Anda di halaman 1dari 44

1

I.

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga Nama Responden Alamat lengkap Bentuk Keluarga

: Tn. D : Sdr. F : Ds. Karang Tengah RT1 RW4 Kembaran : Extended family

Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No Nama 1 Ny. K

Status Nenek

L/P Usia Pendidikan P 60 SD

Pekerjaan Ibu Rumah tangga

Ket

2. 3

Tn. D Ny. S

KK (paman) Bibi

L P

45 27

SD 3 SMA

Buruh Pasir Karyawan Pabrik

Nn. Ku

Bibi

18

SMP

Karyawan Pabrik

Keponakan

21

SMA

Karyawan Pabrik

Responden

Keponakan, anak Ny. S

2,5

Tn. A

Suami Ny. S

28

SMP

Supir

Kesimpulan : Keluarga Sdr. F merupakan keluarga besar atau extended family.

II. STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang perempuan berusia 21 tahun yang menjalani pengobatan di Puskesmas 1 Sokaraja.

B. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis kelamin Status Agama Suku Kewarganegaraan Pekerjaan Pendidikan Penghasilan/bulan Alamat :F : 21 tahun : Perempuan : Belum menikah : Islam : Jawa : Indonesia : Karyawan Pabrik : SMA : Rp 750.000,00 : Desa Karang Tengah Rt 01 Rw 04 Kembaran Tanggal periksa A. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama : Panas : 1 November 2012

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Onset : 4 hari yang lalu sebelum masuk puskesmas Kuantitas Kualitas Faktor memperberat Yang memperingan Gejala penyerta : semakin lama semakin memberat : Mengganggu aktivitas : Jika beraktivitas : Obat-obatan dari dokter : mual, nyeri ulu hati, kembung, lemas, pusing, tidak nafsu makan

3. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal b. Riwayat penyakit jantung c. Riwayat diabetes mellitus d. Riwayat hipertensi e. Riwayat mondok : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

f. Riwayat alergi obat/makanan : telur g. Riwayat pengobatan h. Riwayat trauma 4. Riwayat Penyakit Keluarga a. Keluhan yang sama dengan anggota keluarga lain : disangkal 5. Riwayat Sosial dan Exposure a. Community : Rumah pasien berada di daerah pemukiman yang padat penduduk dengan jarak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya berdekatan. Pasien tinggal tidak bersama dengan kedua orang tuanya, melainkan dengan keluarga besarnya, yaitu nenek dari bapak, paman dari bapak, kedua bibi dari bapak, dan sepupunya. b. Home : Rumah keluarga Sdr. F terdiri dari 5 ruangan. Terdiri dari 3 kamar tidur berukuran 2 m x 2 m , 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga berukuran 4 m x 3 m, 1 dapur berukuran 5 m x 2 m. Sumber air diambil dari sumur yang terletak dibelakang rumah. Jarak septik tank dengan sumber air 5 m. Tidak semua ruangan terdapat ventilasi. Di ruang tamu terdapat 3 jendela , ruang keluarga terdapat 1 jendela, kamar tidur terdapat 1 ventilasi, dan dapur tidak terdapat ventilasi sehingga secara umum rumah ini belum dikatakan sehat. c. Hobby d. Occupational : Menonton tv : Karyawan pabrik : pengobatan sakit gigi : disangkal

e. Personal habit : Pasien memiliki kebiasaan makan makanan pedas dan asam serta jajan di pinggir jalan dan memanjangkan kuku. f. Diet g. Drug 6. Riwayat Gizi : Pasien dalam kesehariannya tinggal bersama keluarganya. Pasien makan sebanyak 2-3 kali sehari. Terkadang makan hasil masakan nenek atau membeli makan diluar. Menu makanan yang biasa dikonsumsi adalah nasi, lauk pauk seperti tahu, tempe, telur dan sayur-sayuran. 7. Riwayat Psikologi : Pasien termasuk orang agak pendiam. Pasien relatif lebih sering menyimpan masalahnya sendiri. Namun, untuk mengantisipasinya, pasien terkadang menceritakan masalah pribadinya teman dekatnya. 8. Riwayat Ekonomi : Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah ke bawah. Pekerjaan nenek sebagai ibu rumah tangga, pekerjaan pamannya sebagai buruh angkut pasir dan supir, pekerjaan bibinya sebagai karyawan pabrik sama seperti pasien. 9. Riwayat Demografi : Hubungan antara pasien dengan keluarganya dapat dikatakan kurang harmonis. Hal tersebut dapat terlihat dari kurang tebukanya pasien terhadap keluarganya. 10. Riwayat Sosial : Penyakit yang diderita pasien dirasakan mengganggu aktivitas karena pasien menjadi tidak bisa bekerja dan hanya ingin : Pasien suka makanan yang asam dan pedas : Obat dari dokter gigi

berbaring/istirahat. Pasien kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. 11. Review of System : a. Keluhan Utama b. Kulit c. Kepala : Pusing : Warna kuning langsat : Simetris, ukuran normal

d. Mata

: Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), (-) sklera ikterik (-/-), mata cekung

e. Hidung

Simetris,

nafas

cuping hidung (-),

discharge (-) f. Telinga g. Mulut : Pendengaran jelas, keluar cairan (-) : Bibir pucat (+), Sariawan (-), mulut kering (+), thypoid tongue (+) h. Tenggorokan i. Pernafasan j. Sistem Kardiovaskuler k. Sistem Gastrointestinal : sakit menelan (-) : sesak nafas (-), mengi (-), batuk (-) : nyeri dada (-) : mual (+), muntah (-), kembung (+), nyeri perut bagian atas (+), BAB (+) normal, nafsu makan menurun (+) l. Sistem Muskuloskeletal m. Sistem Genitourinaria n. Ekstremitas : lemas (+), : buang air kecil normal : Atas Bawah B. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Tampak lemah, kesadaran compos mentis, dan status gizi baik. 2. Tanda Vital a. Tekanan darah b. Nadi c. RR d. Suhu 3. Status gizi a. BB b. TB c. IMT Kesan status gizi 4. Kulit : 40 kg : 155 cm : 19,55 kg/m2 : baik : sianosis (-), turgor kulit kembali cepat (< 1 detik), : 120/80 mmHg : 78 x/menit, regular : 20 x /menit : 37O C : : bengkak (-), luka (-) bengkak (-), luka (-)

ikterus (-) Kepala 5. : bentuk kepala normal, pusing (+) Mata : edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera mata cekung (-/-) 6. 7. Hidung Telinga : bentuk normal, sekret (-/-) ikterik (-/-), air mata (-),

: napas cuping hidung (-), sekret (-/-)

Mulut : bibir pucat (+), mulut kering (+), thypoid tongue (+) 8. Tenggorokan : hiperemis (-) 9. Leher 10. Thoraks Cor Inspeksi : bentuk dada normal simetris, benjolan (-), jejas (-), lesi (-) Auskultasi : bunyi jantung normal (S1>S2), bising (-), denyut jantung reguler Palpasi Perkusi : nyeri tekan (-), thrill (-) : Batas atas kiri Batas atas kanan Batas bawah kiri : SIC II LMC sinsitra : SIC II LPS dextra : SIC V LMC sinistra : deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-) : bentuk simetris normal, benjolan (-), retraksi (-)

Batas bawah kanan : SIC IV LPS dextra Pulmo Inspeksi : : Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri, ketinggalan gerak tidak ada Perkusi Auskultasi : Sonor kedua lapang paru : Suara dasar: vesikuler kanan dan kiri Suara tambahan tidak didapatkan 11. Punggung 12. Abdomen Inspeksi : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-) : : Perut datar, simetris, venektasi tidak ada, sikatrik retraksi tidak ada, ketinggalan gerak

tidak ada, tidak tampak massa. Auskultasi Palpasi : Terdengar suara bising usus normal : hepar dan lien tidak teraba, defans muskular tidak ada, tidak teraba massa, ballotemen tidak ada, buli-buli tidak teraba, nyeri tekan

epigastrium (+). Perkusi 13. Genitalia 14. Anorektal 15. Ekstremitas Superior Inferior : timpani, nyeri ketok costovertebra (-) : tidak dilakukan : tidak dilakukan : : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-) : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)

16. Pemeriksaan Neurologik Fungsi Luhur Fungsi Vegetatif Fungsi Sensorik Fungsi motorik K 5555 5555 5555 5555 : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : T N N N N RF + + + + RP -

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG Uji Widal : S. typhi O S. typhi H 1/160 1/160

Disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang: Laboratorium (darah lengkap) seperti Hb, Leukosit, Trombosit; kultur darah pada minggu pertama, feses pada minggu kedua, atau urin pada minggu ketiga, pemeriksaan darah tepi tebal maupun tipis.

D. RESUME Penderita F usia 21 tahun datang ke Puskesmas 1 Sokaraja dengan

keluhan panas sudah 4 hari sebelum masuk puskesmas dan disertai mual, pusing, lemas, nyeri ulu hati, tidak nafsu makan, dan perut kembung. Awalnya demam hanya gelemeng tetapi lama kelamaan semakin memberat dan dirasakan terutama pada sore sampai malam hari. Sehari sebelum masuk puskesmas, pasien pingsan sepulang dari kerja. Pasien merasakan keluhan setelah mengkonsumsi makanan pedas. Pasien tinggal dalam satu rumah bersama nenek, paman, kedua bibi, dan sepupunya. Diagnosis pasien adalah demam tifoid. Kondisi psikologi keluarga kurang baik. Status ekonomi pasien termasuk kelas menengah ke bawah. Pasien juga mempunyai kebiasaan makan makanan pedas dan asam serta senang memanjangkan kuku. Rumah pasien kurang memenuhi kriteria rumah sehat, seperti jarak septic tank dengan sumber air minum hanya 5 m, ventilasi kurang, pencahayaan kurang.

E. DIAGNOSTIK HOLISTIK 1. Aspek Personal Pasien mengeluh panas yang hilang timbul dan sudah berlangsung selama 4 hari. Idea : pasien berpendapat bahwa penyakit yang dialaminya dapat segera disembuhkan. Concern : pasien mengaku merasa lemas dan pusing dan hanya mampu berbaring/istirahat, sehingga tidak bisa beraktivitas (produktivitas menurun). Expectacy : pasien mempunyai harapan segera sembuh dari

penyakitnya. Anxiety : Pasien takut akan kondisi kesehatannya. Kedaan ini sangat mengganggu aktivitas sehari-hari terutama dalam

pekerjannya di pabrik.

2. Aspek Klinis Diagnosis : Suspek demam tifoid

Diff diagnosis : dengue fever, Infeki Saluran Kemih Gejala klinis : demam, mual, perut sakit dan kembung, pusing, lemas,

nafsu makan menurun

3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu a. Kebiasaan pasien senang makan makanan yang pedas dan asam serta jajan di pinggir jalan. b. Kebiasaan pasien yang senang memanjangkan kuku menjadi tempat berkembangnya mikroorganisme.

4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu a. Sumber air yang digunakan di rumah pasien berdekatan dengan septik tank, yaitu 5 meter. b. Pendidikan anggota keluarga lain tergolong rendah, yaitu SD dan SMP. c. Alat memasak di rumah masih menggunakan tungku kayu bakar.

5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial Skala fungsi Sdr. F

Berdasarkan kasus, skala fungsional Sdr. F adalah skala 2. Kemampuan dalam Skala Fungsional Akltivitas Menjalankan Fungsi menjalani kehidupan untuk tidak tergantung pada orang lain Skala 1 Mampu melakukan pekerjaan Perawatan diri, bekerja seperti sebelum sakit (tidak di dalam dan di luar ada kesulitan) Skala 2 rumah (mandiri) mengurangi kerja

Mampu melakukan pekerjaan Mulai ringan sehari-hari di dalam aktivitas

dan di luar rumah (sedikit (pekerjaan kantor) kesulitan) Skala 3 Mampu melakuka perawatan Perawatan diri masih diri, tetapi mampu melakukan bisa dilakukan, hanya

10

pekerjaan ringan (beberapa mampu kesulitan) Skala 4 Dalam keadaan kerja ringan tertentu, Tidak

melakukan

melakukan kerja, pada

masih mampu merawat diri, aktivitas namun sebagian besar tergantung

pekerjaan hanya duduk dan keluangan berbaring (banyak kesulitan) Skala 5 Perwatan diri dilakukan orang Tergantung lain, tidak mampu berbuat pelaku rawat apa-apa, berbaring pasif pada

F. PENATALAKSANAAN 1. Personal Care a. Initial Plan Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium (darah lengkap) seperti

hemoglobin yang biasanya didapatkan hasil normal atau menurun jika ada penyulit, leukosit biasanya leukopeni tetapi tidak menutup kemungkinan normal atau bahkan meningkat, trombosit dapat noemal atau menurun, LED meningkat, hitung jenis leukosit biasanya didapatkan hasil neutropenia dengan limfositosis relatif, kultur bakteriologis darah pada minggu pertama, feses pada minggu kedua, dan urin pada minggu ketiga; kimia klinik seperti fungsi enzim hati (AST dan ALT) dimana biasanya terjadi peningkatan, tes

immunoglobulin seperti PCR dan ELISA. b. Medikamentosa 1) Infus RL 250 cc 2) Tiamfenikol 3x1 3) Paracetamol 3x1 4) Antacyd syrup 3x2 cth

c. Non-medikamentosa 1) Istirahat total

11

2) Konsumsi makanan rendah serat 3) Kurangi aktifitas fisik yang berat. 4) Diet bubur halus 5) Jaga higeinitas 6) Jaga daya tahan tubuh. d. KIE (Konseling, Informasi, dan Edukasi) 1) Memberikan informasi mengenai penyakit demam tifoid, mulai dari definisi, penyebab, faktor risiko, patofisiologi,

penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis. 2) Memberikan langkah-langkah dalam mencegah terjadinya demam tifoid.

2. Family Care a. Memberikan edukasi pada keluarga untuk ikut mendukung dalam kontrol dan pengobatan pasien. b. Adanya dukungan moral dari keluarga dalam pengendalian penyakit pasien, terutama dukungan moral.

3. Local Community Care Memberikan edukasi mengenai penyakit demam tifoid dan cara mengatasi/mencegahnya kepada masyarakat sekitar.

G. FOLLOW UP Kamis, 1 November 2012 S : panas, mual, nyeri ulu hati, perut kembung dan sakit, badan terasa lemas, serta tidak nafsu makan O : Keadaan umum tampak lemah, mata cekung (-), air mata (+), mulut kering (+), tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan epigastrium (+), lidah kotor (+) VS : Tensi Nadi : 120/80 mmHg : 78 x/mnt RR : 20 x/mnt, reguler

Suhu : 37 C

A : Suspek Demam Tifoid

12

P : IVFD RL 20 tetes per menit Tiamfenikol 500 mg 3x1 Paracetamol 500 mg 3x1 Antacyd syrup 3x2 cth Jumat, 2 November 2012 S : pusing, lemas, dan perut masih sakit, sudah tidak mual, sudah tidak demam O : Keadaan umum tampak lemah, mata cekung (-), air mata (+), mulut kering, tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan epigastrium (+). VS : Tensi : 100/70 mmHg Nadi : 88 x/mnt A : Suspek Demam Tifoid P : Habiskan obat yang diberikan, hindari telat makan dan makanan yang dapat memicu seperti makanan pedas dan asam, penderita dianjurkan istirahat cukup. RR : 16 x/mnt, reguler

Suhu : 36 C

Sabtu, 3 November 2012 S : pusing saat berjalan, lemas, sudah tidak mual, demam, dan sakit perut O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut kering, tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan epigastrium (+). VS : Tensi : 100/90 mmHg Nadi : 74 x/mnt A : Suspek Demam Tifoid P : Habiskan obat yang diberikan, hindari telat makan dan makanan yang dapat memicu seperti makanan pedas dan asam, penderita dianjurkan istirahat cukup. RR : 16 x/mnt, reguler

Suhu : 36 C

Kesimpulan :

13

Dari follow up yang telah dilakukan pada 1 November 2012, 2 November 2012, dan 3 November 2012 dapat disimpulkan pasien mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik dan keluhan juga sudah berkurang. H. FLOW SHEET Nama : Sdr. F

Diagnosis : Suspek Demam Tifoid Flow Sheet No 1. 5 November 2012 Tgl Problem Sakit perut dan lemas T mmHg 110/60 N x/1 74x/m R x/1 Planning Target Rasa mual hilang

20x/m 1. Tiamfenikol 500 mg 3x1 2. Paracetamol 500 mg 3x1 3. Antacyd syrup 3x2 cth

11 November 2012

Sudah tidak ada keluhan

110/70

80x/m

20x/m -

Sembuh

III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

14

A. FUNGSI HOLISTIK 1. Fungsi Biologis Keluarga terdiri dari penderita (Sdr. F, 21 tahun), nenek (Ny. K, 60 tahun), paman dari bapak (Tn. D, 45 tahun), bibi dari bapak (Ny.S, 27 tahun), bibi dari bapak (Nn. Ku, 18 tahun), Sdr L yang merupakan anak dari Ny. S (2,5 tahun), dan paman ipar suami dari Ny. S (Tn. A, 28 tahun). Keluarga termasuk keluarga besar (extended family) dimana Tn. D sebagai kepala keluarga. Kedua orang tua Sdr. F tinggal di Banjarnegara bersama adiknya. Sdr. F tinggal bersama neneknya sejak selesai sekolah. Keluarga Sdr. F merupakan keluarga yang cukup mengerti tentang kesehatan. Saat Sdr. F atau anggota keluarga mengalami sakit, pasien langsung memeriksakan keadaannya ke dokter atau ke Puskesmas.

2. Fungsi Psikologis Hubungan pasien dan keluarga secara umum terjalin cukup baik, hanya saja kepribadian pasien yang tertutup dan pendiam sehingga jika ada permasalahan jarang menceritakan kepada keluarganya, tetapi kepada teman terdekatnya. Pasien dan anggota keluarga lainnya jarang bertemu karena sibuk bekerja sampai malam, hanya pada hari minggu semuanya dapat berkumpul.

3. Fungsi Sosial Sdr. F kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena kesibukannya dalam bekerja, Sdr. F jarang mengikuti perkumpulan dengan tetangga atau berorganisasi di lingkungan sekitarnya.

4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan Tn. D yaitu sekitar Rp 500.000,00 sebulan. Penghasilan ini tidak stabil dan dirasa masih kurang mencukupi untuk keperluan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, pasien berseta anggota keluarga lainnya ikut membantu keuangan keluarga.. Biaya

15

pengobatan pasien dan keluarga di Puskesmas menggunakan biaya umum karena tidak memiliki kartu Jamkesmas. Kesimpulan : Sdr. F merupakan seorang karyawan pabrik yang bekerja dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam setiap hari senin sampai sabtu. Sdr. F tinggal bersama neneknya sejak 2 tahun terakhir, setelah lulus dari sekolah. Hubungan kekeluargaan cukup baik tetapi Sdr. F kurang terbuka kepada keluarga jika mempunyai masalah. Sdr. F berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Penghasilan kepala keluarga dirasakan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE) Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0. A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik. ADAPTATION Dalam menghadapi masalah selama ini penderita selalu jarang menceritakannya kepada keluarga. Jika penderita menghadapi suatu masalah selalu menceritakan kepada teman dekatnya.

PARTNERSHIP Komunikasi terjalin satu sama lain, meskipun waktu kebersamaan dirasa singkat. Namun, pada hari minggu keluarga semuanya berkumpul.

GROWTH Pasien merasa bersyukur masih dapat mengurusi kebutuhan rumah tangganya.

AFFECTION

16

Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan nenek, paman, bibi, dan sepupunya berjalan dengan baik dan harmonis.

RESOLVE Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga besar maupun dari saudara-saudara.

Nilai APGAR dari pasien A.P.G.A.R Sdr.F Terhadap Keluarga A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi Hampir Kadang- Hampir tidak selalu kadang pernah

masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih

sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin = 7 A.P.G.A.R Ny. K Terhadap Keluarga Hampir Kadang- Hampir tidak selalu kadang pernah

17

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi

masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih

sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total Poin =9

A.P.G.A.R Tn. D Terhadap Keluarga A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi

Hampir Kadang- Hampir tidak selalu kadang pernah

masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan

18

kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih

sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total Poin= 6

A.P.G.A.R Ny. S Terhadap Keluarga A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi

Hampir Kadang- Hampir tidak selalu kadang pernah

masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih

sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu

19

bersama-sama Total poin= 9

A.P.G.A.R Nn. Ku Terhadap Keluarga A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi

Hampir Kadang- Hampir tidak selalu kadang pernah

masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih

sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin= 7

A.P.G.A.R Tn. A Terhadap Keluarga A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga

Hampir Kadang- Hampir tidak selalu kadang pernah

20

saya

membahas

dan

membagi

masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih

sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin= 6 A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (7+9+6+9+7+6)/6 = 7,3 Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien sedang Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 44, sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 7,3. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien dalam keadaan sedang.

C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M) Fungsi patologis dari keluarga Sdr. F dinilai dengan menggunakan S.C.R.E.E.M sebagai berikut :

Nilai SCREEM dari keluarga pasien

SUMBER

PATOLOGI

KET

21

Social

Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara, partisipasi mereka dalam kegiatan kemasyarakatan kurang aktif.

Cultural

Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti.

Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan. Religion Pemahaman agama cukup. Penerapan ajaran juga baik, hal ini dapat dilihat dari penderita dan keluarga yang rutin menjalankan sholat lima waktu. Economic Ekonomi keluarga ini tergolong rendah, pendapatan hanya cukup untuk memenuhi keburuhan primer kebutuhan sekunder masih belum bisa terpenuhi. Education Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Pendidikan dan pengetahuan penderita kurang. Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas pendidikan seperti buku dan koran terbatas. Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan Medical pelayanan puskesmas dan tidak menggunakan kartu + + -

Jamkesmas/ASKIN untuk berobat.

Keterangan : a) Social (+) artinya keluarga Sdr. F belum berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. b) Cultural (-) artinya keluarga Sdr. F masih aktif dalam pergaulan seharihari. Keluarga Sdr. F masih menganut tradisi jawa, hal ini terbukti keluarga Sdr. F masih menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan. c) Religion (-) artinya keluarga Sdr. F sudah memiliki pemahaman agama yang cukup, hal tersebut dapat dilihat dari pemeliharaan shalat 5 waktu. d) Economic (+) artinya ekonomi keluarga pasien masih tergolong

22

rendah, namun untuk memenuhi kebutuhan primer sudah bisa tercukupi. e) Education (+) artinya keluarga Sdr. F kurang memiliki pengetahuan yang cukup, khususnya mengenai permsalahan kesehatan dan pentingnya pendidikan. f) Medical (-) artinya dalam mencari pelayanan kesehatan pasien sudah baik, yaitu dengan langsung mengunjungi Puskesmas terdekat, tidak berobat ke dukun atau yang semisalnya. Kesimpulan : Dalam keluarga Sdr. F fungsi patologis yang positif adalah Fungsi Sosial, Fungsi Ekonomi, dan Fungsi Edukasi.

D. GENOGRAM Alamat : Karang Tengah RT/RW : 01/04 Kec : Kembaran Kab : Banyumas Prop : Jawa Tengah Bentuk Keluarga : Extended Family

Genogram Keluarga Sdr. F

Ny.S

Nn. Ku

23

Keterangan : : Pasien

: Laki-laki

: Perempuan

: Tinggal dalam satu rumah

E. POLA INTERAKSI KELUARGA Pola Interaksi Keluarga Sdr. F

24

Ny. K 60 tahun

Tn. D 45 tahun Sdr F 21 tahun Nn. Ku 18 tahun

Sdr L 2,5 tahun

Ny S 27 tahun

Tn A 28 tahun

Sumber : Data Primer, 5 November 2012 Keterangan : hubungan baik

Kesimpulan : Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Sdr. F dinilai cukup harmonis dan saling mendukung.

25

IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga 1. Faktor Perilaku Pasien mulai menderita demam 4 hari sebelum masuk Puskesmas. Saat ini, dikeluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama. Pasien tinggal di daerah pedesaan dengan kepadatan penduduk yang padat. Rumah pasien memiliki jamban sendiri hanya jarak antara septic tank dengan sumber air berjarak 5 meter. Pasien mempunyai kebiasaan makan makanan pedas dan asam, serta senang memanjangkan kuku. Makanan yang dikonsumsi setiap harinya terkadang membeli di depan tempat kerjanya yang berada di pinggir jalan tanpa memperhatikan kebersihan makanan tersebut. Sebelum demam, pasien mengkonsumsi makanan pedas. Perilaku di dalam keluarga ini sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat pendidikan pada anggota keluarga, terutama perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Keluarga ini menyadari arti penting kesehatan, namun belum memiliki standar hidup sehat. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan ekonomi pasien dan keluarga, serta pengetahuan yang ala kadarnya di bidang kesehatan. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan berkurang. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kebiasaan telat makan. Pasien juga memiliki sifat tertutup dan cenderung menyimpan masalahnya sendiri atau bercerita kepada temannya.

2. Faktor Non Perilaku Dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga ekonomi bawah. Kebutuhan ekonomi keluarga sehari-hari dipenuhi oleh Tn. D selaku kepala keluarga yang bekerja sebagai buruh angkut pasir tetapi karena dirasakan kurang maka anggota keluarga lain pun membantu untuk

26

memenuhi kebutuhan . Rumah pasien berada di daerah pegunungan. Rumah yang dihuni keluarga ini tidak termasuk rumah sehat dikarenakan sirkulasi udara kurang yang menyebabkan udara di dalam rumah lembab. Jarak septic tank dengan sumber air tidak memenuhi kriteria sehat, yaitu 5 meter. Kemudian, dapur di rumah pasien menggunakan tungku kayu bakar tanpa cerobong asap. Selain itu jarak antara rumah pasien dengan pelayanan kesehatan terdekat cukup jauh. Waktu yang ditempuh untuk ke Puskesmas sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Anggota keluarga dalam satu rumah termasuk pada pendidikan rendah yaitu SD-SMP. Hal ini menyebabkan pengetahuan dan kesadaran dari keluarga pasien mengenai kesehatan menjadi kurang. Orang tua pasien tidak mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien dan apa yang harus dilakukan pada saat pasien sakit.

27

Faktor Perilaku dan Non Perilaku

Pengetahuan : Keluarga kurang mengetahui penyakit penderita

Lingkungan:
Lingkungan rumah lembab, sumber air dekat dengan septic tank

Sikap: Kesadaran pasien akan kesehatan kurang

Pelayanan Kesehatan:
Keluarga Sdr. F Jika sakit berobat ke dokter dan puskesmas tetapi jarak pelayanan kesehatan dengan rumah cukup jauh

Tindakan: Kebiasaan pasien yang senang memanjangkan kuku serta makan makanan pedas dan asam serta tidak memperhatikan kebersihan makanan tersebut

Komunikasi: Pasien adalah anak yang tertutup. Pasien jarang bercerita mengenai masalahnya kepada keluarga

: Faktor Perilaku

: Faktor Non Perilaku

28

B. Identifikasi Lingkungan Rumah 1. Gambaran Lingkungan Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 7x5 m2. Rumah pasien dekat dengan rumah tetangganya. Memiliki pekarangan rumah. Rumah ini mempunyai 1 lantai dan terdiri dari ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur tempat makan. Atap rumah memakai bambu dan bagian dalam. Jendela rumah ditutup dengan kaca dan menggunakan gorden. 2. Denah Rumah
wc Tempat makan Kolam ikan dapur Kamar 3 Ruang keluarga+tv Kamar 2 sumur

Ruang tamu

Kamar 1 Septic tank

PEKARANGAN PEKARANGAN

29

V. DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA

A. Masalah medis : Suspek Demam Tifoid B. Masalah non medis : 1. Sdr. F dan keluarga kurang pengetahuan mengenai penyakit demam tifoid. 2. Kondisi rumah Sdr. F ventilasi dan sirkulasi, dapur masih menggunakan tungku dan jarak sumber air dengan septic tank berdekatan yaitu 5 meter. 3. Pasien memiliki sifat cenderung pendiam dan menyimpan masalahnya sendiri. 4. Masalah kehidupan terutama ekonomi rumah tangga (ekonomi menengah ke bawah). 5. Rumah pasien jauh dari tempat pelayanan kesehatan. 6. Kebiasaan pasien yang senang dengan makanan pedas dan asa serta senang memanjangkan kuku yang menjadi tempat berkembangbiaknya kuman. C. Diagram Permasalahan Pasien (Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-faktor risiko yang ada dalam kehidupan pasien).

Diagram Permasalahan Pasien

Rumah tidak memenuhi kriteria sehat

Keluarga Sdr. F kurang mengerti akan penyakit demam tifoid

Sdr. F 21 tahun dengan suspek demam tifoid

Rumah Sdr. F jauh dari tempat pelayanan kesehatan

Ekonomi keluarga menengah ke bawah Kebiasaan makan makanan pedas dan asam serta memanjangkan kuku Sdr. F cenderung pendiam dan tertutup

30

D. Matrikulasi Masalah Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul, 1996). Matrikulasi Masalah No. Daftar Masalah I T R Jumlah IxTxR P 1. Sdr. F dan keluarga kurang pengetahuan mengenai 3 S 3 SB 4 5 Mn 5 Mo 4 Ma 3 600

penyakit demam tifoid. 2. Rumah tidak memenuhi kriteria sehat 3. Pasien cenderung tertutup 4. Ekonomi (ekonomi bawah). 5 Kebiasaan makan makanan pedas dan asam serta 4 5 3 5 3 3 4 600 rumah tangga ke 2 2 3 3 3 4 3 210 memiliki pendiam sifat dan 2 2 3 2 3 3 2 116 4 4 4 3 2 1 3 216

menengah

memanjangkan kuku

Rumah jauh dari tempat pelayanan kesehatan

252

Keterangan : I : Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah) S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah) SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah) T : Technology (teknologi yang tersedia) R : Resources (sumber daya yang tersedia)

31

Mn : Man (tenaga yang tersedia) Mo : Money (sarana yang tersedia) Ma : Material (pentingnya masalah)

Kriteria penilaian : 1 2 3 4 5 : tidak penting : agak penting : cukup penting : penting : sangat penting

E. Prioritas Masalah Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Sdr. F adalah sebagai berikut : a. Sdr. F dan keluarga kurang pengetahuan mengenai penyakit demam tifoid. b. Kebiasaan makan makanan pedas dan asam serta memanjangkan kuku c. Rumah jauh dari tempat pelayanan kesehatan d. Rumah tidak memenuhi kriteria sehat e. Ekonomi rumah tangga (ekonomi menengah ke bawah). f. Pasien memiliki sifat cenderung pendiam dan tertutup Kesimpulan : Prioritas masalah yang diambil adalah Sdr. F dan keluarga mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai penyakit demam tifoid.

F. Rencana Pembinaan Keluarga 1. Tujuan Tujuan Umum Setelah diberikan konseling diharapkan keluarga dan penderita lebih memahami mengenai pengetahuan keluarga mengenai demam tifoid. Tujuan Khusus : Setelah diberikan konseling diharapkan keluarga dan penderita dapat: a. Mengetahui tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, kegunaan dan efek samping obat, dan cara mencegah penyakit demam tifoid.

32

b. Mengetahui tentang pentingnya peran keluarga dalam perjalanan penyakit demam tifoid dan cara pola hidup sehat. c. Mengetahui cara perawatan pasien dengan penyakit demam tifoid. Materi Materi yang diberikan kepada pasien dan keluarga berupa pengetahuan mengenai demam tifoid dalam bentuk diskusi dan edukasi mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala, kegunaan dan efek samping obat, dan cara mencegah penyakit demam tifoid . Sasaran dari pembinaan ini adalah pasien dan keluarganya. 2. Cara Pembinaan Pembinaan dilakukan di rumah pasien pada tanggal 11 November 2012. Pembinaan dilakukan dengan cara diskusi dan memberikan edukasi pada pasien dan keluarga, dalam suatu pembicaraan santai sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima. 3. Sasaran Individu Sasaran dari pembinaan keluarga ini adalah pasien dan keluarganya. 4. Target Waktu 1. Hari Tanggal 2. Tempat 3. Waktu 5. Cara Evaluasi Evaluasi dengan melakukan sesi tanya jawab dengan pasien dan keluarga. : Minggu : 11 November 2012 : Desa Karang Tengah RT1 RW4 Kembaran : 13:00 WIB

33

VI. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikrobiologi Salmonella Typhi Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain (Cleary, 2008). Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering, dan bahan tinja (Cleary, 2008). Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas (Rampengan dan Laurent, 1993). 1. Antigen O Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100C selama 25 jam, alkohol dan asam yang encer (Rampengan dan Laurent, 1993). 2. Antigen H Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60C dan pada pemberian alkohol atau asam (Rampengan dan Laurent, 1993).

34

B. Patofisiologi Demam Tifoid HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk ke dalam usus penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp (Sudoyo dkk, 2006). Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang (Sudoyo dkk, 2006). Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai membran serosa (Sudoyo dkk, 2006).

35

Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi (Sudoyo dkk, 2006). Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut (Sudoyo dkk, 2006). Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid (Sudoyo dkk, 2006). C. Gejala Klinis Demam Tifoid Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah mortalitas (kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan dewasa. Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar dengan gejala klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam tifoid pada anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai gejala klinis ringan ataupun tanpa gejala (asimptomatik) (Rampengan dan Laurent, 1993). Masa inkubasi rata-rata bervariasi 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum atau status gizi serta status imunologis pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini bervariasi namun secara garis besar dapat dikelompokan, antara lain (Rampengan dan Laurent, 1993):

36

Demam satu minggu atau lebih; Gangguan pencernaan; dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut

pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, demam tifoid, dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu kedua maka gejala dan tanda klinis makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai dengan yang berat (Rampengan dan Laurent, 1993; 1997). Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39-41C) serta dapat juga bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid kongenital (Rampengan dan Laurent, 1997). Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem (Rampengan dan Laurent, 1993). Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4 cm, berwarna merah pucat, serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandug kuman salmonella dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan kadang-kadang daerah pantat maupun bagian flexor lengan atas (Darmowandowo, 2002). Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria. Pembesaran limpa pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih lunak (Darmowandowo, 2002). D. Penegakan Diagnosis Demam Tifoid Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan

37

Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit (Risky dan Ismoedijanto, 2008). 1. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah

(leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia) (Risky dan Ismoedijanto, 2008). 2. Urinalisis Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit (Risky dan Ismoedijanto, 2008). 3. Kimia Klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut (Risky dan Ismoedijanto, 2008). 4. Imunorologi Tes Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di dalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin (Puspa dkk, 2005). Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi,

38

reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain (Puspa dkk, 2005). Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya (Puspa dkk, 2005). Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid atau Paratyphoid dinyatakan apabila lgM positif menandakan infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernah kontak atau pernah terinfeksi atau reinfeksi atau daerah endemik (Puspa dkk, 2005). 5. Mikrobiologi Kultur (Gall culture/ Biakan empedu) Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid atau Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan

39

darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi (Risky dan Ismoedijanto, 2008). Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin dan tinja (Risky dan Ismoedijanto, 2008). 6. Biologi molekular PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi (Risky dan Ismoedijanto, 2008). E. Diagnosis Banding 1. Dengue Fever Dengue fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trobositopenia, dan diuresis hemoragi (Sudoyo dkk, 2006). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti dengan fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika mendapat pengobatan tidak adekuat (Sudoyo dkk, 2006). F. Upaya Pencegahan Demam Tifoid Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang

40

masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan (Rampengan dan Laurent, 1993). Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanya direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium (Rampengan dan Laurent, 1993). Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum berpergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang resiko tinggi (Rampengan dan Laurent, 1993). Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurangkurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orangorang yang masih memiliki resiko terjangkit (Rampengan dan Laurent, 1993). Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi,

41

diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik. Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi) (Rampengan dan Laurent, 1993). G. Managemen Penatalaksanaan Demam Tifoid 1. Pengobatan kausal a. kloramfenikol/ tiamfenikol 100 mg/ kgBB/ hari dibagi 3-4 dosis selama 10 hari b. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari aau sulfameoksasol 40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari c. amoksisilin 100mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 14-21 hari d. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari e. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari selama 10 hari 2. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi 3. Pengobatan suportif : roboronsia 4. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair mudah dicerna tinggi kalori dan protein 5. Tirah baring bila perlu isolasi penderita

42

6. Pada kasus berat deksametason 1-3 mg/kgBB/ hari dengan antibiotik yang sesuai 7. Transfusi darah sesuai keperluan (Sudoyo dkk, 2006).

43

VII. PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Aspek Personal Pasien mengeluh panas yang hilang timbul dan sudah berlangsung selama 4 hari. Idea : pasien berpendapat bahwa penyakit yang dialaminya dapat segera disembuhkan. Concern : pasien mengaku merasa lemas dan pusing dan hanya mampu berbaring/istirahat, sehingga tidak bisa beraktivitas (produktivitas menurun). Expectacy : pasien mempunyai harapan segera sembuh dari penyakitnya. Anxiety : Pasien takut akan kondisi kesehatannya. Kedaan ini sangat mengganggu aktivitas sehari-hari terutama dalam pekerjannya di pabrik. 2. Aspek Klinis Diagnosis Diff diagnosis Gejala klinis : Demam tifoid : dengue fever, Infeki Saluran Kemih : demam, mual, perut sakit dan kembung, pusing, lemas, nafsu makan menurun 3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu a. Kebiasaan pasien senang makan makanan yang pedas dan asam serta jajan di pinggir jalan. b. Kebiasaan pasien yang senang memanjangkan kuku menjadi tempat berkembangnya mikroorganisme. 4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu a. Sumber air yang digunakan di rumah pasien berdekatan dengan septik tank, yaitu 5 meter. b. Pendidikan anggota keluarga lain tergolong rendah, yaitu SD dan SMP. c. Alat memasak di rumah masih menggunakan tungku kayu bakar.

44

B. Saran 1. Promotif : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit demam tifoid. 2. Preventif : meningkatkan higienitas makanan dan sanitasi lingkungan sekitar 3. Kuratif : pasien minum obat dengan teratur. 4. Rehabilitatif : Penyesuaian aktivitas sehari-hari serta dukungan keluarga dalam proses kesembuhan pasien.

Anda mungkin juga menyukai