Anda di halaman 1dari 29

USULAN PENELITIAN

KONDISI DAN PERSEPSI INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) TENTANG LABEL KEMASAN PANGAN (Studi Kasus di Kota Bogor)

JIAN SEPTIAN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

USULAN PENELITIAN

KONDISI DAN PERSEPSI INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) TENTANG LABEL KEMASAN PANGAN (Studi Kasus di Kota Bogor)

JIAN SEPTIAN

Usulan Penelitian sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian mayor Teknologi Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Judul Nama NIM

: Kondisi dan Persepsi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Tentang Label Kemasan Pangan : Jian Septian : F24090046

Disetujui oleh

Prof. Dr. Winiati P Rahayu NIP.195608131982012001

Tanggal Pengesahan: Februari 2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas segala karunia-Nya sehingga usulan penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan bulan Maret 2013 ini ialah label kemasan pangan, dengan judul Kondisi dan Persepsi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Tentang Label Kemasan Pangan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Winiati P Rahayu yang telah banyak memberi saran. Semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi kami untuk dapat melaksanakan penelitian dengan baik.

Bogor, Februari 2013 Jian Septian

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Label Pangan Regulasi Pelabelan Mutu Pangan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Persepsi METODOLOGI Kerangka Pemikiran Metode Penelitian Tahapan Penelitian Metode Penentuan Sampel Pembuatan Kuisioner Uji Coba Kuisioner Pengumpulan Data BIAYA PENELITIAN DAFTAR PUSTAKA JADWAL KEGIATAN LAMPIRAN vi vi vi 1 1 2 2 2 2 3 3 5 6 6 8 8 9 9 10 10 11 13 14 15 17 18

DAFTAR TABEL
1 2 Tabel 1. Perbedaan keterangan kemasan pada beberapa peraturan pelabelan 4 Tabel 2. Nilai angka kritik r* 12

DAFTAR GAMBAR
1 Gambar 1. Proses perseptual 2 Gambar 2. Kerangka pendekatan studi berdasarkan hubungan antara persepsi, sikap dan perilaku 3 Gambar 3. Tahapan penelitian 7 8 9

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner penelitian 18

PENDAHULUAN
Latar Belakang Peran label pada produk pangan sangat penting. Label yang baik dan benar akan memudahkan konsumen dalam pemilihan produk yang diperlukannya. Pelabelan produk pangan dapat dijadikan sumber informasi utama mengenai pangan kemasan. Menurut UU No. 18 tahun 2012 Tentang Pangan, pada pasal 96 ayat (1), label berfungsi untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi pangan. Sehingga aspek pelabelan diharapkan dapat menjadi perangkat efektif pengendali mutu dan keamanan pangan. Mutu pangan sangat berkaitan erat dengan masalah keamanan pangan. Saat ini banyak beredar produk pangan dalam kemasan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pada pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa label tersebut sekurang-kurangnya memuat mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, keterangan halal, tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa. Pencantuman nomor pendaftaran untuk pangan yang diproduksi di dalam negeri diberi tanda MD, sedangkan untuk pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia diberi tanda ML. Sedangkan untuk industri skala rumahan, diberi tanda P-IRT dan wajib dicantumkan pada label pangan IRT yang telah memenuhi persyaratan pemberian CPPB-IRT (Anonim 2003). Dalam Laporan tahunan Badan POM RI tahun 2011 dinyatakan bahwa dari 6.604 label produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah 2.346 (35.52%) tidak memenuhi ketentuan, antara lain karena tidak mencantumkan: nomor persetujuan pendaftaran, kode produksi, tanggal kedaluwarsa, netto (berat bersih), komposisi serta nama dan alamat produsen. Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) merupakan salah satu industri kecilmenengah yang memproduksi pangan olahan dalam kemasan yang konsen terhadap aspek pelabelan (BPOM RI 2012). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Mengingat IRTP merupakan salah satu penggerak ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sedangkan disisi lain produk pangan IRTP masih berpotensi menyebabkan keracunan pangan, maka pemerintah harus lebih memperhatikan dalam menuntaskan masalah yang dihadapi oleh IRTP terutama terkait dengan aspek pelabelan kemasan pangan. Permasalahan yang sering dihadapi IRTP terkait dengan pelabelan dalam kemasan masih ditemukan beberapa pelanggaran. Diantara pelanggaran tersebut yakni (a) ketentuan data label tidak terpenuhi, (b) tanggal kedaluwarsa yang ditulis tangan, (c) pencantuman halal tidak sesuai ketentuan, (d) penggunaan BTP tidak dicantumkan pada label/BTP di luar peraturan, (e) menggunakan nomor IRTP untuk lebih dari satu produk, (f) menggunakan kode MD untuk IRTP, dan (g) klaim fungsi obat (Rahayu WP 2011).

2 Kemungkinan penyebab utama terjadinya pelanggaran pelabelan pangan IRTP adalah kurangnya pengetahuan, kurangnya kesadaran, kurangnya motivasi, kurangnya kemampuan secara finansial, dan sebagian besar belum menerapkan sistem manajemen formal. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui persepsi IRTP tentang label kemasan produk pangan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tingkat pengetahuan IRTP tentang label kemasan produk pangan 2. Mengetahui hubungan antara karakteristik IRTP dengan persepsinya tentang label kemasan produk pangan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai masukan kepada pemerintah (Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas kesehatan Kab/Kota) untuk mengembangkan program edukasi IRTP yang terkait dengan aspek pelabelan kemasan pangan. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : IRTP di Kota Bogor Waktu : Bulan Februari 2013 sampai bulan Juni 2013

TINJAUAN PUSTAKA
Label Pangan Peranan label pada suatu produk pangan sangat penting untuk memperoleh produk yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Label produk yang dijamin kebenarannya akan memudahkan konsumen dalam menentukan beragam produk dan susbtitusi di pasaran. Selain sebagai sarana pendidikan pada masyarakat, label juga dapat memberikan nilai tambah bagi produk. Informasi tentang produk pada umumnya tertera pada label. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan, label pangan didefinisikan sebagai setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Menurut penjelasan Undang-undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan pasal 96 ayat 1 dikatakan bahwa tujuan pemberian label pada produk pangan adalah untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi pangan. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan pada pasal 15 dijelaskan bahwa kriteria penulisan keterangan pada label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan

3 huruf latin. Kemudian pada pasal 16 ayat 1 dijelaskan bahwa penggunaan bahasa, angka dan huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf latin diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya, atau dalam rangka perdagangan pangan ke luar negeri. Sedangkan pada pasal 16 ayat 2 dijelaskan bahwa huruf dan angka yang tercantum pada label harus jelas dan mudah dibaca. Regulasi Pelabelan Pengaturan pelabelan diatur dengan berlakunya UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yaitu pada Bab VIII pasal 97 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan di dalam negeri untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada kemasan pangan dan pada ayat (3) dijelaskan bahwa pencantuman label di dalam dan/atau pada kemasan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit keterangan mengenai (a) nama produk, (b) daftar bahan yang digunakan, (c) berat bersih atau isi bersih, (d) nama dan alamat yang memproduksi atau mengimpor, (e) halal bagi yang dipersyaratkan, (f) tanggal dan kode produksi, (g) tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa, (h) nomor izin edar bagi pangan olahan, dan (i) asal-usul bahan pangan tertentu. Tabel 1. menunjukkan perbedaan keterangan kemasan pada beberapa peraturan pelabelan. Setiap Negara dari benua yang berbeda memiliki peraturan pelabelan tersendiri dan berbeda satu sama lainnya. Di dunia Internasional, Australia merupakan negara yang memiliki pengaturan terbanyak mengenai keterangan minimum label sedangkan peraturan Codex Stan 1-1985 (CAC) dan Europian Commision (EC) hampir memenuhi peraturan pelabelan Australia. Australia mensyaratkan informasi gizi, namun CAC dan EC tidak mensyaratkannya. Sedangkan untuk nomor pendaftaran, baik Australia, CAC maupun EC mensyaratkannya. Peraturan pelabelan di Indonesia, antara UU Pangan, PP Pelabelan dan Peraturan Kepala BPOM Tentang Pendaftaran Pangan Olahan bagian label terdapat kesenjangan isi peraturan keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label pangan meskipun jumlah minimal yang ditetapkan sama. UU Pangan mensyaratkan keterangan halal sebagai salah satu keterangan yang harus dicantumkan pada label pangan, namun PP Pelabelan dan Peraturan Kepala BPOM Tentang Pendaftaran Pangan Olahan tidak mensyaratkannya. Selain itu, UU Pangan tidak mensyaratkan nomor pendaftaran sebagai keterangan yang harus tercantum pada label pangan, namun PP Pelabelan dan Peraturan Kepala BPOM Tentang Pendaftaran Pangan Olahan bagian label mensyaratkan pencantuman nomor pendaftaran pada label pangan.

5 Mutu Pangan Menurut UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi pangan. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pengertian ini, diketahui bahwa keamanan pangan tidak dapat dipisahkan dari mutu pangan. Pangan yang bermutu adalah pangan yang mempunyai karakteristik sebagaimana pangan yang normal seperti warna, tekstur, citarasa dan karakteristik lainnya yang tidak menyimpang dari karakteristik yang seharusnya dimiliki oleh suatu jenis pangan (Fardiaz 2003). Pangan yang bermutu harus dapat melaksanakan fungsinya secara berulang-ulang sepanjang daur hidupnya, yang telah ditetapkan di dalam lingkungan dan kondisi pemakaiannya. Namun, seiring dengan bertambahnya umur dari suatu produk maka akan terjadi penurunan mutu dari produk tersebut. Reaksi penurunan mutu suatu produk dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor intrinsik (komposisi) dan faktor ekstrinsik (lingkungan). Akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan yang bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan, dapat menyebabkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi. Keamanan Pangan Menurut UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Hal ini sangat penting dan berkaitan dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya dapat menimbulkan masalah terhadap status gizinya. Keracunan pangan (foodborne disease) adalah penyakit yang disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi (OSHA 2013). Intoksikasi dan infeksi merupakan salah satu penyakit dari keracunan pangan. Menurut OSHA (2013), Intoksikasi dan infeksi disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, racun, logam dan prion. Botulism, Brucellosis, Campylobacter enteritis, Escherichia coli, Listeria, Salmonella, Shigella termasuk kedalam keracunan pangan (foodborne disease). Keamanan pangan yang menurun pada suatu produk pangan dapat memberikan efek keracunan pangan (foodborne disease) bagi konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut. Produk pangan yang mempunyai tingkat keamanan yang baik adalah produk pangan yang bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Hariyadi 2007). Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Dalam peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 Tentang Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga dinyatakan bahwa Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)

6 adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan manual hingga semi otomatis dan diedarkan dalam kemasan eceran dan berlabel. Berdasarkan definisi ini, IRTP dapat dinilai sesuai peraturan CPPB-IRTP. Cara Produksi Pangan yang baik (CPPB) adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara memproduksi pangan yang layak, bermutu dan aman untuk dikonsumsi (BPOM RI 2012). Cara Produksi Pangan yang baik (CPPB) merupakan salah satu faktor penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan dan sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang maupun berskala besar. Tujuan penerapan CPPB pada industri baik skala besar, sedang maupun kecil adalah menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen, baik domestik maupun mancanegara. Cara Produksi Pangan yang baik (CPPB) menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai produksi pangan mulai bahan baku sampai produk akhir. Pedoman CPPB-IRT sesuai keputusan Kepala Badan POM RI No. HK 03.1.23.04.12.2206 tanggal 5 April 2012. Persepsi Menurut Mowen dan Minor (2002), persepsi diartikan sebagai proses pemaparan individu untuk menerima, memperhatikan serta memahami informasi. Sedangkan menurut Setiadi (2010), persepsi merupakan proses seleksi, organisasi dan interpretasi terhadap stimuli. Stimuli tersebut dapat berupa bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan individu. Dalam proses persepsi, seorang individu akan menyusun dan menerjemahkan rangsangan sensori sehingga dikembangkan suatu pengertian tersendiri akan dunia disekitarnya. Persepsi adalah interpretasi dari sensasi, sehingga persepsi dapat juga diartikan sebagai proses kompleks yang dipilih, disusun dan diterjemahkan oleh individu serta merangsang panca indera untuk menghasilkan gambaran yang mempunyai arti dan saling berhubungan (Gambar 1). Sensasi Pemberian arti

STIMULI -Penglihatan -Suara -Bau -Rasa

Indera Penerimaan

Perhatian

Interpretasi

Tanggapan

Persepsi Gambar 1. Proses perseptual (Solomon MR 1996)

7 Persepsi dapat dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan dan secara substansi berbeda dengan realitas (Setiadi 2010), dengan kata lain persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar juga keadaan individu yang bersangkutan. Kotler (1993) mengemukakan bahwa persepsi dihasilkan atau dipengaruhi oleh faktor eksternal (stimulus) dan faktor internal (individu). Faktor eksternal sangat mempengaruhi persepsi suatu individu. Faktor eksternal merupakan karakteristik fisik dari produk seperti ukuran, tekstur dan atribut yang terdapat dalam produk. Pengaruh lingkungan merupakan faktor di luar individu yang akan mempengaruhinya dalam melakukan pengambilan keputusan. Sedangkan faktor internal merupakan karakteristik seseorang, kemampuan dasar dalam proses penginderaan serta pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya terhadap berbagai atribut. Faktor internal terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial. Faktor internal akan menggambarkan adanya pertukaran nilai, kebutuhan, kebiasaan maupun perilaku yang berbeda antara suatu kelompok konsumen dengan lainnya (Mowen dan Minor 2002). Persepsi IRTP berkorelasi dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Menurut Setiadi (2003), pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan unsur dari kepribadiannya dan semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka ia akan sangat berhati-hati dalam membuat keputusan. Persepsi bersama-sama dengan pengetahuan membentuk kepercayaan dan berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep kepercayaan sangat terkait dengan konsep sikap dimana persepsi yang baik terhadap sesuatu dapat memunculkan sikap yang positif terhadap hal tersebut. Mengacu kepada konsep tentang perilaku konsumen, maka dibuatlah kerangka pendekatan studi berdasarkan hubungan persepsi, sikap dan perilaku. (Gambar 2)

Faktor Internal - Tingkat usia - Tingkat pendidikan - Status Sosial ekonomi

Faktor Eksternal -Sumber informasi

Persepsi terhadap label produk pangan Sikap terhadap label produk pangan Perilaku terhadap label produk pangan Keterangan : garis putus-putus merupakan ruang lingkup penelitian

Gambar 2. Kerangka pendekatan studi berdasarkan hubungan antara persepsi, sikap dan perilaku

8 Gambar 2. merupakan alur rangkaian dalam penelitian. Ada dua faktor yang akan menjadi fokus penelitian, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang diteliti meliputi tingkat usia, pendidikan dan sosial ekonomi. Sedangkan faktor eksternal yang di teliti hanya berupa sumber informasi. Kedua faktor ini akan mempengaruhi persepsinya terhadap tanggal kedaluwarsa dan kemudian akan berdampak kepada sikap dan perilaku dari responden. Namun penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap persepsi responden terhadap label kemasan pangan.

METODOLOGI
A. Kerangka Pemikiran Persepsi merupakan suatu proses, dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasi dan menginterpretasikan stimuli dalam gambaran yang lebih berarti dan menyeluruh. Stimuli adalah setiap input yang ditangkap oleh panca indera. Stimuli ini dapat berasal dari lingkungan sekitar atau dari dalam diri individu itu sendiri. Kombinasi diantara keduanya memberikan gambaran persepsi yang bersifat pribadi (Simamora 2002). Persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan karakteristik responden seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan dan status sosial ekonomi. Sedangkan Faktor eksternal responden berasal dari lingkungan sekitar responden yang dapat mempengaruhi persepsinya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan hubungan antara karakteristik internal IRTP dengan persepsi IRTP tentang label kemasan produk pangan. Karakteristik responden (faktor internal) yang diteliti adalah tingkat usia, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi. Unit analisis yang digunakan adalah IRTP yang memproduksi pangan dalam kemasan. Persepsi produsen yang diteliti adalah persepsi IRTP tentang hal yang berkaitan dengan label pangan. Melalui survei persepsi IRTP tentang label kemasan pangan dapat diketahui faktor-faktor internal dan eksternal yang berhubungan dalam membentuk persepsi IRTP tentang label kemasan pangan. B. Metode Penelitian Penelitian akan dilakukan dengan cara mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data. Selain itu, wawancara merupakan cara yang tepat untuk menunjang keakuratan pengisian kuisioner terhadap responden. Tipe penelitian ini tergolong ke dalam penelitian penjelasan (explanatory research) karena peneliti menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi 1995). C. Tahapan Penelitian Penelitian ini didasarkan pada tahapan penelitian yang sesuai dengan validitas metodologi penelitian survei (Singarimbun dan Effendi 1995). Tahapan tersebut dijelaskan pada Gambar 3.

Mulai

Penentuan sampel, teknik dan cara pengambilan sampel

Pembuatan kuisioner

Uji coba kuisioner

Perbaikan kuisioner

Ok

Pengumpulan data

Tabulasi data Data sekunder Analisis data

Pembuatan laporan

Selesai

Gambar 3. Tahapan penelitian

1. Metode Penentuan Sampel a. Teknik dan cara pengambilan sampel Pengambilan sampel akan dilakukan secara purposive yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara tidak acak dan memiliki tujuan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Usman dan Akbar 2003). Sampel yang akan digunakan memiliki kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu sampel merupakan produsen IRTP yang memproduksi pangan dalam kemasan di wilayah kota Bogor. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian dapat dihitung dengan menggunakan rumus slovin (Simamora 2002). Rumus slovin merupakan salah satu teknik untuk menentukan jumah sampel dalam penelitian sosial. Adapun rumus dari Slovin adalah sebagai berikut:

10

Keterangan : n N e : ukuran sampel : ukuran populasi : Tingkat Kelonggaran 10%

b. Metode pengelompokkan sampel Pengelompokkan sampel didasarkan atas IRTP yang memproduksi pangan olahan berdasarkan enambelas kategori golongan pangan olahan. Menurut CODEX (2013), enambelas kategori tersebut yaitu Produk susu dan olahannya; Lemak dan minyak, lemak dan emulsi; Edible es, termasuk serbat dan sorbet; Buah-buahan dan sayuran, rumput laut dan kacang-kacangan dan biji-bijian; Biskuit; Sereal dan olahannya; Rerotian; Daging dan olahannya, termasuk unggas dan binatang buruan; Ikan dan olahannya, termasuk moluska, krustasea dan Echinodermata; Telur dan olahannya; Pemanis termasuk madu; Garam, rempahrempah, sup, saus, salad dan produk protein; Bahan pangan yang ditujukan untuk keperluan gizi tertentu; Minuman, tidak termasuk produk susu; Pangan siap saji; dan Jenis pangan komposit yang tidak bisa ditempatkan dalam kategori sebelumnya. c. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi pengumpulan kuisioner oleh responden tentang persepsi label kemasan pangan secara langsung serta melalui hasil wawancara dengan responden untuk menunjang keakuratan data kuisioner. Sedangkan data sekunder didapat dari dari situs internet mengenai Undang-undang tentang pangan dan Undang-undang tentang Label dan Iklan pangan dan laporan beberapa instansi seperti laporan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bogor serta laporan tahunan Badan POM RI terkait pelabelan dalam kemasan. 2. Pembuatan Kuisioner Pembuatan kuisioner dilakukan dengan membuat pertanyaan. Pertanyaan yang disusun merupakan kombinasi dari pertanyaan tertutup dan pertanyaan semi terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberikan jawaban lain, sedangkan pertanyaan semi terbuka adalah pertanyaan yang jawabannya sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban (Singarimbun dan Effendi 1995). Kuisioner terdiri dari empat blok. Blok I berisi pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden. Blok II berisi pertanyaan mengenai kondisi pelabelan. Selanjutnya, Blok III berisi pertanyaan mengenai pengetahuan responden tentang label produk pangan. Sedangkan Blok IV berisi pertanyaan mengenai persepsi responden tentang label kemasan pangan. Rancangan kuisioner yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

11 3. Uji coba Kuisioner Kuisioner yang telah disusun dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum diajukan kepada responden yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk memperbaiki desain kuisioner yang telah dibuat serta memberikan saran untuk perbaikan kuisioner. Hasil uji selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui apakah kuisioner yang disusun sudah layak diajukan kepada responden sebenarnya atau belum. Apabila belum layak diajukan kepada responden sebenarnya maka perlu diadakan perbaikan kuisioner, baik mengenai jumlah dan bentuk pertanyaan. Uji coba dapat dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden tentang pertanyaan yang kurang dimengerti atau menimbulkan bias, sehingga dapat diperbaiki berdasarkan saran dari responden tersebut. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), uji coba umumnya digunakan 30 hingga 50 kuisioner dan dipilih responden yang keadaannya kurang lebih sama dengan responden sesungguhnya yang akan diteliti. a. Uji Validitas Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kelebihan suatu instrumen. Suatu instrumen dianggap valid bila mampu mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun dan Effendi 1995). Dari jenis pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner, uji validitas hanya dilakukan pada pertanyaan yang bersifat tertutup. Singarimbun dan Effendi (1995) mengemukakan bahwa validitas data meliputi validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi diupayakan dengan cara mencermati tingkat isi instrumen yang mewakili seluruh aspek yang dinyatakan sebagai kerangka konsep. Sedangkan validitas konstruk diupayakan dengan meletakkan kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian. Pengujian validitas kuisioner dilakukan dengan menggunakan rumus product moment pada selang 5% sehingga kemungkinan terjadi kesalahan akan kecil sekali. Rumus product moment yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan : X= Skor pertanyaan Y= Skor total pertanyaan N= Banyaknya responden R= Indeks validitas Secara statistik angka korelasi yang dihasilkan untuk tiap-tiap pertanyaan harus dibandingkan dengan angka kritik tabel nilai korelasi r (Tabel 1). Cara melihat angka kritik adalah dengan melihat baris N-2. Nilai N menunjukkan jumlah dari contoh sampel yang diambil. Apabila r hitung lebih besar dari r tabel, maka pertanyaan tersebut dianggap valid. Demikian sebaliknya, apabila r hitung lebih kecil dari r tabel, maka pertanyaan tersebut kemungkinan mempunyai

12 susunan kalimat yang kurang baik sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda bagi responden (Singarimbun dan Effendi 1995). Tabel 2. Nilai angka kritik r*

*Singarimbun dan Effendi, 1995 b. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan (Singarimbun dan Effendi 1995). Bila alat pengukur tersebut digunakan untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukurannya relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut dinyatakan reliabel. Teknik pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran ulang (test-retest). Dalam teknik ini, responden yang sama menjawab pertanyaan yang sama. Jarak waktu antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua adalah selama 2 minggu. Pengukuran pertama dinyatakan sebagai x dan pengukuran kedua dinyatakan sebagai y. Hasil pengukuran pertama dikorelasikan dengan hasil pengukuran kedua dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Rumus product moment yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan : X= Skor pertanyaan

13 Y= Skor total pertanyaan N= Banyaknya responden R= Indeks validitas 4. Pengumpulan Data Tabulasi dan analisis data Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak komputer Statistik IBM SPSS Statistics 21 for windows. Untuk memperoleh hubungan karakteristik responden terhadap persepsinya mengenai label kemasan pangan, digunakan uji korelasi spearman. Korelasi spearman digunakan untuk mencari hubungan atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif apabila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar variabel tidak harus sama (Sarwono 2006). Korelasi dapat menghasilkan angka positif atau negatif. Apabila korelasi menghasilkan angka positif maka hubungan kedua variabel bersifat searah seperti misalnya apabila satu variabel besar maka variabel lainnya juga besar. Apabila korelasi menghasilkan angka negatif maka hubungan kedua variabel bersifat tidak searah seperti misalnya apabila satu variabel besar maka variabel lainnya kecil. Sarwono (2006) menyebutkan bahwa angka korelasi berkisar antara 0 hingga 1, dengan ketentuan apabila angka mendekati satu maka hubungan kedua variabel semakin kuat dan apabila angka korelasi mendekati nol maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Adapun patokan angka korelasi tersebut adalah sebagai berikut : a. 0-0.25 : Korelasi lemah c. > 0.5-0.75 : Korelasi kuat b. > 0.25-0.5 : korelasi cukup d. > 0.75-1 : Korelasi sangat kuat Menurut sarwono (2006), signifikansi hubungan antara dua variabel dapat dianalisis dengan ketentuan sebagai berikut, yaitu a. Apabila probabilitas < 0.05 maka hubungan kedua variabel signifikan b. Apabila probabilitas > 0.05 maka hubungan kedua variabel tidak signifikan Pada penelitian ini, digunakan uji ANOVA untuk mengetahui hubungan perbedaan persepsi responden tentang label produk pangan antar karakteristik responden.

14

BIAYA PENELITIAN

A. Biaya Bahan dan Alat 1. 3 RIM kertas A4 80 gram @Rp. 30.000 2. Alat-alat tulis 3. 10 klip kertas @1000 Jumlah B. Biaya Operasional Biaya Telepon selama penelitian Jumlah C. Biaya Transportasi dan Akomodasi Transportasi ke lokasi selama 60 hari @50.000 (Survei, pelaksanaan dan konsultasi) Jumlah D. Biaya Fotokopi 1. Biaya cetak/print out 2. Fotokopi kuisioner 3. Biaya tak terduga Jumlah

Rp. Rp. Rp. Rp.

90.000 100.000 10.000 200.000

Rp. Rp.

300.000 300.000

Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.

3.000.000 3.000.000 500.000 250.000 300.000 1.050.000 4.550.0000

Jumlah A+B+C+D Rp.

15

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tentang Label Dan Iklan pangan. Anonim. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tentang Kemanan, Mutu dan Gizi Pangan Anonim. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Anonim. 2012. Peraturan kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan. Anonim. 2012. Peraturan Kepala badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.04.12.2206 Tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga. Anonim. 2012. Undang-undang Nomor 18 Tentang Pangan. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2003. Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Deputi Bidang Pengawasan keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2003. Keamanan Pangan. Buletin POM. Volume (3): 4. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2012. Laporan Tahunan Badan POM RI 2011. http://www.pom.go.id/ppid/rar/LAPTAH_2011.pdf [12 Desember 2012]. [CAC] Codex Alimentarius Commision. 1985. Codex Stan 1-1985. Guidelines for Labelling, Hawkes, Corinna. Codex Allimentarius Commision. [CAC] Codex Alimentarius Commision. 2013. Food Categories. http://www.codexalimentarius.net/gsfaonline/foods/index.html?collapse=0 [7 Februari 2013]. Fardiaz D. 2003. Keamanan Pangan dan Pengawasannya. Majalah Pangan dan Gizi, Januari, hlm 17-25 [FDA] Food and Drug Administration. 1994. Food Labelling Guide. USA, Food and Drug Administration. Government of South Australia. 2006. Labelling of Packaged Food. National Library of Australia Catalouging in Publication: Rundle Mall. Government of Australia. Hariyadi P. 2007. Pangan dan Daya Saing Bangsa dalam Upaya Peningkatan Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Melalui Ilmu dan Teknologi. Seafast Center, IPB Kotler P. 1993. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Edisi ketujuh. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Mowen JC dan Minor M. 2002. Perilaku konsumen Jilid 1. Ed ke-5. Erlangga, Jakarta. [OSHA] Occupational Safety and Health Administration. 2013. Foodborne Disease. http://www.osha.gov/SLTC/foodbornedisease/index.html [7 Februari 2013]

16 Rahayu WP. 2011. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. PT Penerbit IPB Press, Kampus IPB Taman Kencana Bogor Sarwono J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. PT Andi, Yogyakarta Setiadi NJ. 2003. Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Kencana Media, Jakarta. Setiadi NJ. 2010. Perilaku Konsumen : Perspektif Kontemporer pada motif, Tujuan dan Keinginan Konsumen. Ed ke-4. Kencana, Jakarta. Simamora. 2002. Panduan Riset perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Singarimbun M dan Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta Solomon MR. 1996. Consumer Behavior. NJ: Prentice-Hall International Usman H dan Akbar RPS. 2003. Pengantar Statistika. Bumi Aksara, Jakarta

17

18

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian Kuisioner ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai persepsi IRTP di Daerah Bogor tentang Label Kemasan Pangan. Hasil kuisioner akan digunakan untuk penulisan skripsi di Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor oleh Jian Septian (F24090046). Nama Alamat : : Tanggal No. Telepon : :

Petunjuk Pengisian : - Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat - Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas

BLOK I. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. 2. 3. 4. Nama IRTP Jenis Produk No. IRTP Alamat IRTP : : : : ....

5. Jabatan dalam IRTP a. Pemilik b. Karyawan/Penanggung jawab 6. Usia Anda saat ini a. 15-25 tahun b. 26-35 tahun c. 36-45 tahun d. Lebih dari 55 tahun 7. Tingkat Pendidikan formal terakhir yang ditamatkan a. SD-MI-Sederajat b. SMP-MTs-Sederajat c. SMA-SMK-MA-STM-Sederajat d. Sarjana (D3/S1/S2/S3) 8. IRTP diproduksi di a. Rumah b. Bangunan tersendiri c. Ruko d. Lainnya (Sebutkan .)

19 BLOK II. KONDISI PELABELAN Petunjuk pengisian: Beri tanda centang () pada informasi yang sesuai dengan kondisi Anda

Informasi Nama produk Berat bersih atau isi bersih Nama dan alamat produsen atau importer Nomor pendaftaran Komposisi atau daftar bahan Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa Tanggal dan atau kode produksi Keterangan halal Informasi gizi

Ada

Tidak

BLOK III. PENGETAHUAN RESPONDEN TENTANG PERATURAN PELABELAN 1. Apakah Anda tahu tentang peraturan label kemasan pangan? a. Ya b. Tidak 2. Jika ya, darimana Anda tahu informasi tentang peraturan label kemasan pangan? a. Buku b. Internet/TV/Radio c. Petugas Dinas Kesehatan Kab/Kota d. Lainnya (Sebutkan ...) 3. Sebutkan peraturan pemerintah tentang pelabelan pangan yang Anda ketahui .. 4. Mana pernyataan berikut yang sesuai dengan kondisi Anda? a. Saya tidak mengetahui persyaratan pelabelan produk pangan b. Saya mengetahui persyaratan pelabelan produk pangan tetapi belum menerapkannya pada label produk pangan c. Saya mengetahui persyaratan pelabelan produk pangan dan sudah menerapkannya pada label produk pangan

20 5. Jika Anda tidak tahu, darimana Anda harapkan informasi tentang pelabelan diperoleh? a. Petugas Dinas Kesehatan Kab/Kota b. Majalah Keamanan pangan c. Lainnya (Sebutkan..)

BLOK IV. PERSEPSI RESPONDEN TENTANG PELABELAN KEMASAN PRODUK PANGAN 1. Menurut Anda, apakah label kemasan produk pangan Anda telah memenuhi persyaratan peraturan pelabelan? a. Ya b. Tidak 2. Menurut Anda, apakah informasi (gambar) yang tercantum pada label kemasan produk sesuai dengan isi yang ada pada produk pangan Anda? a. Ya b. Tidak 3. Menurut Anda, apakah tata cara penulisan pelabelan kemasan produk pangan Anda sesuai dengan peraturan pemerintah? a. Ya b. Tidak 4. Menurut Anda, apakah informasi-informasi yang tercantum pada label produk pangan Anda sudah sesuai dengan peraturan pemerintah? a. Ya b. Tidak 5. Jika tidak, menurut Anda, informasi apa yang belum Anda cantumkan pada label kemasan produk pangan Anda? .. 6. Menurut Anda, Apa alasan tidak mencantumkan informasi tersebut (pertanyaan nomor 5) pada label kemasan produk pangan Anda? ..

~ Terimakasih ~

Anda mungkin juga menyukai