa? Kamu akan tahu nanti.

Setelah dikumpulkan, seorang ke atas

semua

soal yang Beliau yang

kemudian

bapak-bapak panggung. kegiatan

kami kenal sebagai panitia naik menjelaskan

akan dilaksanakan besok hari dan beragam hal lainnya. Ini adalah lomba cerdas cermat yang paling berkesan, sambung panitia lagi. Kami akan mungkin tahun depan bisa pergi ke Istana Negara. Tahun depan ke Istana Negara? Wah.. enak banget yang tahun depan, pikir saya. Eh, ternyata pikiran itu tidak di saya saja! Bisik-bisik dan gemuruh makin lama bergabung menjadi choir huuuuuuu.... tanda tidak setuju. Ah... kan kalian bisa ikut lagi tahun depan...,kata panitia. Belum tentu, Pak! Dan kekompakan atas dasar ketidak setujuan pun bergabung menjadi yel-yel seirama. SEKARANG! SEKARANG! SEKARANG! SEKARANG! SEKARANG! O ow... tampaknya kini panitia terdesak. Mereka akhirnya berkumpul sebentar dan menyebutkan... Oke.. oke... kami jadwalkan kita bisa berangkat ke Istana Negara. Itu ternyata mantra yang mujarab. Peserta bersorak. Hm.. kalau dilihat agak menggelikan sebenarnya. Bisa dilihat mirip dengan bagaimana Indonesia menghadapi rakyatnya. Rakyat baru senang dan bersorak sorai kalau diberikan tuntutannya di demonstrasi yang biasanya diberitakan di televisi. Kemudian... hm.. tanda bahwa panitianya tidak tegas. Huu... Tapi nggak apa-apa lah... lumayan bisa jalan-jalan ke Istana Negara, hahaha! Kapan lagi coba bisa ke Istana negara? Hm? *** Saya sempat dimarahi bunda lo! Hm, begini ceritanya. Bunda meminta saya untuk menyerahkan boarding pass. Ya, itu adalah kertas kecil yang digunakan saat kami akan naik pesawat. Kertas itu kami dapat saat naik Garuda dari Palangkaraya menuju Jakarta. Kata bunda, boarding pass tersebut akan ditukarkan untuk tiket pulang. Teman-teman mengadakannya lagi,

saya yang lain sudah mengumpulkan boarding pass, dan tinggal saya yang belum. Kok belum? Karena saya tidak dapat menemukan boarding pass saya! Saya dipanggil bunda, dan... diberi sesuatu yang disebut teman-teman saya sebagai kata-kata ajaib bunda. Hohoho, gara-gara saya kehilangan boarding pass, saya didamprat habis-habisan. Ckckck... Saya disuruh mencari lagi. Teman-teman saya di dalam kamar ikut membantu, membuka setiap senti tas dan koper saya untuk mencari kertas kecil putih si boarding pass tersebut. Maaf Gir lah, kata Kak Agung saat ikut mencari di dalam koper saya dan menyisir di setiap persediaan celana dalam saya. Tapi tetap tidak ketemu. Saya juga tidak menemukan pembatas buku Edensor saya. Nah! Itu dia! Saya menaruh boarding pass saya bersama-sama dengan pembatas buku di buku Edensor saya! Oh! Pasti tidak dapat ditemukan lagi, pasti jatuh di bandara, saya yakin. Ya... jadi begitulah, saya tidak bisa pulang dan menetap di Jakarta, terlantar, selamanya... Selamanya... Selamanya.. ... Hehehe, bercanda. Hm.. tidak tahu bagaimana kelanjutannya, tapi bunda tidak mengungkit lagi masalah itu. Hm... mungkin beliau sudah mendapatkan pemecahannya. Itulah kali pertama saya dimantrai oleh bunda. Ya, teman-teman saya mengatakan tidak mungkin akrab dengan beliau kalau belum mendapat kata-kata ajaib dengan beliau, hehehe.

Chapter 4 Fatal Kami senam pagi keesokan harinya. Banyak sekali yang olahraga hari itu. Ya jelas la.. seluruh peserta turun ke lapangan dan tumpah ruah disana. Suasana di sana jadi heboh seperti pasar. Seperti pasar? Tepat. Ternyata kabar peserta LCC UUD yang akan tinggal di asrama haji tercium oleh pedagang-pedagang! Mereka menghamparkan dagangan mereka dari souvenir, baju-baju, sampai celana dalam! Tapi untunglah ada mereka, jadi kami bisa membeli oleh-oleh dengan mudah. Ng.. untuk senam kali ini kami menggunakan baju seragam sekolah masing-masing. Sebenarnya tidak terikat sih untuk menggunakan baju seragam sekolah, tapi kami sepakat menggunakannya karena kontingen lain pun menggunakan baju olahraga mereka. Baju olahraga sekolah, dan... saya tidak membawanya! Astaga... jadi saya meminjam baju punya kak Erni. Untung kak Erni bawa dua. Sesampainya di sana, speaker-speaker telah disusun di depan mesjid. Beberapa saat kemudian kami berbaris untuk melaksanakan senam. Rasanya agak lucu juga. masak senam dilaksanakan di depan mesjid ya? Instrukturnya menggunakan baju yang seksi lagi. Hahaha! *** Hari ini kami akan berkunjung ke gedung MPR. Wow.. pertama kalinya saya akan ke gedung MPR. Salah satu gedung yang simbolik, terkenal seluruh Indonesia. Gedung dengan bentuk seperti bukit. Ya.. ya.. ya.. sebentar lagi akan kami injak-injak! Hahaha! Kami berangkat dengan naik bis ke sana. Rombongan kami ternyata satu bis dengan tim dari Banjarmasin. Tetanggaan, kata Bunda. Tim Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Selatan. Kami mengisi waktu luang dalam bis tersebut untuk saling berbagi nama, alamat, dan tanda-tangan. Ng... salah satunya adalah untuk saling kenal, tapi juga karena ini merupakan persyaratan sebuah lomba kecil-kecilan dari panitia. Begini, panitia memberikan lomba untuk saling mengenal seluruh peserta. Mereka meminta agar setiap peserta meminta tanda tangan peserta lainnya. Bagus sih.. tapi jadi aneh juga, karena

kalau ketemu orang yang minta tanda tangan.. ng.. rasanya seolah kenalannya nggak tulus, karena cuman mau dapat hadiah doank. Beberapa waktu kemudian kami sampai di gedung MPR. Seketika turun kami langsung berfoto. Habisnya... kapan lagi bisa masuk ke gedung MPR? Setelah itu kami masuk ke gedung MPR. Kami tidak ke gedung Bukit Hijau yang terkenal itu, tapi kami ke gedung di sebelahnya. Kami kemudian masuk ke ruangan Nusantara V. Nusantara V sangat luas. Ada banyak kursi-kursi di sana. Kursi yang bagus! Kursi dengan dudukan sofa empuk. Karpet di bawahnya juga begitu empuk. Kalau ada telur yang terjatuh ke lantai, telur itu tidak akan pecah saking empuknya karpet tersebut. Selain itu AC yang ada sangat dingin. Hm.. serasa dimasukkan ke dalam kulkas. Hayo, tempat wakil rakyat sebegini mewahnya, padahal rakyatnya masih banyak yang begitu menderita dengan berkerja tidak berkursi mewah, tidak beralas karpet tebal, juga tidak ber-AC. Aih... miris sekali. Menurut jadwal, hari ini akan dilaksanakan pembukaan oleh Sekretaris Jenderal MPR/DPR dan Audiensi dengan Puteri Indonesia. Hm.. acara tersebut berlangsung dengan... bagaimana ya? Agak membosankan saya rasa, hohoho. Setelah penyerahan kartu peserta secara simbolis, audiensi yang lama, berfoto-foto dengan Puteri Indonesia, akhirnya acara selesai. Wah... lega juga rasanya. Ups, belum, belum saatnya lega. Masih ada satu acara yang membuat kami gugup hingga berkeringat dingin, lebih dingin dari AC ruangan Nusantara V. *** Setelah Ishoma (Istirahat, sholat, makan), kami kembali ke dalam ruangan gedung Nusantara V. Dan akan kami tampilkan nilai terbaik dari hasil post-test kemarin. JLEB!! Ni... ni.. nilai post-test?? Ya, tindakan main-main kami ternyata memberikan hasil yang fatal! Itu bukan main-main, itu memang post test. Kami mengadakan post-test ini untuk mengecek pemahaman terhadap UUD dan TAP MPR yang ada di masyarakat. Ya, walaupun ada beberapa SMA yang masih rendah nilainya, tapi kita semua sudah bagus, kata panitia dan menunjukkan posisi teratas peraih nilai terbaik post test tersebut. Kemudian masing-masing perwakilan SMA mengambil hasil post-test. Glek. Benar saja. Kata-kata beberapa SMA yang masih rendah nilainya itu sepertinya mengacu kepada kami. Ih... dan bunda marah besar. Kalau bunda sudah marah, bu Ilmiah dan pak Minggu yang juga ikut mendampingi kami tidak bisa berkata apa-apa.

Ckckck.. ada-ada saja. *** Setelah melakukan serangkaian acara dan kegiatan pada hari itu kami kembali pulang ke Asrama haji. Hm.. di buku panduan jadwal kegiatan hari ini rencanannya uji coba yel-yel. Aku nggak mau yel-yel yang itu, terlalu loyo kedengarannya, kata kak Putri. Iya, kita yel-yel yang satunya lagi aja, lebih seru, sambung kak Adel. Kami sedang berdiskusi yel-yel yang mana yang mau ditampilkan. Ya, kami punya banyak yel-yel. Ada yang dengan tempo pelan, ada juga yang menghentak-hentak. Kami ingin menampilkan yang semangat untuk uji coba yel-yel nanti. Tapi kan Bunda bilang tampilkan dulu yang biasa? Biar waktu lomba kelihatan 'wah' Nggak apa-apa lah..., Yap, dan kami pun menampilkan yel-yel yang memiliki tempo yang cepat. Kami pun bersiap-siap. Kami akan menggunakan properti papan-papan bertuliskan DPR, MPR, DPD, MA, MK, KY, BPK, PRESIDEN, MENTRI, POLRI, TNI, VIII, dan UUD. Oh! Ternyata ada salah satu papan yang tertinggal! Astaga.. kami pun bingung bagaimana caranya. Untung kak Epafras membawa sisa-sisa papan yang rusak dan sisa-sisa bahan untuk membuat papan tersebut. Jadi kami siasati dengan menempel nama yang kurang di papan tersebut. Untunglah.. Setelah kami tampil.. Ng... hasilnya ternyata biasa saja, tidak begitu spektakuler saat kami tampilkan, hahaha! Mungkin karena peserta yang lain penampilannya lebih semangat? Atau karena kami tadi menyanyikannya tidak semangat ya? *** Senin, 9 Juni 2008. Keesokan harinya kami kembali ke gedung MPR. Kami akan melakukan audiensi dengan Pimpinan MPR dan Ketua DPR. Selama Audiensi saya sempat terlelap beberapa kali. Ya... saya saat itu sedang pilek dan tidak enak badan, jadi untuk menangkap apa yang sedang dibicarakan rasanya tidak masuk dan bebal. Selain itu suasana ruangan yang nyaman, kursi yang empuk, hawa yang dingin, wah... siapa yang mengelak untuk beristirahat sejenak disitu? Pantas saja ada liputan di televisi mengapa ada anggota MPR yang terlelap saat rapat. Hehehe. Setelah itu kami pergi ke gedung nusantara IV untuk melakukan Audiensi dengan Kapolri. Saya diceritakan bunda ada hal yang lucu saat kami disana. Jadi saat dilaksanakan sesi tanya jawab, salah seorang peserta berdiri. Pak Kapolri! Di tempat saya itu polisi nya malah mabuk-mabukan, bagaimana itu? Tindakan

Polisi harusnya bagaimana itu? Wah!! Tamparan keras bagi kepolisian! Terus bunda bilang di tempat peserta tersebut berasal langsung dirazia polisi disana. Ckckck... patut diacungi jempol untuk keberaniannya mengungkapkan kebenaran.

*** Saya sempat ke klinik yang ada di gedung MPR. Sudah saya ceritakan bukan saya sedang sakit? Ya, maka dari itu saya diajak bu Ilmiah untuk pergi ke klinik. Letak klinik tersebut berada di dalam gedung MPR itu sendiri. Ruangannya tidak terlalu besar. Ada sebuah ruangan kecil lagi untuk tempat pemeriksaan. Saya diperiksa dokter disana, dan diberi obat. Yang keren dari klinik tersebut plastik untuk resep saya ada tulisan Klinik MPR dan gambar garudanya! Hebat kan? Hahaha. *** Malam hari. Seperti biasa kami makan malam di Aula. Saat kami sedang menikmati makanan yang ada, kemudian salah seorang panitia naik ke atas panggung untuk menjelaskan kegiatan. Dan besok kita akan ke Istana Negara, seperti yang sudah kalian minta, kata bapak panitia itu

dengan wajah yang jutek. Maaf ya pak, kami telah merepotkan dirimu. Salah bapak sendiri sih waktu itu menyebut-nyebut istana negara. *** Sabtu, 10 Juni 2008. Yeay! Hari ini kami akan pergi ke Istana Negara! Bisa dibilang Istana Negara jadi White House nya Amerika lah... Walaupun tidak ada di jadwal, kami bisa ke Istana Negara berkat protes bersamasama. Hidup rasa protes! Setelah melakukan perjalanan seperti biasa, bis yang berjejer dan diiring-iringi polisi di depan, kami sampai di Istana Negara. Oh ya, kami bisa mendatangi Istana Negara karena memang kala itu Istana Negara sedang dibuka untuk umum. Warga dapat masuk dan mengikuti tour di dalam Istana. Setelah kami turun dari bis kemudian kami masuk ke tempat bagian tour akan dimulai. Sebuah tempat untuk membeli tiket, pengecekan dengan metal detector, dan untuk naik ke mobil tour. Di tempat itu juga ada sebuah toko souvenir. Adi, Kak Ummu, Kak Dewi, dan Gerry masuk ke dalam sana untuk membeli oleh-oleh. Bunda, pak Minggu, bu Ilmiah, Saya dan teman-teman lainnya mengantri untuk bersiap masuk ke mobil tour. Akhirnya giliran kami tiba. Aduh! Yang masih di dalam toko souvenir masih tertinggal! Mereka nampaknya masih cukup lama di sana, sedangkan mobil tour tersebut harus segera bergerak, jadi kami terpaksa pergi terlebih dahulu dan meninggalkan mereka. Yah.. saya tidak ikut mereka, jadinya tidak sempat membelu oleh-oleh maupun sekedar melihat-lihat apa yang dijual disana. Ng.. tapi ternyata kami tidak begitu rugi kok, malah mereka yang rugi. Hlo? Kok bisa? Nanti akan saya ceritakan. Nah, kami pun memasuki mobil tour tersebut. Ngeng.... mobil bergerak pelan dan berhenti. Kami akan memasuki area dalam Istana Negara. Setelah kami turun, rombongan kami dipandu oleh seorang wanita. Dia menjelaskan ke kami tentang lokasi yang ada di Istana Negara, dari sejarahnya, ukurannya, bentuknya, pembuatnya, dan informasi menarik lainnya. Kemudian kami bersiap untuk masuk ke dalam Istana Negara. Nah, inilah bagian saya merasa sangat beruntung! Kami kembali harus melewati metal detector, kemudian berjalan lagi menyusuri halaman Istana Negara. Tiba-tiba.. Oh, kita sangat beruntung, mari kita minggir sebentar, Presiden Republik Indonesia akan lewat, kata pemandu tour tersebut. Hah?? Beneran?? Langsung saja dua mobil hitam keluar. Kaca jendela di bagian tempat duduk belakang terbuka. Di dalamnya ada pak Susilo Bambang Yudhoyono, presiden Republik Indonesia saat itu. Wajahnya

ternyata sangat putih! Ng.. boleh dikata putih pucat. Hm.. padahal kalau di televisi saya rasa beliau memiliki kulit yang cukup coklat. Ha... di tipu TV ternyata. Momen itu serasa berjalan begitu pelan. Di dalam rombongan kami ada yang berteriak, sebagian besar melambaikan tangan, ada yang mengangguk, tersenyum sumringah, dan ada juga yang menangis haru, salah satunya bu Ilmiah. Setelah momen beruntung yang mengagumkan tersebut kami kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Di dalam Istana Negara ada begitu banyak pohon. Pohon yang tua dan besar, kecil, semak-semak yang disusun indah, gazebo yang dibangun di bawah pohon di tengah lapangan. Suasana semakin menyenangkan ketika angin bertiup dan daun-daun berguguran. Saya mengambil tiga lembar daun yang jatuh, untuk oleh-oleh, hehehe... daun dari pohon Istana Negara gitu loh! Akhirnya kami berada di depan Istana Negara. Tempat berwarna putih yang berkesan tua. Langitlangitnya disangga tiang-tiang beton besar. Sebuah lambang Garuda berwarna emas, yang merupakan lambang Indonesia, dipasang di atas. Di bawah, tangga-tangga putih yang panjang-panjang membentang dari ujung ke ujung. Wah.. ada penjaga di depan gerbang Istana tersebut! Pakaiannya merah bercelana putih, bertopi hitam, dilengkapi senjata berat hitam berbayonet di tangan kanannya, menegaskan Jangan macammacam kamu disini!. Setiap beberapa waktu penjaga tersebut akan bergantian dengan penjaga yang lainnya yang datang. Sebelum memasuki Istana kami berfoto terlebih dahulu. Bersusun dengan 2 rombongan dari provinsi lainnya, Jepret! Dan kami masuk. Oh iya, sebelum masuk kak Taruli sempat-sempatnya mencoba membandingkan tingginya dengan penjaga Istana. Ya, kak Taruli memang badannya sangat tinggi. Ckck.. sempat-sempatnya.... Di dalam Istana ada karpet, jambangan bunga, lukisan... hm... kalau kata saya sih tidak begitu istimewa, biasa saja... apalagi benda-benda tersebut tidak boleh disentuh, karpet saja tidak boleh diinjak, tapi ada saja bapak-bapak yang sengaja menginjaknya, hohoho! Setelah berkeliling sebentar kemudian kami keluar lewat pintu belakang. Oh! Rombongan kami melihat Adi dan Gerry! Mereka baru akan berkeliling, hm... berarti mereka tidak sempat melihat pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tadi, hahaha! Kami berjalan melewati taman Istana lagi dan menaiki mobil. Kemudian kami kembali masuk ke dalam mobil dan menuju sebuah gedung untuk menonton film. Hm... sekedar film presentasi tentang Istana Negara, tidak lebih. Disana kami kembali bergabung dengan teman kami yang tadi sempat terpisah.

Aku tadi menginjak karpet Istana, kata Gerry dengan bangganya, jyaah.. Sembari menunggu peserta Tour untuk masuk, kami dipersilahkan untuk buang air kecil. Adi mengambil kesempatan itu dan menuju toilet. Aku mengencingi Istana Negara, hahaha! katanya. Jyaah.. ada-ada saja. Setelah itu film diputar dan kami kembali keluar, memasuki mobil dan menunggu di sebuah tenda. Hari hujan, jadi kami berteduh sebentar dan menunggu. Hm... Lumayan lama juga ternyata. Sembari menunggu Bunda mengobrol dengan ibu-ibu pendamping rombongan dari Sulawesi. Beliau menanyakan bahasa daerah yang digunakan sebagai nama sebuah tarian. Setelah hujan agak mereda kemudian kami dipanggil untuk masuk kembali ke dalam bis. Kami pergi ke Markas besar TNI di Cilangkap. Lagi-lagi untuk Audiensi. Hm... membosankan juga rasanya. Mabes (markas besar) TNI sangat keren! Tempatnya asri dan hijau. Sewaktu kami memasuki daerah tersebut banyak orang-orang yang sedang jogging, er.. bukan orang-orang, tapi anggota TNI. Saat kami memasuki ruangan untuk audiensi kami harus melewati metal detector. Waduh, memangnya kami membawa apa coba? Linggis? Hehehe. Kemudian kami masuk untuk mendapatkan audiensi dari Panglima TNI. Apa yang dijelaskan ya? Saya sudah lupa. Kemudian kami kembali ke gedung MPR. Setelah istirahat, sholat, dan makan, kami akan melaksanakan audiensi dengan ketua DPD. Karena waktu untuk audiensi masih cukup lama, maka kami sempatkan sebentar untuk masuk ke perpustakaan MPR. Waah, perpustakaannya bagus sekali, modern! Saat kami masuk ke lorong menuju perpustakaan, ada beberapa TV Flat yang ditaruh disana. Kemudian kami masuk ke dalam ruangan perpustakaan. Di dalamnya begitu hening. Buku-buku tersusun di rak-rak. Ada beberapa meja bundar di beberapa tempat, dikelilingi kursi-kursi untuk tempat membaca. Di beberapa tempat juga tersedia komputer yang terkoneksi dengan internet. Adi, Dama, dan Taruli sempat mencobanya untuk membuka friendster, hehehe, ya, saat itu sedang jaman-jamannya friendster. Ada yang aneh saat kami masuk ke dalam perpustakaan ini. Sinyal handphone kami tidak muncul! Entah kenapa, tapi itu keren sekali! Setelah beberapa saat kami keluar dan menghadiri audiensi, setelah itu kami pulang ke asrama haji. Setelah itu kami masih harus mendengarkan audiensi lagi (astaga!) malam harinya dengan Menteri Pendidikan Nasional di aula asrama haji. Hm... ya.. manut-manut saja. *** Oh ya, di kamar kami ada seseorang yang kehilangan barangnya. Setelah saya yang kehilangan

boarding pass, kini giliran kak Agung. Hilang apa? Hilang celana dalam! Ha? Kok bisa?? Setelah mencuci pakaian, seperti biasa kak Agung menjemurnya di tempat jemuran di depan kamar. Waktu malam harinya dia heran, tidak ada lagi jemuran disitu. Entah kemana, entah siapa yang mengambilnya. Apakah orang yang mengambilnya? Orang segokil apa yang mau mencuri celana dalam? Apa karena fans kak Agung? Atau karena dia kekurangan celana dalam? Atau itu adalah hantu celana dalam yang hobi koleksi celana dalam? Tidak ada yang tahu hingga kini.

Chapter 6 Diputar, Disiram, dan Muntah Rabu, 11 Juni 2008. Saya bangun cukup pagi. Gerry juga bangun dan langsung mandi. Tidak berapa lama kemudian ada alarm dari handphone kak Dama. Aih.... ini sebuah momen yang tidak mungkin dilupakan. Handphone kak Dama selalu berdering setiap jam 4. Oh, bukan, bukan berdering tapi berdendang. Kalau sekedar lagu yang enerjik sih nggak apa-apa, tapi... yang keluar adalah.. Treng teng neng neng neng treng teng (bunyi musik disko sebagai latar belakang), Sayang.... Ada telepon... angkat doong... ucap suara mendesah-desah perempuan. Hiiy!!! Herannya lagi suara itu tidak membuat kak Dama terjaga. Masih saja dengan nikmatnya melanjutkan tidurnya. Jadi... terus saja suara itu mendesah-desah, menyahut-nyahut, dengan suaranya yang basah-basah membelai, berdendang hingga matahari mengintip. Ckckck... Setelah itu kami mandi, sarapan, dan bersiap untuk senam. Tidak banyak yang hadir untuk senam saat itu. Kami akan mengadakan perjalanan ke Ancol hari ini. Tidak semua peserta akan ke Ancol, hanya beberapa kontingen saja. Peserta dibagi-bagi berdasarkan grup A, B, dan C. Jadi setiap harinya ada peserta yang berlomba, wisata edukasi, dan ke tour Ancol seperti kami. Kami tergabung dalam grup B, jadi kami ke Ancol terlebih dahulu. Nah, karena terbagi atas grup itulah yang ikut senam kali ini tidak sebanyak yang dulu. Kini bisa di terlihat lapangan. kekosongan

Peserta yang akan bertanding lebih memilih belajar.

Setelah senam kami pun bersiap-siap untuk pergi ke Ancol. Hm... ini sudah kesekian kali saya ke Ancol, tapi untuk teman-teman saya ada yang baru pertama kali. Sampai di Ancol, ada pedagang yang menawarkan kacamata hitam. Wah.. melihat kak Agung yang ingin membeli, kami juga ikut membeli beberapa. Saya, Gerry, dan Joko ikut membeli. Kemudian kami berkeliling di luar area sebentar. Bunda membeli baju berwarna hitam, beliau juga membelikannya untuk kak Agung. Kemudian kami memasuki wilayah arena Ancol. tetap di cap, hehehe. Ah.. sekarang apa ya yang akan kami lakukan? Hm.. Pertama-tama kami naik Arung Jeram. Wah! Asyik sekali! Kami naik ke atas sebuah perahu berbentuk ban. Setelah memasang sabuk pengaman, syuut.... perahu terombang-ambing. Ada kala dimana air masuk dan membasahi pakaian kami, aduh... kartu peserta saya sampai basah. Tapi ada juga yang tidak basah, karena perahu tersebut berbentuk roda, jadi orang yang tidak basah terangkat ke atas sedangkan yang basah turun. Wah.. curang! Setelah itu pergi ke tempat wahana Halilintar, yaitu wahana semacam roller coaster. Ternyata Bunda bertemu putrinya yang tinggal di Jakarta. Ya, beliau memang berencana untuk bertemu disini. Kemudian memutuskan untuk naik Halilintar. Bunda tidak mau ikut, bisa copot jantungku,katanya. Bunda lebih memilih untuk mengobrol dengan putrinya. Cucu Bunda ikut naik halilintar bersama kami. Yang hebatnya pak Minggu dan bu Ilmiah juga ikut naik halilintar lho! Hohoho. Setelah berada di antrian yang sangaaat panjang, akhirnya kami naik halilintar. Wuiy! Dunia serasa di balik! Saya sempat merasa kepala saya keplitek gara-gara dijungkir balik. Kemudian kami naik cangkir raksasa yang diputar-putar. Saya duduk berdua dengan Gerry. Oh! Malangnya nasib Gerry, karena gaya sentrifugal dia tertekan oleh saya di tempat duduk. Gerry berteriak-teriak! Hahaha! Akhirnya permainan selesai. Saya sempat melihat ada yang muntah-muntah di tempat kursi yang lain, ih.... Ternyata itu juga berlaku untuk Gerry, dia tidak sanggup dan muntah. Hoho.. Kami ingin naik ontang-anting, yaitu wahana kursi yang diikat dengan rantai seperti ayunan kemudian diputar, tetapi Gerry menolak, dia lebih memilih untuk duduk saja. Setelah puas bermain dan keliling kesana kemari, kami makan bakso. Kemudian terdengar pengumuman di speaker untuk peserta LCC agar kembali masuk ke dalam bis dan kami pun segera keluar. Saat masuk, tangan kami dicap untuk menandakan kami sudah membayar dan memberi tiket. Karena gratis.. ya kami tidak usah bayar tapi

Oh, dalam perjalanan keluar Adi sempat membeli souvenir Police Academy. Itu adalah sebuah pagelaran stuntman yang didatangkan dari luar negeri saat itu. Hm.. kami tidak bisa menontonnya karena acaranya sore menjelang malam, jadi.. beli souvenir nya saja ya?

Chapter 7 Bisnis.. Bisnis... Kami kembali ke asrama haji. Fyuh, sudah selesai senang-senangnya, dan kini kami harus mempersiapkan untuk acara besok, yaitu pertandingan cerdas cermat kami. Setelah kami makan malam di Aula dan kembali ke kamar, kemudian kami berkumpul di ruang kamar Bunda. Letaknya di dekat mesjid, terpisah dua gedung dari gedung yang kami diami. Apa yang kami lakukan disana? Kami berkumpul untuk latihan sebentar yel-yel lagi, namun dengan suara pelan karena hari sudah malam. Setelah itu Bunda memberi pesan kepada kami untuk memberikan yang terbaik untuk perlombaan besok. Entah kenapa namun suasananya jadi terkesan sakral. Setelah itu kami kembali ke kamar masing-masing. Di dalam kamar, Gerry langsung tidur. Kak Agung menyuruh yang masih terjaga untuk berkumpul. Kalian sudah mendengar apa kata Mbok tadi kan? ujar Kak Agung memulainya dengan membahas nasehat Bunda tadi. Kami mengangguk pelan. Tidak ada yang menyahut, Dama yang biasanya menyela dan bercanda dengan Agung pun tiba-tiba diam. Suasana begitu hening. Hanya suara AC dan Gerry yang mendengkur terdengar. Kita harus menang, berikan yang terbaik, kita nggak mau mengecewakan, Mbok. Kami tertegun. Ya, kami harus memberikan yang terbaik, kami harus menang. Buku ini, kata kak Agung seraya menunjukkan buku yang sedang dipegangnya dan melambailambaikannya,adalah tiket kita. Dengan buku ini kita bisa pergi ke Jakarta. Kita tidak boleh menyianyiakannya dan harus menggunakannya. Kita harus memberikan yang terbaik. Suasana begitu serius. Tak ada yang berani mengajukan usulan atau memecah keheningan itu. Di momen yang begitu tenang, sedang bersama-sama merenung, dan sempurna tersebut, tiba-tiba.. Bisnis! Bisnis... kata Gerry Hah? Kami terdiam. Gerry ngomong apa barusan? tanya Dama. Kayaknya Gerry ngigau.. kata Joko. Ngigau apa? *** Pagi-pagi sekali, seperti biasa Gerry sudah bangun. Anak ini punya kebiasaan aneh! Sehabis mandi Gerry nongkrong di bawah kipas angin, kemudian AC dinyalakan, sesudah itu dia mengambil buku dan mengipas-ngipas wajahnya. Duh! Beruang kutub kah Gerry itu?

Memang Gerry orangnya rada aneh dan nyentrik. Saya rasa dia adalah anak indigo, hm... Dia begitu cerdas. Mau deskripsikan tentang Gerry dulu ya.. Kalau dilihat dari penampilan luar, Gerry yang berjalan ogah-ogahan, keturunan suku Dayak tulen, kulit putih, kepala nong-nong, selalu kepanasan dan kipas-kipas, rambut kriwil dan berbakat botak, gigi yang gingsul, bertahi lalat yang berbulu di dagunya, hm.... memang nggak kelihatan cerdasnya. Tapi coba aja tanya mata uang apa di negara apa, lagu kebangsaan negara, ibu kota negara, bahasa negara, bendera negara, semuanya bisa dijawab bagaikan sekedar menyebut angka satu sampai sepuluh! Pernah kami menanyainya tentang misteri Soekarno dan Soeharto. Dia menjelaskan dengan menggebu-gebu, begitu paham dan rincinya dia menjelaskan sejarah yang terjadi dan misteri yang diungkapkan berdasar spekulasi dan buku-buku yang dilahapnya. Ampun deh... keren banget, kami yang bertanya aja sampai kewalahan. Di rumah Gerry dia selalu membaca buku, buku favoritnya tampaknya Buku Pintar, buku yang memuat tentang informasi negara-negara yang dia sudah hafal diluar kepala. Ng.. saya ingat waktu masa orientasi siswa di SMA Gerry menulis hobbynya membaca buku-buku kenegaraan. Woh! Oh ya, kalau tidak ada yang dibaca, dia akan membuka internet dengan handphonenya dan... tahukah yang dibacanya? Kalau tebakanmu tentang sistem negara-negara di dunia, berarti kamu benar! Kalau ke toko buku, tahu apa yang dibeli Gerry? Ya... yang berhubungan dengan skandal-skandal pemerintahan, sejarah negara-negara, sejarah para pemimpin negara... Dia punya penampilan mirip Hitler, dan... punya kepribadian mirip Hitler. Ng.. entahlah, karena setiap ngobrol dengan Gerry dia suka sekali dengan sistem diktator. Hahaha! Dia juga suka berpidato, dengan gaya favoritnya, gaya Soekarno itu Diktator-nya. Kalau dia lagi berpidato selalu menggebugebu. Pengucapan huruf r nya tidak seperti orang biasa. Kalau orang biasa r pakai lidah, dia dengan bibir, yaitu dengan menutup bibir dan menghembuskan udara, bisa? Ya, seperti itu. Gerry senang sekali berfoto. Setiap momen dia ingin berfoto, apalagi waktu di gedung MPR, wah... dia akan mengambil setiap sudut dengan foto dirinya! Oh, satu lagi, dia mirip sekali dengan pak Minggu. Perawakan dan gayanya bisa membuat orang bertanya-tanya apakah dia anak pak Minggu, hohoho, tapi bukan.. bukan.. Gerry memang nyentrik, dan... bikin kangen, Hahaha! Keesokan harinya Gerry ditanya. Mimpi apa kamu Ger? Hah? Apa? Kam tu ngigau tadi malam. Hah? Kada tahu aku! jawab Gerry menjawab ketidak tahuannya. Twewewew...

*** Setelah kami sarapan dan bersiap-siap kami berkumpul di bawah pohon dekat mesjid. Yang muslim, ikut bu Ilmiah ke mesjid untuk berdoa, dan yang kristen ikut pak Minggu untuk berdoa, kata Bunda. Ya, kami berdoa agar diberi kelancaran, kemudahan, dan memberi yang terbaik saat perlombaan nanti. Setelah itu kami berkumpul lagi di bawah pohon tempat kami bertemu dan berdoa kembali bersama-sama. Setelah itu kami naik bis. Deg-degan? Ya, sangat sebenarnya. Akhirnya kami sampai di TVRI. Baru sekali saya ke studio televisi. Hm... Tempat masuknya seperti bunker lo! Hahaha! Ya, karena pintunya besi yang tebal. Di dalam studio kursi-kursi berjejer ke atas membentuk undakan. Di depan sudah ada panggung dan undakan tempat peserta, mirip seperti yang ada di Palangkaraya waktu kami berlomba tingkat Provinsi dulu, tapi kelihatannya lebih bagus dan lebih kuat. Ada 15 microphone yang mencuat di setiap undakan. Di undakan yang terletak di tengah ada layar yang terus menerus memutar splash Lomba Cerdas Cermat Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR. Giliran kami belum mulai, kami akan menonton terlebih dahulu. Wah... kami berada di bagian penonton! Walaupun harus menonton kami juga diberi tugas loh, kami harus bertepuk tangan saat disuruh. Oo... saya jadi tahu kalau acara di televisi berarti ada tepuk tangan yang dibuat-buat itu bagian ini. Hm.. bahkan kami ada mengambil take khusus untuk penampilan penonton yang sedang diam dan penonton sedang bertepuk tangan. Oh! Pembawa acaranya ternyata Daan! Itu loh.. yang jadi penyanyi di P-Project... Daan didampingi oleh seorang wanita untuk membawakan acara. Setelah selang beberapa waktu akhirnya saat kami untuk tampil tiba. Duh! Duh! Kami akan berhadapan dengan Sumatera Selatan dan Riau. Kami pun naik ke atas panggung.

Saat untuk menampilkan yel-yel tiba. Penampilan dari peserta lain begitu luar biasa! Yel-yel yang mereka bawakan begitu bersemangat! Woow!! Bahkan mereka ada juga yang membawa gendang! Isi dari yel-yel mereka selalu mengingatkan untuk bersemangat untuk mengikuti lomba ini dan menjadi pemenang, dan kami... ng... Yel-yel kami sepertinya juga kalah semangat. Kami menyadur lagu Tumpi Wayu, lagu daerah Kalimantan Tengah, dan diotak-atik oleh Bunda untuk menjadi yel-yel. Nadanya mengalun-alun dan temponya sedang. Hm.. Kalau tim lain menyanyikan yel-yelnya seperti berderap-derap, kami seperti orang berjalan santai. Saat kami akhirnya tiba, dan kami memulainya: Indonesia negara hukum Kedaulatan di tangan rakyat Dalam sistem UUD RI Lembaganya ada delapan MPR-nya, juga DPR tidak lupa DPD, MA MK, KY, juga BPK dan Presiden dibantu Menteri

Ada dewan pertimbangannya Termasuk TNI dan Polri Kedudukan MPR RI Setelah ada amandemen Sebagai lembaga negara wewenangnya ada 'nam poin ubah dan tetapkan uud melantik presiden dan wapres memberhentikan pres dan wapres melantik memilih presiden Dan pertandingan pun dimulai. Pertanyaan demi pertanyaan diberikan oleh pembawa acara. Ada yang kami bisa, ada yang tidak. Begitu soal rebutan kami cukup tertinggal jauh. Dan akhirnya waktu pertandingan selesai. Pembawa acara menyudahi soal rebutan dan menyerahkan kesempatan ke Juri. Pertama-tama, kata Juri,Kami akan memberikan pengumuman pemenang kepada peserta yelyel terbaik. Kami, ketiga juri, sepakat untuk memberi nilai sempurna, masing-masing dari kami memberi nilai 10 untuk yel-yel dari regu ini. Hoh, hebat sekali, nilai sempurna. Ah... tidak mungkin kami menang, hm... kami tadi menyanyikannya dengan mendayu-dayu seperti mau meninabobokan bayi saja, terus kata kak Dewi tadi hiasan ikat kepalanya sempat lepas, membuat penonton tertawa. Dan pemenangnya adalah, sambung juri kemudian,Regu B. Hening sejenak. Hore!!! regu yang berada di tengah berteriak. Itu regu kami! Astaghfirullah! Benarkah ini? Wow! Alhamdulillah! Hebat! Hebat! Kami mendapatka nilai sempurna untuk yel-yel! Hahaha! Ternyata usaha kami untuk latihan yel-yel tidak sia-sia! Sangat tidak sia-sia! Dan.. untuk lomba cerdas cermatnya itu sendiri kami tidak menang, tapi.. karena ini cerdas cermat jadi kami tetap dapat juara. SMAN-1 Juara 3, ujar juri kemudian dan

kami mendapatkan piala juara 3. Tak disangka-sangka saat kami turun Bunda didatangi seorang petugas. Bu, ini SMAN-1? Iya, kata Bunda. Ini, kita mengurus untuk hadiahnya. Hadiah apa, Pak? Hadiah yel-yel, sambung bapak itu lagi. Oh!! Ternyata pemenang yel-yel mendapat hadiah! Alhamdulillah... Setelah itu kami istirahat dengan rasanya. Setelah itu kami kembali masuk untuk kembali jadi penonton. Sewaktu duduk di sana, kak Agung meminta sesuatu. Gir, tolong fotokan jawabku aku, katanya. Disini? bingung. Tumben-tumben kak Agung minta foto sambil duduk. Iya, psst.. sini, katanya diam-diam,usahakan yang dibelakangku juga kena foto,katanya. Oo... paham. Ternyata di belakang kak Agung ada salah seorang kontingen dari Bali. Kak Agung memang sedang mengincar foto si dia. Entah dimulai sejak kapan, apakah hubungannya serius? Saya tidak tahu, tapi ladeni saja lah.. hehe. Perempuan tersebut memang cantik. Rambutnya panjang tergerai, matanya belo, pipinya tembem, kulitnya putih pucat. Hm... yang favorit tidak hanya kak Agung saja kok. Dama, Taruli, Adi, juga suka dengan perempuan itu. Ckckck... diobral tuh cewek. *** Malam harinya kami kembali bersiap-siap untuk makan malam. Ng... tapi... gembira, oh.. sekali menyenangkan

Bosan aku makan-makanan ini, kata Agung, kita makan di luar saja yuk! katanya. Wah! Asyik! Saya ikut dan keluar. Seluruh grup laki-laki kalimantan tengah sepakat dan mereka semuanya ikut. Kami akan makan di warung tenda dekat asrama haji. Setelah berjalan sekitar 10 menit kami sampai di tempat. Saya memesan ayam goreng lalapan, ada yang memesan nasi goreng, mie goreng, tapi.. yang paling ajaib adalah Adi. Apa yang dia pesan? Dia memesan Kepiting Asam Manis. Hm.. saya tidak tahu, tapi saya pernah diberitahu Mas saya kalau makanan seafood di warung tenda mahal-mahal. Hm... Beberapa saat kemudian kami mulai makan. Ini namannya hidup, kata kak Agung, kentara sekali menikmati makanan yang dipesannya. Hm.. memang, entah kenapa rasanya lebih enak makanan seperti ini. Makanan yang disediakan oleh panitia memang enak-enak. Setiap hari ada daging, ayam, sayur mayur, pecel, buah semangka... ng... tapi entah kenapa lama-kelamaan rasanya jadi tidak istimewa lagi. Lidah saya juga seperti sudah kebal dengan rasa-rasa makanan yang mereka tawarkan itu. Dan makan di warung tenda ini... hm.... yummy! Setelah kami makan dan kenyang, kami mendapatkan bonnya. Oh! Tebak siapa yang makanannya paling mahal? Adi Sukmo! Dia mengeluarkan uang lebih dari Rp 50.000. Wahaha! Tapi memang enak lho! kata Adi tidak menyesal. Setelah itu kami kembali. Ternyata perempuannya juga ingin makan di luar, kami bertemu mereka di tukang bakso dekat pintu gerbang. Oh.. saya dan teman-teman lainnya ditraktir Bunda! Wah.. makan lagi... Hm... ngomongin tentang makanan, konsumsi kami untuk makan siang di jalan atau di gedung biasanya di dalam kotak. Kemudian setiap hari kami selalu diberi snack. Snack yang ditaruh di dalam kotak dan isinya ada dua buah kue beserta buah jeruk. Snack ini dibagi setiap pagi, siang, dan malam. Nah, snack ini menjadi primadona kita. Mengapa? Karena begitu melimpah ruah! Kotak yang dulunya didapat untuk mendapatkan tas dan pakaian kami kini dijadikan sebagai tempat kue-kue. Kami memasukkan snack kami disitu. Uh.. mengapa kami tidak memakan kue itu? Ng... seperti halnya makanan yang diberikan oleh panitia untuk makan malam, rasanya sudah tidak begitu enak lagi kalau lama-kelamaan kami memakan kue itu. Aneh memang, tapi.. begitulah kenyataannya. Ng... apa jangan-jangan karena mereka membelinya lewat uang yang tercecer makanya jadi tidak enak ya? Hahaha! Oh ya, kami hanya menyimpan kue-kue kering yang tahan lama, kue-kue basah yang tidak kami makan... dengan berat hati harus dibuang. Nah, khusus untuk jeruk, Gerry yang mengurusnya. Dia mengambil jeruk-jeruk yang tidak kami

makan dan menaruhnya di dalam sebuah tas kertas. Terkadang dia memakannya dengan caranya yang agak aneh. Ng.. dia mengambil sebuah bagian dari jeruk dan mengunyahnya kemudian membuangnya, jadi dia hanya menelan airnya saja. He? Sisi nyentrik dari Gerry yang berikutnya. Bagaimana dengan jeruk yang tidak dia makan? Karena jeruk yang dikumpulkannya sangat-sangat banyak lo! Mau kubawa pulang ke Sampit, oleh-oleh, katanya. Jyaaahhhhhhh.....

Chapter 8 Sisanya Rekreasi Jum'at, 13 Juni 2008. Saya rasa kami beruntung bukan tim yang bertanding di giliran akhir. Ya.. karena kalau kami berada di giliran paling akhir ketegangan akan terlalu meningkat. Kalau gilliran pertama juga.. akan terlalu menyeramkan. Teman-teman kami yang giliran pertama pernah menceritakan waktu itu mereka tersandung kegiatan teknis. Mereka harus menunggu sampai malam hari untuk menunggu panggung selesai dibuat. Waktu itu tidak ada microphone di panggung, jadi mereka harus menunggu seharian hingga panggung selesai dibuat dan sesudah itu bertanding. Mereka harus pulang malam-malam. Dan sekarang? Tersisa untuk senang-senang, hahaha! Hari ini kami tidak senam. Ng.. sebenarnya bukan karena apa-apa, cuman males, hehehe... saya mendengar berita katanya kasihan instrukturnya, hanya sedikit orang yang datang. Ckckck.. Hari ini kami bersiap-siap untuk pergi ke TMII, Museum Purnabhakti, dan Monas. Banyak sekali ya?

Setelah sarapan dan bersiap-siap, kami segera menuju bis. Perhentian pertama kami adalah Museum Purna Bhakti. Museum tersebut menyimpan beragam benda-benda dari orang-orang penting di Indonesia. Kata pemandu sebagian besar benda ada dari ibu Tien, istri pak Soeharto. Setelah itu kami menuju TMII, Taman Mini Indah Indonesia. Saat kami datang tiba-tiba banyak yang memotret kami. Ohoho, ada apa ya? Kami akan tahu kenapa mereka memotret kami nanti. Hm.. saat di TMII pertama-tama kami naik ke atas monorail. Itu adalah kereta yang relnya berada di pancang-pancang. Monorail tidak mengantarkan tujuan kemana-mana, hanya berputar untuk melihat sekeliling. Apa-apaan ini?? kata Gerry kesal. Hahaha! Dia mengira monorail akan mengantarnya ke suatu tempat. Eh.. taunya kembali lagi. Setelah itu kami pergi ke Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Keren banget! Disana ada beragam benda yang berhubungan dengan sains. Dari generator Van De Graaf, komputer, piringan besar yang memantulkan suara, kursi beralas paku yang ternyata kalau diduduki aman saja, juga sepeda yang dapat berjalan di atas kabel besi. Saya menaiki yang terakhir saya sebutkan tadi.

Sebelum naik kita harus menimbang berat badan kita dulu. Persyaratannya penumpang tidak boleh memiliki berat badan lebih dari 50 Kg. Wah.. waktu itu berat badan saya kurang-kurang dikit dari 50 lah... jadinya bisa, yeay! Segera saja saya naik. Petugas menyuruh saya menaiki sepeda yang ada, memasang sabuk pengaman, dan... kayuh... yuhu... Kok bisa sepeda berjalan di atas seutas kabel besi? Nggak jatuh? Yap, karena sepeda tersebut sudah dibuat seimbang secara sempurna. Di bagian bawahnya sudah diberi pemberat sehingga sepeda tidak akan oleng. Hm.. kekuatan hukum fisika. Walaupun sebenarnya aman tapi agak ngeri juga sih rasanya, hehehe. Oh ya, masih ingat dengan banyak bapak-bapak yang memotret kami? Nah, ternyata mereka adalah tukang foto yang mencetak cepat. Mereka memfoto kami kemudian memprintnya. Hm.. entah kapan dan dimana mereka memprintnya, tiba-tiba saja saya melihat banyak foto-foto yang digelar untuk dijual. Awalnya saya kira foto-foto mereka akan didokumentasikan, eh.. ternyata dijual. Foto-foto ini mereka jual ketika kami berada di tempat rekreasi tersebut juga saat di Asrama Haji. Cara berjualannya masih sama, ada yang digela, juga ada yang ditempel-tempel. Saya mencoba membeli sebuah foto yang ada gambar saya. Ckckck.. ternyata harganya Rp 10.000. Lumayan mahal juga, tapi hasilnya bagus, lumayan lah.. Kak Agung juga mencari-cari foto. Bukan foto dirinya, tapi foto perempuan Bali yang jadi incarannya, masih ingat bukan? Jyaah.. ada-ada saja. Hm, foto-foto yang diprint sangat banyak dan tidak tentu apakah sang pemilik wajah akan membeli fotonya atau tidak. Saya jadi bingung juga, bagaimana kalau tidak ada yang membeli foto yang mereka jual itu ya? masak dibakar? Setelah itu kami istirahat.Saya, kak Fajar, Joko, dan Adi pergi ke Mesjid. Ya, hari ini hari Jum'at jadi kami sholat dulu. Setelah itu kami bergabung lagi dengan rombongan. Berikutnya kami menuju Keong Emas. Itu adalah tempat pemutaran film IMAX, film dengan resolusi tinggi dan cara pengambilan gambar yang berbeda seolah hidup. Saat kami di dalam bis menuju Keong Mas kami diberitahu agar mendapatkan kursi berwarna biru yang ada di tengah. Kenapa? Karena film akan terkesan lebih nyata. Wah, untung diberitahu, jadi saat kami masuk ke ruangan bioskop, segera saja kami memilih kursi berwarna biru. Ruangan bioskop nya bukan seperti biasa, tapi berbentuk agak bundar. Layarnya sangat besar. Hm.. saya tidak pernah menonton di Keong Emas sebelumnya, jadi agak penasaran juga gimana. Kami menonton film tentang budaya-budaya Indonesia. Oh... ketika kami melihat laut yang disorot dari atas, rasanya seperti benar-benar terbang! Semua penonton di dalam gedung ber Oh..... saat film miring ke kiri atau ke kanan. Karena layar yang ada sangat besar dan bentuknya lonjong, seolah-olah

kami berada di dalam pesawat yang sedang syuting. Sayangnya ada konsekuensinya. Saat pesawat tersebut menukik kebawah rasanya mengerikan sekali, seolah terjun. Saking ngerinya, sampai-sampai banyak yang berteriak! Hahaha! Pemberhentian terakhir adalah Monas. Disana kami pertama-tama pergi ke sebuah ruangan. Disana ada sebuah pintu emas. Tak berapa lama kemudian pintu tersebut membuka dan diperdengarkan suara Soekarno, presiden RI pertama, membacakan proklamasi. Di dalam pintu emas tersebut juga ada naskah proklamasi. Setelah itu kami pergi ke basement. Di sana kami melihat-lihat diorama sejarah bagaimana Indonesia merdeka. Hm... agak ngeri ketika melihat diorama penyiksaan. Walaupun boneka kecil-kecil tapi membayangkan kejadian yang sebenarnya rasanya memilukan sekali. Tak terasa waktu Ashar tiba. Kami segera menunaikan sholat. Oh! Ada sebuah hal yang agak menyebalkan. Waktu sholat. Begini ceritanya. Tempat untuk sholat berada di salah satu sudut ruangan basement tersebut. Disana sudah disediakan sajadah, juga mukena untuk perempuan. Untuk berwudlu bisa dilakukan di toilet di dekat situ. Di situ sudah disediakan bakiak, sandal yang terbuat dari kayu, jadi untuk menuju toilet kaki tidak kotor. Waktu kami masuk ke toilet, ada beberapa orang petugas yang menjaganya. Hm.. rajin sekali menjaga toilet, pikir saya. Eh, pas keluar ternyata... De, bayar, katanya. Hah?? Ampun deh.. untuk wudlu aja bayar?? Saya rasa bukan hal yang resmi dan wajar kalau toilet di situ harus membayar. Hm.. apalagi untu berwudlu dikenakan biaya, ng.. rasanya terlalu kasar. Orang mau beribadah kok dibikin repot? Ckckck... Setelah sholat kami boleh naik ke Monas. Saya dan kak Fajar ikut naik. Hm... saat di rombongan saya mau ngomong-ngomong dengan kak Fajar... Hush! Pake bahasa Banjar, ja! katanya. Hah? Kenapa? Biar orang kada ngerti! katanya. Hahaha! Di atas? Ng.. ngeliat apa ya? Biasa aja. Ada sih teropong, dan untuk menggunakannya harus bayar, dengan membeli koin satunya Rp 3000. Tidak ada pemandangan yang bagus dilihat dari atas sana. Kebanyakan ditutupi kabut asap. Laut yang seharusnya terlihat pun tidak ada. Jadi.. ya, kami turun lagi. Ketika kami turun ternyata Joko dan Kak Agung membeli layang-layang. Mereka tidak ikut naik dan main saja di bawah. Hohoho, dasar..

Setelah itu kami pulang ke asrama haji. *** Oh ya, setiap daerah masing-masing menampilkan satu pementasan dari daerahnya. Bisa musik, lagu, atau tarian. Nah, dari kalimantan tengah akan menampilkan tarian. Saya tidak ikut sih... tapi kakak-kakak kelas saya yang akan tampil. Tarian mereka adalah tarian.. hm... kurang tahu juga namanya apa, mungkin tarian perang. Awalnya ada sekelompok perempuan menari, kemudian ada dua laki-laki yang muncul dan menari dengan Mandau, senjata khas kalimantan tengah. Ah.. ketika kemunculan tarian menggunakan Mandau ini pembawa acara sampai ketakutan lo! Hahaha! Ya, kak Taruli dan kak Agung menggunakan Mandau asli, terbuat dari besi. Mereka memutarmutarkannya. Saat melewati pembawa acara yang berdiri di belakang mereka melakukan atraksi memutar-mutar Mandau. Saya masih ingat ekspresi pembawa acara yang ketakutan. Pembawa acara tersebut juga sempat bersembunyi di sisi sayap panggung untuk menghindari Mandau. Ya, itulah tarian dari SMAN-1 Sampit, Kalimantan Tengah, yang menggunakan senjata, hati-hati ya! kata pembawa acara yang satu. Iya, betul banget, karena mereka sudah berlatih, sahut pembawa acara yang satunya lagi. Ckckck.. kontingen Kalimantan Tengah telah menakut-nakuti pembawa acara, hahaha! *** Oh iya, Joko juga sempat menderita flu seperti saya. Ke klinik aja yuk, kataku. Kami menemani Joko untuk pergi ke klinik yang ada di asrama haji. Letaknya di gedung yang berbeda, agak jauh, sekitar tiga gedung dari kami jaraknya. Akhirnya kami sampai di depan sebuah kamar dengan pintu yang ditempel kertas bertuliskan KLINIK. Agung mengetuk. Tok tok tok. Tidak berapa lama kemudian keluar seorang wanita muda dengan baju tidur. Saya sempat melihat isi kamarnya. Tempat tidur dan seorang lelaki, hm... mungkin suaminya. Ada apa? katanya, kelihatan lelah sekali dan merasa terganggu. Ini bu, teman kami ada yang sakit. Oh, sini, masuk, kata ibu tersebut. Joko pun masuk, Dama sudah mau ikut masuk, tapi.. Blam! Pintu ditutup kembali. Ih... dokternya judes....

Chapter 9 Mau Habis Oh ya, pertandingan sudah selesai, sisa tim semifinal yang akan bertanding esok hari. Saat malam hari seperti biasa penampilan giliran pentas seni masing-masing sekolah dan beberapa pertunjukkan band indie dari Jakarta. Kemudian ada sedikit pengumuman dan semacam kesan dan pesan dari panitia. Perlombaan besok adalah bagi peserta semifinal. Bagi yang belum beruntung besok akan diadakan pertandingan hiburan. Oh, sepertinya inilah dia, alasan mengapa kami membawa baju olahraga. Masih ingat bukan? Yang saya tanyakan waktu di LPMP saat pertama kali datang ke Palangkaraya. Hm.. apa lombanya ya? Volly? Basket? Sepakbola? Pertandingan tersebut ada makan kerupuk.. sandal tandem.. .... Oh.... berarti nggak dipakai baju itu. Jyaah, padahal kata kak Epafras sudah capek-capek dibawa,

dijemur, hohoho, ternyata tidak dipakai. *** Sabtu, 14 Juni 2008. Seperti yang sudah dijanjikan, hari ini kami akan melaksanakan pertandingan olahraga. Itu sih kata jadwal di buku panduannya. Sandal tandem, makan kerupuk, boleh juga sih dimasukkan ke golongan olahraga, tapi.. ternyata meleset dengan dugaan kami apa yang dimaksud dengan pertandingan olahraga itu sendiri. Sebelum kami memulai pertandingan, kami berangkat menuju stadion Gelora Bung Karno. Disana kami nggak ngapa-ngapain sih.. Sekedar diturunkan dan dipersilahkan bermain-main. Kak Agung menyempatkan memutari stadion satu kali putaran. Saya.. jalan-jalan dan foto-foto saja deh... Setelah puas melakukan... apa yang mau kami lakukan, kami kembali ke dalam bis. Kemudian kami sampai di gedung MPR/DPR. Kami tidak masuk ke dalam gedungnya, tapi kami ke lapangan yang ada di sana. Kami akan bermain permainan yang sudah dijanjikan malam sebelumnya. Permainan pertama adalah makan kerupuk. Sudah biasa ya? Oh, tidak ternyata, tidak biasa. Kerupuk yang akan dimakan tidak dalam ukuran normal. Ukurannya dua puluh kali lebih besar! Diameternya kira-kira 50 cm. Wah, bisa dipakai untuk beberapa kali makan, hehehe. Kemudian kami bermain sandal tandem, yaitu papan yang sudah diberi tempat untuk kaki berpijak dan beberapa orang harus bersama-sama maju secara kompak, kalau tidak bisa jatuh. Seru banget! Apalagi ini bukan perlombaan sandal tandem biasa, tapi skala nasional! Hahaha! Kami tidak memenangkan pertandingan, tapi lumayan seru lah.. hehehe.. Sebenarnya ada satu pertandingan lagi, yaitu menangkap belut. Sayang, hari sudah terlalu siang, jadi sang belut banyak yang mati. Ampun deh... anggota MPR membunuh belut-belut tak berdosa! Sesudah itu kami makan siang. Gerry menyempatkan diri untuk berfoto lagi. Saya juga sempat buang air kecil di gedung MPR/DPR. Setelah ini apa? Tidak ada kegiatan dan hari masih cukup panjang. Gimana kalau belanja? Ya! Belanja! Bunda memohon untuk diantarkan naik bis ke pasar, sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Ternyata kami tidak sendiri, ada rombongan lain yang juga ingin berbelanja. Kami pun bergabung

menjadi satu bis dan pergi berbelanja. Hm.. perjalanan ke pasar tidak semulus saat perjalanan biasanya kami berombongan dalam pergi dengan bis-bis lainnya. Ya.. karena kami kini tidak dikawal oleh polisi, walhasil kalau terjebak kemacetan ya macetlah jadinya. Untung saja macet tidak berlangsung lama dan cuman karena jam sibuk. Kami sampai di pusat perbelanjaan tersebut. Namanya WTC Mangga Dua. Berupa sebuah gedung yang sangat banyak orang-orang di dalamnya. Kami kemudian diperbolehkan untuk berpencar asal jangan sendiri. Kami juga diberi batas waktu untuk berbelanja. Ya.. tidak apa-apa lah... Saat di pasar tidak begitu banyak yang saya beli, ng.. paling kartu perdana Three. Mengapa saya beli? Karena di Sampit tidak ada, dan sangat aneh kalau saya beli, hehe.. saya hanya ingin mengoleksinya. Yang spektakuler adalah kak Dama. Dia membeli handphone. Wow! Saya sempat terpisah dan akhirnya bertemu lagi. Kemudian saya bertanya ke teman-teman saya apakah mereka pernah makan Rotiboy. Wah, ternyata banyak juga yang belum.Rotiboy adalah roti yang dijual secara franchise dan sangat terkenal karena baunya yang khas kopi dan rasanya yang bermentega gurih. Akhirnya kami menuju tempat rotiboy dan beli beberapa. Akhirnya waktu telah habis! Kami harus kembali ke dalam bis. Oh, oh.. kami tersesat! Kami berkeliling untuk mencari di mana tadi tempat bis berhenti. Rasanya disini, aku tadi melihat gedung yang itu, kata kak Taruli. Ya, terus kita tadi kan menyeberang lewat jembatan perhubungan yang itu, kata Adi. Uwoooh, bingung. Hari mulai rintik-rintik. Ah! Itu! Kata kak Agung. Fuah.. untung saja.. ketemu. Kami segera masuk. Rombongan lain sudah sampai dan berkumpul. Uh, ternyata ada beberapa orang dari kelompok kami yang belum naik! Astaga! Dimana mereka? tanya Bapak yang menjadi pembimbing kontingen yang pergi bersama kami. Jelas kami tidak tahu. Bapak tersebut turun untuk mendatangi pusat informasi WTC Mangga Dua dan mengumumkan agar segera berkumpul. Ketika bapak tersebut telah turun, ternyata orang yang sedang ditunggu malah masuk! Aih! Mereka berselisih dan berpapasan... dan kini kami menunggu bapak tersebut untuk masuk. Apa harus kita panggil juga bapak itu? kata ibu pembimbing yang satunya. Hyahaha! masak bolak-balik berpapasan nggak jelas? Untunglah tak berapa lama kemudian bapak tersebut masuk lagi. Tak berapa lama kemudian kami

berangkat untuk kembali ke asrama haji. Oh, saya ingin bercerita sedikit tentang lokasi di dekat Ancol. Di sana ada kali ciliwung. Saat kami melewati kali tersebut, ya ampun... baunya bukan main... Hidung saya selama di Jakarta tidak pernah benar! Selalu saja meler. Hm.. seandainya bisa meler dengan tenang dan menghirup udara segar, ini malah semakin disuguhi bau-bau yang mencekik hidung saya. Yang paling menyiksa bau polusi. Saya jadi benar-benar rindu Sampit. Udaranya bersih dan polusi tidak sepekat di Jakarta. Waktu kembali ke kamar hidung saya juga masih tidak bisa tenang. Habisnya dalam kamar bau parfum! Kak Dama menyemprot-nyemprotkan parfumnya yang... berbau eksotis itu. Glek! Ruangannya memang harum, idih.. tapi kalau parfum yang disemprot buat ketek? Ya lain juga rasanya baunya!

Chapter 10 Kemesraan Ini.. Janganlah Cepat Berlalu.. Setelah bersih-bersih dan istirahat sejenak, kami pergi ke aula. Menurut jadwalnya hari ini akan ada malam perpisahan. Malam yang tidak boleh disia-siakan. Hm... Seperti biasa kami makan malam terlebih dahulu. Setelah itu kami duduk. Kami juga berfoto dengan teman-teman dari kontingen lain. Acara perpisahan pun dimulai. Kesan pesan diucapkan dari panitia. Kemudian ada pengumuman pemenang yang mendapatkan tanda tangan terbanyak. Juara yang dipilih dua orang. Hm.. tampaknya mereka mendapatkan hadiah jam tangan. Setelah itu ada sebuah handphone yang diundi. Halaah..., nggak mungkin dapat, kataku. Kenapa?tanya Adi. Liat aja rasionya, satu banding berapa ratus peserta? Hla..., mereka yang dapet juga pasti berpikir gitu, Gir!sahut Adi menegaskan harapannya. Spekulasi saya tepat, saya tidak dapat doorprizenya, Adi juga tidak, bahkan tidak ada satupun dari tim kalimantan tengah yang dapat. Kemudian kami bernyanyi bersama-sama. Sebuah klip video diputar di layar. Lama kelamaan lagu mulai mengalun. Suatu hari, dikala kita duduk ditepi pantai Dan memandang ombak dilautan yang kian menepi Burung camar terbang, bermain diderunya air Suara alam ini, hangatkan jiwa kita

Sementara, sinar surya perlahan mulai tenggelam Suara gitarmu, mengalunkan melodi tentang cinta Ada hati, membara erat bersatu Getar seluruh jiwa, tercurah saat itu

Kemesraan ini, janganlah cepat berlalu

Kemesraan ini, inginku kenang selalu Hatiku damai, jiwaku tentram di samping mu Hatiku damai, jiwa ku tentram bersamamu.....

Lagu lama sih, tapi kentara sekali kami sangat menikmati alunannya dan bernyanyi bersama-sama. Hiks! Rasanya agak terharu saat itu. Setelah itu kami mendapatkan plakat! Wow! Plakat itu diletakkan di dalam kotak biru bermotif batik. Didalamnya diletakkan plakat. Plakat tersebut terbuat dari kaca. Di dalamnya ada logam berwarna emas dengan gambar gedung MPR/DPR dan logo MPR RI. Di tengahnya ada tulisan KENANG-KENANGAN PESERTA CERDAS CERMAT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TINGKAT SLTA SE-INDONESIA TAHUN 2008. PIMPINAN MPR RI PERIODE 2004 -2009 Ih!! Keren banget!! Setelah foto-foto, bercanda, dan saling memberi kenangan terakhir kalinya, kami pun berpisah untuk kembali ke kamar masing-masing untuk tidur. Eh, salah dink! Nggak tidur! Setelah kami kembali ke kamar dan mencoba untuk istirahat, kak Agung masuk dengan membawa kotak berisi snack. Snack lagi?? Iya, banyak banget sisanya, ini jatah kita, jawab Agung. Uwek! Udah tahu kan kalau dengan snack sudah eneg? Sudahlah, taruh di sudut sana aja, Kemudian kami berkemas-kemas untuk bersiap-siap pulang besok hari. Wah.. tidak terasa, akhirnya selesai. Serangkaian kegiatan yang dilalui dengan cucuran keringat, cucuran air mata, dan cucuran ingus yang keluar dari hidung saya...

Gerry dan Adi sudah tidur. Saya, Epafras, Taruli, Dama, dan Joko masih bangun. Nah, tahu akibatnya kalau ada yang tidur duluan sedangkan yang lain masih dalam kondisi fit untuk beraktivitas? Jahil!! Gerry dikasih jepitan jemuran. Beberapa kali dia mengibas-ngibaskan tangannya. Heei, tahu ja aku tu.. katanya. Yah.. nggak seru, akhirnya kejahilan berpindah ke orang yang satu lagi, Adi. Tangan Adi diikat dengan tali rapia. Herannya Adi nggak sadar kalau tangannya diikat. Saya nggak mau ikut, nggak tega, ikut ketawa-ketawa aja. Setelah puas dengan kejahilan yang nggak jelas, kami pun tidur. *** Minggu, 15 Juni 2010. Jam 3. Saya terbangun. Rencananya kami akan berangkat jam 4 ini. Gerry juga terbangun. Melihat Adi dia bingung. Asta... kenapa Adi tu? katanya sambil duduk setengah mengantuk. Kemudian dia pergi ke kamar mandi. Setelah Gerry mandi, saya juga ikut bersih-bersih. Sekitar jam tiga lewat empat puluh lima menit, pintu diketuk-ketuk, Gerry membuka. Oh! Ternyata ada orang yang menyuruh kami untuk bangun! Kami diminta untuk segera membereskan barangbarang kami. Yang masih tidur terbangun dengan setengah shock. Ng.. mungkin Adi yang paling shock karena melihat tangannya terikat di tempat tidur, hahaha! Setelah bersih-bersih, dengan cepat, dan... banyak yang tidak mandi, kami pergi ke luar. Kak Adel masuk ke kamar kami untuk melihat apakah kami sudah siap. Wah... kami tidak sepenuhnya sudah siap, jadi dengan kecepatan kilat kami mengambil koper dan tas kami kemudian berangkat menuju bis. Matahari masih belum tampak. Jalanan gelap dengan suasana Subuh. Setelah pamitan sebentar dengan panitia yang ada kemudian kami pergi menuju bandara Soekarno-Hatta. Sesampainya di Soekarno-Hatta kami segera turun. Bunda seperti biasa mengomando kami agar menurunkan koper dan benda-benda dengan cepat. Suasana jadi agak panik. Setelah semua koper dan tas terakhir diturunkan, bis pun pergi dan kami akan masuk ke dalam ruangan bandara untuk melakukan administrasi, pengecekan bagasi, dan lain-lain. Oh, handphone ku, kata kak Dama. Hah? Kenapa? tanya yang lainnya.

Handphone ku nggak ada, jawabnya seraya merogoh-rogoh setiap saku dan kantong yang ada di bajunya. Handphone yang mana, Dam? kata kak Epafras. Yang lama, jawabnya. Oh! Bisa di dalam bis tadi! kata bu Ilmiah. Aih! Kami berusaha menelepon pengendara bis tersebut tapi tidak ada jawaban. Sampai sekarang tidak tahu bagaimana nasib handphone tersebut. Mungkin masih berkelana di dalam bis tersebut untuk bertemu dengan peserta LCC UUD TAP MPR RI tahun depan, hahaha! Tidak berapa lama kemudian kami berangkat menuju ruang tunggu. Sempat terhenti sebentar saat di tas pak Minggu terdapat gunting, jadi beliau harus kembali untuk memasukannya ke dalam bagasi. Kemudian kami melanjutkan perjalanan dan menaiki pesawat Garuda. Ufuk timur terbelah di udara. Kami melihat matahari terbit dari dalam pesawat. Hm... baru sekali saya menyaksikan pemandangan ini. Sangat mengagumkan. Kemudian pramugari datang membawakan makanan. Hm.. saya tidak tahu itu apa, tapi kayaknya itu adalah telur dadar dan tomat rebus. Wah.. keren banget kalau dituliskan seperti ini: Dalam penerbangan saya dalam pesawat Garuda, saya menikmati sarapan telur omelet saya beserta telur rebus, didampingi teh hangat. Kyaaa! Kayak orang kaya aja! Hahaha! Akhirnya kami sampai di Palangkaraya. Tahu apa kesan saya begitu sampai di pulau Kalimantan? Udaranya yang begitu segar! Ya! Saya tidak pernah mengira kalau udara di Kalimantan sangat segar dibandingkan Jakarta. Saya rasanya sangat puas menghirup dalam-dalam bernafas lega di pulau saya tercinta ini. Di Jakarta saya tidak bisa melakukan ini. Kami langsung dijemput oleh bis tercinta kami, bis biru si bis Pemda!! Yeay!!Akhirnya kami harus kembali ke bis reyot kesayangan kami ini. Kami kemudian saling membantu memasukkan barang-barang bawaan kami dan oleh-oleh yang kami bawa. Kalau dari laki-lakinya sih oleh-oleh yang ada tidak begitu banyak, dan rata-rata dimasukkan ke dalam tas masing-masing. Nah.. kalau dari perempuannya.. saya kaget sekali ketika ada sebuah tas plastik berwarna biru yang sangat besar dimasukkan ke dalam bis. Tas apa itu? Oleh-oleh, kata kak Chinda. Hah?? Hanya untuk oleh-oleh sebanyak itu? Tas sebesar itu bisa dimasukkan untuk koper dan tas saya sekaligus! Saking banyaknya benda-benda yang bertambah, tas-tas, koper-koper, dan oleh-oleh, semuanya ditumpuk menggunung di belakang bis dan di lorong tengah bis. Saya duduk di belakang, di

sela-sela antara koper dan tas. Uh, 4 jam duduk seperti ini, menderita. Apakah itu penderitaan? Belum, itu belum penderitaan. Jalan antara Palangkaraya-Sampit kala itu tidak begitu bagus. Masih banyak jalan yang berpasir dan bolong-bolong. Ketika bis berjalan melewatinya... BRAK!!! Rasanya tulang punggung saya berkeretak. Koper-koper berterbangan. Tas-tas bergubrakan. Kak Agung terantuk sebuah koper yang melayang. Saya semakin tergencet tas-tas yang memaksa melepaskan diri dari tumpukannya yang menyiksa. Sialan. Bibir saya rasanya kering, mual, uh... Saya ingin minum! Rasanya tidak tahan lagi saya mau berteriak. Fuah.. untunglah setelah setengah perjalanan akhirnya kami berhenti sebentar untuk beristirahat. Kami singgah sebentar di rumah makan kecil di daerah Pundu, sebuah desa. Wah, hebat lah kita ini, kata Bunda,makan malam di Jakarta, makan pagi di Pesawat, makan siangnya di Pundu. Hahaha! Cara makan dengan gaya Traveller banget! Kemudian kami masuk lagi ke dalam bis untuk melanjutkan menikmati penderitaan perjalanan. Alhamdulillah 2 jam telah berlalu, bis kami sampai di SMAN-1 Sampit. Setelah menurunkan semua tas-tas dan koper-koper... Ah... lega rasanya. Pengalaman selama seminggu yang sangat mengesankan. Tapi.... jangan deh kalau diulangi lagi! Capek! Hahaha!

Chapter 11 Antiklimaks Setelah kami sampai di Sampit kami harus melaksanakan Ulangan Akhir Semester. Aih! Sayangnya kami datang bertepatan dengan hari selesai ulangan, jadi.. kami tidak sempat untuk bersama-sama melaksanakan ulangan. Saat kami ke akan ke Jakarta kami juga sudah membahas tentang ulangan ini, sampai-sampai kami membawa buku pelajaran, tapi... uhuk! Waktu di Jakarta juga nggak dibaca! Ya sudahlah, lalui saja ulangan ini. Ketika kami sampai di sekolah keesokan harinya kami segera dipanggil untuk berkumpul dan membahas bagaimana kami akan melaksanakan ulangan susulan. Karena kami mengulang semua mata pelajaran, dan tidak mungkin dong tata cara ulangan dibuat sama seperti yang normal, yaitu seminggu penuh dan beberapa mata pelajaran setiap hari? Jadi kami harus melaksanakan ulangan dari pagi sampai sore. Hasilnya kami harus mengikuti ulangan yang harusnya seminggu dipadatkan menjadi hanya tiga hari. Waah.. itu baru sekali saya mengikuti ulangan sampai seekstrim itu. Benar-benar seharian ulangan! Ehem, tapi ada asyiknya juga, kenapa? Pengawasan yang dilaksanakan jadinya agak berkurang, apalagi sore hari, jadi... bisa nyontek! Wahahaha! *** Oh ya, saat ada acara di sekolah, yel-yel kami ditampilkan lagi loh! Astaga.. dan Bunda mengatakan, Yel-yel ini lah yang ditampilkan di Jakarta dan mendapatkan nilai sempurna. Ihihi, dan itulah saat terakhir kami menyampaikan yel-yel kami. Dari latihan setiap hari, ditampilkan di Gedung Serbaguna waktu perpisahan kelas XII yang bikin malu, sampai akhirnya disini untuk terakhir kalinya. Waah... petualangan ini tidak bisa saya lupakan. Oh, satu lagi kesan, berkat ikut lomba ini baju saya jadi banyak! Hahaha!

Anda mungkin juga menyukai