Anda di halaman 1dari 47

BAB I PENDAHULUAN

A. SKENARIO 1 Seorang anak laki-laki 16 tahun di bawa ibunya ke puskesmaskarena batuk yang dialaminya tidak kunjung berhenti walaupun sudah minum berbagai macam obat batuk. Selain itu ia juga sudah lama beringus dan mengeluh sering sesak dan sudah hamper satu minggu ini demam. Ia juga mengeluh sakit pada seluruh badannya terutama dada, sakit kepala serta kurang nafsu makan.

B.

KATA SULIT : 1. Batuk Reflex fisiologi untuk mengeluarkan benda asing dari saluran pernapasan yang di perantarai oleh nervus vagus dan di regulasi di medulla oblongata.(1) 2. Beringus / rhinorhea Sekresi mucus encer dari hidung. Cerebrospinal fluid. Sekresi cairan serebrospinal dari hidung.(1) 3. Sesak Perubahan pH, pCO2, dan pO2 darah arteri dapat dideteksi oleh kemoreseptor sentral dan perifer. Stimulasi reseptor ini mengakibatkan peningkatan aktivitas motorik respirasi. Aktivitas motorik respirasi ini dapat menyebabkan hiperkapnia dan hipoksia, sehingga memicu terjadinya dispnea (2 4. Demam Respon terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang di kenal sebagai pirogen endogen.(3)

C.

KATA KUNCI : Laki-laki 16 tahun Batuk tidak kunjung berhenti Walaupun sudah minum berbagai macam obat batuk Beringus, sesak, dan demam selama 1 minggu Sakit seluruh badan, terutama dada, sakit kepala dan kurang nafsu makan PERTANYAAN : Bagaimana anatomi, faal, histology, dan biokimia system respirasi ? Bagaimana patomekanisme dari setiap gejala yang ada pada scenario ? Mengapa obat batuk tidak memberi efek terhadap penderita ? Bagaimana hubungan antara gejala klinis dari scenario ? Differential Diagnose dari scenario ?

D. 1. 2. 3. 4. 5.

Page | 1

BAB II PEMBAHASAN
A. ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Semua sel hidup membutuhkan suplai oksigen yang konstan supaya dapat mempertahankan metabolismenya. Oksigen yang terdapat di udara sistem pernapasan dibentuk melalui suatu cara sehingga udara dapat masuk ke dalam paru-paru. Disini sejumlah oksigen digunakan oleh tubuh dan pada saat yang sama karbondioksida dan uap air dikeluarkan.(3) Untuk fungsi utama yaitu melakukan pertukaran gas O2 dan CO2 dengan cara inspirasi dan ekspirasi yang meliputi: 1. 2. Tahap ventilasi paru, yaitu masuknya udara atmosfir kedalam paru sampai di alveoli dan keluarnya udara alveoli paru ke udara bebas / atmosfer lagi. Tahap difusi O2 dan CO2 antara darah kapiler paru & udara alveoli. Hal ini terjadi karena ventilasi berlangsung terus-menerus yang dibarengi aliran perfusi darah ke dalam kapiler alveoli yang juga terus-menerus mengalir. Tahap transpor 02 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh (CES/ECF) ke dan dari sel. Pengaturan ventilasi oleh sistem syaraf dan hal-hal lainnya.(3)

3. 4.

System respirasi dapat dibgi atas: Ekstra pulmonal: Cavum nasi, terdiri atas vestibulum nasi dan fossa nasalis. Pintu depan disebut nares anterior (nostril) dan pintu belakang disebut nares posterior (choanae). Terdapat tiga penonjolan yang disebut concha nasalis superior, medius dan inferior. Nasopharynx ,terdapat muara ostium tuba auditivae yang menghubungkan hidung dengan telinga tengah. Oropharynx, berbatasan dengan cavum oris pada isthmus faucium. Laryngopharynx, akan melanjutkan diri menjadi larynx di daerah anteriornya. Larynx, terdapat beberapa kartilago dan empat ruang yaitu vestibulum laryngeus, adytus laryngeus, ventriculus laryngeus dan cavum laryngeus. Trachea, memiliki 16-20 kartilago yang berbentuk tapal kuda Bronkus, terbagi tiga yaitu bronkus principalis, bronkus lobaris dan segmentalis Intra pulmonal: Bronkiolus, adalah lanjutan dari bronkiolus segmentalis yang kemudian terbagi dua menjadi bronkiolus terminalis dan respiratori Alveolus, ujung akhir dari saluran pernapasan tempat terjadinya difusi.(3,4)

Page | 2

Nasal Cavitas nasi menghubungkan bagian luar dengan nasopharynx yang terletak di posterior cavitas nasi. Di bagian anterior terdapat lubang yang dikenal dengan nama Nares anterior (Nostril) dan di posteriornya di sebut Nares posterior (Choanae). Nostril bentuknya oval, kecil, dapat berdilatasi, dan dilindungi oleh rambut (vibrissea).Septum nasi merupakan pembatas vertikal, terletak di tengah dan membagi cavum nasi menjadi dua. Selain itu terdapat juga Konka nasalis superior, medial, dan inferior.(4,5)

Page | 3

Fossa nasalis terlihat mukosa dilapisi oleh epitel respiratorius, fossa nasalis merupakan ruangan yang terbagi dua, kanan dan kiri oleh septum nasalis. Septum nasalis dibentuk oleh tulang rawan hialin yang melekat pada tulang hidung dan mukosanya sama dengan mukosa fossa nasalis. Pada dinding lateral terdapat permukaan yang tidak rata oleh adanya Konka. Struktur konka dibentuk oleh tulang rawan dan berbentuk sedemikian rupa sehingga udara inspirasi yang masuk mengalami turbulen dan mengakibatkan zat-zat dan partikel halus yang masuk bersama udara inspirasi akan ditangkap oleh mukosa hidung yang basah. (6) Pada lamina propria fossa nasalis pada daerah yang permukaan ditutupi oleh epitel olfaktorius, dijumpai plexus venosus, dimana ini akan terisi penuh setiap 20-30 menit. Akibat pengisian ini menyebabkan ruangan daerah fossa nasalis menjadi sempit dan mengakibatkan aliran udara berkurang.Tujuan pengisisan pleksus venosus adalah mencegah epitel aus akibat aliran udara. Disamping Pleksus venosus terdapat kapiler darah yang membentuk kisi-kisi kapiler yang bertujuan memanaskan udara inspirasi.Di lamina propria juga terdapat kelenjar Bowmann yang mensekresi seromukus yang bertujuan membersihkan apikal epitel olfaktorius.(6) Epitel Olfaktorius Terletak di atap rongga hidung dan di kedua sisi konka superior Mengandung sel penyokong, basal, dan olfaktorius, neuron bipolar sensorik, tanpa sel goblet Sel olfaktorius terlentang diseluruh ketebalan epitel dan tersebar di bagian tengah epitel Permukaan sel memperlihatkan vesikel olfaktorius bulat yang kecil dengan silia olfaktorius nonmotil Silia olfaktorius mengandung reseptor pengikat bau yang dirangsang oleh molekul bau Di bawah epitel terdapat kelenjar olfaktorius serosa yang membasahi silia olfaktorius dan merupakan pelarut molekul bau Saraf olfaktorius di lamina propria meninggalkan sel olfaktorius dan berlanjut ke dalam rongga tengkorak Sel penyokong memberi penunjang mekanis; sel basal berfungsi sebagai sel induk untuk epitel Transmisi dari epitel olfaktorius menjadi epitel respiratorik terjadi secara tiba-tiba(6)

Page | 4

Sinus Paranasalis Merupakan rongga-rongga yang terdapat pada Os cranium di sekitar hidung.Sinus paranasalis terdiri atas: - Sinus frontalis pada Os frontal - Sinus maxilaris pada Os Maxilla - Sinus ethmoidales pada Os ethmoidale - Sinus sphenoid pada Os sphenoidale Semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung.Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum.Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.Udara inspirasi dapat melewati sinus paranasalis yang membuat udara menjadi lembab dan hangat. Selain itu menyebabkan tulang kepala menjadi ringan dan menambah resonansi suara.(4,6)

Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan.Terdiri dari Nasopharynx, Oropharynx, dan Laryngopharynx. Mukosa pharynx ini ditutupi oleh epitel

Page | 5

respiratorius dan pada daerah Oropharynx mungkin ditemukan epitel berlapis gepeng tidak bertanduk.(4,5,6) Larynx Adalah organ yang dilewati oleh udara respirasi dan mengalami odifikasi untuk menghasilkan suara.Dibentuk oleh cartilago, ligamentum, otot dan membraqna mukosa.Berhadapan dengan Vertebra cervicalis 3-6.Berada di caudal Os hyoideum dan Lingua. Cartilago larynx terdiri dari Cartilago thyreoidea (1), Cartilago cricoidea (1), Cartilago arytaenoidea(2), Cartilago epiglottica (1), Cartilago corniculata (2), Cartilago cuneiforme (2)(5) Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi.Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal.Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis tidak bertanduk, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia.(6)

Page | 6

Bagian superior laring yang menonjol ke atas dari dinding laring Bagian tengah epiglotis dibentuk oleh tulang rawan elastic Epitel berlapis gepeng melapisi permukaan lingualis (anterior) dan sebagian permukaan laryngeal (posterior) Basis epiglotis dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia Kuncup kecap mungkin terdapat di epitel lingualis atau laryngeal

Laring Plika vokalis palsu, seperti di epiglottis bagian posterior, dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia Di lamina propria terdapat kelenjar campuran seromukosa, pembuluh darah, nodulus limfonodus, dan sel adipose Ventrikulus, suatu lekukan dalam, memisahkan plika vokalis palsu sejati Plika vokalis sejati dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk Ligamentum vokalis terletak di apeks plika vokalis sejati dan di dekatnya terletak otot rangka vokalis Laring ditunjang oleh tulang rawan hialin tiroid dan tulang rawan krikoid Epitel di laring bagian bawah berubah kembali menjadi bertingkat semu silindris bersilia(6)

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.(6) Trachea Trachea adalah suatu pipa yang dibentuk oleh cartilago dan jaringan ikat yang dimulai dari tepi caudal Larynx, setinggi Vertebra cevicalis VI hingga Vertebra thoracalis V, dan disini terbentuk bifurcatio menjadi Bronchus dexter dan Bronchus sinister.

Page | 7

Tulang rawan Trachea dibentuk oleh tulang rawan hyalin yang berbentuk huruf C, dimana bagian terbukanya berhadapan dengan Oesophagus.Kedua ujung bebas tersebut dihubungkan oleh otot polos yang disebut Musculus trachealis.Biasanya otot ini bersama-sama dengan ligamentum fibroelastis yang terdiri dari banyak serat elastis dan serat kolagen.Mukosa trachea dilapisi oleh epitel respiratorius berupa epitel torak + cilia + sel goblet. Epitel ini berfungsi mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara melalui eskalator mukus.(4,5,6)

Dinding terdiri dari mukosa, submukosa, tulang rawan hialin, dan adventisia Cincin tulang rawan C menjaga trakea tetap terbuka dengan celah di antara cincin terdapat otot trakealis Trakea dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris dengan sel goblet Submukosa mengandung kelenjar trakealis seromukosa dengan duktus bermuara ke dalam lumen trakea Page | 8

Bronchus Bronchus merupakan lanjutan dari Trachea, ada dua buah yang terdapat pada ketinggian Vertebra thoracalis IV dan V. Bronchus dexter lebih besar, pendek dari Bronchus sinister dan agak horizontal, memiliki 3 cabang sedangkan Bronchus kiri memiliki 2 cabang. Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.(5,6)

Pulmo Pulmo adalah parenchym yang berada bersama-sama dengan Bronchus dan percabanganpercabangannya.Dibungkus oleh pleura mengikuti gerqakan dinding Thorax pada waktu inspirasi dan ekspirasi.Pulmo dexter terdiri dari tiga buah lobus dan dipisahkan oleh Fissura horizontalis dan Fissura obliqua.Pulmo sinister terdiri dari dua buah lobus yang dipisahkan oleh Fissura obliqua. Pulmo dexter lebih kecil daripada pulmo seinister tetapi lebih berat dan total capacity-nya pun lebih besar. (4,5,)

Page | 9

Bronchiolus dan alveolus

Bronchiolus merupakan segmen intralobularis dari bagian konduksi pernapasan dengan diameter kurang lebih 1 mm. bronchiolus ini akan mempercabangkan dua cabang lebih kecil disebut Bronchiolus terminalis. Mukosa bronchiolus terminalis dilapisi oleh epitel selapis torak bersilia, dan diantara sel-sel torak ini terdapat Sel Clara.Sel ini mensekresi surfaktans.(6) Fungsi surfaktans: a. Mereduksi tegangan permukaan sel gepeng alveolar b. Mencegah alveolus kolaps c. Mempermudah transport gas antara udara dan air. Bronchiolus respiratorius merupakan daerah peralihan antara bagian konduksi dan bagian dari sistim respirasi pernapasan. Pada dindingnya mulai banyak alveolus kadang-kadang terlihat berkelompok membentuk Saccus alveolaris dan di dinding terlihat banyak kapiler darah.(6)

Page | 10

Alveolus merupakaqn kantong kecil yang terbuka pada satu sisi dan berbentuk polihedral.Struktur ini merupakan bagian akhir dari bronchial tree dan merupakan struktur spongiosa Pulmo.Pada dinding alveolus terlihat 3 jenis sel, yakni sel Pneumocyte I, sel Pneumocyte II, sel debu (sel makrofag alveolar), dan sel endotel kapiler. Sel di Alveoli Paru Sel alveolus tipe I (pneumosit tipe I) Sangat tipis dan melapisi alveolus paru Bersama endotel kapiler membentuk sawar darah-udara yang tipis Sel alveolus tipe II (pneumosit tipe II) Terletak berdekatan dengan sel tipe I Adalah sel sekretorik, yang aspeknya menonjol di atas sel tipe I Mengandung banyak corpusculum lamellare sekretorik Menyintesis surfaktan fosfolipid untuk dikeluarkan ke dalam masing-masing alveoli Surfaktan menurunkan tegangan permukaan alveolus sehingga alveolus dapat mengembang dan mencegah kolaps(6) Makrofag Alveolaris Adalah monosit yang masuk ke jaringan ikat paru dan alveolus Membersihkan alveoli dari organisme yang masuk dan memfagosit partikel asing

B. Bagaimana patomekanisme dari setiap gejala yang ada pada scenario ?

a. Batuk Reflek batuk muncul karena adanya mekanisme yang berurutan dari komponen reflek batuk, adapun komponen reflek batuk adalah reseptor, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferan dan efektor.Reseptor batuk tersebar di larings, trakea, bronkus, telinga, lambung, hidung, sinus paranasal, faring dan perikardium serta diafragma.Saraf yang berperan sebagai aferen yaitu n.vagus, trigeminus dan frenikus.Pusat batuk tersebar merata di medula dekat dengan pusat pernafasan.Saraf eferan yaitu n.vagus, frenikus, interkostal, lumbalis, trigeminus, fasial, hipoglosus, Sedangkan yang bertindak sebagai efektor adalah otot laring, trakea, bronkus, diafragma, interkostal dan abdominal. Page | 11

Adanya rangsangan pada reseptor batuk (eksogen dan endogen) akan diteruskan oleh saraf aferen ke pusat batuk di medula. Dari pusat batuk, impuls akan diteruskan oleh saraf eferen ke efektor yaitu beberapa otot yang berperan dalam proses respiratorik.(7) Proses terjadinya batuk 1. Inspirasi Terjadi inspirasi dalam untuk meningkatkan volume gas yang terinhalasi.Semakin dalam inspirasi semakin banyak gas yang terhirup, teregang otot-otot napas dan semakin meningkat tekanan positif intratorakal. 2. Kompresi Terjadi penutupan glotis setelah udara terhirup pada fase inspirasi.Penutupan glotis kira-kira berlangsung selama 0.2 detik.Tujuan penutupan glotis adalah untuk mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada keadaan ini terjadi pemendekan otot ekspirasi dengan akibat kontraksi otot ekspirasi, sehingga akan meningkatkan tekanan intratorakal dan juga intra abdomen. 3. Ekspirasi(eksplusif) Pada fase ini glotis dibuka, dengan terbukanya glotis dan adanya tekanan intratorakal dan intra abdomen yang tinggi maka terjadilah proses ekspirasi yang cepat dan singkat (disebut juga ekspulsif). Derasnya aliran udara yang sangat kuat dan cepat maka terjadilah pembersihan bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dll. 4. Relaksasi Terjadi relaksasi dari otot-otot respiratorik. Waktu relaksasi dapat terjadi singkat ataupun lama tergantung rangsangan pada reseptor batuk berikutnya.(7,8)

b. Beringus / renorhea
Mukus dalam jumlah kecil pada hidung bersifat normal untuk membersihkan hidung dari pertikel-partikel yang ikut masuk melalui respirasi seperti debu, kotoran, dan lain-lain. Pertikel tersebut akan di tangkap oleh mucus yang di keluarkan oleh sel goblet dan akan di alirkan oleh silia pada mukosa hidung. Jika terjadi gangguan pada mukosa seperti edema mukosa akan menyebabkan ostium tersumbat karena silia tidak dapat bergerak. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang menyebabkan

Page | 12

terjadinya transudasi, mula-mula serous.Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul merupakan media baik untuk bakteri. Sekren jadi purulent(2,8)

c. Sesak
1. Kemoreseptor Perubahan pH, pCO2, dan pO2 darah arteri dapat dideteksi oleh kemoreseptor sentral dan perifer.Stimulasi reseptor ini mengakibatkan peningkatan aktivitas motorik respirasi.Aktivitas motorik respirasi ini dapat menyebabkan hiperkapnia dan hipoksia, sehingga memicu terjadinya dispnea.Menurut studi, terdapat pula peran serta kemoreseptor karotid yang langsung memberikan impuls ke korteks serebri, meskipun hal ini belum dibuktikan secara luas. Hiperkapnia akut yang terjadi pada seseorang sesungguhnya lebih dikaitkan terhadap ketidaknormalan keluaran saraf motorik dibanding aktivitas otot respiratorik.Hal ini disebabkan gejala umum hiperapnia akut berupa urgensi untuk bernapas yang sangat menonjol.Sensasi ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan parsial karbondioksida pada pasien-pasien, khususnya yang mengalami quadriplegia maupun yang mengalami paralisis otot pernapasan.Penderita sindrom hipoventilasi sentral kongenital yang mengalami desentisasi respons ventilatorik terhadap CO2 tidak merasakan sensasi sesak napas ketika penderita tersebut henti napas atau diminta untuk menghirup kembali CO2 yang telah dihembuskan. Dengan kata lain, mekanisme yang turut serta dalam sensasi sesak napas ini adalah kenaikan pCO2 dan penurunan pO2 dibawah normal. Ketika nilai pCO2 normal dan ventilasi normal, tekanan parsial oksigen harus diturunkan di bawah 6.7 kPa untuk bisa menghasilkan sensasi sesak napas.

2.

Hiperkapnia Kemoreseptor yang ada biasanya tidak merupakan penyebab langsung terjadinya dispnea.Namun, dispnea yang diinduksi oleh kemoreseptor biasanya merupakan penyebab dari stimulus lain, seperti hiperkapnia.Hiperkapnia dapat menginduksi terjadinya dispnea melalui peningkatan stimulus refleks ke aktivitas otot-otot respiratorik.Pada pasien-pasien yang diberikan agen blokade neuromuskular, ketika mereka diberikan ventilator dan tekanan tidal CO2 dinaikkan Page | 13

sebanyak 5 mmHg, seluruh subjek sontak merasakan sensasi sesak napas.Namun, pada pasien dengan penyakit-penyakit respiratorik umumnya, tetap tidak dijumpai kaitan antara hiperkapnia dan dispnea.Contohnya, pasien COPD yang biasanya mengakami hiperkapnia kronik tidak serta merta mengalami dispnea.Menurut studi, hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan parsial karbondioksida tersebut dimodulasi dengan perubahan pH pada kemoreseptor sentral, sehingga sensasi yang dihasilkan berbeda pula. 3. Hipoksia Hipoksia berkaitan dengan kejadian dispnea baik secara langsung (indepenen, tidak harus ada perubahan ventilasi) maupun tidak langsung (perubahan kondisi hipoksia dengan terapi oksigen mampu membuat keadaan penderita sesak napas membaik).Namun, hubungan antara hipoksia dengan dispnea tidak absolut; beberapa pasien dengan dispnea tidak mengalami hipoksia, begitu pula sebaliknya. 4. Metaboreseptor Metaboreseptor berada pada otot rangka.Aktivitasnya biasanya diinduksi oleh produk akhir metabolisme.Metaboreseptor ini dapat merupakan sumber sinyal aferen yang berakibat pada persepsi sesak napas ketika berolahraga.Ketika seseorang berolahraga berat, jarang sekali ditemui kondisi hipoksemia maupun hiperkapnia, namun tendensi untuk mengalami gejala sesak napas cenderung tinggi.Lebih-lebih, perubahan pH darah tidak terlalu signifikan di awal-awal latihan.Sensasi dispnea tersebut disinyalir berasal dari metaboreseptor yang ada pada otot rangka.Namun, kondisi detailnya belum terlalu diketahui. Reseptor Vagal

5.

Terdapat studi yang menyatakan bahwa adanya udara segar yang langsung dipajankan ke muka atau saluran napas atas dapat menurunkan gejala sesak napas. Beberapa reseptor dingin ini diinervasi oleh nervus vagus serta berfungsi memonitor perubahan aliran di saluran napas atas dengan mendeteksi perubahan temperaturnya. Ada setidaknya empat atau lima tipe-tipe reseptor pernapasan selain reseptor tersebut yang diinervasi nervus vagus. Reseptor-reseptor ini disinyalir mampu menimbulkan sensasi dispnea, meskipun mekanismenya sendiri masih kompleks.Reseptor-reseptor utaanya adalah Slowly Adapting Stretch Receptors (SARS), Rapidly Adapting Stretch Receptors (RARs), dan Reseptor Serat-C. 6. SAR SAR dapat ditemui di otot polos dari saluran napas besar.Reseptor ini berlanjut ke serat aferen bermyelin di vagus.Inhalasi karbondioksida, anestetik volatil, dan furosemid dinilai mampu mempengaruhi kerja reseptor ini.Stimulasi reseptor ini dapat menurunkan sensasi dispnea.Inhalasi karbondioksida menghambat aktivitas mereka dengan kerja langsung ke kanal K+ yang sensitif terhadap 4-aminopiridin.Sementara, anestetik tertentu dapat menginhibisi atau menstimulasi reseptor tergantung konsentrasi dan tipe reseptor SAR-nya.Lebih lanjut, furosemid bekerja secara tidak langsung terhadap reseptor sensorik di epitel saluran napas, dimana SAR mampu disensitisasi dengan inhalasinya. RAR Page | 14

7.

RAR dikenal sebagai terminal tak bermielin yang terhubung dengan serat aferen bermyelin nervus vagus (A).Reseptor ini beradaptasi cepat untuk mempertahankan inflasi dan deflasi paru. RAR dapat diaktifkan oleh berbagai iritan seperti ammonia, uap eter, asap rokok, serta oleh mediator imunologik dan perubahan patologik saluran napas hingga paru. Pneumotoraks juga dapat menstimulasi RAR, sehingga RAR dianggap berkontribusi terhadap kejadian dispnea.Inhalasi furosemid mampu menurunkan aktivitas RAR, sehingga inhalasi bahan kimia ini mampu memperingan dispnea. 8. Reseptor Serat-C Dua kelompok reseptor serat-C memiliki hubungan langsung ke sirkulasi bronkial atau pulmonal. Reseptor ini dikenal dengan nama reseptor kapiler jukstapulmoner, atau reseptor J. Lokalisasi reseptor ini terletak dekat kapiler alveolar dan merespon peningkatan cairan interstisial diluar kapiler. Reseptor Serat-C Pulmoner berasal dari parenkim paru (injeksi obat ke arteri pulmoner dapat berpengaruh ke kerja reseptor ini), sementara Reseptor Serat-C Bronkial menginervasi mukosa saluran napas (injeksi obat ke arteri bronkial dapat berpengaruh ke reseptor ini).Reseptor pulmoner insensitif terhadap autakoid seperti bradikinin, histamin, serotonin, dan prostaglandin, sementara serat bronkial sensitif terhadap bahan kimia intrinsik tersebut. Namun, kedua grup reseptor ini memiliki respon yang sama terhadap inhalasi anestetik volatil. Kongesti paru adalah stimulan yang kuat untuk reseptor ini, namun hal ini tidak memiliki efek yang kuat terhadap terjadinya sesak napas kecuali disertai aktivitas berat.Stimulan lainnya adalah capsaicin, namun efeknya hanya menyebabkan sensasi ringan di dada. Dengan kata lain, adanya induksi langsung ke reseptor ini tidak sontak menyebabkan gejala sesak napas, harus ada mekanisme penyerta lain atau aktivitas dari reseptor lain. Reseptor Dinding Dada1 Sinyal aferen dari mekanoreseptor di sendi, tendon, dan otot dada berlanjut ke otak dan dapat menyebabkan dispnea.Sebagai contoh, sinyal aferen dari otot interkostal (grup I, II, atau keduanya) memiliki jaras langsung ke korteks serebral. Vibrasi dari dinding dada mengaktivasi muscle spindle.Aktivasi ini dapat menginduksi sensasi dispnea.Jaras yang berasal dari kelompok otot interkostalis dinilai penting dalam timbulnya sensasi dispnea ini.Aferen nervus frenikus juga terbukti mampu memodulasi aktivitas diafragma.Aktivitas ini mempengaruhi propriosepsi respiratorik dan memicu dispnea.

9.

10. Jaras Dispnea1 Tidak terlalu banyak informasi yang diketahui mengenai jaras saraf dispnea, dan mekanismenya dinilai lebih kompleks dibanding nyeri.Namun, diketahui bahwa aktivitas aferen dari otot repiratorik dan reseptor vagal berlanjut ke batang otak, kemudian ke area talamus. Dispnea dibuktikan mengaktivasi beberapa area di otak, seperti insula kanan anterior, vermis serebelum, amygdala, korteks singulum anterior, dan korteks singulum posterior.Area ini juga diaktifkan oleh sensasi nyeri dan stimulasi tidak menyenangkan lainnya (haus, mual). 11. Perintah Motorik dan Central Corollary Discharge1 Page | 15

Sensasi dispnea menunjukkan kesadaran seseorang untuk mengubah aktivitas motorik respirasinya.Ketika batang otak atau korteks motorik mengirim perintah eferen ke otot-otot ventilator, beberapa jaras juga disambungkan ke korteks sensorik.Hubungan ini yang disebut central corollary discharge. Akibatnya, kesadaran penuh untuk usaha ekstra bernapas timbul.(9) d. Demam Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas.Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.(2) e. Anoreksia Mekanisme terjadinya anoreksia tersebut tidak di ketahui secara pasti, namun diduga akibat pelepasan mediator proinflamasi seperti interleukin-1, tumor necrosis- dan interleukin6.Produksi sitokin ini akan menekan selera makan, menyebabkan kehilangan protein, perbedaan jumlah protein BDNF (brain derived neurotropic factor) dan meningkatkan resting energy expenditure.(9)

B. Mengapa obat batuk tidak memberi efek terhadap penderita ? Salah satu gejala klinis dan yang menjadi keluhan utama yang dialami pasien dalam skenario di atas adalah batuk.Pemberian obat batuk telah diberikan kepada pasien secara berkala.Namun penyakit yang diderita pasien tak kunjung jua berhenti atau mengalami perbaikan. Oleh karena itu, untuk dapat mensinergikan antara pengaruh obat batuk terhadap penyakit yang mungkin diidap oleh pasien, ada baiknya kita mengetahui tentang macam dan fungsi dari obat batuk itu sendiri. Obat batuk dibagi menjadi dua berdasarkan simptomatisnya : a). Batuk Berdahak adalah batuk yang ditandai dengan hipersekresi kelenjar mukus saluran napas atas karena sebagai alarm dan protektor masuknya allergen/benda asing. Obat yang bekerja pada batuk jenis ini bersifat lokal. Terapi farmakologik nya dibagi menjadi 2 : 1. Ekspektoran : merangsang pengeluaran dahak dari saluran nafas viskositas Mecetuskan batuk melalui stimulus N.Vagus Ex: Gliseril Guaiakolat dan Amonium Klorida menurunkan

Page | 16

2. Mukolitik : mengencerkan sekret dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Ex : Ambroksol, Bromheksin, dan asetilsistein. b).Batuk non produktif adalah batuk yang tidak disertai dengan dahak. Obat yang berperan bekerja pada neuronneuron yang menstimulus reflex batuk. Dibagi menjadi 2 : 1. Narkotik : bersifat addiktif, menekan saraf pusat, dan menimbulkan efek sedatif. Ex : kodein ; menghambat refleks batuk pada M.O. 2. Non-narkotik ; noskapin dan DMP. Dengan penjelasan diatas, kita sudah dapat tarik kesimpulan, bahwa obat batuk pada umumnya

hanya bersifat simptomatik, yaitu meredakan dan mengurangi manifestasi klinis yang ditimbulkan dari penyakit.Tapi tidak dapat mengatasi kausal dari penyakit yang dialami
penderita.Kausal menyebabkan penyakit diatas disebabkan oleh infeksi mikroorganisme. Sehingga akan salah jika berikan terapi yang bersifat simptomatik kepada pasien karena tidak akan berefek apapun.(10)

D.Bagaimana hubungan antara gejala klinis dari scenario ?

Seperti yang kita ketahui, gejala yang dominan pada kasus diatas adalah demam, pilek, sesak napas, nyeri dada dan batuk. Pada semua gejala yang timbul terkecuali demam semuanya berhubungan dengan system pernapasan dan khusu untuk sesak napas, batuk dan nyri dada merupakan manifestasi utama dari gangguan pernapasan . Demam merupakan hal yang biasanya timbul pada peradangan dan infeksi . Batuk seperti yang telah dibahas pada patomekanismenya di no 1 dapat timbul karena adanya iritan, ataupun karena ada infeksi dari mikroorganisme dan demam merupakan suatu respon tubuh ketika ada benda asing yang masuk ke dalam tubuh akan bereaksi untuk meningkatkan suhu tubuh dengan melepas prostaglandin, sedangkan untuk sesak napasnya pada keadaan batuk kerja otot pernapasan menjadi meningkat yang menyebabkan ventilasi menjadi abnormal atau bekerja di luar keadaan normal dan salah satu penyebab sesak napas adalah ketidakseimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi. Sama seperti batuk, pilek yang biasanya ditandai dengan pengeluaran secret secara berlebih merupakan salah satu respon tubuh terhadap adanya benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Namun yang perlu diperhatikan adalah demam, tidak nafsu makan, kelelahan dan turunnya berat badan merupakan gejala umum dari berbagai penyakit tidak terkecuali penyakit saluran napas .(11)

Page | 17

C. Differential Diagnose dari scenario ?

TUBERKULOSIS PARU
A. Etiologi Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (dan kadang-kadang M. Bovis dan africanum).Organsme ini disebut pula basil tahan asam.1Penularan terjadi melalui udara (airbornespreeding) dari droplet infeksi.Sumber infeksi adalah penderita TB paru yang membatukkan dahaknya, dimana paada pemeriksaan hapusandahak umumnya ditemukan BTA positif. Batuk akan menghasilkan droplet infeksi (droplet nuclei). Pada sekali batuk dikeluarkan 3000 droplet.Penularan pada umumnya terjadi dalam ruangan pada dengan ventilasi kurang.Sinar matahari dapat membunuh kuman dengan cepat, sedang pada ruangan gelap kuman dapat hidup. Risiko penularan infeksi akan lebih tinggi pada BTA (+) dibanding BTA (-). (12) B. Patogenesis 1. Tuberkulosis primer Infeksi terjadi setelah seorang menghirup Mycobacterium tuberculosis. Setelah melalui barrier mukosilier saluran napas, basil TB akan mencapai alveoli. Kuman akan mengalami multiplikasi di paru, disebut Focus Ghon.1 Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura,maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadilah limfodenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.(13) Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (ranke) semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. 2 Melalui kompleks primer basil dapat menyebar ke pembuuluh darah ke seluruh tubuh.Respon imun seluler/ reaksi hipersensitivitas tipe lmbat terjadi 4-6 minggu setelah infeksi primer. Banyaknya basil TB serta kemampuan daya tahan tubuh host akan menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil menjadi dpat menghentikan multiplikasi kuman dorman.Pada penderita dengan daya tahan tubuh buruk, respon imun tidak dapat menghentikan multiplikasi kuman sehingga akan menjadi sakit pada beberapa bulan kemudian. Sehingga kompleks primer akan mengalmi salah satu hal sebagai berikut : 1. Penderita akan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat(restirution ad integrum). 2. Sembuh dengan meninggalkan bekas (seperti sarang Ghon,firotik,perkapuran). 3. Menyebar dengan cara : a. Perkontinuitatum ke jaringan sekitarnya. Sebagai contoh adalah pembesaran kelenjar limfe di hilus, sehingga menyebabkan penekanan bronkus lobus medius berakibat atelktasis. Kuman akan menjalar sepanjang bronkus tersumbat menuju lobus atelektasis, menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis, hal ini disebut juga epituberkulosis. Pembesaran kelenjar limfe di leher, dapt menjadi abses disebut scrofuloderma.Penyebaran ke pleura menyebabkan efusi pleura. b. Penyebaran bronkogen ke paru bersangkutan atau paru sebelahnya. Atau tertelan bersama dahak sehingga terjadi penyebaran di usus.

Page | 18

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain seperti tuberkulosis milier, meningitis, ke tulang, ginjal, genetalia. (12) 2. Tuberkulosis Post primer Terjadi setelah periode laten(beberaapa bulan/tahun)setelah infeksi primer. Dapat terjadi karena reaktivasi atau reinfeksi. Reaktivasi terjadi akibat kuman dorman yang berada pada jaringan selama beberapa bulan/tahun setelah infeksi primer,mengalami multiplikasi. Hal ini dapat terjadi akibat daya tahan tubuh yang lemah.Reinfeksi diartikan adanya infeksi ulang pada seseorang yang sebelumnya pernah mengalami infeksi primer. TB Post primer umumnya menyerang paru, tetapi dapat pula di tempat lain di seluruh tubuh umumnya pada usia dewasa. Karakteristik TB post primer adalah adanya kerusakan paru yang luas dengan kavitas, hapusan dahak BTA positif, pada lobus atas, umumnya tidak terdapat limfadenopati intratoraks. Tuberkulosis post primer dimulai dari sarang dini yang umumnya pada segmen apical lobus superior dan lobus inferior. Awalnya berbentuk sarang pneumonik kecil. Sarrang ini dapat mengalami salah satu keadaan sbb : 1. 2. 3. Diresorbsi dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat Sarang meluas, tetap segera mengalami penyembuhan berupa jaringan fibrosis dan perkapuran. Sarang dapat aktif kembali membentuk jaringan keju dan dibatukkan menimbulkan kaviti. Sarang pneumonik yang meluas, membentuk jaringan keju, yang bila di batukkan akan menimbulkan kaviti. Kaviti awalnya berdinding tipis kemudian menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti akan mengalami : a. Meluas dan akan menimbulkan sarang pneumonik baru. b. Memadat dan membungkus diri disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, tapi dapat aktif kembali dan mencair menimbulkan kaviti kembali. c. Menyembuh dan disebut open healed cavity, atau menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kaviti dapat menciut dan tampak sebagai bintang (stellate shape.)(12)

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni: 1. 2. 3. Sarang yang sudah sembuh. Sarang ini tidak perlu pengobatan lagi. Sarng aktif eksudatif. Sarang ini peru pengobatan yang lengkap dan sempurna Sarang yang berda antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaseerbasi kembali,sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna.(12)

C. Gejala gejala klinis Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah : 1. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410c.Serangan demam pertama sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. Page | 19

2.

Batuk/batuk darah Gejala ini banyak ditemukan.Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk mebuang produk-produk radang keluar.Sifat batuk dimulai dari batuk non produktif kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat terjadi pada ulkus dinding bronkus.

3.

Sesak napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

4.

Nyeri dada Gejala ini agak jarang diemukan.Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik / melepaskan napasnya Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala Malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam,dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.(13)

5.

D. Pemeriksaan Fisik Tanda fisik penderita TB tidak khas, tidak dapat membantu untuk membedakan TB dengan penyakit paru yang lain. Tamda fisik tergantung pada lokasi kelainan serta luasnya kelainan struktur paru. Dapat ditemukan tanda-tanda antara lain penarikan struktur sekitar, suara napas bronkial, amforik, ronki basah. Pada efusi pleura didapatkan gerak napas tertinggal, keredupan dan suara napas menurun sampai tidak terdengar. Bila terdapat limfadenitis tuberkulosa didapatkan pembesaran kelenjar limfe, sering di daerah leher, kadang disertai adanya skrofuloderma. E. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan untuk menegakkan diagnosis, spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebro spinal, bilasan lambung, bronchoalveoler lavage, urin, dan jaringan biopsi.Pemeriksaan dapat dilakukan secra mikroskopis dan buatan. Pemeriksaan dahak untuk menemukan basil tahan asam merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan pada seseorang yang dicurigai menderita tuberkulosis atau suspek.Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (sewaktu/pagi/sewaktu), dengan pewarnaan ziehl-nielsen atau kinyoun gabbet.Interpretasi pembacaan didasarkan skala IUATLD atau bronkhorst. Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam pada pemeriksaan hapusan sputum secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila sedikitnya 2 dari 3 spesimen dahan ditemukan BTA (+). Bila hanya 1 spesimen positif, perlu pemeriksaan foto thoraks atau SPS ulang.Bila foto thoraks mendukung TB maka didiangnosis sebagai TB paru BTA (+).Nila foto toraks tidak mendukung TB maka perlu dilakukan pemeriksaan SPS ulang. Bila SPS ulang hasilnya negatif berarti bukan penderita TB. Page | 20

Bila SPS positif, berarti penderita TB BTA (+).Bila foto toraks mendukung TB tetapi pemeriksaan SPS negatif, maka diagnosis adalah TB paru BTA negatif rontgen positif. Foto toraks Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila: 1. 2. 3. Curiga adanya komplikasi ( misal: efusi pleura, pneumotoraks) Hemoptisis berulang atau berat Didapatkan hanya 1 spesimen BTA (+)

Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif : 1. 2. 3. 4. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular. Bayangan bercak milier Efusi pleura

Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif : 1. 2. 3. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau segmen superior lbus bawah. Kalsifikasi Penebalan pleura.

Detroyed lung : Gambaran radiologis yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru.Sulit untuk menilai aktiviti penyakit berdasarkan gambaran radiologis tersebut.Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologis untuk mengetahui aktivitas penyakit. Luas proses yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dinyatakan sbb : 1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau duaparu dengan lesi tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternaljunction dari iga kedua dan prosessus spinosus vertebra torakalis IV, atau korpus torakalis V (sela iga ke-2) dan tidak dijumpai kaviti. Lesi luas, bila proses ebi dari lesi minimal.(12) Pemeriksaan penunjang

2. F.

Pemeriksaan darah rutin kurang spesifik.LED penting sebagai indikator kestabilan penyakit sehingga dapat digunakan untuk evaluasi penyembuhan. Pemeriksaan serologi dilakukan dengan metode Elissa, mycidot, PAP (peroksidase anti peroksidase). Tehnik lain untuk mengidentifikasi m.tb dengan PCR (polymerase chain reaction), RALF (Restrictive fragment lenghtpolymorphisms), LPM (light producing maycobacterophage). Pemeriksaan histopatologi jaringan, diperoleh melalui transbronchial lung biopsy,transthoracal biopsy, biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar dan organ lain diluar paru. Diagnosis TB ditegakkan bila jaringan menunjukkan adanya granuloma dengan perkejuan.(12) Page | 21

G. Diagnosis Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,radiologis, dan penunjang yang lain.(12) H. Pengobatan Tujuan pengonabatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian,mencegah relaps,menurunkan penularan ke orang lain dan mencegah terjadinya resistensi terhadap OAT. Untuk itu diperlukan OAT yang efektif dengan pengobatan jangka pendek. Standarisasi regimen untuk pengobatan TB didasarkan pada rekomendasi WHO. Terhadap 4 populasi kuman TB yaitu : 1. 2. 3. 4. Metabolically active, yaitu kuman yang terus tumbuh dalam kaviti. Basilli inside cell, misal dalam makrofag semi-dorman bacilli(persisters) dorman bacilli

Pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu lama karena sulit untuk membunuh kuman semi dorman. Terdapat 3 aktivitas anti tuberkulosis yaitu : 1. 2. 3. Obat bakterisidal : INH, Rifampisin, pirazinamid OAT dengan kemampuan sterilisasi: rifampisin, PZA OAT dengan kemampuan mencegah resistensi: rifampisin dan INH, sedangkan streptomisin dan etambutol kurang efektif.

OBAT ANTI TB Anti TB drug Isoniazid (H) Rifampicin (R) Pyrazinamid(Z) Streptomiysin (S) Etambutol (E) Action bactericidal bactericidal bactericidal bactericidal bacteriostatic Potency Hight Hight Low Low Low Dose mg/kg Daily Intermitten 3x/wk 5 10 10 10 25 35 15 15 30 30

2x/wk 15 10 50 15 45

Pengobatan TB terdiri dari 2 fase yaitu : 1. Fase initial/fase intensif (2 bulan) Pada fase ini membunuh kuman dengan cepat.Dalam waktu 2 minggu penderita yang infeksius menjadi tidak infeksius, dan gejala klinis membaik. Kebanyakan penderita BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Pada fase ini sangat penting adanya pengawasan minum obat oleh PMO (pengawas minum obat).

Page | 22

2.

Fase lanjutan (4-6 bulan )Bertujuan membunuh kuman persister(dorman)dan mencegah relaps. Fase ini juga perlu adanya PMO. Contoh kode pada regimen pengobatan TB : 2(HRZE)/4 HR Fase inisial adalah 2 (HRZE), lama pengobatan 2 bulan, dengan INH, Rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Faase lanjutan adalah 4(HR)3, lama pengobatan 4 bulan, dengan INH dan rifampisin, diminum 3 kali seminggu. I. Komplikasi

Penyakit tuberkulosis pau tidak di tangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi di bagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. 1. 2. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncets artrhopathy. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas->SOPT (sindrom obstruksi pasca tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

PNEUMONIA Dahulu penyakit ini hanya dibedakan menjadi pneumonia atipikal dan pneumonia tipikal. Namun dikarenakan adanya beberapa bakteri yang menghasilkan sindrom klinik yang berbeda dari yang lain, menyebakan pneumonia dibagi menjadi beberapa kelompok Etiologi Dapat disebakan oleh virus, bakteri, maupun jamur.Penyakit ini merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Patogenesis Dapat terjadi oleh 3 faktor, yaitu : 1. Keadaan imunitas inang 2. Mikroorganisme yang menyerang pasien 3. Lingkungan yang merupakan tempat interaksi satu sama lain

Page | 23

Faktor risiko yang meningkatkan kesempatan Anda untuk mendapatkan pneumonia meliputi: Penyakit paru-paru kronis (PPOK, bronkiektasis, fibrosis kistik) Merokok Dementia, stroke, cedera otak, cerebral palsy, atau gangguan otak lainnya Sistem kekebalan masalah (selama pengobatan kanker atau akibat HIV / AIDS atau transplantasi organ) Penyakit jantung, sirosis hati, atau diabetes melitus Recent operasi atau trauma Operasi untuk mengobati kanker mulut, tenggorokan, atau leher

Gejala klinis : Gejala umum pneumonia adalah: Batuk lendir kehijauan atau kuning, atau lendir bahkan berdarah Febris, ringan kadang tinggi Menggigil Dipsneu (hanya dapat terjadi ketika kita naik tangga) Gejala lain termasuk: Kebingungan, terutama pada orang tua Kelebihan berkeringat dan kulit lembab dan dingin Sefalgia Anoreksia Nyeri dada yang makin besar ketika Anda bernapas dalam atau batuk Namun dikarenakan pneumonia ini mempunyai beberapa gejala yang spesifik sesuai pathogenesisnya, maka kami mengklasifikasikannya menjadi beberapa :

Page | 24

Pneumonia Komunitas, Pneumonia Nasokomikal dan Pneumonia dengan Ventilator (PBV) Pneumonia Komunitas Adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar RS sedangkan Pneumonia Nasokomikal adalah pneumonia yang terjadi setelah >48 jam dirawat di RS, baik diruang rawat umum maupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator. Sedangkan PBV yang terdapat di pusat peratawan kesehatan adalah pneumonia yang terjadi setelah berhubungan dengan ventilator jangka waktunya yaitu 48-72 jam atau lebih setelah incubasi tracheal. Ini termasuk pasien yang dirawat oleh perawatan akut di RS selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal dirumah perawatan, mendapat AB intravena, kemoterapi, atau perawtan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik RS atau klinik hemodialisis. Epidemiologi 1. Pneumonia Komunitas Berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat, 80% menyebabkan kematian 2. Pneumonia Nasokomikal Pneumonia yang presentasenya dijumpai sebanyak 15-20% pada pusat perawatan 3. Pneumonia dengan ventilator (PBV) Didapati sebanyak 9-27% pada pasien yang di intubasi Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas.Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Etiologi 1. Pneumonia Komunitas Pada PK rawat jalan jenis pathogen tidak diketahui pada 40% kasus.Dilaporkan adanya Str. pneumonia pada 9-20% kasus, M. pneumonia 13-37% kasus, Clamhydia pneumonia 17%. Pada pasien rawat inap diluar ICU.Pada 20-70% tidak diketahui penyebabnya.Str. Pneumonia dijumpai sebanyak 20-60%, H.influenzae 3-10%, S. aureus, gram

Page | 25

negative enteric, M. pneumonia, C. pnemuoniae Legionella dan visrus sebesar sp10%. Pada PK rawat inap di ICU. 50-60% tidak diketahui penyebabnya, sekitar 33% disebabkan oleh Str. Pnemoniae, Enterobacteriacae 20%, 10-20% diantaranya dijumpai Ps. Aeruginosa terutama pasien dengan bronkiektasksis. Pada panti jompo dijumpai lebih sering dijumpai resisten methisilin, bakteri gram negative, M. tuberculosis, dan virus tertentu. 2. Pneumonia Nasokomikal dan Pneumonia dengan ventilator (PBV) Tergantung pada 3 faktor yaitu : tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis pathogen tertentu dan masa menjelang timbul onset pneumonia. Staphylococcus aureus, methicilin resisten (koma, cedera kepala, influenza, pemakaian obat IV, DM, gagal ginjal).Ps. Aureginosa (pernah dapat antibiotic, ventilator > 2 hari, lama di ICU,terapi steroid / antibiotic, kelainan struktur paru (bronkiektaksis, kistik fibrosis), malnutrisi). Anaerob acinobachter spp (antibiotic sebelum onset pneumonia dan ventilasi mekanika) Pathogenesis 1. Pneumonia Komunitas Dari adanya pathogenesis umum diatas tercermin kecenderungan terjadinya infeksi oleh kuman tertentuoleh factor penguah (modifying factor). 2. Pneumonia Nasokomikal Proses infeksi pathogen yang masuk ke saluran nafas bagian bawah terseut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (silia, mukus), hummoral (antibody dan komplemen) dan selular (leukosit, polinuklir, makrofag, limfosit dan sitokin) 3. Pneumonia dengan ventilator (PBV) Pathogen yang sampai ke trake terutama berasal dari orofaring, kebocoran melalui mulut dan saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber bahan pathogen yang mengalami kolonisasidi pipa enkondral. Penegakan diagnosis 1. Anamnesis a. Evaluasi factor pasien / predisposisi
Page | 26

PPOK (H. influenzae), penyakit kronik (kuman jamak), kejang/ tidak sadar (aspirasi gram negatif), Pneumocystic carinii, CMV, Legionella, jamur, mycobacterium, kecanduan obat bius b. Bedakan lokasi infeksi PK (Str. Pneumoniae, H. influenza, M.Pneumoniae), rumah jompo, PN (Staphylococcus aureus), gram negative c. Usia pasien Bayi (virus), muda (M. Pneumoniae), dewasa (S. Pneumoniae) d. Awitan Cepat, akut dengan rustycolouredsputum (S. Pneumoniae); perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M. Pneumoniae) 2. Pemeriksaan fisis a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti S. pneumonia, Str. Spp, Staphylococcus. Yang ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering dan non produktif b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat kuman yang kurang pathogen/oportunistik, misalnya : Klebsiella,

Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob dan jamur c. Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapat erupa demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronchial) d. Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan radiologis Gambaran air bronkhogram (airspace disease), bronkopneumoniae (segmental disease), pneumonia intertisiel (intertisiel disease). Distribusi infiltrate, pada segmen apical lobus bawah atau inferior lobus atau sugestif untuk kuman aspirasi. Bentuk lesi berupa kavitas dengan air-fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi anaerob, gram negative atau amiloidosis.

Page | 27

Pembentukan kista terdapat pada pneumonia nekrotikans/supurative, abses dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan paru b. Pemeriksaaan laboratorium Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri.Leukopemia

menandai adanya depresi imunitas. c. Pemeriksaan bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotarkeal/transtrakeal, aspirasi jarumtranstorakal, torakosentesis, bronkoskopi atau biopsy. Dilakukan pemeriksaaan apus gram, burrygins, quelling test dan zeihl neilsen d. Pemeriksaan khusus Titer antibody terhadap virus, legionella dan mikoplasma. Pada PN/PK yang rawat inap perlu diperiksakan analis gas darah dan kultur darah Penatalaksanaan 1. Pneumonia Komunitas a. Factor antibiotic, tergantung kepada kepekaan kuman. Penetrasi ke tempat lesi infeksi, toksisitas, interaksi dengan obat lain dan reaksi pasien, missal : alergi atau intoleransi b. Factor farmakologi Untuk mencapai efektifitas, sifat dose dependent (sefalosporin) 3-4 pemberian/hari, golongan concentration dependent (aminoglikosida, kuinolon) cukup 1-2 kali/hari namun dengan dosis yang lebih besar. 2. Pneumonia Nasokomikal dan Pneumonia dengan ventilator (PBV) S. Pneumoniae dan H. influenza : seftriakson. Gram negative sensitive antibiotic : levofloksasin, moksifloksasin atau ciciprofloksasin, escherecia coli (k. pneumonia ; ampisislin/sulbaktam, enterobachter spp dan serratia marcescens : ertapenem). Pencegahan 1. Pneumonia Komunitas Pemberian vaksin influenza dan pneumokokus pada orang dengan resiko tinggi, dengan gangguan imunologis, penyakit berat termasuk penyakit paru kronik, hati, ginjal dan jantung. Vaksinasi dip anti jompo atau rumah penampungan penyakit kronik dan usia diatas 65 tahun
Page | 28

2. Pneumonia Nasokomikal dan Pneumonia dengan ventilator (PBV) Pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaina obat sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antacid. Pneumonia bentuk khusus 1. Pneumonia aspirasi Proses terbawanya bahan yang ada di orofaring pada saat respirasi ke saluran nafas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru 2. Pneumonia pada gangguan imun Terdapat factor predisposisi berupa kekurangan imunitas akibat proses penyakit dasar atau akibat terapi. Misalnya gangguan dari immunoglobulin, defek sel granulosit, defek fungsi sel T 3. Pneumonia pada usia lanjut Terjadi pada 2 kelompok, yaitu usia lanjut yang tinggal dirumah dan tinggal dirumah perawatan 4. Pneumonia kronik Berupa pneumonia karena infeksi dan non infeksi. Non infeksi antara lain pneumonia intertisial kronik yang disebabkan oleh proses degenerative yang menyebabkan terjadinya inflamasi dan proses fibrosis pada alveolar yang diikuti indurasi dan atrofi paru. Infeksi diakibattkan oleh oleh bakteri yang berkembang berminggu-minggu sampai berbulanbulan. Pneumonia bentuk lain 1. Pneumonia rekurens Disebut juga pneumonia berulang bila dijumpai 2 atau lebih infeksi paru non TB dengan jarak waktu lebih dari 1 bulan, dan disertai dengan adanya febris, gambaran infiltrate paru dan umumnya disertai dengan sputum purulen, leukositosis dan respon terhadap antibiotic yang baik 2. Pneumonia eosinofilik Penyakit paru yyang timbul akibat kelompok gangguan paru yang beragam, yang ditandai oleh adanya infiltrasi eosinofil pada bronkus, alveoli dan intertisium dari paru.(13,14)
Page | 29

Asma Bronchiale
Etiologi Asma merupakan penyakita gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hipperesponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasannya.Asma ditandai dengan bronkospasme episodik reversible yang terjadi akibat respons bronkokontriksi berlebihan terhadap berbagai ransangan.Di Amerika kunjungan pasien asma pada pasien berjenis kelamin perempuan dibagian gawat darurat dan akhirnya memerlukan perawatandi rumah sakit dua kali lebih banyak dibanding pasien pria. Data penelitian menunjukkan bahwa 40% dari pasien yang dirawat tadi terjadi selama fase premenstruasi. Di Australia, Kanada dan Spanyol dilaporkan bahwa kunjungan pasien denganasma akut dibagian gawat darutat berkisar antara 1-12%. Rata-rata biaya tahunan yang dikeluarkan pasien yang mengalami serangan adalah $600, sedangkan yang tidak mengalami serangan biaya bekisar $170. Secara klinis asma bermanifestasi sebagai serangan dipsnea, batuk, dan mengi ( suara bersiul lembut sewaktu ekspirasi). Penyakit umum ini mengenai sekitar 5% orang dewasa dan 7% hingga 10% anak. Asma dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan ada tidaknya penyakit imun penyebab : 1. Asma esktrinsik : eisode asma biasanya disebabkan oleh reaksi hipersenstivitas tipe I yang dipicu oleh pajanan kesuatu antigen ekstrinsik. 3 jenis sama ekstrinsik yang dikenal ialah asma atopik, asma pekerjaan, dan aspergilosis bronkopulmonal allergik. 2. Asma intrinsikyang mekanisme pemicunya ialah non imun. Pada bentuk ini, sejumalah rangsangan yang kecil tau tidak berefek pada orang normal dapat menyebabkan bronkopasme pada pasien. Faktor tersebut mencakup aspirin ,nfeksi paru, dan biasanya terdapat manifestasi alergi pada pasien atau keluarganya , dan kadar Ig E serum normal. Pasien tersebut dikatakan mengidap diatesis asmatik. Patofisiology Trigger yang berbeda-beda dapat memicu asma oleh karena inflamasi saluaran napas atau bronkospasme atau keduanya.sesuatu yang dapat memicu asma anata individu berbeda dan dari waktu ke waktu lain. Beberapa hal diantaranya adalah allergen , polusi udara, infeksi saluran napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan. Faktor lain yakni rinitis, sinusitis bacterial, poliposis, menstruasi,refluks gastro esopageal, dan kehamilan. Pada aksus asma akut memkanisme yang menyebabkan bronkokonstriksi terdiri dari kombinasi atau pelepasan mediator sel inflamasi dan rangsangan yang bersifat lokal atau refleks saraf pusat.Akibatnya keterbatasan aliran udar atimbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran napas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikovaskuler berperan terhadap penebalan dan pembengkakan dari sisi luar otot polos saluaran napas. Penyempitan saluran napas bersifat progresif , bila tidak dilakukan koreksi terhdap obstruksi saluaran pernapasan ini , akan terjadi gagal napas yang merupakan konsekuensi dari peningkatan kerja pernapasan, inefisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot-otot pernapasanan. Ketika terjadi obstruksi saluran udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang Page | 30

kecil untuk mencegah kembalinya tekana n alveolar terhadap tekanan atmosfer maka aka terjadi hiperinflasi dinamik yan berhubungan dengan aktivitas otot pernapasan. Hiperinfalasi paru akan meningkatan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatanefek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru. Perjalan penyakit ----- serangan asma ditandai dengan dipsneu berat disertai mengi, kesulitan utama terletak terutama pada saat ekspirasi. Pasien bersusah-susah menghirup udara kemudian tidak dapat mengelurkannya-----hiperinflasi progresif paru dengan udara terperangkapdisebelah distal bronkhus----bronkus mengalami konstriksi dan terisi mukus dan debris. Sehingga pada kasus biasa seeerangan berlangsung 1 hingga beberapa jam dan mereda dengan atau tanpa pengobatan. Selama interval dianatara serangan pasien biasanya bebas dari kesulitan bernapas,tetapi defisit pernapasan yang samar dan persisten dapat dideteksi dengan metode-metode spirometrik. Kadang-kadang terjadi serangan hebat yang tidak berespon erhadap terapi dan menetap selma beberapa hari bahkan beberapa minggu. Hiperkapnia, asidosis dan hipoksia berat yang tibul pada sebagian besar kasus penyakit lebih menyebabkan kematian.Namun dalam tahun-tahun terakhir terjadi peningkatan yang mencemaskan kematian akibat asnma berat.Penyebab kecenderungan masih belum jelas. Evolusi Serangan Asma Terdapat dua mekanismeyang berbeda dalam hal perkembangan laju serangan asma. Ketika dominan adalah proses inflamasi saluran pernafasannya, pasien memperlihatkan perburukan gejala klinis dan fungsional tipe 1 atau serangan asma akut tipe lambat. ISPA juga sering memicu serangan dan pasien memperlihatkan respon terapetik yang lambat.Keungkinan pasien ini mempunyai reaksi inflamasi akibat alergi dengan ditemukannyaeosinofil pada saluran pernafasannya. Pada serangan tipe 2, yang dominan adalah terjadinya bronchospasme dan pasien memperlihatkan serangan asmayang muncul tiba-tiba atau mendadak yang ditandai dengan obstruksi saluran napas yang berkembang sangat cepat(sesak muncul < 3-6 jam ssetelah serangan) Kematian Akibat Asma Ada 2 kemungkinan yang dapat menyebabkan kematian pada pasien asma yakni aritmia dan apiksia yang disebabkan oleh keterbatasan aliran udara dan hipoksemia. Diagnosis Asma akut merupakan kegawat daruratan medis yang harus segera didiagnosis dan diobati.Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemerikasaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Riwayat Penyakit Tujuannya untuk menentukan waktu saat timbulnya serangan dan beratnya gejala, terutama untuk membandingkan dengan eksaserbasi sebelumnya, semua obat yang digunakan selama ini ,riwayat RS sebelumnya, kunjungan kegawat darurat, riwayat episode gagal napas sebelumnya (intubasi,penggunaan ventilator) dan gangguan psikiatrik atau psikologis. Tidak adanya riwayat asma sebelumnya terutama pada pasien dewasa,harus dipikirkan diagnosa lainnya seperti gagal jantung kongestif,PPOK dan lainnya.

Page | 31

Pemeriksaaan Fisik Penggunaan otot-otot pernapasan menjadi perhatian, adanya retraksi otot sternokleidomastoideus dan supra sternal menunjukkan adanya kelemahan fungsi paru. Frekuensi pernapasan respiratory rate (RR) >30X/menit, takikardi > 120/menitatau pulsus paradoxus>12mmHg merupakan tanda vital adanya serangan asma akut berat. Lebih dari 50% pasien dengan asma akut berat , frekuensi jantungnya berkisar antara 90-120X/menit. 1. Pulse Oximetry Pengukuran SpO2 diindikasikan sat kemungkina n pasien jatuh kedalam gagal napas dan kemudian memerlukan penatalaksanaan yang lebih intensif. Target pengobatan ditentukan agar SpO2 > 92% tetap terjaga 2. Analisa Gula Darah (AGD) Keputusan untuk dilakukan pemeriksaan AGD jarang diperlukan pada awal penatalaksanaan. Karena ketepatan dan kegunaan pulse oxymetri, hanya sampai pada terapi oksigenasi yang SpO2 tak membaik sampai >90% perlu dilakukan pemeriksaan AGD 3. Foto toraks Foot toraks dilakukan hanya pada pasien dengan tanda dan gejala pneumotoraks, pada pasien yang secara klinis dicurigai adanya pneumoni atau pada pasien asma 6-12 jam dilakukan pengobatan secara intensif tetap tidak respon terhadap terapi. 4. Monitor Irama Jantung EKG tidak diperlukan secara rutin , tapi monitor ecara terus menerus sanat tepat dilakukan untuk pasien lansia dan pasien yang selain menderita asma juga menderita penyakit jantung.jika gangguan irama jantung ini hanya disebabkan asmanya saja , diharapkan gangguan irama tadi akan segera kembali ke irama normal dalam hitungan jam saja setelah respons terapi terhadap penyakit asmanya. 5. Respons terhadap Terapi Respon terhadap terapi awal di IGD merupakan prediktor terbaik tentangperlu atau tidaknya pasien dirawat, bila dibandingkan dengan tampilan beratnya eksaserbasi. Respon awal terhadap pengobatan (PEFR atau FEV1 pada 30 pertama) merupakan predikor terpenting terhadap hasil terapi. Variasi nilai PEFR diatas 50L/menit dan PEF>40%normal diukur 30 enit setelah dimulainya pengobatan,merupakan prediktoryang baik bagi hasil akhir pengobatan yang baik pula. Penatalaksanaan Target pengobatan asma meliputi beberapa hal, diantaranya adalah menjaga saturasi oksigen antara arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi saluaran napas dengan pemberian bronkodilatator inhalasi kerja cepat(2-angonis dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran pernapasan serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal. 1. Oksigen Karena kondisi hipoksemia dihasilkan oleh ketidak seimbangan V/Q, hal ini biasanya dapat terkoreksi dengan pemberian oksigen 1-3L/menit dengan kanul nasal atau masker. Target pemberian oksigen ini nadalah dapat mempertahankan SpO2 pada kisaran 92% Page | 32

2. 2-agonis Inhalasi 2-agonis kerja pendek merupakan obat pilihan untuk penderita asma akut karena onsetnya cepat dan efek sampingnya bisa ditoleransi. Salbutamol adalah obat yang paling banyak digunakan di IGD dengan onset aksi sekitar 5 menit dengan lama aksi 6 jan. obat lain yang sering digunakan adalah metaproterenol, terbutalin, dan fenoterol. Obat aksi kerjan panjang tidak direkomendasikan. Pemakaian secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang lebih sedikit serta lebih efektif bila dibandingkan pemakaian secara sistemik. Penggunaan 2agonis secara intravena pada pasien dengan asma akut diberikan hanya jika respon terhadap oabat per inhalasi sangat kurang atau jika pasien batuk berlebihan atau hampir meninggal. 3. Antikolinergik Penggunaan antikolinergik berdasarkan asumsi terdapatnya peningkatan tonus vagal saluran napas pada pasien asma akut, tapi efeknya tidak sebaik 2-agonis.Penggunan ipratropium romida (IB) secara inhalasi digunakan sebagai bronkodilato awal pada pasien asma akut.Kombinasi pemberian IB dan 2-agonis diindikasikan sebagai terapi pertama pada pasien dewasa degan eksaserbasi asma berat. 4. Kortikosteroid Pemberian kortikosteroi secara sistemik harus diberikan pada penatalaksanaan kecuali kalau derajat eksaserbasinya ringan.Agen inio tidak bersifat bronkodilator tetapi secara eksterm sangat efektif dalam menurunkan inlamasi saluran napas. 5. Teofilin Penggunaan teofilin sebagai obat monoterapi tidak sebaik obat golongan 2-agonis, walau pun dikombinasikan dengan aminophilin tidak memberikan makna. Bahkan akan timbul efek samping seperti tremor,mual cemas, dan takik aritma. Berdasarkan beberapa penelitian akhirnya dibuat kesepakatan dan keputusan untuk tidak merekomendasikan pemberian teofilin secara rutin untuk pengobatan asma akut. 6. Magnesium Sulfat Mekanisme obat ini kemungkinan melalui hambatan kontraksi otot polos akibat kanal kalsium terblokir oleh magnesium. Obat ini murah dan aman.dari hasil penelitian secara meta analisis pemberian oabat pada pasien asma akut tidak dianjurkan untuk diberikan secara rutin, pemberian obat ini secara perinhalasi tidak memberikan efek yang bermakna. Penelitian akhir melaporkan bahwa pemberian magnesium sulfat secara intravena hanya akan memperbaiki fungsi paru. 7. Hellox Hellox merupakan campuran gas yang dapat diberikan pada pasien asma akut untuk mengurangi turbulensi aliran udara.Beberapa penelitian melaporkan bahwa pemberian gas hellox sebagai terapi tabahan pada terapi standart untuk kasus asma akut tidak lebih efektif dalam hal perbaikan fungsi paru bila dibandingkan dengan oksigen atau udara. 8. Anatagonis leukotrin Pada suatu penelitian , pemberian dua macam obat zafirlukast secara oral(20mg dan 160mg)pada pasien asma akut datang ke IGD, memperlihatkan adanya perbaikan fungsi paru dn skor sesak napasnya menjadi berkurang.

Page | 33

9. Terapi lain Obat lain yang memungkinkan memberi terapi pada asma akut, tapi belum banyak penelotian yang dilakukan adalah obat anastesi umum per inhalasi, lidokain dan furosemide perinhalasi, sedang obat mukolitik per inhalasi tidak memberikan efek bahkan memperburukobstruksi saluran napas dan meningkatkan gejala batuk.(2,13)

PHARYNGITIS

Faringitis (pharyngitis) Akut, adalah suatu penyakit peradangan tenggorok (faring) yang sifatnya akut (mendadak dan cepat memberat).Umum disebut radang tenggorok.Radang ini menyerang lapisan mukosa (selaput lendir) dan submukosa faring. Disebut faringitis kronis bila radangnya sudah berlangsung dalam waktu lama dan biasanya tidak disertai gejala yang berat. Epidemiologi Angka kejadian pada anak &dewasa:anak, rata-rata terdapat 5 kali infeksi saluran pernafasan bagian atas dan pada orang dewasa hampir separuhnya Kasus Faringitis akut di Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2010 sebesar 5.305 kasus.

Penyebab Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau kuman. Biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus grup A. Namun bakteri lain seperti N. gonorrhoeae, C. diphtheria, H. influenza juga dapat menyebabkan faringitis. Apabila disebabkan oleh infeksi virus biasanya oleh Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza virus danCoxsackie virus. Faringitis juga bisa timbul akibat iritasi udara kering, merokok, alergi, trauma tenggorok (misalnya akibat tindakan intubasi), penyakit refluks asam lambung, jamur, menelan racun, tumor. Perjalanan Penyakit Penularan dapat terjadi melalui udara (air borne disease) maupun sentuhan.Droplet masuk melalui saluran napas atau mulut kemudian masuk ke lapisan faring. Faring bereaksi terhadap proses infeksi tersebut, terjadilah radang.

Page | 34

Gejala dan tanda Yang sering muncul pada faringitis adalah: 1. Nyeri tenggorok dan nyeri menelan 2. Tonsil (amandel) membesar 3. Mukosa yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau mengeluarkan pus (nanah). 4. Demam, bisa mencapai 40C. 5. Pembesaran kelenjar getah bening di leher. Setelah bakteri atau virus mencapai sistemik maka gejala-gejala sistemik akan muncul, 1. Lesu dan lemah, nyeri pada sendi-sendi otot, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. 2. Peningkatan jumlah sel darah putih. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik: o Kemerahan dan peradangan dinding belakang mukosa mulut. o Pembengkakan mukosa o Adanya selaput, bintik-bintik, nanah pada mukosa o Dengan menggunakan penilaian tertentu atas gejala dan tanda, bisa diprediksi penyebab faringitis apakah viral atau bakterial

Jenis faringitis Faringitis Virus Biasanya tidak ditemukan nanah di tenggorokan Demam, biasanya tinggi. Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat Kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar Tes apus tenggorokan memberikan hasil negative Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri Pemeriksaan penunjang

Faringitis Bakteri Sering ditemukan nanah di tenggorokan Demam. Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening Tes apus tenggorokan memberikan hasil positif untukstrep throat Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium

Pemeriksaan terhadap apus tenggorok. Skrining terhadap bakteri Streptokokus. Darah rutin menunjukkan peningkatan jumlah lekosit. Kultur dan uji resistensi bakteri bila diperlukan.

Page | 35

Tata Laksana

Untuk mengurangi nyeri tenggorok dapat diberikan obat antinyeri (analgetik) seperti asetaminofen, obat hisap atau berkumur dengan larutan garam hangat. Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dan remaja yang berusia dibawah 18 tahun karena bisa menyebabkan sindroma Reye. Untuk menghindari iritasi lebih lanjut pada saluran faring, pada pasien dapat dianjurkan untuk mengurangi makanan yang berminyak dan panas, juga dianjurkan untuk istirahat sebanyak mungkin agar metabolisme lebih dikhususkan untuk memperbaiki daya tahan tubuh. Jika demam tidak turun dengan pemberian obat dapat dibantu dengan menggunakan kompres dan masukan cairan yang cukup (air putih), hindari minuman yang terlalu dingin dan bersoda. Hindari asap rokok, debu, polutan lainnya. Madu dapat membantu mempercepatpenyembuhan. Jika disebabkan virus maka pengobatan bersifat simtomatik (hanya mengobati gejala), tidak diberikan antibiotika. Bisa dibantu dengan obat-obatan imunomodulator. Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotika. Penting bagi penderita untuk meminum obat antibiotik sampai habis sesuai anjuran dokter, agar tidak terjadi resistensi pada kuman penyebab faringitis

Prognosis (Perjalanan Penyakit)

Umumnya baik, tingkat kesembuhan tinggi

Komplikasi yang mungkin timbul Sumbatan jalan napas (pada peradangan yang berat) Abses di tonsil atau dinding belakang mukosa faring. Infeksi bakteri Streptococcus bisa berlanjut ke infeksi telinga, sinusitis, Demam rematik (Penyakit katup jantung akibat infeksi), abses tonsil, peradangan ginjal, dll.(15)

Bronchitis Pendahuluan Bronkitis ( bronchitis )adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronkus (saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam paru-paru). Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronkus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit.Bronkitis terbagi atas 2 jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Perlu diingat bahwa istilah akut dan kronis adalah terminologi (istilah) berdasarkan durasi berlangsungnya penyakit, bukan berat ringannya penyakit.Bronkitis akut pada umumnya ringan.Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari.Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Kebanyakan brokitis pada anak yaitu brokitis akut sedangkan bronkitis kronis terjadi pada usia dewasa.

Page | 36

Bronkitis akut Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang melibatkan jalan nafas yang besar.Bronkitis akut pada umumnya ringan. Berlangsung singkat(beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namunadakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Epidemiologi Bonkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian bronkitis kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang diatas 45 tahun. Lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non-tropis) atau musim hujan (didaerah tropis). 2

Page | 37

Gambar. Mukus klirens pada saluran napas yang normal Mekanisme klirens saluran napas. Pertama, mukus didorong ke proksimal saluran napas oleh gerakan silia,yang akan membersihkan partikel-partikel inhalasi, patogen dan menghilangkan bahan-bahan kimia yang mungkin dapat merusak paru. Musin polimerik secara terus-menerus disintesis dan disekresikan untuk melapisi lapisan mukosa.Kecepatan normal silia 12 sampai 15x/detik, menghasilkan kecepatan 1mm/menit untuk membersihkan lapisan mukosa. Kecepatan mucociliary clearance meningkat dalam keadaan hidrasi tinggi. Dan kecepatan gerakan silia meningkat oleh aktivitas purinergik, adrenergik, kolinergik dan reseptor agonis adenosin,serta bahan iritan kimia. Mekanisme kedua, adalah dengan mengeluarkan mukus dengan refleks batuk.Ini mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa penyakit paru yang disebabkan oleh kerusakan fungsi silia tidak terlalu berat dibandingkan dengan yang disebabkan dehidrasi, yang menghalangi kedua mekanisme klirens saluran napas.Meskipun batuk berkontribusi dalam
Page | 38

membersikan mukus pada penyakit dengan peningkatan produksi mukus atau gangguan fungsi silia, ini dapat menyulitkan gejala. Etiologi Bronkitis akut dapat disebabkan oleh : Infeksi virus : influenza virus, parainfluenza virus, respiratory syncytialvirus (RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-lain. Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella). Jamur Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.

Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah infeksi virus yakni sebanyak 90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10%. 4Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Di lingkungan sosioekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.

Patogenesis Bronkitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membran mukosa bronkus.Pada orang dewasa, bronkitis kronik terjadi akibat hipersekresi mukus dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah sel goblet dalam epitel saluran nafas. Pada sebagian besar pasien, hal ini disebabkan oleh paparan asap rokok. Pembersihan mukosiliar menjadi terhambat karena produksi mukus yang berlebihan dan kehilangan silia, menyebabkan batuk produktif.Pada anak-anak, bronkitis kronik disebabkan oleh respon endogen, trauma akut saluran pernafasan, atau paparan alergen atau iritan secara terusmenerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon dengan bronkospasme dan batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksi mukus. Apabila terjadi paparan secara kronik terhadap epitel pernafasan, seperti aspirasi yang rekuren atau infeksi virus berulang, dapat menyebabkan terjadinya bronkitis kronik pada anak-anak. Bakteri patogen yang paling banyak menyebabkan infeksi saluran respirasi bagian bawah pada anak-anak adalah Streptococcus pneumoniae.Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis dapat patogen pada balita (umur <5 tahun), sedangkan Mycoplasma pneumoniae pada anak usia sekolah (umur >5-18 tahun). Seperti disebutkan sebelumnya penyebab dari bronkitis akut adalah virus,namun organisme pasti penyebab bronkitis akut sampai saat ini belum dapat diketahui, oleh karena
Page | 39

kultur virus dan pemeriksaan serologis jarang dilakukan. Adapun beberapa virus yang telah diidentifikasi sebagai penyebab bronkitis akut adalah virus virus yang banyak terdapat di saluran pernapasan bawah yakni influenza B, influenza A, parainfluenza dan respiratory syncytial virus (RSV).Influenza sendiri merupakan virus yang timbul sekali dalam setahun dan menyebar secara cepat dalam suatu populasi.Gejala yang paling sering akibat infeksi virus influenza diantaranya adalah lemah, nyeri otot, batuk dan hidung tersumbat. Apabila penyakit influenza sudah mengenai hampir seluruh populasi disuatu daerah, maka gejala batuk serta demam dalam 48 jam pertama merupakan prediktor kuat seseorang terinfeksi virus influenza. RSV biasanya menyerangorang orang tua yang terutama mendiami panti jompo, pada anak kecil yangmendiami rumah yang sempit bersama keluarganya dan pada tempat penitipananak.Gejala batuk biasanya lebih berat pada pasien dengan bronkitis akut akibatinfeksi RSV. Virus yang biasanya mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas seperti rhinovirus,adenovirus dapat juga mengakibatkan bronkitis akut. Gejala yang dominan timbul akibat infeksi virus ini adalah hidung tersumbat, keluar sekret encer dari telinga (rhinorrhea) dan faringitis Bakteri juga memerankan perannya dalam pada bronkitis akut, antara lain,Bordatella pertusis, Bordatella parapertusis, Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. Infeksi bakteri ini biasanya paling banyak terjadi dilingkungan kampus dan di lingkungan militer. Namun sampai saat ini, peranan infeksi bakteri dalam terjadinya bronkitis akut tanpa komplikasi masih belum pasti, karena biasanya ditemukan pula infeksi virus atau terjadi infeksi campuran(Sidney S. Braman, 2006).Pada kasus eksaserbasi akut dari bronkitis kronik, terdapat bukti klinis bahwa bakteri bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan Haemophilus influenzae mempunyai peranan dalam timbulnya gejala batuk dan produksi sputum. Namun begitu, kasus eksaserbasi akut bronkitis kronik merupakan suatu kasus yang berbeda dengan bronkitis akut, karena ketiga bakteritersebut dapat mendiami saluran pernapasan atas dan keberadaan mereka dalamsputum dapat berupa suatu koloni bakteri dan ini bukan merupakan tanda infeksi akut. Penyebab batuk pada bronkitis akut tanpa komplikasi bisa dari berbagai penyebab dan biasanya bermula akibat cedera pada mukosa bronkus. Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis akut, sistem mukosiliar defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, akan terjadi pengeluaran mediator inflamasi yang mengakibatkan kelenjar mukus menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akanmenghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napasterutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolapsdan udara
Page | 40

terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Pasien mengalamikekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di manaterjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis.Pada bronkitis akut akibat infeksi virus, pasien dapat mengalami reduksinilai volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) yang reversibel. Sedangkan pada infeksi akibat bakteri M. pneumoniae atau C. Pneumoniae biasanyamempunyai nilai reduksi FEV1yang lebih rendah serta nilai reversibilitas yang rendah pula Virus dan bakteri biasa masuk melalui port dentre mulut dan hidung droppletinfection yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/bakterimia dan gejala ataureaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.

ALERGEN

Invasi kuman ke jalan nafas infeksi iritasi mukosa bronkus

Aktivasi IgE

Peningkatan pelepasan histamin Edema mukosa sel goblet di produksi Penyebaran bakteri/virus keseluruh tubuh.

Bersihan jalan nafas tdk efektif

Peningkatan akumulasi sekret

hitertermi

Peningkatan laju metabolisme

Batuk produktif

Penyempitan jalan napas

Demam

melaise

nyeri Penggunaan otot-otot pernapasan

gambar: patogenesis bronkitis

Page | 41

Manifestasi klinis Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3 minggu.Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih, kuning kehijauan,atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala berikut ini :

Demam (biasanya ringan) Batuk (berdahak ataupun tidak berdahak). Sesak napas, rasa berat bernapas, Bunyi napas mengi atau ngik Rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada Kadang batuk darah

Gejala bronkitis akut tidaklah spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran pernafasan lainnya.Bronkitis akut akibat virus biasanya mengikuti gejala gejala infeksi saluran respiratori seperti rhinitis dan faringitis.Batuk biasanya muncul 3 4 hari setelah rhinitis.Batuk pada mulanya keras dan kering, kemudian seringkali berkembang menjadi batuk lepas yang ringan dan produktif. Karena anak anak biasanya tidak membuang lendir tapi menelannya, maka dapat terjadi gejalamuntah pada saat batuk keras dan memuncak. Pada anak yang lebih besar,keluhan utama dapat berupa produksi sputum dengan batuk serta nyeri dada padakeadaaan yang lebih berat. Karena bronchitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan dapat membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahuisecara jelasa karena kurangnya ketersediaanjaringan untuk pemeriksaan. Yangdiketahui adalah adanya peningkatan aktivitas kelenjar mucus dan terjadinyadeskuamasi sel sel epitel bersilia.Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam dinding serta lumen saluran respiratori menyebabkan sekresi tampak purulen.Akan tetapi karena migrasi leukosit ini merupakan reaksi nonspesifik terhadap kerusakan jalan napas, maka sputum yang purulen tidak harus menunjukkanadanya superinfeksi bakteri. Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal.Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing ataupun suara kombinasi. Hasil pemeriksaan radiologis biasanya normal atau didapatkan corakan bronkial. Pada umumnya gejala akan menghilang dalam 10 -14 hari. Bila tanda tanda klinismenetap hingga 2 3 minggu, perlu dicurigai adanya infeksi kronis.Selain itudapat pula terjadi infeksi sekunder. Diagnosis Diagnosis dari bronkitis akut dapat ditegakkan bila; pada anamnesa pasien mempunyai gejala batuk yang timbul tiba tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia,common cold , asma akut,eksaserbasi akut bronkitis kronik dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas.
Page | 42

Dapat ditemukanadanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring hiperemis.Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi dadadapat terdengar ronki,wheezing , ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksilainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah. 5Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkankemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksisputum yang dicurigai menderita bronkitis akut, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut: Denyut jantung > 100 kali per menit Frekuensi napas > 24 kali per menit Suhu > 38C Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan suara napas. Keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapatdisingkirkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax ). Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi bronkitisharus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada bronkitis kronis.Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karenasebagian besar penyebabnya adalah virus.Pemeriksaan radiologis biasanya normalatau tampak corakan bronkial meningkat.Pada beberapa penderita menunjukkanadanya penurunan ringan uji fungsi paru.Akan tetapi uji ini tidak perlu dilakukan pada penderita yang sebelumnya sehat. Pemeriksaan fisik Keadaan umum baik: tidak tampak sakit berat, tidak sesak atau takipnea. Mungkin ada nasofaringitis Paru:ronki basah kasaryg tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah batuk),wheezing dan krepitasi Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri, sputumnya akan seperti nanah. Untuk pasien anak yang diopname, dilakukan tes C-reactive protein, kultur pernafasan, kultur darah, kultur sputum, dan tes serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus.Untuk anak yang diopname dengan kemungkinan infeksi Chlamydia, mycoplasma,atau infeksi virus saluran pernafasan bawah, lakukan pemeriksaan sekresi nasofaringeal untuk membantu pemilihan antimikroba yang cocok. Serum IgM mungkin dapat membantu.Untuk anak yang diduga mengalami

Page | 43

imunodefisiensi, pengukuran serum immunoglobulin total, subkelas IgG, dan produksi antibodi spesifik direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis. Diagnosi banding Batuk dengan atau tanpa produksi sputum dapat dijumpai pada commoncold. Common cold sendiri merupakan istilah konvensional dari infeksi saluran pernapasan atas yang ringan, gejalanya terdiri dari adanya sekret dari hidung, bersin, sakit tenggorok dan batuk serta bias juga dijumpai demam, nyeri otot danlemas. Seringkali common cold dan bronkitis akut memiliki gejala yang sama dan sulit dibedakan. Batuk pada common cold merupakan akibat dari infeksi saluran pernapasan atas yang disertai postnasal drip dan pasien biasanya sering berdeham. Batuk pada bronkitis akut disebabkan infeksi pada saluran pernapasan bawah yang dapat didahului oleh infeksi pada saluran pernapasan atas dan oleh sebab itumempersulit penegakkan diagnosis penyakit ini.5 Bronkitis akut juga sulit dibedakan dengan eksaserbasi akut bronkitis kronik dan asma akut dengan gejala batuk.Dalam suatu penelitian mengenai bronkitis akut, asma akut seringkali didiagnosa sebagai suatu bronkitis akut pada1/3 pasien yang datang dengan gejala batuk.Oleh karena kedua penyakit ini memiliki gejala yang serupa, maka satu satunya alat diagnostik adalah dengan mengevaluasi bronkitis akut tersebut, apakah merupakan suatu penyakit tersendiri atau merupakan awal dari penyakit kronik seperti asma.Bronkitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan yang dapat sembuh sendiri dan bila batuk lebih dari 3 minggu maka diagnosis diferensial lainnya harus dipikirkan.Pasien dengan riwayat penyakit paru kronik sebelumnya seperti bronkitis kronik, PPOK dan bronkiektasis, pasien dengan gagal jantung dan dengan gangguan sistem imun seperti AIDS atau sedang dalam kemoterapi, merupakan kelompok yang beresiko tinggi terkena bronkitis akut dan dalam halini kelompok tersebut merupakan pengecualian. Penatalaksanaan Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat yang lazim digunakan, yakni:

Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari.Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari.Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari.Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak.Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak, para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif
Page | 44

hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan. Penggunaan codein atau dekstrometorphan untuk mengurangi frekuensi batuk dan perburukannya pada pasien bronkitis akut sampai saat ini belum diteliti secara sistematis.Dikarenakan pada penelitian sebelumnya, penggunaan kedua obat tersebut terbukti efektif untuk mengurangi gejala batuk untuk pasien dengan bronkitis kronik, maka penggunaan pada bronkitis akut diperkirakan memiliki nilai kegunaan. Suatu penelitian mengenai penggunaan kedua obat tersebut untuk mengurangi gejala batuk pada common cold dan penyakit saluran napas akibat virus, menunjukkan hasil yang beragam dan tidak direkomendasikan untuk sering digunakan dalam praktek keseharian (Lee P, Jawad M, Eccles R, 2008) Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa kedua obat ini juga efektif dalam menurunkan frekuensi batuk per harinya. Dalam suatu penelitian, sebanyak 710 orang dewasa dengan infeksi saluran pernapasan atas dan gejala batuk, secara acak diberikan dosis tunggal 30 mg Dekstromethorpan hydrobromide atau placebo dan gejala batuk kemudian di analisa secara objektif menggunakan rekaman batuk secara berkelanjutan. Hasilnya menunjukkan bahwa batuk berkurang dalam periode 4 jam pengamatan (Pavesi L, Subburaj S, Porter ShawK, 2009).

Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain. Antipiretik : parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya, digunakan jika penderita demam. Bronkodilator , diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat bernapas.Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis lain. Dalam suatu studi penelitian dari Cochrane, penggunaan bronkodilator tidak direkomendasikan sebagai terapi untuk bronkitis akut tanpa komplikasi.Ringkasan statistik dari penelitian Cochrane tidak menegaskan adanya keuntungan dari penggunaan -agonists oral maupun dalam mengurangi gejala batuk pada pasien
Page | 45

dengan bronkhitis akut (Hueston WJ, 2008). Namun, pada kelompok subgrup dari penelitian ini yakni pasien bronkhitis akutdengan gejala obstruksi saluran napas dan terdapat wheezing , penggunaan bronkodilator justru mempunyai nilai kegunaan.Efek samping dari penggunaan -agonists antara lain, tremor, gelisah dan tangan gemetar (Smucny J, Flynn C,Becker L,et al , 2007). Penggunaan antikolinergik oral untuk meringankan gejala batuk pada bronkitis akut sampai saat ini belum diteliti dan oleh karena itu tidak dianjurkan (Sidney S. Braman, 2006). Dikarenakan pada penelitian ini disebutkan bahwa gejala batuk lebih banyak berasal dari bronkitis akut, maka penggunaan antitusif sebagai terapiempiris untuk batuk pada bronkitis akut dapat digunakan (Sidney S. Braman,2006).

Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh bakteri.

Pemeriksaan penunjang a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia b. Laboratorium : Leukosit > 17.500. Prognosisi Perjalanan dan prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang tepat atau mengatasi setiap penyakit yang mendasari. Komplikasi a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia c. Pleuritis d. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi e. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis (3,13)

Page | 46

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN
Dari diskusi tutorial untuk kasus diatas yang kami lakukan, kami mendapatkan lima differiantial diagnosis yaitu TB paru, Pneumonia, Asma bronchial, bronchitis, dan pharyngitis. Namun untuk diagnosis yang paling mungkin, kami tidak dapat menyimpulkannya secara pasti karena masih dibutuhkan pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis tesebut terutama pemeriksaan laboratorium. Pada kasus diatas tidak dijelaskan secara menndetail mengenai apakah ada dahak pada si penderita dan lamanya batuk . Karena baik TB maupun Pneumonia memiliki gejala yang hampir sama yaitu demam dan batuk, begitu juga dengan Asma bronchial walaupun bronchitis memiliki batuk yang lebih lama dibandingkan dangan TB dan Pneumonia sedangkan untuk Pharyngitis kami menduga mungkin karena adanya alergi. Namun, kami menyimpulkan bahwa yang paling mungkin adalah TB paru dan Pneumonia.

B. SARAN Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami masih butuh saran dari pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan ini.

Page | 47

Anda mungkin juga menyukai