Anda di halaman 1dari 19

Case report

BRONKOPNEUMONIA

Oleh : IRA MASYKURA 05120111

Pembimbing : Dr. Afdal, SpA

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUP DR. M.DJAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Definisi Pneumoni adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. 1.2 Epidemiologi Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo

Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun. 1.3 Etiologi Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih beeasr dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococus pneumoniae, Haemophillus inflienzae tipe B, dan Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. Melakukan penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytical Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus Paraifluenza. Kelompok anak usia 2 tahu ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun. Secara klinis, umumya pneumoia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Demikian juga dengan pemerikksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat menentuka etiologi.
Usia Etiologi yang sering Bakteri E.colli Sreptococcus group B Listeria Monocytogenes Etiologi yang jaang Bakteri Bakteri anaerob Streptococcus group D Haemophillus influenza Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum Virus Virus Sitomegalo Virus Herpes simpleks Bakteri Bordetella pertussis Hamophillus influenza tipe B Moraxella catharallis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum Virus Virus Sitomegalo

Lahir 20 hari

3 minggu 3 bulan

Bakteri Virus Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza 1,2,3 Repiratory Syncytial virus

4 bulan - 5 tahun

Bakteri Chlamydia trachomatis Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae Virus Virus adeno Virus influenza Virus parainfluenza Virus rino Repiratory Syncytial virus Bakteri Chlamydia trachomatis Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae

Bakteri Hamophillus influenza tipe B Moraxella catharallis Neisseria meningitidis Staphylococcus aureus Virus Virus varisella zoster

5 tahun remaja

Bakteri Hamophillus influenza tipe B Legionella sp Staphylococcus aureus Virus Virus adeno Virus Epstein Barr Virus influenza Virus parainfluenza Virus rino Repiratory Syncytial virus Virus varisella zoster

1.4 Patologi dan patogenesis Umumnya mikroorganime penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penybaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukasit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi , fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium reolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, shingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya

bermanifestasi sebagai bercak bercak konsolidasi merata di seluruh lapanga paru ( bronkopneumonia ), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus ( pneumonia lobaris ). Pneumotokel atau abses kecil sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil karena Staphylococcus aureus meghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase , dan koagulase. Toksi dan enzim ini enyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilka bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut. 1.5 Manifestasi Klinis Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomikdan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinik yang kadang kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut: Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan afsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mutah atau diare; kadang kadang ditemukan geala infeksi ekstrapulmoner. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda kliis seperti pekak perkusi, suara nafas melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan bai kecil gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan. 1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil

Pneumonia pada neonatus sering kali terjadi akibat transmisis vertikal ibuanak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari servix ibu. Infeksi dapat berasal dari kimtaminasi dengan sumber infeksi dari RS (hospital-acquired pneumoni ). Disamping itu dapat terjadi akibat kontaminasi pneumonia). Gambaran pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Ada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan antara sepsis dan meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas sangat tiggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap kemungkinan adanya pneumonia pada neonatus dan bayi kecil berusia dibawah 2 bulan harus segera dirawat di RS. infeksi oleh Chamydia trachomatis merupakan infeksi perinatl dan dapat menyebabkan pneumonia pada bayi berusia dibawah 2 bulan. Umumnya bayi mendapatkan infeksi dari ibu pada masa persalinan. Port dentree infeksi meliputi mata, nasofaring, saluran respiratori, dan vagina. Gejala timbul pada usia 4-12 minggu. Gejala umum ; gejala infeksi respiratori ringan-sedang, ditandai dengan batuk-batuk stacatto ( inspirasi diantara setiap satu kali batuk ), kadang kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Beberapa kasus infeksi berkembang menjadi pneumonia berat ( sindrom pneumonitis ) dan memerlukan perawatan. Gejala klinis meliputi ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis. Gambaran foto rontgen thoraks tidak khas, umumnya terlihat tandatanda hiperinflasi bilateral dengan berbagai bentuk infiltrat difus, seperti infiltrat iinterstisial, retikulonoduler, atelektasis, bronkopneumonia, dan gambarn milier. Antibiotik pilihan adalah makrolid intravena. 2. Pneumonia pada Balita dan Anak yang Lebih Besar. Pada anak yang lebih besar dan remaja, Mycoplasma pneumonae merupakan etiologi pneumonia atipik yang cuup signifikan. Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, kadang kadang keluhan gastrointestinal. Secara klinis ditemukan gejala- gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta, nafas cuping hidung, ronki dan sianosis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya ditemkan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan gejala dengansumber infeksi dari masyarakat ( community-acquired

pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema gerakan dada tertinggal di daerah efusi. Gaerakan dada juga akan tergnggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak nafas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul. Kadang kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kann bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah menyerupai apendisistis. Abdomen mengalami distensi kibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin terba karena tertekan oleh difragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia. 1.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Perifer Lengkap Pada pneumoia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam baas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis ( 15.000 40.000/mm3 ). Dengan prdominan PMN. Leukopenia ( < 5000/mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadang kadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatigf lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang kadang terdapat anemia ringan dan LED yang meningkat. Secara umum hasil peneriksaan darah perifer lengkap tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti. 2. C- Reaktif Protein ( CRP ) CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis atau profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus atau infeksi superfisialis daripada profunda. 3. Uji Serologis Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, ui serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik sepert Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan anibodi IgM dan IgG. 4. Pemeriksaan mikrobiologis

Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat iambil dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia, 5. Pemeriksaan rontgen Thoraks Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari : Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler, peribronchial cuffing dan hiperaerasi Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus ( pneumonia lobaris ), atau terlihat sebagai lei tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas, menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak bercak infiltrat yang meluas hingga ke daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di pru kiri dan terbanyak di lbus bawah, hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih besar. 1.7 Diagnosis Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau serologis merupakan dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorim yang memadai. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, nafas cuping hidung, rtraksi, ronki dan suara nafas melemah serta didukung oleh gambaran radiologis. Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam upaya peanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana pneumonia yang sederhana. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut. Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun

o Pneumonia berat Bila ada sesak nafas Harus dirawat dan diberikan antibiotik

o Pneumonia Bila tidak ada sesak nafas Ada nafas cepat dengan laju nafas > 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

o Bukan pneumonia Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas. Bayi berusia dibawah 2 bulan o Pneumoniaarus dirawat dan diberikan antibiotik Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas Harus dirawat dan diberikan antibiotik

o Bukan pneumonia 1.8 Penatalaksanaan Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan trutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan, tidak mau makan atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonarus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemeberin cairan intravena, oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik /antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

Pneumonia Rawat Jalan Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol. Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumonia da bakteri atipik. Dosis eritroisn 30-50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam selama 10-14 hari. Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis 15 mg/kgBB. Azitromisin 1 kali sehari 10mg/kgBB 3-5 hari(hari pertama) dilanjutka dengan dosis 5mg/kgBB untuk hari berikutnya. Pneumonia Rawat Inap Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam, ampisilin atau amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang dibrikan brupa : Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15 mg/kgBB setiap 6 jam ), dan seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ). Keduanya diberikan selama 10 hari. 1.9 Komplikasi Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

10

BAB II LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Anak ke Umur Suku Bangsa Alamat :M : perempuan : 2 bulan : Minangkabau : Kampung Dalam Pariaman : Pertama (tunggal)

Alloanamnesis : Diberikan oleh ibu kandung Seorang pasien permpuan umur 2 bulan dirawat di bangsal anak RSUPdr. M Djamil Padang dengan Keluhan utama : sesak nafas sejak 3 hari yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang Demam sejak 4 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak terus menerus, tidak menggigil, dan tidak disertai kejang Muntah 4 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, banyaknya 3-4 sdm/kali, isi sisa minuman. Batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk berdahak, pilek tidak ada Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, tidak berbunyi menciut, tidak diengaruhi oleh makanan, cuaca dan aktivitas. Anak saat ini mendapatkan ASI saja Riwayat tersedak sebelumnya disangkal Riwayat atopi atau biring susus tidak ada Riwayat kontak dengan unggas mati mendadak tidak ada BAK jumlah dan warna biasa

11

BAB warna dan konsistensi biasa Anak telah dibawa ke RSUD Pariaman, dirawat selama 3 hari dan telah diberikan O2. 2l/menit, IVFD KAEN 1B + KCl 6 tts/menit, cefotaxime 4 x 300 mg, ampicilin 4 x 200 mg, aminofilin 3 x 0,8 cc, iazepam 3 x 0,7, dexamethasone 3 x 1/3 tablet, ASI?PASI 6 x 300 cc/NGT. Karena persedaan oksien habis, anak dirujuk ke RSUP M Djaml Padang dengan keterangan bronkopneuminia

Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada pernah menderita berak-berak encer sebelumnya Riwayat Penyakit Keluarga Ayah pasien memiliki riwayat alergi ( udang dan ikan ) Tidak ada anggota keluarga yang menderita sesak nafas seperti ini

Riwayat Kehamilan Ibu kontrol sekali sebulan secara teratur ke bidan. Riwayat Kelahiran Lahir spontan, ditolong bidan , langsung menangis kuat, BB lahir 3000 gram, panjang lahir 49 cm. Riwayat minum dan makan ASI Riwayat Imunisasi : Kesan BCG : DPT : Polio : Hepaitis B : Campak : : sejak lahir - sekarang

: imunisasi dasar pada pasien belum dierikan

Riwayat Sosial Ekonomi dan Keluarga Pasien anak pertama ( tunggal ), ayah bekareja sebagai wiraswasta dengan penghasilan Rp.900.000/bulan dan ibu adalah ibu rumah tangga, tinggal di rumah semipermanen, sumber air minum berasal dari PDAM, buang air besar di jamban, pekarangan cukup luas, sampah rumah tangga dibakar PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : sakit sedang

12

Kesadaran Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Berat badan Tinggi badan

: sadar : 130 x / menit : 58 x / menit : 37,3 C : 5,7 kg : 57 cm

BB/U : 5,7/ 5 x 100% = 114 % TB/U : 57/57 x 100% = 95,36 % BB/TB : 5,7/5 x 100% = 114 % Kesan : gizi baik PEMERIKSAAN SISTEMIK Kulit Kepala Mata Telinga Hidung Mulut Thorak Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : perut tidak membuncit, distensi tidak ada : hepar teraba 1/3 , lien tidak teraba. : timpani : bising usus (+) normal : normochest, retraksi epigastrium (+) : fremitus sukar dinilai : sonor kiri = kana : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring di kedua lapangan paru, ekspirasi memanjang : iktus tidak terlihat : iktus terapa pada LMCS RIC V : batas jantung sukar dinilai : irama teratur, bising tidak ada. : Teraba hangat, turgor baik , sianosis (-), ikterik (-), pucat (-) : Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, ubun-ubun tidak cekung. : mata terlihat cekung, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik Pupil isokor, Reflek cahaya +/+ normal : Tidak ada kelainan : Nafas cuping hidung (-) : Mulut tidak kering, lidah kotor (-), sianosis (-)

Alat kelamin: tidak ada kelainan

13

Extremitas : akral teraba hangat, refilling kapiler baik, reflek patella +/+ N, achilles +/+ N. Reflek patologis : Babinsky +/+

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah : Hb Leukosit Hitung jenis Urin : : 11,6 gr% : 18.300/mm3 : 0/0/1/50/48/1

Makroskopis : Warna kuning Mikroskopis : leukosit : (-) Eritrosit : (-) Silinder : (-) Kristal : (-) Epitel : gepeng (-) Protein :(-) Glukosa :(-) Bilirubin (-) Urobilinogen (+)

Feses : Makroskopis : warna kuning, konsistensi lunak, darah (-), lendir (-) Mikroskopis : Eritrosit 0-1 Leukosit (-) Telur cacing (-) Diagnosis Kerja: Bronkopneumonia DD/

Terapi : O2 2 liter/ menit IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro ) Cefotaxime 2 x 300 mg IV

14

Dexamethason 3x1 mg IV Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C) Sementara Puasa

Rencana Pemeriksaan : Periksa elektrolit Analisa Gas Darah (AGD) Kultur darah Rntgen toraks AP

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Analisa Gas Darah Elektrolit Na : 138 mmol/L K : 5,1 mmol/L pH :7,38 pCO2 pO2 HCO3: 45 mmHg
: 113

mmHg

: 26,6 mmol/L

BE : 0,8 mmol/L Saturasi O2:98 %

Kesan: hperoksemia turunkan O2 menjadi 1 liter/menit

Kesan : hiperkalemia belum perlu dikoreksi GDR : 74 mg/dl Kesan dalam batas normal Rontgen thoraks Tampak infiltrat di perihiller dan parakardial di kedua lapangan paru Cor dalam bats normal Sinus dan diafragma baik

Kesan : Bronkopneumonia Follow Up Tanggal 3/2 2011 Pukul 07.00 Subjektif

15

Objektif KU Sedang Mata Hidung Thoraks Jantung Paru Abdomen

Demam tidak ada Sesak nafas masih ada, tidak bertambah Kebiruan tidak ada Kejang tidak ada Muntah tidak ada BAK jumlah dan warna biasa BAB warna dan konsistensi biasa KES sadar NADI 122x/ NAFAS 52x/ SUHU 36,9 C

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : nafas cuping hidung tidak ada : retraksi epigastrium dan interkosta menurun : irama teratur, bising tidak ada : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/: distensi (-), BU (+) normal : akral hangat, perfusi baik

Ekstrimitas Balance cairan p.o p.e :-

Kesan/ perbaikan minimal urine : 70cc IWL : 60 cc 130 cc

: 140 cc 140 cc : +100cc

Balance Urine Terapi

: 0,05 cc/kgBB/jam O2 1 liter/ menit IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro ) Cefotaxime 2 x 300 mg IV Dexamethason 3x1 mg IV Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C) Coba minum 1x5cc/NGT

Bila toleransi minum baik lakukan pemberian ASI bertahap melalui NGT Pukul 09.00 Subjektif Demam tidak ada

16

Objektif KU Sedang Mata Hidung Thoraks Jantung Paru Abdomen

Sesak nafas masih ada, tidak bertambah Kebiruan tidak ada Kejang tidak ada Muntah tidak ada BAK jumlah dan warna biasa BAB warna dan konsistensi biasa Intake masuk per NGT KES sadar NADI 118 x/ NAFAS 38 x/ SUHU 37 C

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : nafas cuping hidung tidak ada : retraksi epigastrium dan interkosta minimal : irama teratur, bising tidak ada : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/: distensi (-), BU (+) normal : akral hangat, perfusi baik

Ekstrimitas Terapi

Kesan/ perbaikan O2 1 liter/ menit IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro ) Cefotaxime 2 x 300 mg IV Dexamethason 3x1 mg IV Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C) ASI 8 x 10 cc /NGT

Follow Up 4/2 2011 Subjektif Demam ada, tidak tinggi Sesak nafas berkurang Kebiruan tidak ada Kejang tidak ada Muntah tidak ada BAK jumlah dan warna biasa BAB warna dan konsistensi biasa

17

Objektif KU Sedang Mata Hidung Thoraks Jantung Paru Abdomen Ekstrimitas Balance cairan p.o p.e : 80 cc : 140 cc 480 cc Balance Urine Terapi O2 1 liter/ menit IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro ) Cefotaxime 2 x 300 mg IV Dexamethason 3x1 mg IV Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C) ASI 8 x 15 cc /NGT : +52cc : 1,46 cc/kgBB/jam urine : 200cc IWL : 228 cc 428 cc KES sadar NADI 110x/ NAFAS 36x/ SUHU 37,6 C

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : nafas cuping hidung tidak ada : retraksi epigastrium dan interkosta menurun : irama teratur, bising tidak ada : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/: distensi (-), BU (+) normal : akral hangat, perfusi baik

Kesan/ perbaikan minimal

Follow Up 5/2 2011 Subjektif Objektif Demam tidak ada Sesak nafas berkurang Intake sesuai ( lewat NGT ) Kebiruan tidak ada Kejang tidak ada Muntah tidak ada BAK jumlah dan warna biasa BAB warna dan konsistensi biasa

18

KU Sedang Mata Hidung Thoraks Jantung Paru Abdomen Ekstrimitas Terapi

KES sadar

NADI 120x/

NAFAS 40x/

SUHU 37 C

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : nafas cuping hidung tidak ada : retraksi epigastrium dan interkosta menurun : irama teratur, bising tidak ada : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/: distensi (-), BU (+) normal : akral hangat, perfusi baik

Kesan/ perbaikan O2 1 liter/ menit IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro ) Cefotaxime 2 x 300 mg IV Dexamethason 3x1 mg IV Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C) ASI 8 x 30 cc /NGT

Pasien dipindahkan ke Bangsal Akut

19

Anda mungkin juga menyukai