Anda di halaman 1dari 13

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

ANALISIS LESITIN (FOSFATIDIL KOLIN) DARI ES KRIM MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) Oleh : Yoga Kevan Rahmat, NIM : 31109071, Farmasi STIKes BTH Tasikmalaya

1. Pendahuluan Industri pangan atau bahan pangan saat ini berkembang semakin pesat, terbukti dengan banyaknya berbagai macam produk pangan yang banyak beredar di Indonesia baik itu produksi dalam negeri maupun produksi import. Berbeda dengan beberapa puluh tahun yang lalu dunia industri pangan tidak tumbuh pesat seperti saat ini, hal tersebut didukung pula dengan teknologi yang canggih dan modern. Tidak sedikit makanan atau minuman yang beredar di Indonesia mempunyai kualitas yang baik. Banyak para produsen pangan yang sengaja menambahkan bahan pendukung lain seperti pengawet, pemanis, pewarna, emulsifier, bahan bahan-bahan kimia yang dianggap dapat membayakan kesehatan disinyalir ditambahkan ke dalam makanan dan minuman oleh para produsen pangan untuk menambah cita rasa dan nilai estetika dari pangan itu sendiri. Penggunaan bahan tambahan tersebut sering melebihi batas atau persyaratan yang ditentukan oleh badan POM atau Departemen Kesehatan., bahkan terdapat zat yang dilarang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan atau minuman, seperti contohnya pewarna tekstil dan pengawet yang dapat membahayakan
1

kesehatan yang dapat terakumulasi di dalam tubuh. Makanan dan minuman yang beredar di masyarakat sering kali dijadikan sebuah penelitian untuk mengetahui apakah komponen yang terkandung di dalamnya terdapat bahanbahan yang dilarang atau bahan yang diperbolehkan tetapi melalui batas yang ditentukan atau tidak. Salah satu contoh bahan tambahan pangan yang sangat banyak beredar di masyarakat yaitu Lesitin. Lesitin berguna sebagai emulsifer yang berasal dari nabati maupun hewani. Lesitin atau fosfatidil kolin adalah jenis lipida kompleks yang termasuk fosfolipida. Lesitin merupakan bahan kimia yang mampu membuat campuran air dan minyak bercampur merata dalam jangka waktu lama. Sumber lesitin yang berasal dari nabati biasanya menggunakan kedelai atau sering disebut Soya Lecithin, untuk mendapatkan lesitin dari sumber nabati memerlukan biaya yang cukup mahal dan cukup sulit. Banyak produsen pangan yang menambahkan lesitin bersumber dari hewani, biasanya para produsen pangan tersebut memilih lesitin dengan harga yang relatif murah dan kualitasnya lebih baik seperti lesitin yang berasal dari babi. Adapula lesitin dari nabati yang dibuat turunanturunannya menggunakan proses

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

enzimatis dengan enzim fosfolipase A yang berasal dari pankreas babi agar lebih memantapkan lesitin nabati tersebut. Makanan atau minuman yang ditambahkan lesitin babi dapat menambah cita rasa lebih baik daripada lesitin kedelai, seperti menjadikan makanan atau minuman tersebut gurih, nikmat dan bertekstur lembut atau lunak. Penggunaan lesitin biasanya terdapat pada cokelat, es krim, permen, dll. Penggunaan lesitin tidak terlalu membahayakan bagi kesehatan, hanya saja perlu diwaspadai saat ini banyak makanan atau minuman yang ditambahkan dengan lesitin babi. Jika dipandang dari sudut agama, sangat jelas penggunaan lesitin babi ini melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh agama yaitu mengkonsumsi pangan yang mengandung komponen babi dan dapat disimpulkan makanan tersebut haram. Tidak begitu sulit untuk mengetahui makanan atau minuman yang mengandung lesitin babi. Terdapat cara yang dapat digunakan tetapi memerlukan biaya yang cukup mahal, yaitu dengan menggunakan analisis PCR. Analisis ini cukup efektif dalam mendeteksi kandungan babi dalam suatu bahan pangan. Hampir dapat dipastikan apabila suatu bahan makanan mengandung babi, maka tidak akan dapat lolos karena yang dideteksi adalah DNA babi. Jika dilakukan penentuan kadar lesitin saja dapat

menggunakan metode Cair Kinerja Tinggi.

Kromatografi

2. Dasar Teori 2.1 Lesitin Emulsifier merupakan bahan yang diguna-kan untuk menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa yang dalam keadaan normal tidak saling ber-campur, sehingga keduanya dapat teremulsi. Secara struktural, emulsifier adalah molekul amfifilik, yaitu memiliki gugus hidrofilik maupun lipofilik atau gugus yang suka air dan suka lemak dalam satu molekul. Gugus non polar emulsifier akan mengikat minyak (partikel minyak dikelilingi) sedangkan air akan terikat kuat oleh gugus polar pengemulsi tersebut. Bagian polar kemudian akan terionisasi menjadi bermuatan negatif, hal ini menyebabkan minyak juga menjadi bermuatan negatif. Partikel minyak kemudian akan tolak-menolak sehingga dua zat yang pada awalnya tidak dapat larut tersebut kemudian menjadi stabil. Penggunaan emulsifier pada produk pangan maupun non pangan telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini. Aplikasinya yang pertama adalah pada margarin untuk menstabilkan emulsi air dalam minyak sebagai pengganti mentega pada tahun 1889 (Hassenhuettl, 1997). Sifat dari emulsi tersebut banyak digunakan dalam pengolahan pangan. Sebagaimana kita ketahui banyak bahan pangan mengandung air dan atau dalam pengolahannya
2

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

menggunakan air. Salah satu contoh emulsifier yang sering digunakan adalah lesitin. Lesitin dapat bersumber dari telur maupun kedelai. Lesitin mempunyai struktur seperti lemak tetapi mengandung asam fosfat, gugus polar dan gugus non polar. Gugus polar yang terdapat pada ester, fosfatnya bersifat hidrofilik (cenderung larut air), sedang gugus non polar yang terdapat pada ester asam lemaknya bersifat lifofilik (cenderung larut dalam lemak). Lesitin merupakan salah satu emulsifier yang berperan secara aktif menurunkan tegangan permukaan dalam pembuatan emulsi. Lesitin kasar biasanya diperoleh dari kedelai dan kuning telur. Lesitin ini merupakan campuran dari lipida (fosfolipida) dengan fosfatidilkolin, etanolamina, dan inositol sebagai komponen utama (Van der Meeren et al. dalam Nollet, 1992). Lesitin (phospatidil kolin) dengan komponen utamanya kolin, adalah zat gizi penting yang ditemukan secara luas pada berbagai pangan dan tersedia sebagai suplemen. Lesitin mengandung sekitar 13 % kolin berdasar berat. Lesitin juga zwiter ion, mempunyai muatan positif pada atom N kolin dan muatan negatif pada atom O dari grup phospat. Lesitin dapat bersifat polar (bagian kolin) dan non polar (bagian asam lemak) sehingga sangat efektif sebagai emulsifier. Secara komersial, fosfolipida terutama diperoleh sebagai produk samping dalam produksi minyak kedelai. Fosfolipida dipisahkan dari
3

minyak kedelai kasar dengan prosedur degumming yaitu dengan pengembangan dalam air, fosfolipida diendapkan sebagai fase kristalin yang dipisahkan dari minyak dengan sentrifugasi. Setelah evaporasi air, lesitin kedelai yang diperoleh mengandung sekitar 65% fosfolipida, sekitar 30% lipida alami dan sejumlah kecil glikolipida, dan air.

Gambar 1 : Struktur Lesitin http://class.fst.ohiostate.edu/fst6 01/Lecures/LIPID.htm Lesitin merupakan bentuk lipida kompleks yang jika terhidrolisis menghasilkan asam fosfat, kolin dan nitrogen.

2.2 Kromatografi Cai Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikenal juga dengan istilah High Performance Liquid Chromatography (HPLC). KCKT merupakan perangkat peralatan yang penting dalam perkembangan dunia analisis bahan baku maupun bahan pencemar. Fungsi utama KCKT pada dasarnya adalah kemampuannya dalam

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

memisahkan berbagai komponen penyusun dalam suatu sampel. Kinerja tinggi dari kromatografi awalnya ditentukan oleh ketinggian tekanannya, namun perkembangan teknologi telah menghasilkan produk kromatografi cair berkinerja tinggi dengan tekanan yang tidak terlalu tinggi. KCKT digunakan secara luas dalam pemisahan dan pemurnian berbagai sampel dalam berbagai bidang seperti farmasi, lingkungan, industri makanan dan minuman, industri polimer dan berbagai bahan baku. KCKT lebih banyak digunakan untuk keperluan identifikasi (analisis kualitatif), kecuali jika KCKT ini dihubungkan dengan sebuah spektrometri massa (Mass Spectrometer (MS)), maka penggunaannya akan lebih memungkinkan dalam analisis kuantitatif. Secara umum KCKT digunakan dalam kondisi-kondisi berikut : Pemisahan berbagai senyawa organik maupun anorganik, ataupun spesimen biologis. Analisis ketidakmurnian senyawa (impurities). Analisis senyawa-senyawa yang tak mudah menguap (non-volatil). Penentuan molekul-molekul netral, ionik maupun zwitter ion. Isolasi dan pemurnian senyawa. Pemisahan senyawa-senyawa dengan struktur kimia yang mirip. Pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah kecil (trace elements). (http://ruangdiskusiapoteker.blogspot.c om)
4

Jenis-jenis kromatografi cairan kinerja tinggi (HPLC) yaitu : Kromatografi adsorbsi Kromatografi adsorbsi sangat cocok untuk pemisahan senyawasenyawa yang bersifat agak polar. Partikel-partikel silika atau alumina biasanya digunakan sebagai adsorben. Jenis kromatografi ini menggunakan fasa gerak non polar seperti heksana dan disebut jugakromatografi fasa normal.

Kromatografi partisi Kromatografi partisi sangat cocok untuk pemisahan senyawasenyawa non polar. Jenis kromatografi ini disebut dengan kromatografi fasa terbalik karena fasa geraknya lebih polar daripada fasa diam. Salah satu kendala kromatografi ini adalah keterbatasan selektivitas sebagai ketidakcampuran kedua fasa. Karena keterbatasan ini maka kromatografi partisi tidak digunakan lagi sebagai teknik analisis rutin.

Kromatografi fasa terikat Kromatografi fasa terikat merupakan teknik HPLC yang paling penting dan paling banyak digunakan saat ini. Dalam hal penerapann kromatografi fasa terikat dan kromatografi partisi memiliki persamaan. Akan tetapi, sorben fasa terbalik terdiri dari partikel silika yang dimodifikasi secara kimia dengan rantai alkil sebaliknya, fasa diam pada kromatografi partisi terdiri dari partikel

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

yang dilapisi secara fisik dengan zat cair non polar. Keuntungan kromatografi fasa terikat, yaitu : a. Merupakan fasa yang stabil. b. Kepolaran fasa gerak dapat diubah selama proses pemisahan berlangsung bila kepolaran solutsolut bervariasi. c. Kolom mempunyai umur panjang. d. Memiliki keterulangan waktu retensi yang baik. e. Lebih ekonomis.

afinitas senyawa bermuatan terhadap permukaan penukar ion.

Kromatogarfi penukar ion Kromatografi penukar ion merupakan teknik pemisahan campuran ion-ion atau molekul-molekul yang dapat diionkan. Ion-ion bersaing dengan ion-ion fase gerak untuk memperebutkan tempat berikatan dengan fasa diam. Dasar pemisahan kromatografi ini berasal dari perbedaan

Kromatografi ekslusi ukuran Ukuran molekul merupakan kriteria utama dalam pemisahan dengan kromatografi ekslusi ukuran. Pemisahan terjadi karena solut-solut berdifusi masuk dan keluar pori-pori paking kolom. Molekul-molekul yang lebih besar dari diameter pori-pori akan melewati kolom secara cepat dan dikenal dengan istilah volume terekslusi begitu pula sebaliknya. Teknik ini berguna untuk mengkarakterisasi distribusi berat molekul polimer, pemurnian cuplikan biologis dan pemisahan senyawa-senyawa dengan berat molekul 2000 atau lebih.

Gambar 2 : Serangkaian Alat KCKT

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

Komponen utama dalam KCKT adalah juga komponen dalam kromatografi lainnya yaitu wadah/kemasan fase gerak, fase gerak, pompa KCKT, kolom, fase diam, detektor, dan perangkat komponen pendukung lainnya. (http://penetapankadarkalsiumcaco3did in.blogspot.com) Wadah Fase Gerak Wadah fase gerak dalam KCKT harus terbuat dari bahan yang bersih dan inert. Wadah ini dapat menampung sekurang-kurangnya 1-2 liter fase gerak, dan terlebih dahulu harus dibebas gaskan. Kehadiran gas dalam wadah fase gerak ini akan menimbulkan gelembung gas pada pompa dan detektor yang akan sangat mengacaukan hasil analisis. Fase Gerak Fase gerak dalam KCKT harus berupa pelarut, buffer, ataupun reagen dengan tingkat kemurnian yang sangat tinggi, yaitu suatu cairan yang berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya pengotor dalam fase gerak akan menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Partikel-partikel kecil yang terdapat dalam fase gerak yang kurang murni dapat mengakibatkan kekosongan kolom KCKT. Fase gerak atau dikenal juga dengan istilah eluen umumnya merupakan campuran pelarut yang berperan dalam daya elusi dan resolusi analisis. Daya elusi dan resolusi KCKT ditentukan oleh polaritas keseluruhan
6

pelarut, polaritas fase diam, dan sifatsifat komponen dalam sampel. Secara umum ada 2 tipe fase gerak: a. Fase gerak/eluen isokratik, yaitu eluen dengan komposisi pelarut yang tidak berubah selama percobaan kromatografi. b. Fase gerak/eluen gradien, yaitu fase gerak dengan komposisi pelarut yang berubah selama masa kromatografi. Ada begitu banyak pilihan fase gerak yang dapat kita gunakan (pelarut/larutan) serta kemungkinan gradiennya akan menghasilkan kesempatan untuk mengoptimalkan pemisahan-pemisahan campuran kompleks dari segi resolusi maupun waktu. Secara normal elusi isokratik akan lebih mudah dikerjakan daripada elusi gradien. Seringkali campuran pelarut merupakan fase gerak yang lebih baik daripada cairan murni, namun pekerjaan optimasi berbagai komposisi pelarut untuk fase gerak secara cobacoba tentu tidak mudah dilakukan. Berdasarkan kepolaran fase gerak dibandingkan fase diamnya, fase gerak dibedakan menjadi: a. Fase normal, yaitu fase diam lebih polar dari fase gerak. Kemampuan elusinya akan meningkat seiring peningkatan polaritas fase gerak. b. Fase terbalik, yaitu bila fase diam kurang polar dibanding fase geraknya. Kemampuan elusi akan menurun seiring peningkatan kepolaran fase geraknya.

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

Deret eluotrofik yang merupakan deretan nama-nama pelarut yang disusun berdasarkan kepolarannya, akan sangat membantu dalam pemilihan fase gerak. Dalam KCKT dengan fase terbalik, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran larutan buffer-metanol atau campuran airasetonitril. Sedangkan dalam fase normal sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut terklorinasi atau menggunakan pelarut jenis-jenis alkohol. Pompa Pompa KCKT harus terbuat dari bahan yag inert terhadap fase gerak. Bahan pompa dapat terbuat dari gelas, baja tahan karat, teflon maupun batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan hingga 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 3 ml/menit. Untuk keperluan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan hingga 20 ml/menit. Ada 2 tipe pompa: a. Pompa dengan tekanan konstan. b. Pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Pompa tipe ini lebih umum digunakan. Kolom Ada 2 jenis kolom pada KCKT, yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.
7

Dalam beberapa hal kolom mikrobor lebih menguntungkan, diantaranya: a. Kolom mikrobor mengkonsumsi fase gerak hanya 80% dari konsumsi kolom konvensional. Hal ini disebabkan karena kolom mikrobor mempunyai kecepatan alir yang lebih lambat (10-100 ul/menit) b. Aliran fase gerak pada mikrobor yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal untuk digabungkan dengan spektrometer massa c. Sensitivitas kolom mikrobor lebih tinggi karena pelarut yang lebih pekat, sehingga cocok digunakan dalam analisis sampel berskala kecil, seperti sampel klinis. Fase Diam Kebanyakan fase diam berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tak dimodifikasi atau polimer-polimer stiren dan divinil benzena. Detektor Detektor KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu detektor yang bersifat universal, yaitu detektor yang dapat mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif. Contoh detektor yang bersifat universal adalah detektor indeks bias dan spektrometer massa. Jenis detektor lainnya adalah detektor spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif,

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

seperti detektor UV-Vis, fluoresensi dan elektrokimia. Detektor yang ideal akan mempunyai karakteristik berikut: a. Mempunyai respon terhadap analit yang cepat dan reproduksible. b. Mempunyai sensitivitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi analit pada kadar yang sangat kecil. c. Stabil dalam pengoperasiannya. d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional 8 ul atau lebih kecil dan 1 ul atau lebih kecil pada kolom mikrobar. e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi analit pada kisaran yang luas. f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak. Detektor merupakan bagian integral dari peralatan analitik kromatografi cair ini. Ada beberapa jenis detektor yang digunakan, dengan pemilihan yang umumnya didasarkan pada persyaratan sensitivitas, jenis senyawa yang ada dalam sampel, dan faktor-faktor lain seperti biaya. Detektor yang paling umum didasarkan pada indeks bias dari eluat kolom, karena hampir semua zat terlarut akan menghasilkan larutan dengan indeks bias yang berbeda dengan indeks bias pelarut murni. Detektor ini mampu menginderai perbedaan tersebut dan menghasilkan sinyal-sinyal listrik yang proporsional yang kemudian diperkuat dan direkam untuk menghasilkan kromatogram.
8

Batasan utamanya adalah sensitivitas; batasan pendeteksian akan bervariasi sesuai dengan keadaan, yang umumnya sekitar satu mikrogram zat terlarut. Beberapa jenis detektor diantaranya adalah : a. Detektor Spektrofotometri, deteksi spektrofotometri umumnya hanya dalam daerah ultraviolet. Idealnya, spektrofometri yang nyata dengan pemilihan panjang gelombang yang sempurna akan memberikan fleksibilitas yang maksimal untuk mendeteksi berbagai macam zat terlarut dengan sensitivitas yang sangat baik. b. Detektor fluorometri, merupakan detektor yang didasarkan atas fluoresens. c. Detektor elektrokimia, lazimnya larutan eluen dari dalam kolom memasuki sebuah sel dimana larutan tersebut mengalir diatas permukaan sebuah elektroda yang diberi potensial pada satu harga, dimana pada komponen-komponen sampel mengalami reaksi transfer elektron. Perangkat Pendukung Lainnya Perangkat pendukung lain yang digunakan dalam KCKT dapat berupa komputer, integrator dan rekorder. (http://ruangdiskusiapoteker.blogspot.co m) 3. Metode Penelitian 3.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada analisis ini yaitu seperangkat alat

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Kolom C18, timbangan analitik, labu ukur, gelas ukur, gelas kimia, bulb, pipet dan peralatan gelas lainnya. Bahan yang digunakan dalam analisis ini yaitu aquadestilata, aquabidestilata, iodium, KOH, NaOH, KHSO4, methanol, KH2PO4, dan sampel es krim dengan merk tertentu. 3.2 Preparasi Sampel Sampel es krim disiapkan untuk dilakukan pengujian. Sampel es krim yang digunakan yaitu sampel es krim dengan rasa anggur yang telah dicairkan. 3.3 Isolasi Sampel Sampel dilakukan pemisahan antara fraksi senyawa yang larut dalam pelarut organik dan air dengan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut aseton, etanol, eter, dan kloroform masingmasing 50 mL dengan masing-masing berat sampel 10 gram. Kemudian dilakukan pemisahan untuk dilakukan pengujian kualitatif. 3.4 Uji Kualitatif a. Kelarutan lemak Teteskan larutan lipid yang telah dibuat pada kertas saring dan biarkan kering. Amati pembentukan noda lemak pada kertas saring. Jika ada noda lemak yang menempel pada kertas saring berarti lemak tersebut larut dalam pelarut.

b. Uji ketidakjenuhan Sediakan larutan iodium dalam kloroform. Tuangkan iodium tersebut sebanyak 0,5 mL ke dalam tabung reaksi. Masukan larutan yang akan diuji setetes demi setetes dan setiap penambahan selesai harus dikocok sampai warna iodium hilang. Amati hilangnya warna iodium (kuning) untuk setiap penetesan senyawa lemak yang akan di uji. (hitung jumlah penetesan lemak sampai warna iodium hilang). c. Penyabunan Masukan 4-5 tetes bahan percobaan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan air suling sebanyak 3 mL. Masukan 1 ml KOH. Panaskan campuran tersebut sampai mendidih (1-2 menit). Kocok dan perhatikan pembentukan busa. Ulangi percobaan pertama dengan mengganti larutan KOH dengan NaOH. Bandingkan hasil yang diperoleh. d. Uji Gliserol Tuangkan KHSO4 setinggi 0,5 cm dalam tabung reaksi. Tambahkan 5 tetes larutan yang akan diuji pada tabung reaksi tersebut. Jika senyawa lemak terbentuk padat, maka

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

jumlahnya kira-kira sama dengan KHSO4. Tambahkan lagi KHSO4 dan panaskan dengan hati-hati. Cium baunya dengan mengibaskan tangan pada tabung reaksi tersebut.

fasa gerak hingga batas tera dan dihomogenkan. c. Preparasi Sample Ditimbang kurang lebih 1 gram sample kemudian tambahkan larutan fase gerak hingga tanda batas, dihomogenkan dan disaring. Filtrat yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam vial. Larutan siap untuk diinjeksikan. 4. Hasil dan Pembahasan Pada analisis pangan ini sampel yang digunakan adalah es krim yang beredar di pasaran dengan merk tertentu. Diketahui bahwa pada bahan yang diduga mengandung campuran lemak dan air terutama pada es krim atau coklat harus mempunyai tingkat pencampuran yang baik, oleh karena itu dibutuhkanlah emulsifier agar dapat menyatukan fase minyak dan air. Emulsifer yang banyak digunakan dan pada umumnya adalah lesitin. Lesitin adalah jenis trigliserida seperti lipida kompleks yang terdiri dari asam fosfat, kolin dan nitrogen. Lesitin biasa didapatkan dari bahan nabati seperti kedelai atau turunannya, dan sumber dari hewani seperti didapatkan dari jaringan babi. Pada analisis kadar lesitin ini digunakan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Alasan digunakan metode ini karena dapat memisahkan senyawasenyawa yang bersifat organik atau

3.5 Analisis Sampel dengan KCKT a. Kondisi KCKT Kolom: 12 cm x 4.6 mm. Nucleosil. Detektor: UV set pada panjang gelombang 200 nm. Volume injeksi: 20 uL. Mobile phase: methanol-kalium dihidrogen fosfat 0.0125 mg/L (KH2PO4) (3:7). b. Preparasi Standar Larutan baku diperoleh dengan menimbang sebanyak 100 mg standar Lesitin dimasukkan ke dalam labu 100 mL dan dilarutkan dengan fase gerak sampai tanda tera. (Larutan mengandung 1000 ppm). Persiapan standar yang akan digunakan dengan membuat deret standar yang memiliki konsentrasi 10, 25, 50, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900 dan 1000 ppm. Konsentrasi tersebut diperoleh dengan memipet 0.1, 0.25, 0.5, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 mL larutan baku standar lesitin 1000 ppm masing-masing dilarutkan dengan menggunakan
10

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

anorganik, spesimen biologis (jika diduga lesitin berasal dari hewani), dan untuk kadar lesitin yang diduga sangat sedikit. Pada isolasi sampel es krim, kondisi es krim dicairkan terlebih dahulu, kemudian dilakukan proses pemisahan lesitin dari komponen lain menggunakan ekstraksi cair-cair dengan corong pisah menggunakan pelarut organik seperti aseton, eter, kloroform, dan etanol. Pada pengujian kualitatif, dilakukan beberapa perlakuan sampel yang telah dilakukan pemisahan menggunakan ekstraksi. Pemeriksaan tersebut meliputi kelarutan lemak, ketidakjenuhan, penyabunan dan uji gliserol. Lesitin tidak larut dalam pelarut aseton, hal ini dikarenakan lesitin memiliki gugus kolin yang bermuatan positif sehingga lebih larut dalam eter dan kurang larut dalam aseton. Hal ini disebabkan eter memiliki elektron bebas yang dapat diserang oleh muatan positif dari kolin sehingga kolin lebih larut dalam eter daripada aseton yang tidak memiliki elektron bebas. Pada zat dalam pelarut eter terdapat bercak karena bahan uji telah larut sehingga terbawa pada saat penetesan dan dapat membuat bercak pada kertas. Pada uji ketidakjenuhan, terjadi reaksi adisi yang menyebabkan hilangnya warna larutan iod. Ikatan rangkap yang terdapat dalam lesitin hanya sedikit, oleh karena itu warna

yang dihasilkan kuning dengan tingkat ketidakjenuhan sedikit. Pada pengujian penyabunan, Asam lemak bila bergabung dengan alkali (KOH/NaOH) akan membentuk sabun, yang berfungsi sebagai emuglator. Pada percobaan ini adanya pemanasan dan penambahan alkali (KOH/NaOH) maka senyawa lemak akan membentuk gliserol dan sabun atau garam asam lemak. Proses ini lebih dikenal dengan nama saponifikasi. Lesitin terbukti menghasilkan busa yang cukup banyak. Pada uji gliserol, jika gliserol dipanaskan dengan kalium bisulfate (KHSO4), dehidrasi akan terjadi dan akrolein aldehid yang terbentuk memiliki karekteristik bau. Didapatkan bahwa lesitin mempunyai tingkat bau yang cukup timbul. Pada penentuan kadar lesitin dengan KCKT ini metode uji yang diadopsi berprinsipkan pada serapan molekuler lesitin terhadap cahaya UV pada daerah panjang gelombang 200 nm, pemisahan analitik melalui kolom C18 menggunakan fasa gerak (mobile phase) KH2PO4 0.0125 mg/L dan methanol HPLC grade dengan perbandingan (70:30) dengan laju alir 1 mL/menit. Dan alat yang digunakan adalah KCKT dengan detektor UV. Kehandalan suatu metode yang digunakan dapat ditentukan dari beberapa faktor antara lain, akurasi, presisi dan limit deteksi. Dalam penelitian ini dilakukan parameterparameter yang meliputi, selektivitas,

11

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

linieritas, limit deteksi metode presisi, akurasi dan uji ketegaran. Selektivitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram standar dengan blanko. Hasil penelitian menunjukkan dari hasil penginjekkan standar muncul peak area pada retention time (RT)/waktu retensi 4 menit. Sedangkan pada larutan blanko tidak terdapat peak yang dihasilkan. Nilai koefisien korelasi (R) merupakan indikator kualitas dari parameter linieritas yang menggambarkan proposionalitas respon analitik (luas area) terhadap konsentrasi yang diukur. Limit deteksi dan limit kuantitasi tidak dapat dipisahkan karena diantara keduanya terdapat hubungan yang sangat kuat. Secara praktis cara evaluasi keduanya dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan. Perbedaan diantara keduanya hanya pada sifat kuantitatif data yang diperoleh. Jika pada limit deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi terkecil yang dapat dideteksi namun tidak perlu secara kuantitatif, sedangkan pada definisi limit kuantitasi dikatakan konsentrasi terkecil analit yang dapat diukur secara kuantitatif. Secara statistik perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi diperoleh melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi standar. Uji presisi dilakukan untuk melihat kedekatan antara hasil uji yang dilakukan secara berulang pada sample. Pengujian dilakukan dengan metode
12

ripitabilitas (pengulangan) sehingga diperoleh ketepatan system dalam memberikan respon terhadap analit yang dideteksi. Sebagai syarat keberterimaan digunakan persamaan koefisien variasi Horwitz sesuai AOAC (Association of Official Analytical Chemist, 2005) yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Presisi suatu metode dikatakan memenuhi syarat keberterimaan jika nilai % RSD lebih kecil dari 2/3CVHorwitz. Uji presisi dilakukan dengan menginjekkan larutan sebanyak 7 kali. Berbeda halnya dengan presisi yang merujuk pada pengertian ketelitian, akurasi merujuk pada pengertian ketepatan (kecermatan). Hasil evaluasi menunjukkan bahwa metode terpilih memiliki kisaran % perolehan kembali (% recovery) yang menyatakan tingkat akurasi yang memenuhi syarat keberterimaan. Nilai recovery yang mendekati 100% menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari rata-rata suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya (true value). Limit deteksi metode (LDM) adalah konsentrasi terendah yang terbaca dari pengukuran suatu sample dengan mengasplikasikan secara lengkap metode pengukuran sample tersebut, sehingga nilai yang diperoleh memenuhi kriteria cermat dan seksama. Nilai LDM diperoleh dari hasil percobaan dengan melakukan secara langsung konsentrasi analit terendah

Yoga Kevan Rahmat, STIKes BTH Tasikmalaya

yang diperkirakan kuantitasi.

sebagai

limit

Winarno, F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. http://www.bsn.go.id/files/348256349/2 0100422 (akses online : 23 Desember 2012) http://class.fst.ohiostate.edu/fst601/Lec ures/LIPID.htm (akses online : 23 Desember 2012) http://muhammadpajri1991.blogspot.co m/2012/01/lesitin-sebagaiemulsifier.html (akses online : 23 Desember 2012) http://www.rikevita.co.jp/int/emulsifier/ spec/mg.html (akses online : 23 Desember 2012)

5. Kesimpulan Pada analisis ini diketahui bahwa dalam produk pangan seperti Es Krim mengandung lesitin. Analisis lesitin ini dapat menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 6. Saran Diharapkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut di labolatorium, karena analisis ini hanya didasarkan berdasarkan beberapa sumber teori dan atas perkiraan hasil yang diperoleh tanpa melakukan proses percobaan penelitian yang sebenarnya di lapangan. 7. Daftar Pustaka AOAC. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Benyamin Franklin Station. Washington, D.C Deffenbaugh, L. B. 1997. Carbohydrate/ Emulsfier Interaction. Di dalam. G. L. Hassenhuettl dan R.W. Hartel (ed.). Food Emulsifier and Their Applications. Chapman and Hall. New York. Van der Meeren, P., J. Vanderdeelen, dan L. Baert. 1992. Phospholipid Analysis by HPLC. Di dalam. L. M. Nollet. Food Analysis by HPLC. Marcel Dekker, Inc., New York.

13

Anda mungkin juga menyukai